• Tidak ada hasil yang ditemukan

Browsing by Issue Date

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Browsing by Issue Date"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

"PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN KADAR BENTONITE DAN FLY ASH TERHADAP NILAI PERMEABILITAS, KOHESI, KUAT

GESER DALAM, PADA TANAH BERBUTIR KASAR"

Disusun Oleh:

HARUM SAMBORO LAABA 45 12 041 115

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2018

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN KADAR BENTONITE DAN FLY ASH TERHADAP NILAI PERMEABILITAS,COHESI DAN KUAT GESER DALAM

TANAH BERBUTIR KASAR Oleh: Harum Samboro Laaba

ABSTRAK

Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang, sehingga banyak terdapat material pasir. Salah satu kelemahan tanah pasir adalah memiliki ikatan antara butiran atau biasa disebut kohesi yang mendekati nol, sehingga apabila bangunan teknik sipil seperti jalan raya, pertokoan dan lainnya dibangun di atasnya maka tanah pasir tersebut harus diperbaiki dan distabilisasi untuk meningkatkan nilai kohesinya.Ada tiga metode stabilisasi tanah yakni stabilisasi secara mekanis, fisis dan kimiawi.

Dalam penelitian ini akan dibahas stabilisasi tanah pasir dengan menambahkan suatu bahan campuran bahan tambah yakni Fly Ash dan Bentonit 10% dengan proporsi campuran Fly Ash yakni 10%, 20%, 30%

dan 40%. Adapun parameter yang diuji untuk mengetahui sifat-sifat teknis dalam percobaan ini adalah Permeabilitas. Sudut geser dalam (φ) dan kohesi (c) yang diukur dengan Alat Geser Langsung. Tanah pasir yang diuji dalam pengujian ini diambil dari kab. selayar, Kec. Benteng Sulawesi Selatan.

Hasil pengujian tanah asli adalah sebagai berikut: kadar air tanah (w) 11,30%, berat volume tanah (γ) 1,86 gr/cm3 dan berat jenis tanah (Gs) 2,65. Dari hasil penelitian tanah pasir kec benteng, Kep. Selayar, Sulawesi Selatan berdasarkan klasifikasi tanah USCS termasuk dalam golongan tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir kurang dari 50%) dengan simbol GS dengan nama jenis tanah pasir gradasi buruk. Pada klasifikasi tanah AASHTO, tanah pasir ini digolongkan dalam kelompok A-3 (0) dengan klasifikasi tanah pasir baik sampai buruk dengan kadar air optimum 11,30% dan berat volume kering maksimum 1,86 gr/cm3. Dari hasil uji geser langsung didapat nilai sudut geser dalam dan kohesi tertinggi pada campuran 40% yaitu sebesar 42,460 dan 0,225 kg/cm2. Hasil ini meningkat cukup signifikan dibanding tanpa campuran yang memiliki kohesi 0,138 kg/cm2 dan sudut geser dalam 33,770. Dan hasil uji permeabilitas didapatkan rembesan terkecil terjadi pada campuran 40%

yaitu 0,0020 cm³/menit, hasil ini meningkat dibanding tanpa campuran yang memiliki nilai rembesan 0,0123 cm³/menit

v

(6)

Kata Kunci : Bentonit, Fly Ash, Kuat Geser Dalam, Permeabilitas KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kelancaran dalam berpikir sehingga penulisan tugas akhir dengan judul“ PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN KADAR BENTONITE DAN FLY ASH TERHADAP NILAI PERMEABILITAS, KOHESI, KUAT GESER DALAM, PADA TANAH BERBUTIR KASAR“. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah UniversitasBosowa.

Tugas akhir ini merupakan suatu syarat akademik yang harus ditempuh guna kelulusan studi Sarjana Strata Satu di Jurusan Sipil FakultasTeknik Universitas Bosowa.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan – bantuan pihak lain dalam memberikan bantuan dan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimak kasih yang tak terhingga kepada :

1. Allah SWT tempat meminta dan memohon pertolongan.

2. Kedua orang tua dan kedua kakak tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan materi yang tak terhitung jumlahnya, sehingga tugas akhir ini dapat rampung seperti ini.

vi

(7)

3. Bapak Ir. Abd. Rahim Nurdin, MT sebagai pembimbing akademik yang sudah meluangkan waktunya untuk membimbing selama perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

4. Bapak Ir. Andi Rumpang Yusuf, MT sebagai pembimbing I yang sudah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan kami sehingga terselesainya penyusunanTugas Akhir ini.

5. Ibu Nur Hadijah Yunianti, ST.MT sebagai pembimbing II yang sudah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan kami sehingga terselesainya penyusunanTugas Akhir ini.

6. Ibu Dekan, Para Wakil Dekan dan Staf FakultasTeknik Universitas Bosowa.

7. Ibu Savitri Prasandi Mulyani, ST.MT sebagai Ketua Jurusan Sipil beserta staf dan dosen pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Bosowa.

8. Bapak Ir. H. Syahrul Sariman. M.T., selaku Kepala Laboratorium Tanah Teknik Sipil Universitas Bosowa.

9. Bapak Hasrullah, ST., selaku Asisten Laboratorium yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan sehubungan penelitian ini.

10. Ibu Hijriah, S.T, M.T dan Semua Dosen prodi Teknik Sipil atas dukungannya selama diperkuliahan

11. Bapak Gazali, SE dan Ibu Marlina Alwi, ST, yang telah banyak membantu dalam pengurusan administrasi di jurusan.

vi

(8)

12. Sahabat Nur Syakila Asis, Siswanto, Agus Ardianto, Aris Munandar, Muh. Rizal yang telah menemani dan berbagi dalam suka dan duka selama ini.

13. Teman – teman angkatan 012 Teknik Sipil Universitas Bosowa yang telah menemani dan berbagi dalam suka dan duka selama ini.

Menyadari akan segala kekurangan dan keterbatasan penulis sebagai manusia biasa, maka penulis dengan tangan terbuka menerima segala saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas akhir ini.

Akhirnya, semoga penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun rekan – rekan mahasiswa lainnya di masa yang akan datang dan segala bantuan dari semua pihak bernilai ibadah disisi Allah SWT, Amin.

Makassar, 26 Februari 2018

P e n u l i s

vi

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Lembar Pengajuan ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Surat Pernyataan Keaslian ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel... xii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Notasi ... xv

Daftar Lampiran ... xvi BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Maksud danTujuan ... I-4 1.2.1. Maksud ... I-4 1.2.2. Tujuan ... I-4 1.3. Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah ... I-4 1.3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... I-4 1.3.2. Batasan Masalah ... I-4 1.4. Gambaran Umum Penulisan ... I-5 1.4.1. Jenis Penelitian ... I-5

ix

(10)

1.5. Sistematika Penulisan ... I-5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.

2.1. Tinjauan umum Tanah ... II-1 2.1.1. Komposisi dan Istilah Tanah... II-4 2.1.2. Tekstur Tanah ... II-7 2.1.3. Struktur Tanah... II-12 2.1.4. Warna Tanah ... II-15 2.2. Stabilisasi Tanah ... II-17 2.3. Permeabilitas Tanah ... II-21 2.4. Kuat Geser Tanah ... II-24 2.4.1. Uji Kuat Geser Tanah ... II-26 2.4.2. Kuat Geser Tanah Pasir ( Granuler ) ... II-27 2.4.2.1. Uji Geser Langsung pada Tanah Pasir ... II-28 2.4.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Kuat

Geser Tanah Pasir ... II-30 2.5. Klasifikasi Tanah ... II-33 2.6. PercobaanTerdahulu ... II-40 2.6.1. Pengujian Bentonite dan Fly Ash... II-40 2.6.2. Pemodelan Benda Uji Tanah dan Pengujian

Lainnya... II-40 2.6.3. Hasil Uji Karakteristik Tanah ... II-41 2.6.4. Specific Gravity (Gs) ... II-41

(11)

2.6.5. Analisa Pembagian Butiran ... II-42 2.6.6. Hasil Pemadatan Proctor ... II-43 2.6.7. Hasil Uji Permeabilitas ... II-43 2.6.8. Acceptable Zone ... II-44 2.6.9. Pengujian Kuat Geser Dengan Variasi Fly

Ash ... II-55 2.6.10 Pengujian Kuat Geser Dengan Variasi

Bentonite ... II-58 BAB III METODE PENELITIAN

3.

3.1. Diagram Alur Penelitian ... III-1 3.2. Jenis Pengujian Material ... III-2 3.3. Variabel Penelitian ... III-3 3.4. Notasi sampel ... III-3 3.5. Pengajuan Sampel ... III-5 3.6. Metode Analisis ... III-7 3.7. Tahapan Penelitian ... III-9 3.7.1. Tahapan Pengujian ... III-9 3.8. Tempat Dan Waktu Penelitian ... III-9 3.8.1 Tempat ... III-9 3.8.2. Waktu Penelitian ... III-9 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.

ix

(12)

4.1. Hasil Pengujian Fisis Tanah ... IV-1 4.2. Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... IV-2 4.2.1. Pengujian Pemadatan Tanah ... IV-2 4.2.2. Pengujian Geser Langsung ... IV-3 4.2.3. Rembesan (Permeabilitas) ... IV-6

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... V-1 5.2. Saran... V-2 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Data Hasil Pengujian Laboratorium 2. Foto Dokumentasi Penelitian

ix

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Koefisien permeabilitas pasir seragam madison ... II-24 Tabel 2.2. Sudut Geser dalam  untuk tanah pasir F ... II-29 Tabel 2.3. Hubungan angka pori, bentuk butiran, dan distribusi ukuran

Butiran terhadap sudut gesek dalam pasir ... II-32 Tabel 2.4. Hubungan kerapatan relative dan sudut gesek dalam tanah

Pasir dari penyelidikan dilapangan ... II-33 Tabel 2.5. Sistem klasifikasi tanah unified ... II-37 Tabel 2.6. Klasifikasi tanah untuk lapisan tanah dasar jalan raya ... II-38 Tabel 2.7. Uji konsistensi tanah ... II-41 Tabel 2.8. Hasil uji Specific Gravity ... II-42 Tabel 2.9. Hasil analisis butiran ... II-42 Tabel 2.10. Hasil analisis butiran ... II-43 Tabel 2.11. Rakapitulasi hasil uji permeabilitas ... II-43 Tabel 2.12. Rekapitulasi hasil uji Unconfined Compression ... II-44 Tabel 2.13. Perhitungan zero air void ... II-45 Tabel 2.14. Perbandingan sudut geser  dan kohesi c untuk tanah

Remolded dan Undistrubed ... II-45 Tabel 2.15. Hasil sudut geser dan kohesi dari tanah asli ... II-46 Tabel 3.1. Jumlah sampel dalam setiap pengujian ... III-3 Tabel 3.2. Kebutuhan material pengujian kuat geser ... III-4 Tabel 3.3. Kebutuhan material pengujian permeabilitas ... III-4

xii

(14)

Tabel 3.4. Total Kebutuhan material setiap pengujian ... III-5 Tabel 4.1. Rekapitulasi hasil pemeriksaan karakterisktik tanah normal ... IV-1 Tabel 4.2. Hasil pengujian sudut geser ... IV-3 Tabel 4.3. Hasil pengujian kohesi c terhadap penambahan Fly Ash dan

Bentonite ... IV-5 Tabel 4.4. Rekapitulasi Resapan tanah berbuti kasar ... IV-7

xii

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Diagram fase tanah ... II-1 Gambar 2.2. Klasifikasi butiran menurut USDA, ASTM ... II-6 Gambar 2.3. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran

butiran ... II-9 Gambar 2.4. Perkiraan koefisien permeabilitas dan karakteristik

drainase ... II-22 Gambar 2.5. Hasil uji geser langsung pada tanah pasir ... II-28 Gambar 2.6. Nilai-nilai batas Atteberg untuk subkelompok tanah ... II-35 Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian ... III-2 Gambar 4.1. Grafik Pengujian Kompaksi ... IV-3 Gambar 4.2.Grafik Kuat Geser dengan komposisi bahan tambah fly ash

dan bentonite ... IV-4 Gambar 4.3. Grafik Penurunan Nilai c Terhadap Penambahan Komposisi

Bahan Tambah Fly Ash dan Bentonite ... IV-5 Gambar 4.3. Grafik Gabungan Penurunan nilai rembesan ... IV-5

xiv

(16)

DAFTAR NOTASI

A Luas penampang

Fg KuatGeser

C Cohesi

A Tingkat keaktifan

Gs Berat Jenis

GI indeks kelompok (Group lndex)

 Faktor koreksi

PI Indeks Plastisitas

LL Batas Cair

PL Batas Plastis

SL Batas Susut

GI Indeks Kelompok

Vw Volume air

w Kadar air

Ws Berat tanah kering

Ww Berat air

w Berat volume basah

d Berat volume kering

s Berat isi butir

w Berat isi air

ZAV zero air void

xv

(17)

P Gaya normal

 Tegangan normal

 Tegangan geser

V Kecepatan aliran

 Sudut geser dalam

D Diameter Sampel d Diameter Buret

K Koefisien Permaebilitas

T Waktu Pengujian

T Temperatur

xv

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Resume Pengujian Lampiran I : Pemeriksaan Berat Jenis Lampiran II : Pemeriksaan Analisa saringan Lampiran III : Pemeriksaan Kompaksi Lampiran IV : Pengujian Pemeabilitas

Lampiran V : Pengujian Kuat Geser Langsung Lampiran VI : Dokumentasi

xvi

(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi adalah tidak selalu ditemuinya tanah dasar (subgrade) yang memiliki daya dukung memadai, dalam menahan beban yang akan diterima. Kendala ini akan meningkat apabila material pengganti yang lebih layak sulit didapatkan di sekitar daerah kontruksi tersebut. Pandangan Teknik Sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relative lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relative lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun keduanya. Ukuran dari setiap butiran tanah sangat bervariasi dan sifat fisik dari tanah sangat tergantung dari faktor – faktor ukuran, bentuk dan komposisi kimia dari butiran. Tanah pada umumnya terdiri dari kerikil (gravel) , pasir (sand), lanau (silt) atau lempung (clays). Jenis ini sangat tergantung pada pertikel – partikel yang paling dominan pada tanah tersebut.

Menurut teori Mohr (1910) kondisi keruntuhan suatu bahan terjadi akibat adanya kombinasi keadaan antara tegangan normal dan tegangan

I - 1

(20)

geser (Hary Christady Hardiyatmo, 2006). Kekurangan dari tanah pasir adalah pasir tidak memiliki daya ikat antar partikel satu sama yang lainnya. Pasir merupakan jenis tanah non kohesif (cohesionless oil). Tanah non kohesif mempunyai sifat antar butiran lepas (loose), hal ini ditunjukkan dengan butiran tanah yang akan terpisah–pisah apabila dikeringkan dan hanya akan melekat apabila dalam keadaan basah yang disebabkan oleh gaya tarik permukaan. Tanah non kohesif tidak mempunyai garis batas antara keadaan plastis dan tidak plastis, karena jenis tanah ini tidak plastis untuk semua nilai kadar air. Tetapi dalam beberapa kondisi tertentu, tanah non kohesif dengan kadar air yang cukup tinggi dapat bersifat sebagai suatu cairan kental (Bowles,1986).

Perilaku tanah non kohesif, terutama kuat uji geser diselidiki.

Karena sebagian besar tanah yang ada di Indonesia termasuk dalam kategori tanah granuler. Salah satunya tanah yang berada di Kecamtan Benteng Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Ada beberapa sifat–sifat tanah granuler yang perlu diperhatikan dalam proyek suatu proyek bangunan, yaitu permeabilitas, pemampatan dan kuat geser, sedangkan sifat fisis, yaitu batas konsistensi, kadar air, perbandingan ruang kosong (vold ratio), kerapatan relative, ukuran butiran.

Permasalahan yang biasanya timbul dari tanah granuler ini yaitu kuat gesernya terlalu tinggi, sehingga perlu dilakukan stabilisasi, diantaranya dengan menggunakan bentonite dan fly ash sebagai bahan stabilisasi. Besarnya kuat geser tanah dipengaruhi oleh kualitas dari bahan

I - 2

(21)

lekatan antar butiran dan kepadatannya. Kualitas bahan berhubungan erat dengan kekasaran dan kekuatan. Bahan keras artinya tidak mudah hancur dan menjadi butir – butir yang lebih kecil atau berubah bentuk karena pengaruh kadar air.

Ikatan antara butir merupakan kemampuan saling mengunci antar butiran, dan adanya rekatan yang merekatkan permukaan butiran tersebut.

Semakin kuat ikatan antar butiran akan menghasilkan nilai kuat geser dalam efektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stabilisasi dengan Bentonite dan Fly Ash pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis tanah. Penambahan Bentonite dan fly ash pada tanah akan mengakibatkan daya dukung sebanding dengan peningkatan kuat geser dalam tanah.

Alasan penggunaan fly ash dan bentonite pada penelitian ini adalah selain melimpahnya persediaan fly ash dikarenakan juga masih kurangnya penggunaan bentonite dan fly ash untuk dijadikan bahan stabilisasi pada tanah berbutir kasar.

Diharapkan setelah melakukan stabilisasi, tanah granuler dapat digunakan sebagai penopang pondasi bahan konstruksi.

Dari uraian tersebut diatas menjadi latar belakang untuk mengadakan penelitian di laboratorium dan menuliskannya dalam bentuk tugas akhir yang berjudul

I - 3

(22)

“PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN KADAR BENTONITE DAN FLY ASH TERHADAP NILAI PERMEABILITAS, COHESI DAN KUAT GESER DALAM, PADA TANAH BERBUTIR KASAR 1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud :

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan kuat geser (τ) dan permeabilitas antara tanah berbutir kasar (granuler) dengan penambahan bentonite dan fly ash.

1.2.2. Tujuan :

Adapun tujuan dari studi ini yaitu :

1. Mengetahui pengaruh penambahan Fly Ash dan Bentonite terhadap karakteristik mekanik (permeabilitas dan kuat geser) pada tanah berbutir kasar.

1.3.1. Ruang Lingkup Dan Batasan Masalah.

1.3.2. Ruang Lingkup Penelitian

a. Melakukan penelitian laboratorium untuk mengetahui kuat geser langsung dan Permeabilitas pada tanah berbutir kasar.

b. Mengetahui kuat geser dalam dan permeabilitas pada tanah granuler di tambahkan bentonite dan fly ash

1.3.3. Batasan Masalah

Penulisan skripsi ini dibatasi pada hal – hal sebagai berikut :

a. Jenis tanah yang digunakan yaitu tanah berbutir kasar ( granuler ) dari Kecamatan Benteng Kepulauan Selayar.

I - 4

(23)

b. Bahan variasi pada penelitian ini adalah bentonite dan fly ash.

c. Pengujian yang dilakukan kuat geser, dan permeabilitas.

1.4. Gambaran Umum Penelitian 1.4.1. Jenis Penelitian

Jenis peneilitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.

Penelitian eksperimintal merupakan bentuk penelitian percobaan yang berusaha untuk mengisolasi dan melakukan control setiap kondisi-kondisi yang relevan dengan situasi yang diteliti kemudian melakukan pengamatan terhadap efek atau pengaruh ketika kondisi-kondisi tersebut di manipulasi.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini terdiri dari lima bab yang berurutan sebagai berikut :

 BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

 BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang teori-teori pendukung mengenai penelitian yang dilakukan.

 BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang bagan alir penelitian, bahan,

I - 5

(24)

lokasi, dan waktu penelitian, metode pengambilan sampel,

persiapan bahan campuran dan pembuatan benda uji.

 BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil rekapitulasi data, analisa rancangan campuran, hasil pengetesan benda uji serta pembahasan hasil penelitian.

 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang memberikan kesimpulan dan saran-saran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan manfaat penulisan.

I - 6

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan bahan–bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang–ruang kosong di antara dari butiran–butiran hasil pelapukan massa batuan massive, dimana ukuran tiap butirannya dapat sebesar kerikil – pasir – lanau – lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik

.

Gambar 2.1 Diagram fase tanah ( Das, 1994 )

Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu udara, air dan bahan padat (Gambar 2.1).Udara dianggap tak mempunyai pengaruh teknis sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah.

II - 1

(26)

Ruang di antara butiran-butiran (ruang ini disebut pori atau voids) sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Sehingga jika beban diterapkan pada tanah kohesif yang jenuh maka pertama kali beban tersebut akan didukung oleh tekanan air dalam rongga pori tanahnya.

Pada kondisi ini butiran-butiran lempung tidak dapat mendekat satu sama lain untuk meningkatkan tahanan geser selama pori di dalam rongga pori tidak keluar meninggalkan rongga tersebut. Karena rongga pori tanah lempung sangat kecil, keluarnya air pori meninggalkan rongga pori memerlukan waktu yang lama. Jika sesudah waktu yang lama setelah air dalam rongga pori berkurang butiran-butiran lempung dapat mendekat satu sama lain sehingga tahanan geser tanahnya meningkat.

Masalah ini tak dijumpai pada tanah granuler yang rongga porinya relatif besar karena sewaktu beban diterapkan air langsung keluar dari rongga pori dan butiran dapat menedekat satu sma lain yang mengakibatkan tekanan gesernya langsung meningkat.

Menurut Jenny (1941) 5 Faktor yang mempengaruhi Proses Pembentukan Tanah (Genesis) dan Perkembangan Tanah (Differensiasi Horison), yaitu:

II - 2

(27)

1. Bahan Induk (b) = Batuan Beku, B. Sedimen, B. Metamorf, Bhn.

Organik; (mempengaruhi perbedaan dari sifat kimia dan sifat fisik tanah).

2. Iklim (i) = curah hujan dan suhu (temperatur).

3. Organisme (o) atau Jasad Hidup (h) = Tumbuhan & Hewan.

4. Relief (r ) atau Topografi (t) : Kecuraman Lereng

5. Waktu (w) = Tingkat Perkembangan (muda, dewasa, tua) dan Umur (dalam tahun).

Tidak semua faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang sama dalam proses pembentukan tanah, kadang-kadang satu atau dua faktor berpengaruh lebih dominan sementara faktor yang lain mempunyai pengaruh yang minimum. Keragaman faktor-faktor lingkungan pembentukan tanah ini akan menyebabkan sifat-sifat tanah bervariasi baik ke arah vertikal maupun horizontal.

Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting untuk ketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral

II - 3

(28)

baru (Graha, 1987) Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya,tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri. Pelapukan dipengaruhi oleh faktor iklim yang bersifat merusak. Faktor-faktor iklim yang turut menentukan adalah sinar matahari, perbedaan temperatur antara siang dan malam, keadaan musim kemarau dan musim penghujan.

Pada awalnya batuan pecah dalam bentuk pecahan- pecahan batuan dan mineral-mineral penyusunnya. Selanjutnya oleh adanya air, asam dan senyawa-senyawa yang larut dalam air, pecahan-pecahan bantuan dan mineral ini menjadi lunak dan terurai ke dalam unsur-unsur penyusunnya. Dari bahan-bahan sisa penguraian dan senyawa kembali membentuk mineral-mineral baru (Foth, 1999).

1.

2.

2.1.

2.1.1. Komposisi dan Istilah Tanah

Pada bidang ilmu teknik sipil, mendefinisikan tanah sebagai semua bahan pada kulit bumi yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated). Dan menganggap bahwa batuan merupakan mineral agregat yang dihubungkan oleh berbagai kekuatan besar, sedangkan tanah merupakan partikel-partikel alam yang dapat

(29)

dihancurkan dengan kekuatan rendah. Dengan perkataan lain, tanah merupakan bahan lepas di luar lapisan batuan, yang terdiri atas kumpulan butir-butir mineral dengan berbagai ukuran dan bentuk serta kandungan bahan organik, air dan udara. Sesuai dengan klasifikasi USCS, ukuran tekstur tanah seperti di bawah ini:

a. Kerikil (gravel): yaitu partikel tanah berbutir kasar yang berukuran 4,76 (No. 4) sampai 75 mm (No. 3).

b. Pasir (sand): yaitu partikel tanah berbutir kasar yang berukuran 0,074 (No. 200) sampai 4,76 mm (No. 4). Berkisar dari kasar (3 sampai 5 mm) sampai halus (< 1mm).

c. Lanau (silt) dan Lempung (clay): yaitu tanah berbutir halus yang berukuran lebih kecil dari 0,074 mm (No. 200). Lanau (dan lempung) dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau dekat garis pantai pada muara sungai. Deposit loess terjadi bila angin mengangkut partikel – partikel lanau ke suatu lokasi. Angkutan oleh angin ini membatasi ukuran partikel sedemikian rupa sehingga deposit yang dihasilkan mempunyai ukuran butir yang hampir sama.

d. Koloid (colloids): yaitu partikel mineral yang ”diam”, berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

Adapun batasan-batasan interval dari ukuran butiran/partikel tanah lempung, lanau, pasir, dan kerikil menurut Bureau of Soil

(30)

USDA, ASTM, M.I.T, International Nomenclature, dan British Standard BS 6930 dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Banyak deposit tanah yang mengandung berbagai persentase dari partikel-partikel tersebut di atas. Apabila suatu partikel merupakan deposit yang terbanyak, maka deposit tersebut akan diberi nama partikel tadi, misalnya: pasir, kerikil, kerikil kepasiran, lempung, dan sebagainya. Jadi partikel yang memiliki persentase yang paling banyak dalam suatu tanah, maka akan menjadi nama dari tanah tersebut.

Gambar 2.2 Klasifikasi butiran menurut sistem USDA, ASTM, MIT InternationalNomenclature dan British Standard BS 6930

(Kovacs, 1981).

II - 5

(31)

Tanah yang rentang partikelnya terdiri dari rentang ukuran kerikil dan pasir disebut tanah berbutir kasar (coarse grained) dan bila partikelnya kebanyakan berukuran partikel lanau dan lempung disebut tanah berbutir halus (fine grained). Jika mineral lempung terdapat pada suatu tanah, biasanya akan sangat mempengaruhi sifat tanah tersebut, meskipun persentasenya tidak terlalu besar.

Secara umum tanah disebut kohesif bila partikel-partikelnya saling melekat setelah dibasahi kemudian dikeringkan dan diperlukan gaya yang cukup besar untuk meremas tanah tersebut, dan ini tidak termasuk tanah yang partikel-partikelnya saling melekat ketika dibasahi akibat tegangan permukaan.

Tanah termasuk tipe pasir atau kerikil (disebut juga tanah berbutir kasar) jika setelah kerakal atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari 50% material tersebut tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm). Tanah termasuk tipe lanau atau lempung (disebut jugatanah berbutir halus) jika setelah kerakalnya atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari50% material tersebut lolos ayakan No. 200. Pasir dan kerikil dapat dibagi lagi menjadi fraksi- fraksi kasar, medium, dan halus. Pasir dan kerikil juga dapat dideskripsikan sebagai bergradasi baik, bergradasi buruk, bergradasi seragam, atau bergradasi timpang (gap-graded).

Istilah pasir, lempung, lanau, dan sebagainya, selain digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas yang

II - 6

(32)

telah ditentukan, dapat juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus, seperti istilah ”lempung” untuk jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, dan ”pasir” untuk jenis tanah yang non kohesif dan tidak plastis.

2.1.2. Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (diameter 2,00 -0,05 mm), debu (0,005 - 0,02 mm) dan liat (<0,002 mm) di dalam tanah. Tekstur tanah adalah sifat tanah yang sangat penting yang mempengaruhi sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang berguna bagi penetrasi akar dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Arsyad. 1989).

Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir tersebut adalah pasir, debu dan liat.

Gabungan dari ketiga fraksi tersebut dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butiran-butiran yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda (Braja 1993).

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Kelas tekstur tanah dikelompokkan berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah

(33)

bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno, 1985).

Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sandyclay), lempung berlanau (silty clay), dan seterusnya (Braja 1993). Terdapat hubungan yang erat antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah yang lain, seperti kapasitas tukar kation (KTK), porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas (Soedarmo dan Prayoto 1985). Komposisi ketiga fraksi tanah akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia dan kimia tanah. Sebagai contoh, besarnya lapangan pertukaran dari ionion di dalam tanah amat ditentukan oleh tekstur tanah (Hakim et al, 1986).

Sifat fisik dan kesuburan tanah sanggat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Dari segi fisis tanah, tekstur berperan pada struktur, rumah tangga, air dan udara serta suhu tanah. Dalam segi kesuburan, tekstur memegang peranan penting dalam pertukaran ion, sifat penyangga, kejenuhan basa dan sebagainya. Fraksi liat merupakan fraksi yang paling aktif sedangkan kedua fraksi yang lain disebut kurang aktif (Haridjadja 1980).

Braja (1993) menyatakan bahwa kelas tekstur dapat ditetapkan dengan menggunakan diagram segi tiga tekstur

(34)

menurut USDA dalam Gambar 2.3. Sistemini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang meliputi:

a. Pasir : butiran dengan diameter 2.0 s.d. 0.05 mm b. Debu : butiran dengan diameter 0.05 s.d. 0.002 mm c. Liat: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0.002 mm

Gambar 2.3 Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butiran

Fraksi pasir terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butiran-butiran pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama kwartz (Wesley 1973). Partikel-partikel pasir memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) bandingkan dengan partikel-partikel debu dan liat. Oleh karena luas permukaan pasir adalah kecil, maka peranannya dalam ikut mengatur sifat-sifat kimia tanah adalah kecil sekali. Disamping itu, disebabkan fraksi pasir itu memiliki luas permukaan yang kecil, tetapi memiliki ukuran yang besar, maka fungsi utamanya adalah

II - 9

(35)

sebagai penyokong tanah dalam di sekelilingnya terdapat partikel debu dan liat yang lebih aktif. Kecuali terdapat dalam jumlah yang lebih kecil, maka jika semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, makin banyak ruang pori-pori diantara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim et al,1986).

Debu merupakan bahan peralihan antara liat dan pasir halus. Fraksi ini kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada liat dan memperlihatkan sifat dilatasi yang tidak terdapat pada liat. Luas permukaan debu lebih besar dari luas permukaan pasir per gram, tingkat pelapukan debu dan pembebasan unsur- unsur hara untuk diserap akar lebih besar dari pasir. Partikel- partikel debu terasa licin sebagai tepung dan kurang melekat.

Tanah yang mengandung fraksi debu yang tinggi dapat memegang air tersedia untuk tanaman (Hakim 1986).sifat dilatasi yang tidak terdapat pada liat.

Fraksi liat pada kebanyakan tanah terdiri dari mineral- mineral yang berbeda-beda komposisi kimianya dan sifat-sifat lainnya dibandingkan dengan debu dan pasir. Fraksi liat memiliki luas permukaan yang besar. Di dalam tanah molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel liat berbentuk selaput tipis, sehingga jumlah liat akan menentukan kapasitas memegang air dalam tanah. Permukaan liat dapat mengadsorbsi sejumlah unsur-unsur hara dalam tanah. Dengan demikian liat yang permukaannya

(36)

bermuatan negatif dianggap sebagai penyimpan air dan makanan tanaman. Liat terdiri dari butiran-butiran yang sanggat kecil dan menunjukkan sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian-bagian bahan itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk asalnya, dan tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah (Wesley, 1973).

Dalam penetapan tekstur tanah ada tiga jenis metode yang biasa digunakan yaitu metode feeling yang dilakukan berdasarkan kepekaan indra perasa (kulit jari jempol dan telunjuk), metode pipet atau biasa disebut dengan metode kurang teliti dan metode hydrometer atau disebut dengan metode lebih teliti yang didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-partikel tanah di dalam air dengan asumsi bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang berkerapatan sama dalam suatu larutan akan meningkat secara linear apabila radius partikel bertambah secara kuadratik (Hardjowigeno, 1985).

2.1.3. Struktur Tanah

Menurut Haridjadja (1980) struktur tanah adalah susunan butiran tanah secara alami menjadi agregat dengan bentuk tertentu dan dibatasi oleh bidang-bidang dan Hardjowigeno (1995) mendefinisikan struktur tanah sebagai gumpalan kecil dari butiran-

(37)

butiran tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan- gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang disebut agregat, yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi, sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar bentuk dan ukuran agregat. Dalam hubungan tanah- tanaman, agihan ukuran pori, stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering, dan kekerasan (hardness) agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri (Handayani dan Sudarminto, 2002).

De Boodt (1978) menyatakan bahwa struktur tanah berpengaruh terhadap gerakan air, gerakan udara, suhu tanah, dan hambatan mekanik perkecambahan biji serta penetrasi akar tanaman. Karena kompleksnya peran struktur, maka pengukuran

(38)

struktur tanah didekati dengan sejumlah parameter. Beberapa parameter tersebut antara lain bentuk dan ukuran agregat, agihan ukuran agregat, stabilitas agregat, persentase agregat, porositas (BV, BJ), agihan ukuran pori, dan kemampuan menahan air.

Menurut Utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa macam macam struktur tanah adalah sebagai berikut:

1. Struktur tanah berbutir (granular): Aggregat yang membulat, biasanya diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat padahorizon A yang dalam keadaan lepas disebut “Crumbs”

atau Spherical.

2. Kubus (Bloky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukuranya dapat mencapai 10 cm.

3. Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).

4. Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal.

Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm.

Banyak terdapat padahorizon B tanah berliat. Jika bentuk

(39)

puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner.

Selanjutnya tanah yang partikel-partikelnya belum tergabung, terutama yang bertekstur pasir disebut tanpa struktur atau bertekstur lepas, sedangkan tanah yang bertekstur liat terlihat massif (padu tanpa ruang pori, yang lembek jika basah dan kering jika kering) atau apabila dilumat dengan air membentuk pasta.

Tanah yang bertekstur baik akan mempunyai drainase dan aerase yang baik pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengapsorbsi hara dan air sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik.

Dilapangan struktur tanah sendiri dideskripsikan menurut:

1. Tipe, indikator bentuk dan susunan ped, yaitu bulat, lempeng, balok, dan prisma.

2. Kelas, indikator bentuk struktur yang terbentuk dari ped-ped penyusunnya menghasilkan tujuh tipe struktur tanah.

3. Gradasi, indikator derajat agregasi, atau perkembangan struktur yang dibagi menjadi:

a) Tanpa struktur, jika agregasi tidak terlihat atau terbatas, tidak jelas atau berbaur dengan batas-batas alamiah.

b) Lemah, jika ped sulit terbentuk tetapi terlihat

c) Sedang, jika ped dapat terbentuk dengan baik, tanah lama dan jelas, tetapi tak jelas pada tanah utuh.

(40)

d) Kuat, jika ped kuat, pada tanah utuh jelas terlihat dan antar ped terikat lemah namun tahan jika dipindahkan dan hanya terpisah apabila tanah terganggu (Hanafiah, 2005).

Umumnya tanah yang dikehendaki tanaman adalah tanah yang berstruktur ramah dengan perbandingan bahan padat dan pori seimbang. Struktur tanah, terutama mengandung debu dan lempung. Keduanya berpengaruh pada pertumbuhan akar dan tanaman akan tetapi pengaruh struktur tersebut secara tidak langsung yaitu melalui pengaruhnya terhadap pemampatan, kadar lengas, dan temperatur tanah (Kohnke, 1968).

2.1.4. Warna Tanah

Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah merupakan:

1) Sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang baru berkembang,

2) Indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan

3) Indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan.

Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi

produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-

II - 17

(41)

kekelabuan, coklat kemerahan,coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh:

1) Kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna makin gelap,

2) Intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada horison eluviasi.

3) Kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang.

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut.

Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap.

Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah

II - 18

(42)

yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3H2O (limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.

Menurut Hardyatmo (1992) bahwa intensitas warna tanah dipengaruhi tiga faktor berikut: (1) jenis mineral dan jumlahnya, (2) kandungan bahan organik tanah, dan (3) kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Tanah yang mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah. Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi

atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan

II - 19

(43)

dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau.

2.2. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah secara kimiawi biasa juga disebut stabilisasi sementara (Cementation Stabilization). Ada berbagai macam stabilisasi tanah sementara anatar lain :

 Stabilisasi dengan kapur ( lime stabilization )

 Stabilisasi dengan semen ( cement stabilization )

 Stabilisasi dengan larutan ( grouting / injection stabilization )

 Dan lain – lain yang masih terus akan berkembang.

A. Fly Ash

 Proses pembakaran batu bara pada PLTU menghasilkan

limbah berupa limbah cair dan limbah padat. Fly Ash dan Bottom Ash merupakan limbah padat sisa pembakaran batu bara. Limbah cair antara lain (oily drain, aux drain, boiler cleaning, ash disposal area, coal pile storage area, boiler blowdown, FGD blow down). Menurut ASTM C618 Fly Ash dibagi menjadi 2 kelas yaitu Fly Ash kelas F dan Fly Ash kelas C. Perbedaan utama dari kedua Fly Ash tersebut adalah banyaknya unsur kalsium, silika, aluminium, dan kadar besi dalam ash.

II - 20

(44)

 A. Fly Ash kelas F merupakan Fly Ash yang diproduksi dari

pembakaran batu bara antrachite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau

semen. Fly Ash kelas F memiliki kadar kapur yang rendah (CaO

< 10%).

 B. Fly Ash kelas C merupakan Fly Ash yang diproduksi dari

pembakaran batu bara lignite atau subbituminous yang mempunyai sifat pozolanic serta self cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah kekuatan apabila bereaksi dengan air tanpa penambahan kapur). Fly Ash kelas C biasanya memiliki kadar kapur (CaO) > 10%.

Keuntungan menggunakan Fly Ash pada aplikasi Geotechnical Engineering, seperti soil improvement untuk

konstruksi adalah dari segi ekonomi, lingkungan, dan mengurangi shrinkage-cracking problem pada penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi. Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbah fly ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil. Namun pemanfaatan limbah fly ash masih belum maksimal dilakukan. ( Wikipedia indonesia )

B. BENTONITE

Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam dunia perdagangan dan termasuk kelompok

II - 21

(45)

dioktohedral. Penamaan jenis lempung tergantung dari penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri dan lain-lain. Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alu-munium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Sedangkan berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu:

 A. Tipe Wyoming (Na-bentonit–Swelling bentonite)

Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap.

Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+).

 B. Mg, (Ca-bentonit – non swelling bentonite)

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah,

II - 22

(46)

suspensi koloidal memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium.

Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu- abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu Endapan bentonit Indonesia tersebar di P.

Jawa, P. Sumatera, sebagian P. Kalimantan dan P.

Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton, serta pada umumnya terdiri dari jenis kalsium (Ca- bentonit) . Beberapa lokasi yang sudah dan sedang dieksploitasi, yaitu di Tasikmalaya, Leuwiliang, Nanggulan, dan lain-lain. Indikasi endapan Na-bentonit terdapat di Pangkalan Brandan; Sorolangun-Bangko; Boyolali. Na- bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler), lumpur bor, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah bercampur dengan air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap. Untuk lumpur pemboran, bentonit bersaing dengan jenis lempung lain, yaitu atapulgit, sepiolit dan lempung lain yang telah diaktifkan. Dengan penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion, sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit dan diharapkan terjadi

II - 23

(47)

peningkatan sifat reologi dari suspensi mineral tersebut Agar mencapai persyaratan sebagai bahan lumpur sesuai dengan spesifikasi standar, perlu ada penambahan polimer. Hal itu dapat dilakukan melalui aktivasi bentonit untuk bahan lumpur bor. (Wikipedia indonesia)

2.3. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas adalah kemampuan bahan yang berpori untuk melewatkan aliran (rembesan) dari fluida (air/minyak) melalui rongga pori – porinya. Jamulya dan Suratman Woro Suprodjo (1983), mengemukakan bahwa permeabilitas adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik melalui pori makro maupun pori mikro baik ke arah horizontal maupun vertikal. Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan.Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel melalui ronggadari satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granuler tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah liat).

Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang berbeda.

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel,

II - 24

(48)

bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angkapori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured) (Hakim, 1982).

Gambar 2.4. Perkiraan koefisien permeabilitas dan karakteristik drainase (Sumber : Merrit, 1976 )

Menurut N.Suharta dan B. H Prasetyo (2008) faktor-faktor yang

mempengaruhi permeabilitas adalah sebagai berikut:

1. Tekstur tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan antara pasir, liat, dan debu yang menyusun suatu tanah. Tekstur sangat berpengaruh pada

II - 25

(49)

permeabilitas. Apabila teksturnya pasir maka permeabilitas tinggi, karena pasir mempunyai pori-pori makro.Sehingga pergerakan air dan zat-zat tertentu bergerak dengan cepat.

2. Struktur tanah

Struktur tanah adalah agregasi butiran primer menjadi butiran sekunder yang dipisahkan oleh bidang belah alami. Tanah yang mempunyai struktur mantap maka permeabilitasnya rendah, karena mempunyai pori-pori yang kecil. Sedangkan tanah yang berstruktur lemah, mempunyai pori besar sehingga permeabilitanya tinggi. (Semakin kekanan semakin rendah).

3. Porositas

Permeabilitas tergantung pada ukuran pori-pori yang dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk partikel, dan struktur tanah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin rendah permeabilitas.

4. Viskositas cairan

Viskositas merupakan kekentalan dari suatu cairan. Semakin tinggi viskositas, maka koefisien permeabilitas tanahnya akan semakin kecil.

5. Gravitas

Gaya gravitasi berpengaruh pada kemampuan tanah untuk mengikat air. Semakin kuat gaya gravitasinya, maka semakin tinggi permeabilitanya.

II - 26

(50)

6. BI dan BJ

Jika BI tinggi, maka kepadatan tanah juga tinggi, sehingga permeabilitasnya lambat atau rendah

Ada empat macam pengujian untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium :

a) Uji tinggi energy tetap (constant – head) b) Uji tinggi energy turun ( falling – head )

c) Penentuan secara tidak langsung dari uji konsolidasi d) Penetuan secara tidak langsung dari uji kapiler horizontal

Perhitungan koefisien permeabilitas dapat menggunakan persamaan :

1. Luas Potongan Melintang buret a =1

4. 𝜋. 𝑑2 ………(2.13) Dengan :

a = Luas Potongan melintang buret d = Diameter buret

2. Luas Potongan Melintang sampel 𝐴 =1

4. 𝜋. 𝐷2 ………(2.14) Dengan :

A = Luas Potongan melintang samper D = Diameter sampel

3. Gradien Hidrolik 𝑖 =𝐴

𝐿 ……….(2.15)

II – 27

(51)

Dengan :

A = Luas Potongan Melintang Sampel L = Tinggi Sampel

4. Koefisien Permaebilitas

𝐾 = 2,303 × (

𝑎𝐿

𝐴𝑡

) 𝐿𝑜𝑔 (

ℎ1

ℎ2

)

……….(2.16) Dengan :

K = Koefisien Permaebilitas a = Potongan Melintang buret A = Potongan Melintang sampel L = Tinggi Sampel

t = Waktu pengujian h1 = Tinggi mula mula h2 = Tinggi Akhir

5. Volume Aliran Air persatuan waktu

𝑞 = 𝐴 × 𝐾 × 𝑖

………( 2.17)

Dengan :

q = Volume aliran air

A = Potongan Melintang sampel K = Koefisien Permaebilitas i = Gradien hidrolik 6. Kecepatan Aliran

V = K × I ……….( 2.18)

II - 28

(52)

Dengan :

V = Kecepatan Aliran K = Koefisien Permaebilitas i = Gradien hidrolik

2.3.1. Hubungan Permeabilitas dengan Angka Pori Tanah Granuler

Tabel 2.1 Koefisien permeabilitas pasir seragam Madison Nomor

Pengujian

Angka

Pori e K20( mm/det ) 𝒆𝟑 𝟏 + 𝒆

𝒆𝟐

𝟏 + 𝒆 𝒆𝟐

1 2 3 4 5 6 7 8 9

0,797 0,704 0,606 0,804 0,688 0,617 0,755 0,687 0,582

0,504 0,394 0,303 0,539 0,356 0,286 0,490 0,436 0,275

0,282 0,205 0,139 0,228 0,193 0,144 0,245 0,192 0,125

0,353 0,291 0,229 0,358 0,280 0,235 0,325 0,280 0,214

0,635 0,496 0,367 0,646 0,473 0,381 0,570 0,472 0,339

2.4. Kuat Geser Tanah

Kuat Geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir–butir tanah terhadap desakan atau butiran.Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

 Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan

kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser.

II - 29

(53)

 Gesekan antara butir–butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya.

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis–

analisis kapasitas dukung tanah, stabilitas lereng, dan gaya dorong pada dinding penahan tanah. Untuk mempelajari kuat geser tanah, istilah–istilah berikut ini sering dipakai, yaitu :

 Kelebihan tekanan pori (excess pore pressure), adalah

kelebihan tekanan air pori akibat dari tambahan tekanan yang mendadak.

 Tekanan overburden efektif adalah tekanan akibat beban tanah dan air di atasnya, dikurang tekanan air (pori).

 Tanah normally consolidated (terkonsolidasi normal) adalah

tanah di mana tegangan efektif yang pernah membebaninya pada waktu lampau, lebih kecil daripada tegangan efektif yang bekerja pada waktu sekarang.

 Tanah overconsolidated (terkonsolidasi berlebihan) adalah

tanah di mana tegangan efektif yang pernah membebaninya pada waktu lampau, lebih besar daripada tegangan efektif yang bekerja waktu sekarang.

 Tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure) adalah nilai tekanan maksimum yang pernah dialami oleh tanah tersebut.

 Nilai perbandingan overconsolidation (overconsolidation ratio = OCR) adalah nilai banding antara tekanan prakonsolidasi

II - 30

(54)

dengan tekanan overburden efektif yang ada sekarang. Jadi, bila OCR = 1 tanah dalam kondisi normally consolidated, dan bila OCR > 1, tanah dalam kondisi overconsolidated.

2.4.1. Uji Kuat Geser Tanah

Parameter kuat geser tanah ditentukan dari uji–uji laboratorium pada benda uji yang diambil dari lapangan yaitu dari hasil pengeboran tanah yang dianggap mewakili. Tanah yang diambil dari lapangan harus diusahakan tidak berubah kondisinya, terutama pada contoh asli (undisturbed), di mana masalahnya adalah harus menjaga kadar air dan susunan tanah di lapangannya supaya tidak berubah. Pengaruh kerusakan contoh benda uji berakibat fatal terutama pada pengujian tanah lempung. Umunya, contoh benda uji diperoleh baik dengan kondisi terganggu atau tidak asli (disturbed-simple) maupun di dalam tabung contoh (undisturbed-simple). Pada pengambilan tanah benda uji dengan tabung, biasanya kerusakan contoh tanah relative lebih kecil.

Kuat geser tanah dari benda uji yang diperiksa di laboratorium biasanya dilakukan dengan besar beban yang ditentukan lebih dulu dan dikerjakan dengan menggunakan tipe peralatan khusus. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kuat geser tanah yang diuji di laboratorium, adalah :

a. Uji geser langsung ( direct shear test ) b. Uji traksial ( traxial test )

II - 31

(55)

c. Uji tekan bebas ( unconfined compression test ) d. Uji geser kipas ( vane shear test )

2.4.2. Pengujian Kuat Geser Langsung

Pengujian kuat geser langsung dilakukan untuk menentukan nilai kohesi ( C ) dan sudut geser dalam () secara tepat. 1.

Menghitung luas bidang geser

𝐴 =

𝜋𝑑2

4 ………( 2.19 )

d = diameter sampel (cm) 1. Menghitung Tegangan normal

= 𝑃

𝐴( 2.20 )

2. Menghitung Gaya Geser

P = 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛 𝑥 𝐾𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑟𝑜𝑣𝑖𝑛𝑔( 2.21 ) 3. Menghitung tegangan geser

𝜏 =𝑃

𝐴( 2.22 )

4. Untuk mendapat parameter c dan dapat diselesaikan dengan cara matematis (pesamaan regresi linear).

Rumus kekuatan geser : = c + tan ( 2.23 )

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan (Hary Cristady, 2002). Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

II - 32

(56)

1. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak bergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser.

2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya.

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis- analisis kapasitas daya dukung tanah ,stabilitas lereng, dan gaya dorong pada dinding penahan tanah. Pembebanan yang melebihi daya dukung tanah pada suatu konstruksi dapat mengakibatkan keruntuhan geser (Shear Failure) dalam tanah dikarenakan terjadinya gerak relatif antara butiran. Oleh karena itu dalam perencanaan struktur bangunan bawah harus dihitung besarnya kekuatan geser tanah yang tergantung pada nilai kohesi dan sudut geser dalam.

Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh tahanan geser tanah pada tegangan normal tertentu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kuat geser tanah.Nilai kuat geser langsung di peroleh dari nilai tegangan geser maksimum.

Hubungan antara kohesi dan sudut geser dalam diturunkan suatu rumus oleh Coloumbdan Mohr sebagai berikut :

 =c +  tan  ……….( 2.24) dengan :

 = Kekuatan geser (kg/cm2)

II - 33

(57)

c = kohesi tanah

σ = tegangan pada bidang runtuh (kg/cm2) ø = sudut geser dalam ()

Sumber : Braja M.Das (Mekanika tanah jilid 2)

Sumber : Braja M.Das (Mekanika tanah jilid 2)

Gambar 2.4. Hubungan antara kohesi dan sudut geser dalam dari rumus Coloumb-Mohr

Prinsip dasar dari pengujian kuat geser langsung adalah dengan pemberian beban geser / horisontal pada contoh tanah melalui cincin / kotak geser seperti pada gambar 2.4. dengan kecepatan yang tetap sampai tanah megalami keruntuhan.

Sementara itu tanah yang diberi beban vertikal yang besarnya tetap selama pengujian berlangsung. Selama pengujian dilakukan pembacaan dial regangan pada interval yang sama dan secara bersamaan dilakukan pembacaan dial beban geser pada bacaan regangan dan tegangan geser yang terjadi.

Umumnya pada pengujian ini dilakukan pada tiga contoh yang identik, dengan beban normal yg berbeda untuk melengkapi satu seri pengujian geser langsung. Dari hasil pengujian geser langsungakan didapatkan tiga macam data tegangan normal dan

c

 = c +  tan 

II - 34

(58)

tegangan geser, sehingga dapat digambarkan suatu grafik hubungan untuk menentukan nilai kohesi dan sudut geser.

Sumber : Braja M.das,Noor Endah, Indrasurya B.

Mochtar.Mekanika Tanah Jilid 2,hal.5 Gambar 2.5. Susunan contoh dan kotak geser 2.4.3. Kuat Geser Tanah Pasir ( Granuler )

Kuat geser tanah pasir dapat ditentukan dari salah satu uji traksial (traxialtest) atau uji geser langsung (direct shear teset).

Kelebihan tekanan air pori akibat adanya beban yang bekerja di atas tanah pasir dalam kondisi jenuh adalah nol. Hal ini disebabkan tanah pasir mempunyai permeabilitas besar, sehingga pada kenaikan beban, air pori relative cepat menghambur ke luar tanpa menimbulkan tekanan yang berarti. Jadi, dapat dianggap bahwa kondisi pembebanan pada tanah pasir akan berupa pembebanan pada kondisi terdrainase atau drained.

II - 35

(59)

2.4.3.1. Uji Geser Langsung pada Tanah Pasir

Gambar 2.6 memperlihatkan sifat khusus dari hasil uji geser langsung pada tanah pasir tidak padat, sedang dan padat. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa :

a. Pada tanah pasir padat dan sedang, tegangan geser bertambah oleh perpindahan akibat ∆L, pada suatu nilai maksimum Ԏmdan berkurang ke nilai yang mendekati konstan pada nilai Ԏt pada perpindahan akibat geser yang besar. Tegangan yang konstan Ԏt ini merupakan tegangan geser batas (unlimit).

b. Pada tanah pasir tidak padat, tegangan, tegangan geser bertambah dengan ∆L, pada suatu nilai maksimum, dan kemudian konstan.

c. Untuk tanah pasir padat dan sedang, volume awal berkurang kemudian bertambah dengan ∆L–nya. Pada ∆L yang besar, volume benda uji mendekati konstan.

d. Untuk tanah pasir tidak padat, volume benda uji berangsur – angsur berkurang pada suatu nilai tertentu dan kemudian mendekati konstan.

II - 36

(60)

Gambar 2.5 Hasil uji geser langsung pada tanah pasir Pada pasir padat, butiran berhubungan saling mengunci satu sama lain dan rapat. Sebelum kegagalan geser terjadi, hubungan yang saling mengunci ini menambah perlawanan gesek pada bidang geser. Setelah tegangan puncak tercapai pada nilai

∆L yang rendah, tingkat penguncian antar butirnya turun dan tegangan geser selanjutnya berkurang. Pengurangan tingkat penguncian antar butir menghasilkan penambahan volume contoh benda uji selama geseran berlangsung. Kadang–kadang benda uji menjadi cukup mengembang sehingga meluap dari tempatnya.

Pada kondisi ini tergantung geser menjadi konstan, yaitu pada nilai tegangan batasnya. Derajat hubungan saling mengunci antar butir akan sangat besar pada tanah–tanah pasir yang bergradasi baik dengan bentuk butiran yang bersudut. Dalam keadaan ini, pasir akan mempunyai kuat geser yang tinggi. Tiap kenaikan tegangan geser, akan diikuti oleh pengurangan volume benda uji. Pada

II - 37

(61)

tegangan vertikal dan tegangan geser yang sama, nilai tegangan geser batas dan angka pori untuk pasir tidak padat dan tanah pasir padat mendekati sama. Benda uji tanah pasir dikatakan pada nilai banding pori kritis, jika tercapai keadaan volume benda uji yang tetap tak berubah pada proses penggeseran. Pada tanah pasir, hanya kuat geser dari pengujian drained, relevan digunakan dalam praktek. Nilai kuat geser φ’ (c’ = 0) pada masing–masing kondisi pasir diperhatikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sudut geser dalam φ’ untuk tanah pasir F

Jenis Tanah

Sudut geser dalam efektif ( ɸ’ ) Tidak Padat Padat

 Pasir bulat – seragam

 Pasir gradasi baik, bentuk bersudut

 Kerikil berpasir

 Pasir berlanau

27ᵒ 35ᵒ

33ᵒ 45ᵒ

35ᵒ 50ᵒ

27ᵒ - 30ᵒ 30ᵒ - 34ᵒ

2.4.3.2. faktor yang Mempengaruhi Kuat Geser Tanah Pasir Karena tanah pasir terdiri dari butiran kasar, jika tahanan geser tanah pasir bertambah, maka akan bertambah pula sudut gesek dalamnya (φ ). Faktor – faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir adalah :

a. Ukuran butiran,

b. Air yang terdapat di antara butiran,

II - 38

Referensi

Dokumen terkait

Fourthly, they have not all studied at the same theological institutions and so there is an element of dependence resulting from their formation for the ministJY.Infact, the only thing

Further, this study argues that informal learning factors such as the sharing of perspectives and experiences, giving encouragement, teamworking, self-directed learning, coaching,

7Empowerment on job performance 89 Table5.8Encouraging Teams and Teamwork 89 Table5.9Stafffeel a sense ofresponsibility for achieving the Institute's goals 90 Table5.10whether non

The above data have shown women as victims and survivors of the Swazi society‟s socio- cultural and religious constructions as they reinforce each other in their emphasis on women‟s

vi List of Acronyms SMME – Small Medium and Micro Enterprise Sector DTI – Department of Trade and Industry NGP – New Growth Plan NDP – National Development Plan NSBS – National

Findings of this study revealed that 37.1% of the children reported that they purposefully disclosed because they wanted to inform a parent of what happened, 24% reported they had

Table of Contents New Zealand Writing on Rugby 10 Idealisation of New Zealand Rugby 12 Functionalist Analyses of New Zealand Rugby 15 Problem of Holism 18 Problem of Grounding 20

v Appendix C N ames of NZANS Nurse Members showing 268 Age a On Registration as a Nurse b On Joining the Army Appendix D Names of New Zealand Nurses Attached 298 to Overseas Military