• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi Permukiman Tradisional"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Aplikasi Metode N.J. Habraken pada Studi Transformasi

Permukiman Tradisional

Elya Santa Bukit(1), Himasari Hanan(2), Arif Sarwo Wibowo(3)

(1) Mahasiswa Program Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi

Bandung

(2) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (3) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Abstrak

Rumah tradisional sebagai salah satu ciri khas suatu suku bangsa, lebih banyak diungkapkan dari segi tradisi dan adat-istiadat budaya, tetapi tidak dimaknai sebagai suatu lingkungan kehidupan yang harus dipertahankan keberlanjutannya dan harus dapat mengakomodasi perkembangan kehidupan penghuninya. Saat ini, rumah tradisional banyak yang ditinggalkan sehingga menjadi terlantar dan hancur. Namun, pada beberapa suku bangsa masih terdapat rumah tradisional yang bertahan dan dihuni, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi perubahan-perubahan fisik yang dapat langsung terlihat. Kondisi ini menyebabkan diperlukannya suatu kerangka untuk mengkaji transformasi yang terjadi pada permukiman tradisional masa kini. Tujuan penelitian ini adalah mengadaptasi teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J. Habraken ke dalam konteks permukiman tradisional, untuk dapat mempelajari lingkup perubahan fisik rumah tradisional. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif berupa kajian literatur dan survei. Analisis dilakukan dengan mengadaptasikan variabel-variabel transformasi yang dikemukakan N.J. Habraken untuk diaplikasikan pada kondisi aktual permukiman tradisional, kemudian dilakukan penyesuaian pada setiap variabel transformasi yang meliputi transformasi pada tatanan fisik, teritorial, dan kultural. Dari hasil analisis diketahui bahwa teori transformasi tersebut secara umum dapat diterapkan untuk menelaah transformasi pada lingkungan permukiman tradisional. Namun, terdapat beberapa poin yang kurang sesuai untuk digunakan, karena kondisi permukiman tradisional yang masih menerapkan prinsip kebersamaan dan sistem sosial yang mengacu pada adat-istiadat suku bangsanya.

Kata-kunci: kehidupan masa kini, permukiman tradisional, transformasi

Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang dicirikan salah satunya oleh karya-karya arsitektur dari suku-suku bangsa tersebut. Rumah tradisional sebagai bentuk karya arsitektur khas yang

didirikan oleh masyarakat, merupakan

perwujudan dari budaya dan tata kehidupan mayarakat yang lahir dan berkembang dari tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat lokal tanpa dipengaruhi oleh norma baku dalam

khasanah arsitektur global. Hal ini

menyebabkan rumah tradisional seringkali menjadi representasi dari suatu suku bangsa dan memiliki peran yang besar di dalam masyarakatnya.

Dengan banyaknya suku bangsa yang berkembang di wilayahnya, Indonesia sangat kaya akan ragam bentuk rumah tradisional. Namun demikian, kekayaan budaya ini seringkali hanya dikenali sebagai ragam visual semata. Hingga saat ini kajian mengenai rumah tradisional lebih banyak membahas tata nilai, tradisi dan adat istiadat yang digariskan

(2)

oleh nenek moyang yang terwujud dalam bentukan-bentukan fisik bangunan. Rumah dan perkampungan tradisional tidak dimaknai sebagai lingkungan kehidupan komunitas yang terus berkembang untuk mengakomodasi perkembangan kehidupan para penghuninya. Saat ini perkampungan dan rumah tradisional di Indonesia semakin banyak yang terlantar karena ditinggalkan oleh komunitasnya yang

lebih memilih untuk merantau, yang

menyebabkan keberadaan rumah-rumah

tradisional semakin menyusut. Meskipun demikian, pada beberapa suku bangsa masih cukup banyak perkampungan dan rumah tradisional yang bertahan dan tetap dihuni oleh masyarakatnya, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu terjadi perubahan-perubahan fisik yang dapat

langsung terlihat pada rumah dan

perkampungan tradisional tersebut.

Selama ini penelitian tentang rumah tradisional masih sangat didominasi oleh romantisme kekayaan budaya masa lalu yang hanya mengkaji bentuk visual, pola spasial, teknologi konstruksi tradisional dan simbolisme budaya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh: Wasilah (2011) dalam Comparative Study of Traditional Architecture Toraja and Mamasa; Funo (2005) dalam Consideration on Typology of Kampung House and Betawi House of Kampung Luar Batang (Jakarta); Setiada (2003) dalam Desa Adat Legian ditinjau dari Pola Desa Tadisional Bali; Mentayani (2008) dalam Jejak Hubungan Arsitektur Tradisional Suku Banjar dan Suku

Bakumpai; dan Chen (2008) dalam The

Typological Rule System of Malay House in Peninsula Malaysia.

Sedangkan pada kondisi saat ini, rumah tradisional yang masih dihuni sebagian besar telah mengalami perubahan fisik. Namun masih sedikit penelitian yang mengkaji perubahan-perubahan pada rumah tradisional, diantaranya adalah: Rukwaro (2001) dalam Architecture of Societies in Transition – the case of Maasai of Kenya; Gruber (2006) dalam

Settlements and Housing on Nias Island Adaptation and Development; Patandianan (2005) mengenai Perubahan Fungsi dan Bentuk Rumah Tradisional Toraja (Tongkonan).

Diantara penelitian-penelitian mengenai

perubahan pada permukiman atau rumah tradisional yang telah dilakukan, belum ada suatu metode yang dapat digunakan secara general untuk mengkaji transformasi pada lingkungan tradisional. Sementara itu, kondisi aktual menunjukkan bahwa lingkungan permukiman tradisional dapat bertahan apabila dimungkinkan terjadinya perubahan-perubahan sesuai konteks kehidupan masa kini dalam batas-batas tata nilai adat istiadat yang berlaku. Untuk itu diperlukan suatu metode ilmiah yang dapat menggali secara mendalam transformasi yang terjadi pada lingkungan tradisional dengan adanya tata nilai adat istiadat yang mengikat.

Kajian Literatur

Istilah tradisional merujuk pada prosedur dan objek material yang telah diterima sebagai norma pada suatu masyarakat, dimana elemen-elemen tersebut diturunkan dari generasi ke generasi, umumnya secara verbal atau melalui dokumen-dokumen yang disusun berdasarkan cerita verbal, yang mentransfer pengetahuan, instruksi, dan prosedur (Nobel, 2009). Namun, hal ini tidak berarti bahwa proses tradisional maupun objek tradisional tidak dapat berubah seiring waktu. Ley dan Duncan (dalam Pratiwi 2009) menyatakan bahwa tradisi berakar pada budaya, dan budaya berakar pada tempat. Kebiasaan-kebiasaan dan praktek yang diwariskan secara turun-temurun ini merupakan bagian dari

evolusi budaya. Ini menunjukkan

keberlanjutan dari ‘proses perbaikan’ pada suatu peradaban atau komunitas.

Pengertian transformasi dalam The New

Grolier Webster International Dictionary of English Language adalah perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan

(3)

fungsi.1 Sedangkan menurut Antoniades

(1992) transformasi adalah sebuah proses perubahan bentuk secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap akhir, perubahan dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh perubahan unsur eksternal dan internal. Max Weber (dalam Sachari 2001) menilai bahwa transformasi merupakan proses ahistoris-multilinier-berpola dengan berbagai variasi dan modifikasi, tetapi menunjukan terjadinya ‘persetujuan sementara’, ‘kompromi’, dan ‘kesimpulan bersama sementara’ untuk menyangga suatu kebudayaan agar tetap berdiri dan menjawab tantangan yang dihadapinya.

Perkembangan Teori Transformasi N.J. Habraken

N. John Habraken adalah seorang arsitek Belanda yang lahir di Bandung, Indonesia pada tahun 1928. Habraken mendapatkan pendidikan dasar di Surabaya dan Jakarta, Indonesia, namun mendapat pendidikan arsitektur di Delft Technical University Belanda pada tahun 1948-1955, dan mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Eindhoven Technical University pada tahun 2005. Habraken pernah menjadi Profesor sekaligus ketua Departemen Arsitektur di Eindhoven Technical University dan Massachusetts Institute of Technology. Selama menjadi profesor, Habraken selalu mengajar mengenai metode dan teori arsitektur dan urban desain. Dalam karirnya, Habraken telah menghasilkan banyak tulisan berupa buku, laporan penelitian dan artikel terutama mengenai teori arsitektur, metode, peran arsitek, perumahan, serta aplikasi teknologi. Buku pertama yang ditulis

Habraken adalah Support: an Alternative to

Mass Housing (1962, english edition 1972) yang memisahkan antara struktur bangunan (support) dan bagian pengisi (infill) pada desain dan konstruksi rumah tinggal. Pemisahan ini terutama sebagai bentuk kontrol dan tanggung jawab desain, dan juga bersifat teknis. Dengan tujuan untuk memperbaiki apa yang disebut ’hubungan alami’ antara bentuk lingkungan dan

penghuninya seperti pada zaman dulu. Buku ini menimbulkan berbagai pendapat, terutama pendapat negatif bahwa buku ini mengacu pada industrialisasi dan kapitalisasi perumahan. Buku kedua yang dihasilkan oleh Habraken

adalah Variations: the Systematic Design of

Supports (1974, english edition, 1976). Buku ini merupakan pengembangan dari buku sebelumnya yang berisi metode desain

struktur bangunan (supports) untuk

dikembangkan lebih lanjut oleh penghuninya. Metode yang ditawarkan adalah dengan menyediakan suatu desain struktur bangunan yang dibangun secara massal, untuk kemudian dikembangkan oleh penghuni sehingga menjadi desain rumah tinggal yang bervariasi. Pada kedua buku ini, Habraken menawarkan metode pengembangan perumahan dengan tetap melibatkan penghuni sebagai bagian dari tim perancang bagi rumah tinggalnya sendiri, sehingga tetap terjalin ’hubungan alami’ antara bangunan dan penghuninya.

Komponen teoritis dari tulisan-tulisan

Habraken sebagian besar berhubungan dengan teori lingkungan binaan sebagaimana adanya. Faktanya, dapat dilihat sebagai usaha untuk membuat lingkungan binaan menjadi tampak/terlihat dan berbeda dari arsitektur. Pandangan saya tentang perumahan, seperti yang pertama kali dituangkan dalam Supports, secara tegas menghargai lingkungan binaan sebagai entitas kehidupan dimana bentuk dan penghunian adalah dua hal yang berbeda tapi tidak dapat dipisahkan.

Buku ketiga yang ditulis oleh Habraken adalah Transformation of the Site (1983), yang merupakan cikal bakal dari buku The Structure of the Ordinary (1998). Pada kedua buku ini, Habraken mencoba melihat lingkungan binaan berdasarkan transformasi yang terjadi di

dalamnya. Buku Transformation of the Site

merupakan eksposisi rinci mengenai

bagaimana suatu ’hukum’ yang konstan dapat ditemukan pada lingkungan binaan dengan melihat transformasi yang terjadi. Dalam buku ini, transformasi lingkungan binaan dijelaskan dalam tiga ’pergerakan’, yaitu: 1) seperangkat istilah yang digunakan untuk mengamati

(4)

lingkungan binaan, yang menjadi teori dasar dalam memahami transformasi lingkungan binaan. Seperangkat istilah inilah yang kemudian dijelaskan secara lebih rinci dalam

buku The Structure of the Ordinary. 2)

metodologi, yang berisi contoh-contoh

bagaimana menganalisis lingkungan binaan, serta bagaimana suatu lingkungan binaan dapat terus berjalan setelah mengalami transformasi. 3) Pembelajaran berdasarkan pengalaman Habraken dalam menerapkan teori dan metode yang telah dijelaskan dalam dua bab sebelumnya pada lingkungan binaan yang telah mengalami transformasi.

Buku The Structure of the Ordinary: Form and Control in the Built Environment menjelaskan dengan lebih detil mengenai seperangkat istilah yang dibahas pada bagian pertama

buku Transformation of the Site. Pada buku

ini, perangkat teori dan metodologi yang telah disebutkan pada buku sebelumnya digunakan dalam penyelidikan terhadap hukum yang

mengatur suatu lingkungan binaan

sebagaimana terlihat dari pola-pola

transformasi yang terjadi. Buku ini mengingat kembali pameran Bernard Rudofski pada tahun

1964 beserta bukunya yang

berjudul ”Architecture without Architects”, dan secara tegas merumuskan tatanan dari arsitektur tanpa arsitek, kekayaan dari sesuatu yang umum, keunggulan dari yang terabaikan, dan motif dari hubungan dari berbagai sisi dan tak berkurang. Buku ini menyadarkan tentang

kecilnya peran arsitek dalam proses

pembentukan arsitektur. Habraken

menjelaskan dan mengkategorikan struktur arsitektural pada dasar dari keteraturan yang dapat diamati. Penggunaan metode penelitian dan pendekatan sosiologis menjadi sah karena pada lingkungan binaan, sebagaimana dalam masyarakat, keteraturan terbentuk dari

perilaku individu. Seperti jika

terdapat ”kebenaran sosial” yang tidak dapat dikurangi lebih jauh dan harus dihargai sebagai bagian dari bentuk tradisional. Selama ribuan tahun lingkungan binaan dengan segala kompleksitas dan kekayaannya bertahan dan berkembang secara informal. Pengetahuan

tentang bagaimana membuat suatu

lingkungan yang umum adalah biasa, terwujud dalam interaksi sehari-hari antara pembangun, pelindung, dan pengguna. Lingkungan binaan berkembang dari struktur yang samar/implisit

berdasarkan pemahaman umum.

Pengetahuan mengenai lingkungan tidak pernah eksplisit karena tidak diperlukannya artikulasi. Lingkungan binaan hidup dengan sendirinya, berkembang dan memperbarui diri,

seringkali bertahan hingga ribuan

tahun.barangkali mereka hanya mencapai usia lanjut karena mereka terus menerus berubah dan beradaptasi dengan kondisi baru.

Dalam buku ini, Habraken menguji seluruh aparatur sosiologi, sejauh berhubungan dengan space/ruang, dan menggabungkan berbagai tingkat intervensi dan kontrol, mulai dari apartemen, bangunan, jalan hingga kawasan, dan kota sebagai suatu kesatuan, dengan berbagai pendekatan teoritis mulai dari teori permainan dengan asumsi tentang keseimbangan hingga teori living and dead configuration dari Norbert Elias, interaksi simbolis, teori tentang peran dan penelitian perilaku, serta kontrol teritori secara horizontal dan vertikal. Bentuk selalu mendapatkan keberadaannya dari persetujuan antara individu dan masyarakat. Lingkungan binaan

selalu mengorganisasi dirinya sendiri.

Meskipun berkembangnya kemampuan kita yang menyebabkan perubahan besar dan ambisi untuk memperluas, lingkungan binaan mengikuti aturannya sendiri. Kenyataan menerjemahkan perbuatan kita. Oleh sebab itu kita perlu berusaha untuk memahami lingkungan kita saat ini, sangat berbeda dengan kondisinya pada masa lalu, sebagai hasil dari pencarian kolektive terhadap pengetahuan baru. Kita bisa memulai dari melihat kembali apa yang pada masa penemuan dan revolusi telah diterima secara umum, dan kini dianggap sebagai sesuatu yang pasti.

Pada artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan Habraken pada dua

(5)

bukunya, yaitu Transformation of the Site

(1983) dan The Structure of the Ordinary

(1998).

Analisis dan Interpretasi Teori Transformasi N.J. Habraken

Transformation of the Site

Pada buku Transformation of the Site,

Habraken menyebutkan bahwa suatu

lingkungan binaan yang akan diamati harus memiliki batasan tertentu (limitation) untuk kemudian disebut sebagai tapak (site). Pada tahap ini, tapak yang diamati tersebut sepenuhnya hanya dilihat sebagai bentukan fisik, tanpa perilaku ataupun pergerakan dari penghuni. Suatu tapak terbentuk dari beberapa elemen (elements), yaitu objek fisik

yang memiliki volume dan dapat

dipindahkan/diganti, seperti pagar, rumah,

pohon, dll. Elemen-elemen tersebut

merupakan bagian padat (solid) dari suatu tapak. Keberadaan dan posisi dari elemen-elemen pada suatu tapak membentuk suatu konfigurasi (configuration) dalam tapak tersebut. Konfigurasi elemen-elemen tersebut membentuk ruang-ruang (spaces) diantara objek-objek fisik. Ruang-ruang ini merupakan bagian kosong (void) dari tapak. Komposisi dari objek-objek fisik serta ruang-ruang di dalam tapak menghasilkan suatu susunan (arrangement) tapak yang pada akhirnya membentuk suatu kesatuan (unity) lingkungan binaan yang akan diamati. Sehingga yang dimaksud tapak adalah fenomena fisik dari suatu lingkup lingkungan binaan dengan batasan tertentu yang terdiri atas beberapa elemen yang membentuk suatu konfigurasi dan menghasilkan ruang-ruang kosong diantaranya sehingga tercipta suatu susunan dan kesatuan dari seluruh komponen tapak. Dalam konteks fisik, suatu tapak dikatakan bertransformasi apabila terjadi perubahan

pada elemen-elemen tapak. Bentuk

transformasi dapat berupa penambahan elemen yang berarti bahwa tapak mengalami pertumbuhan; pengurangan elemen yang

berarti bahwa tapak mengalami

erosi/pengurangan; atau perubahan posisi dari elemen yang berarti bahwa pada tapak telah

terjadi pergerakan. Namun umumnya

transformasi lingkungan binaan terjadi akibat kombinasi dari ketiga perubahan tersebut. Selain akibat perubahan elemen, transformasi juga dapat berupa perubahan ruang pada tapak yang terjadi karena manipulasi atas pelingkup.

Transformasi pada tapak terjadi karena adanya kekuasaan (powers) yang mengubah keberadaan objek fisik pada tapak. Kekuasaan untuk mengubah suatu tapak disebut kendali (controls). Perubahan yang terjadi dibawah

kendali dari satu penguasa disebut live

configuration. Kekuasaan dan kendali pada tapak dapat dikenali berdasarkan transformasi fisik yang terjadi pada tapak tersebut. Sehingga, transformasi pada objek fisik di dalam suatu tapak terjadi karena adanya kekuasaan yang mengendalikan konfigurasi tapak tersebut, yang pada akhirnya menjadi identitas dari tapak tersebut.

Keberadaan tapak sebagai entitas fisik berbenturan dengan adanya kekuasaan yang mengendalikan kondisi fisik dalam tapak. Keterkaitan antara entitas fisik dan kekuasaan pada suatu tapak terjadi dalam tiga bentuk, yaitu: form yang merupakan hubungan antara elemen-elemen tapak berdasarkan posisinya,

contohnya dinding-dinding ruangan

membatasi posisi furnitur dalam ruangan

tersebut; place yang merupakan hubungan

antara keberadaan elemen-elemen pada tapak

atau understanding yang merupakan

kesamaan diantara beberapa konfigurasi elemen karena adanya suatu pemahaman yang dianut secara bersama-sama diantara masyarakat yang menghuni suatu tapak. Di dalam suatu tapak, bisa terdapat beberapa kekuasaan yang mengendalikan kondisinya. Diantara kekuasaan-kekuasaan tersebut, akan ada suatu kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan kekuasaan lainnya. Seiring meluasnya batasan dari tapak yang diamati, maka semakin banyak kekuasaan yang mengendalikan tapak tersebut.

(6)

The Structure of the Ordinary

Dalam buku ini, Habraken menyebutkan bahwa lingkungan binaan dengan segala kompleksitasnya adalah suatu hasil karya manusia yang dibentuk oleh masyarakat, sebuah benda fisik, sebuah artefak. Namun, dalam perkembangannya lingkungan binaan senantiasa berkembang dan memperbarui diri

seiring dengan perkembangan zaman.

Sehingga lingkungan binaan tidak lagi sekedar artefak melainkan menjadi suatu ‘organisme’ yang senantiasa berkembang, bertahan hidup dengan cara terus bertransformasi. Namun, meskipun terus mengalami transformasi

lingkungan binaan senantiasa

merepresentasikan tata nilai yang dianut sejak nenek moyang hingga generasi yang akan datang. Lingkungan binaan berperan dalam mempersatukan masa lalu dan masa yang akan datang.

Lingkungan binaan tidak hanya terdiri dari entitas fisik seperti bangunan, jalan, atau infrastruktur, tetapi juga masyarakat yang

tinggal di dalamnya. Penghuni atau

masyarakat yang hidup dalam suatu

lingkungan binaan memiliki peran besar dalam mengendalikan perubahan-perubahan yang

terjadi pada lingkungannya. Penghuni

merupakan agen yang memiliki kekuasaan untuk mengendalikan lingkungan binaan, mentransformasi lingkungan binaan agar sesuai dengan keinginannya dan menjaga agar segala sesuatu dalam lingkungan binaan berjalan sesuai dengan keinginannya, dalam teritori yang dimilikinya.

Berdasarkan teori ini, dapat disimpulkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik rumah tidak terlepas dari perubahan budaya dan pola aktivitas penghuninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rukwaro (2001)

yang menyebutkan bahwa pola

perkampungan masyarakat cenderung

berubah seiring dengan perubahan nilai budaya yang dianut oleh masyarakatnya. Tranformasi lingkungan binaan dapat terjadi pada tiga tatanan, yaitu tatanan fisik (physical

order), tatanan teritorial atau daerah kekuasaan (territorial order), dan tatanan

budaya (cultural order). Tatanan

transformasi fisik adalah perubahan yang

terjadi pada elemen pembentuk lingkungan binaan yang disebut nominal classes, dari level

terendah yaitu utensils hingga level tertinggi

yaitu major arteries. Tatanan yang kedua

adalah transformasi teritorial yang

merupakan transformasi pada ruang yang terbentuk dari konfigurasi elemen-elemen

pada nominal classes, sebagai akibat adanya

perubahan yang dilakukan oleh agen-agen yang berkuasa pada setiap level lingkungan binaan tersebut. Sedangkan tatanan ketiga adalah transformasi kultural yang tidak hanya melibatkan unsur fisik tetapi juga pemahaman dan konsensus dari para agen yang terlibat. Kesatuan dari elemen-elemen fisik pembentuk lingkungan binaan, ruang-ruang yang terbentuk dari konfigurasi elemen fisik, serta pemahaman suatu kelompok masyarakat atas bentuk fisik tersebut yang menyebabkan terjadinya transformasi kultural dalam lingkungan binaan (Habraken, 1998). Berikut adalah variabel-variabel analisis transformasi lingkungan binaan berdasarkan teori Habraken (1983 dan 1998).

No Nominal 1.

classes

2.

Configuration “Whole” 3.

f. Major Artery City structure

Neighborhood e. Roads District

Block d. Building Elements Building

“Built Space” c. Partitioning Floor plan

“Room” b. Furniture Interior arrangements

a. Body&Utensils “Place”

Gambar 1. Hierarki level lingkungan binaan Sumber: Habraken (1998)

(7)

Gambar 2. Tatanan transformasi lingkungan binaan Sumber: Analisis Penulis (2011)

Gambar 1 merupakan diagram hirarki level pada lingkungan binaan yang dikemukakan oleh Habraken (1983 dan 1998). Kolom nomor menunjukan bahwa urutan level dimulai dari bawah ke atas, dimana level a lebih rendah dibandingkan level f. Kolom satu menampilkan

klasifikasi elemen-elemen pembentuk

lingkungan binaan. Elemen-elemen ini

merupakan unsur fisik yang membentuk suatu lingkungan binaan, bagian ini disebut juga

sebagai solid part. Kolom dua menampilkan

konfigurasi dari elemen-elemen pada level yang sama yang disebutkan pada kolom satu. Konfigurasi dari elemen-elemen fisik ini

menghasilkan ruang-ruang diantaranya,

sehingga merupakan void part pada suatu

lingkungan binaan. Kolom tiga menampilkan kesatuan dari apa yang disebutkan pada kolom satu dan dua. Kolom ini juga menunjukan bahwa suatu level kesatuan terbentuk dari kombinasi dua level fisik pembentuk lingkungan binaan (Gambar 2).

Sebagaimana disebutkan sebelumnya,

transformasi lingkungan binaan mencakup tiga tatanan, yaitu transformasi pada tatanan fisik, teritorial, dan kultural. Transformasi pada elemen-elemen pembentuk lingkungan binaan yang tercantum dalam kolom satu merupakan

transformasi fisik pada lingkungan binaan.

Tatanan kedua dalam transformasi lingkungan binaan adalah transformasi teritorial yang mengacu pada perubahan spasial karena adanya kendali pengguna atas ruang yang dihasilkan dari konfigurasi elemen-elemen fisik pada kolom satu. Namun penelitian ini hanya

membahas bentukan fisik dalam lingkungan binaan tanpa mengkaitkannya secara langsung dengan penggunanya, sehingga dilakukan penyesuaian atas transformasi pada tatanan teritorial dengan tidak menganalisis aspek kontrol dari para pengguna. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini transformasi yang terjadi pada unit-unit ruang yang terdapat pada kolom dua dinyatakan sebagai transformasi

spasial, yaitu perubahan atas bentuk fisik

ruang. Sedangkan transformasi pada kesatuan elemen dan ruang yang disebutkan pada

kolom tiga merupakan transformasi

kultural (Gambar 2).

Berikut adalah variabel-variabel untuk

menelaah transformasi lingkungan binaan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh N.J. Habraken, beserta hasil adaptasi teori tersebut setelah disesuaikan dengan kondisi aktual lingkungan permukiman tradisional pada masa kini (Tabel 1).

1. Nominal Classes; tatanan transformasi fisik

1.a. Body & Utensils (Penghuni & Perabot) Body diartikan sebagai penghuni yang menempati suatu bangunan, sedangkan utensils diartikan sebagai objek-objek yang berada disekeliling penghuni rumah (Habraken,

1983). Hasil adaptasi pada poin ini, body

diartikan sebagai penghuni rumah, sedangkan utensils diartikan sebagai perabotan rumah tangga yang digunakan untuk menunjang

kehidupan sehari-hari para penghuni.

Mengingat adaptasi ini hanya bertujuan untuk menelaah transformasi objek-objek fisik yang berkaitan dengan hunian, maka pada poin ini

hanya akan dibahas mengenai utensils yang

terdapat di dalam rumah, tanpa menganalisis para penghuni rumah tersebut. Meskipun demikian, data demografis mengenai penghuni rumah dapat tetap dikumpulkan untuk lebih memahami transformasi yang terjadi.

1.b. Furniture (Furnitur)

Habraken (1983) mengartikan furniture

sebagai tempat meletakkan objek-objek yang

1. Nominal Classes Solid Part Transformasi Fisik 2. Configu-ration Void Part Transformasi Spasial 3. “Whole” Whole-ness Transformasi Kultural

(8)

terdapat di dalam rumah, maupun para penghuni, agar tidak berada di lantai/tanah. Furniture juga dapat membentuk pola spasial, namun tetap berhubungan intim dengan para penghuni, mengarahkan dan memperpanjang

pola pergerakan di dalam rumah.

Sebagaimana yang disebutkan oleh Habraken,

hasil adaptasi pada poin ini, furniture juga

diartikan sebagai tempat untuk meletakkan perabot rumah tangga, maupun para penghuni rumah agar tidak berada di lantai/tanah.

1.c. Partitioning (Bidang penyekat)

Partitioning adalah dinding atau tirai yang membagi atau menyekat ruang. Namun

bidang penyekat ruang ini bukanlah

merupakan elemen struktur bangunan

(Habraken, 1983). Hasil adaptasi pada poin ini, partitioning juga dipahami sebagai dinding atau tirai yang menyekat ruangan.

1.d. Building elements (Elemen bangunan) Builing elements adalah segala sesuatu yang diperlukan demi berdirinya suatu bangunan, seperti lantai, dinding, atap, dan fasade bangunan. Meskipun elemen-elemen tersebut berkaitan erat dengan material bangunan, namun yang dimaksud sebagai elemen bangunan disini lebih merupakan konsep, bukanlah produk (Habraken, 1983). Demikian

pula yang dimaksudkan sebagai building

elements pada adaptasi ini adalah

konsep-konsep mengenai elemen pembentuk

bangunan, namun tetap akan dibahas pula mengenai material yang digunakan pada masing-masing elemen bangunan.

1.e. Roads (Pencapaian bangunan)

Roads merupakan objek fisik tempat kita

bergerak/berpindah. Roads mencakup segala

sesuatu yang membatasi lahan/tanah agar dapat dijangkau oleh kegiatan manusia. Roads adalah cara tertentu dalam berhubungan dengan ruang spasial (Habraken, 1983). Roads diartikan sebagai jalan.

Keterbatasan lingkup permukiman tradisional menyebabkan tidak dimungkinkan untuk menganalisis jalan, karena umumnya tidak terdapat elemen fisik berupa jalan di dalam permukiman tradisional. Oleh sebab itu,

konsep roads diadaptasi menjadi

akses/pencapaian di dalam kampung menuju rumah/bangunan.

1.f. Major artery (Jalur utama)

Habraken (1983) mengartikan major artery

sebagai suatu peralihan. Level ini merupakan batas skala ruang terbesar yang masih dapat dirasakan oleh manusia. Pada skala kota, major artery diartikan sebagai jalur utama tempat bermuaranya jalan-jalan (roads), sehingga merupakan area peralihan dari setiap jalan di kota tersebut.

Pada lingkup permukiman tradisional ini, major artery diartikan sebagai area peralihan dari setiap jalan dalam suatu kawasan. Oleh sebab itu, pada skala perkampungan tradisional, major artery diterjemahkan menjadi objek fisik yang merupakan jalur utama sekaligus ruang peralihan di dalam perkampungan tradisional tersebut.

2. Configuration; tatanan transformasi spasial

2.b. Interior arrangement (Pola spasial) Interior arrangement merupakan konfigurasi dari furnitur, susunan yang dihasilkan oleh perlengkapan-perlengkapan suatu ruang yang bukan sebagai elemen dekorasi interior (Habraken, 1998). Untuk lebih memahami interior arrangement, digunakan pula teori yang dikemukakan oleh Ching (2000) mengenai unsur horizontal pembentuk ruang.

Sehingga interior arrangement diadaptasikan

menjadi konfigurasi furnitur dan/atau bidang-bidang horisontal yang membentuk suatu pola spasial.

(9)

2.c. Floorplan (Ruangan/kamar)

Floorplan merupakan susunan dari elemen-elemen penyekat ruangan (Habraken, 1998). Pengertian ini diperkuat dengan yang dikemukakan oleh Ching (2000) mengenai unsur vertikal pembentuk ruang. Setelah

diadaptasi, floorplan diartikan sebagai

ruangan-ruangan yang terbentuk dengan

adanya bidang-bidang vertikal sebagai

pembatas ruang.

2.d. Building (Sosok bangunan)

Building merupakan konfigurasi dari elemen-elemen pembentuk bangunan, selain elemen-elemen penyekat ruang. Kesatuan dari elemen-elemen ini menghasilkan sosok bangunan secara utuh (Habraken, 1998). Sebagai hasil adaptasi,

building diartikan sebagai sosok massa bangunan/rumah tradisional pada masa kini, sehingga poin ini dianalisis berdasarkan tampak massa bangunan.

2.e. District (Teritori)

Pada skala kota, district terbentuk dari

konfigurasi beberapa buah jalan (Habraken, 1998). Namun mengingat bahwa umumnya tidak adanya bentukan fisik berupa jalan di

dalam perkampungan tradisional dan

terbatasnya area yang termasuk area

pengamatan, sehingga district diadaptasi

menjadi area dalam batas luar bangunan dan/atau yang dapat diakses pada setiap rumah serta berada dalam batas-batas fisik perkampungan.

Tabel 1. Penyesuaian kerangka analisis

No Habraken (1998) Penyesuaian

1. Nominal classes; Tatanan transformasi fisik a. Body & Utensils Perabot

b. Furniture Furnitur c. Partitioning Bidang penyekat d. Building Elements Elemen bangunan e. Roads Pencapaian bangunan

f. Major Artery Jalur utama dalam kampung

2. Configuration; Tatanan tansformasi spasial b. Interior arrangements Pola spasial

c. Floor plan Ruangan d. Building Sosok bangunan e. District Teritori

f. City structure Pola sirkulasi kampung

3. “Whole”; Tatanan tansformasi kultural

a. “Place” Makna tempat/ruang Makna ruang, ditinjau dari pola sirkulasi dalam bangunan

b. “Room” Ruang dan ruangan yang terbentuk Pola spasial dan ruangan yang terbentuk, menunjukan pola aktivitas dalam bangunan c. “Built Space” Luas terbangun Luas massa bangunan tambahan

d. Block Bangunan dan lingkungan sekitarnya Area selebar setengah dari jarang antar bangunan tradisional di kanan dan kiri bangunan

e. Neighborhood Kawasan perkampungan Keseluruhan elemen fisik dan spasial dalam perkampungan Sumber: Analisis penulis (2011)

(10)

2.f. City structure (Pola sirkulasi kampung) City structure terbentuk dari konfigurasi major arteries dalam suatu kota, yang membentuk jaringan jalan di dalam kota tersebut. Lebih lanjut city structure mendefinisikan batasan kepekaan atas ruang dan teritori yang masih intim untuk manusia (Habraken, 1983). City structure diadaptasi menjadi struktur jaringan kampung berdasarkan jalur-jalur sirkulasi yang

terbentuk di dalam suatu lingkup

perkampungan tradisional.

3. “Whole”; tatanan transformasi kultural

3.a. “Place” (Makna tempat/ruang)

Habraken (1983) mendefinisikan “place” sebagai tempat dimana penghuni tinggal. Lebih lanjut Habraken (1998) menyebutkan bahwa “place” merupakan ruang yang disediakan oleh konfigurasi furnitur beserta perabotan dan segala barang milik penghuni rumah yang ditempatkan dalam suatu furnitur atau disekitarnya.

Pengertian “place” yang digunakan sebagai dasar pengadaptasian adalah pengertian

pertama bahwa “place” merupakan

tempat/ruang berlangsungnya kegiatan

kehidupan sehari-hari para penghuni.

Poin ini dianalisis berdasarkan pergeseran

pemaknaan tempat/ruang pada rumah

tradisional masa kini dibandingkan makna ruang pada rumah tradisional berdasarkan tata aturan budayanya.

3.b. “Room” (Ruang dan ruangan tambahan) “Room” didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diletakkan furnitur didalamnya (Habraken, 1983), baik berupa ruangan dengan bidang penyekat pada sisi-sisinya, maupun pola spasial yang terbentuk oleh suatu objek. “Room” diadaptasikan menjadi bentukan-bentukan ruang dan ruangan pada rumah tradisional masa kini yang mengindikasikan perubahan pola aktivitas di dalam bangunan.

3.c. “Built space” (Luas terbangun)

“Built space” didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat dibagi menjadi

ruangan-ruangan (Habraken, 1983). Sedangkan

terjemahan harfiah dari built space adalah

area terbangun. Berdasarkan kedua

pengertian tersebut, “built space” diartikan

sebagai luas area terbangun pada rumah tradisional masa kini, yang pada kenyataannya area ini terbagi menjadi ruangan-ruangan.

Poin ini dianalisis berdasarkan luas

penambahan bangunan dibandingkan kondisi asli rumah tradisional.

3.d. Block (Bangunan dan lingkungan

sekitarnya)

Block didefinisikan sebagai tempat suatu bangunan berada (Habraken, 1983). Block diadaptasikan menjadi area yang terpengaruh oleh keberadaan suatu rumah tradisional.

Sehingga, yang dimaksud block dalam

penelitian ini adalah area di sisi-sisi rumah tradisional selebar setengah dari jarak antar bangunan.

3.e. Neighborhood (Kawasan perkampungan) Neighborhood merupakan kesatuan dari objek fisik bangunan dan jalan serta pola-pola spasial yang terbentuk disekitarnya yang membentuk suatu kawasan. Pada teori

Habraken (1983), neighborhood meliputi

kawasan suatu lingkungan binaan yang terlingkup oleh batasan penelitian.

Hasil adaptasi terhadap poin ini, neighborhood

dimaksudkan sebagai satu kampung

tradisional. Keseluruhan elemen fisik dan pola spasial yang terbentuk dalam kampung pada masa kini merupakan bentuk transformasi dari kondisi asli perkampungan tradisional. Poin ini dianalisis berdasarkan keberadaan elemen fisik dan pola spasial baru di dalam perkampungan

yang diidentifikasi dengan cara

membandingkannya dengan hasil studi

kepustakaan mengenai kondisi asli pola perkampungan tradisional yang diamati.

(11)

Kesimpulan

Berdasarkan pengadatasian yang telah

dilakukan, diketahui bahwa teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J.

Habraken pada buku Transformation of the

Site (1983) dan The Structure of the Ordinary (1998) secara umum dapat diterapkan untuk menelaah transformasi yang terjadi pada lingkungan permukiman tradisional. Beberapa penyesuaian yang dilakukan terhadap teori tersebut tidak mengubah substansi yang dikemukakan oleh Habraken.

Meskipun demikian, terdapat beberapa poin dari teori Habraken yang tidak sesuai untuk diterapkan secara langsung dalam menelaah transformasi yang terjadi di lingkungan permukiman tradisional. Hal ini dikarenakan kondisi permukiman tradisional yang masih menerapkan prinsip kebersamaan dan sistem-sistem sosial yang mengacu pada adat-istiadat suku bangsanya, yang tidak berlaku pada permukiman di perkotaan. Poin-poin yang tidak sesuai tersebut antara lain adalah major artery, district, dan block.

Poin major artery dirasa tidak sesuai untuk

diterapkan pada semua lingkungan

permukiman tradisional karena umumnya pada kampung tradisional tidak terdapat suatu

jalur khusus yang menjadi tempat

bermuaranya jalur-jalur sirkulasi. Umumnya pada kampung tradisional hanya terdapat suatu ruang terbuka yang menjadi tempat berkumpul seluruh penduduk kampung. Pada beberapa suku bangsa, ruang komunal ini juga menjadi muara dari seluruh jalur sirkulasi yang terdapat di dalam kampung. Namun, pada beberapa suku bangsa yang lain ruang komunal ini terpisah dari jalur-jalur sirkulasi di dalam kampung.

Sedangkan poin district dan block secara

umum tidak dapat diterapkan pada lingkungan permukiman tradisional. Hal ini dikarenakan pada lingkungan permukiman tradisional umumnya tidak dikenal batasan teritori atau kepemilikan atas suatu wilayah hunian. Sehingga secara spasial tidak dapat ditelaah

transformasi yang terjadi akibat pergeseran teritori dari suatu bangunan. Adaptasi yang

paling sesuai untuk poin district adalah

perubahan daerah disekitar bangunan yang menjadi area sirkulasi penghuni suatu rumah, sebagai akibat perubahan fisik rumah tradisionalnya baik berupa penambahan luas bangunan maupun letak pintu rumah.

Sementara pengadaptasian poin block cukup

sulit untuk dilakukan, mengingat pola kehidupan di permukiman tradisional yang masih menerapkan sistem sosial berdasarkan tata aturan adat istiadat dari suku bangsanya. Teori transformasi lingkungan binaan yang dikemukakan oleh N.J. Habraken cukup

mampu untuk menelaah

perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lingkungan permukiman tradisional. Namun, tidak dapat mengkaji perubahan fisik yang berkaitan erat dengan tata nilai dan tradisi masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian-penelitian lanjutan untuk menemukan teori yang paling sesuai untuk digunakan dalam menelaah transformasi di lingkungan permukiman tradisional yang sarat akan tata nilai tradisi yang menjiwai kehidupan bermukim anggota suku bangsanya.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Dr. Ir. Wiwik Dwi Pratiwi, MES atas ilmu dan pengetahuan pada mata kuliah AR 6142 Perancangan dalam Konteks Transformasi. Terima kasih juga kepada Indah Widiastuti, ST. MT. Ph.D dan Dr. Eng. Bambang Setia Budi, ST. MT. atas masukan-masukan bagi perbaikan materi.

Daftar Pustaka

Antoniades, A. C. (1992). Poetics of

Architecture: Theory of Design. John Wiley and Sons

Chen, Y.-R., Ariffin, S. I., & Wang, M.-H. (2008). The Typological Rule System of Malay Houses in Peninsula Malaysia. Journal

of Asian Architecture and Building

(12)

Ching, F. D. (2000). Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan. Jakarta: Erlangga

Funo, S., Ferianto, B. F., & Yamada, K. (2005). Considerations on Typology of Kampung House and Betawi House of Kampung Luar

Batang (Jakarta). Journal of Asian

Architecture and Building Engineering Vol.4 No.1 , 129-136

Groat, L., & Wang, D. (2002). Architectural

Research Methods. John Wiley and Sons Gruber, P., & Herbig, U. (2006). Settlements

and Housing on Nias Island Adaptation and

Development. In Trans Urban (pp. 70-87).

Wien: Verlag des Instituts für vergleichende Architekturforschung IVA

Habraken, N. J. (1998). The Structure of the

Ordinary. Cambridge, Massachusetts: MIT Press

Habraken, N. J. (1983). Transformation of the Site. Cambridge, Massachusetts: A Water Press

Habraken, N., Boekholt, J., Thyssen, A., &

Dinjens, P. (1976). Variations, The

Systematic Design of Support. MIT Press Klaufus, C. (2000). Dwelling as representation:

Values of architecture in an Ecuadorian

squatter settlement. Journal of Housing and

the Built Environtment , 341-365

Mentayani, I. (2008). Jejak Hubungan Arsitektur Tradisional Suku Banjar dan Suku

Bakumpai. Dimensi Teknik Arsitektur Vol.36

No.1 , Surabaya: Univ. Kristen Petra, 54-64

Noble, A. G. (2009). Traditional Buildings.

I.B.Tauris

Patandianan, M. V. (2005). Perubahan Fungsi

dan Bentuk Rumah Tradisional Toraja (Tongkonan). Bandung: Tesis Magister ITB

Pebriano, V. (2006). Budaya Bermukim

Masyarakat Dayak Dosan di Kalimantan Barat dari Rumah Panjang ke Rumah Tunggal. Bandung: Tesis Magister ITB Pratiwi, W. (2009). Tourism in Traditional Bali

Settlement: Institutional Analysis of Built Environment Planning. Verlag Dr Muller Rapoport, A. (1969). House Form and Culture.

Prentice Hall

Rukwaro, R. W., & Mukno, K. M. (2001). Architecture of Societies in Transition - The

Case of the Maasai of Kenya. Habitat

International , 81-98

Sachari, A., & Sunarya, Y. Y. (2001). Desain

dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung: Penerbit ITB

Schefold, R., Domenig, G., & Nas, P. (2004).

Indonesian Houses: Tradition and

Transformation in Vernacular Architecture. Singapore: Singapore University Press Setiada, N. K. (2003). Desa Adat Legian

Ditinjau dari Pola Desa Tradisional Bali. Jurnal Pemukiman Natah Vol.1 No.2 , 59-64 Wasilah, Prijotomo, J., dan Rachmawati, M.

(2011). Comparative Study of Traditional

Architecture Toraja and Mamasa.

International Journal of Engineering Science and Technology , 5507-5514.

Waterson, R. (1990) The Living House: an

Anthropology of Architecture in South-East Asia. Oxford University Press

Catatan Kaki

1 Materi Kuliah AR 6142 Perancangan dalam Konteks

Gambar

Gambar 1. Hierarki level lingkungan binaan  Sumber: Habraken (1998)
Gambar 2. Tatanan transformasi lingkungan binaan  Sumber: Analisis Penulis (2011)
Tabel 1. Penyesuaian kerangka analisis

Referensi

Dokumen terkait