1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Sebagai upaya pedagogis tujuan Bimbingan dan Konseling harus sejalan
dengan tujuan pendidikan. Bimbingan dan Konseling sama dengan pendidikan,
tidak akan lepas dari pembicaraan tentang hakikat manusia. Keberadaan
bimbingan terintegrasi dengan pendidikan mengandung arti bahwa upaya
bimbingan dan pendidikan terarah kepada tujuan yang sama, yakni membantu
manusia mencapai kemandirian, membantu manusia agar mampu menolong diri
sendiri (Kartadinata, 2011).
Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan
tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
waktu tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan, seorang
anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya kepada
orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri ketika memasuki
usia remaja (Mu’tadin, 2002).
Kajian terhadap isu perkembangan kemandirian pada remaja sangat menarik
karena fenomena perkembangan kemandirian di masyarakat, terutama kultur
masyarakat timur seperti Indonesia, sering disalahtafsirkan. Misalnya, perilaku
kemandirian terkadang ditafsirkan sebagai pemberontakan (rebellion) karena pada
2
diawali dengan memunculkan perilaku yang tidak sesuai dengan aturan keluarga
(Steinberg, 2002).
Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap
seseorang yang diperoleh melalui tahap-tahap perkembangan. Seseorang yang
mandiri adalah individu yang mampu membuat rencana-rencana untuk bertindak
di masa sekarang dan masa mendatang secara mandiri, tidak bergantung kepada
orang tua dan orang dewasa lainnya.
Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang
terjadi antara remaja dan teman sebaya. Remaja berusaha menyesuaikan diri
dengan peer groupnya agar mendapat pengakuan dan penerimaan, dengan cara
conform atau menyamakan sikap dan perilakunya sesuai dengan aturan
kelompoknya. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama
dimana remaja belajar untuk hidup bersama dengan orang lain yang bukan dari
anggota keluargannya. Ini dilakukan remaja dengan tujuan mendapatkan
pengakuan dan penerimaan kelompok teman sebayanya sehingga tercipta rasa
aman. Jika remaja bergaul dengan kelompok teman sebaya yang baik, tentunya
perilaku remaja juga baik dan positif, yang bisa menunjang perkembangan
kepribadiannya. Permasalahannya, jika remaja masuk dalam kelompok teman
sebayanya mengajak melakukan perbuatan yang menyimpang, bukan tidak
mungkin remaja akan terpengaruh dan ikut-ikutan hanya karena remaja
ingin konformitas dengan teman sebaya (Steinberg, 2002).
Teman-teman sebaya juga turut mempengaruhi kemandirian seseorang,
3
kemandiriannya. Seseorang yang memiliki konformitas teman sebaya tinggi
cenderung lebih tergantung pada orang lain dan bersikap tidak mau berusaha
sendiri dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi (Hurlock, 1999).
McDougal (dalam Kartadinata, 2011) melihat perilaku mandiri itu sebagai “ballmark” dari kematangan sebagai pendorong perilaku sosial. Kemandirian
adalah konformitas khusus, yakni konformitas yang terinternalisasi. Manusia
selalu berkonformitas, perbedaan satu sama lain terletak dalam kelompok rujukan
yang disukainya. Polaritas antara konformitas dan kemandirian adalah dua hal
yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.
Konformitas adalah sikap seseorang atau individu yang menampilkan
perilaku tertentu yang disebabkan oleh orang lain yang menampilkan perilaku
tersebut. Konformitas terjadi karena perilaku orang lain yang memberikan
informasi yang bermanfaat dan ingin diterima secara sosial dan menghindari
celaan (Sears dkk, 1999).
Konsep konformitas seringkali dikaitkan pada masa remaja karena dari
banyak penelitian terungkap, salah satunya adalah penelitian Surya (1999) bahwa
pada masa remaja konformitas terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan masa pertumbuhan saat anak-anak maupun dewasa. Hal
tersebut dapat dimengerti mengingat pada masa remaja proses pemantapan diri
sedang berlangsung sehingga remaja akan lebih rentan terhadap pengaruh
perubahan dan tekanan yang ada disekitarnya.
Dasar utama dari konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas
4
yang lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang
menyimpang. Remaja yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih
banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya,
sehingga remaja cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha
kelompok, bukan usahanya sendiri. Dalam kondisi seperti ini, dapat dikatakan
bahwa motivasi untuk menuruti ajakan dan aturan kelompok cukup tinggi pada
remaja, karena menganggap aturan kelompok adalah yang paling benar serta
ditandai dengan berbagai usaha yang dilakukan remaja agar diterima dan diakui
keberadaannya dalam kelompok. Kondisi emosional yang labil pada remaja juga
turut mendorong individu untuk lebih mudah melakukan konformitas (Monks
dkk, 2001).
Penelitian Ariyanti (2007) berjudul hubungan antara konformitas
kelompok sebaya tehadap kemandirian dalam pengambilan keputusan pada siswa
SMA 17 Agustus 1945 Semarang, yang hasil analisis korelasi menunjukkan
bahwa rxy= -0,296 dengan p=0,000 (p<0,05). Artinya ada hubungan yang
signifikan dengan arah negatif antara konformitas kelompok sebaya dengan
kemandirian siswa. Semakin tinggi konformitas kelompok sebaya maka
semakin rendah kemandirian, begitu juga sebaliknya semakin rendah
konformitas kelompok sebaya semakin tinggi kemandirian.
Hasil penelitian berbeda diperoleh Dewinda (2012) berjudul hubungan
antara konformitas teman sebaya dengan kemandirian pada remaja SLTA di
Yogyakarta. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,144
5
signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kemandirian pada remaja
SLTA di Yogyakarta.
Penelitian Ariyanti (2007) menemukan ada hubungan yang signifikan
dengan arah hubungan negatif antara konformitas teman sebaya dengan
kemandirian siswa SMA 17 Agustus 1945 Semarang, sedangkan Dewinda (2012)
menemukan hasil tidak ada hubungan yang signifikan dengan arah positif antara
konformitas teman sebaya dengan kemandirian pada remaja SLTA di Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian yang bertolak belakang dari Ariyanti (2007) dan
Dewinda (2012), maka perlu dilakukan penelitian ulang tentang ada tidaknya
hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kemandirian
siswa.
Dari hasil pra penelitian yang telah dilakukan kepada siswa kelas XI SMA
N 2 Salatiga yang berjumlah 30 siswa, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1.1
Distribusi frekuensi tingkat konformitas teman sebaya siswa kelas XI SMA N 2 Salatiga
Skor Kategori Frekuensi Prosentase
113-103 Sangat tinggi 5 16,67%
Dari tabel 1.1 distribusi frekuensi tingkat konformitas teman sebaya
diperolah hasil bahwa sebagian besar siswa kelas XI SMA N 2 Salatiga sebagian
6
Tabel 1.2
Distribusi frekuensi tingkat kemandirian siswa kelas XI SMA N 2 Salatiga
Skor Kategori Frekuensi Prosentase
132-122 Sangat tinggi 7 23,33%
Dari tabel 1.2 distribusi frekuensi tingkat kemandirian diperoleh hasil bahwa sebagian besar siswa kelas XI SMA N 2 Salatiga berada pada kategori Sedang (53,33%).
Tabel 1.3
Korelasi konformitas teman sebaya dengan kemandirian
konfrmtstemnsebya kemandirian Kendall's tau_b konfrmtstemnsebya Correlation
Coefficient 1.000 .227
Tabel 1.3 koefisien korelasi antara konformitas teman sebaya dengan
kemandirian siswa kelas XI SMA N 2 Salatiga diperoleh koefisien korelasi
sebesar rxy = 0,227 dengan p = 0,155 (p>0,05) sehingga tidak ada hubungan yang
signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kemandirian siswa kelas XI
SMA N 2 Salatiga.
Hasil pra penelitian menunjukkan konformitas teman sebaya dalam
kategori tinggi namun kemandirian siswa dalam kategori sedang dan hasil uji
7
hubungan yang signifikan dengan kemandirian siswa kelas XI SMA N 2 Salatiga.
Hasil pra penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Ariyanti (2007) yang
menyatakan ada hubungan yang signifikan dengan arah hubungan negatif antara
konformitas teman sebaya dengan kemandirian siswa yang berarti semakin tinggi
konformitas teman sebaya maka semakin rendah kemandirian siswa. Dari
perbedaan hasil penelitian ini peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut
untuk memastikan adanya hubungan yang signifikan antara konformitas teman
sebaya dengan kemandirian siswa dengan mengambil seluruh populasi yang ada
pada siswa kelas XI SMA N 2 Salatiga.
1.2Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Adakah hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kemandirian siswa kelas
XI SMA N 2 Salatiga?”.
1.3Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan
antara konformitas teman sebaya dengan kemandirian siswa siswa kelas XI SMA
N 2 Salatiga.
1.4Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat
8
a. Manfaat teoritik, apabila dalam penelitian ini ditemukan ada hubungan yang
signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kemandirian siswa maka
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Ariyanti (2007) yang
menemukan ada hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya
dengan kemandirian siswa. Akan tetapi, bila hasil penelitian ini menemukan tidak
ada hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan
kemandirian siswa maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari
Dewinda (2012) yang menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara
konformitas teman sebaya dengan kemandirian siswa.
b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
pihak sekolah yaitu SMA N 2 Salatiga mengenai hubungan antara konformitas
teman sebaya dengan kemandirian siswa khususnya kelas XII SMA N 2 Salatiga,
dalam rangka membuat kebijakan pendidikan di SMA N 2 Salatiga.
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi ini, maka dalam
penyusunan skripsi ini menggunakan sistematika dan garis besar isinya yang
disajikan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan teori, berisi tentang pengertian kemandirian, perkembangan
kemandirian, ciri-ciri kemandirian, aspek-aspek kemandirian, kemandirian dalam
9
bimbingan dan konseling, cara mengukur kemandirian, pengertian konformitas
teman sebaya, faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya konformitas teman
sebaya, meningkan dan menurunkan konformitas teman sebaya, aspek-aspek
konformitas teman sebaya, cara mengukur konformitas teman sebaya, kajian hasil
penelitian yang relevan, dan hipotesis.
Bab III Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, variabel penelitian,
definisi operasional, instrumen penelitian, uji validitas dan reliabilitas dan teknik
analisis data.
Bab IV Analisis dan pembahasan berisi tentang gambaran subjek penelitian,
pengumpulan data, analisis deskriptif, analisis korelasi, uji hipotesis, dan
pembahasan hasil penelitian.