LAPORAN PENDAHULUAN HEMATEMESIS MELENA
A. Konsep Penyakit 1. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja yang berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal gumpa (Nurarif, 2013).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey, 2005).
Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007).
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005 ).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer, 2000 : 634)
2. Etiologi
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas : a. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
b. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
c. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
e. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)
adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas.(Nurarif. 2013)
3. Anatomi Fisiologi a. Anatomi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. (Abadi. 2010).
Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencerna penting ke dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan dibatasi selaput lendir (membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisan-lapisan epitelium. (Pearce. 2009)
Organ saluran pencernaan dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.( Kus. 2004)
1) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. (Abadi. 2010) Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. (Pearce. 2009)
2) Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. (Kus. 2004)
3) Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. (Syaifudin. 2006)
4) Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. (Kus. 2004).
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
a) Lendir
b) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. (Kus. 2004)
c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) 5) Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. (Syaifudin. 2006) 6) Usus besar
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. (Kus. 2004)
7) Usus Buntu (sekum)
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8) Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). (Kus. 2004).
9) Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB) (Kus. 2004)
10) Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. (Kus. 2004) 11) Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. (Kus. 2004)
b. Fisiologi Sistem Pencernaan
Tujuan mengunyah adalah:
1) Menggiling dan memecah makanan 2) Mencampur makanan dengan air liur
3) Merangsang papil pengecap. Ketika merangsang papil pengecap maka akan menimbulkan sensasi rasa dan secara refleks akan memicu sekresi saliva. Di dalam saliva terkandung protein air liur seperti amilase, mukus, dan lisozim. Fungsi saliva dalam proses pencernaan adalah :
a) Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase. b) Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel
makanan dengan adanya mukus sebagai pelumas. c) Memiliki efek antibakteri oleh lisozim.
d) Pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang pupil pengecap.
e) Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam yang dihasilkan bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies. Selanjutnya adalah proses deglutition (menelan). Menelan dimulai ketika bolus di dorong oleh lidah menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan yang kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medula. Pusat menelan secara refleks akan mengaktifkan otot-otot yang berperan dalam proses menelan. Tahap menelan dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Tahap orofaring: berlangsung sekitar satu detik. Pada tahap ini bolus
diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke saluran lain yang berhubungan dengan faring.
Tahap esofagus: pada tahap ini, pusat menelan memulai gerakan
peristaltik berlangsung sekitar 5-9 detik untuk mencapai ujung esofagus. Selanjutnya, makanan akan mengalami pencernaan di lambung. Di lambung terjadi proses motilita. Terdapat empat aspek proses motilitas di lambung, yaitu:
o Pengisian lambung (gastric filling): volume lambung kosong adalah 50 ml sedangkan lambung dapat mengembang hingga kapasitasnya 1 liter
o Penyimpanan lambung (gastric storage): pada bagian fundus dan korpus lambung, makanan yang masuk tersimpan relatif tenang tanpa adanya pencampuran. Makanan secara bertahap akan disalurkan dari korpus ke antrum.
o Pencampuran lambung (gastric mixing): kontraksi peristaltik yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Dengan gerakan retropulsi menyebankan kimus bercampur dengan rata di antrum. Gelombang peristaltik di antrum akan mendorong kimus menuju sfingter pilorus.
o Pengosongan lambung (gastric emptying): kontraksi peristaltik antrum menyebabkan juga gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. (Syaifudin. 2006)
Selain melaksanakan proses motilitas, lambung juga mensekresi getah lambung. Beberapa sekret lambung diantaranya:
mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi pepsin dan membentuk lingkungan asam untuk aktivitas pepsin
membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat
bersama dengan lisozim bertugas mematikan mikroorganisme dalam makanan.
2. Pepsinogen: pada saat di ekresikan ke dalam lambiung, pepsinogen mengalami penguraian oleh HCL menjadi bentuk aktif, pepsin. Pepsin berfungsi dalam pencernaan protein untuk menghasilkan fragmen-fragmen peptida. Karena fungsinya memecah protein, maka peptin dalam lambung harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif (pepsinogen) agar tidak mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk.
3. Sekresi mukus: Mukus berfungsi sebagai sawar protektif untuk mengatasi beberapa cedera pada mukosa lambung.
4. Faktor intrinsik: faktor intrinsik sangat penting dalam penyerapan vitamin B12. vitamin B12 penting dalam pembentukan eritrosit. Apabila tidak ada faktor intrinsik, maka vitamin B12 tidak dapat diserap.
5. Sekresi Gastrin
lambung adalah etil alkohol dan aspirin. (Pearce. 2009). Makanan selanjutnya memasuki usus halus. Usus halus merupakan tempat berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di bagi menjadi tiga segmen, yaitu:
a. Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di bantu oleh enzim-enzim pankreas. Garam-garam empedu mempermudah pencernaan dan penyerapan lemak.
b. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki) c. Ileum (3,6 m/12 kaki)
Organ pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima 500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna, komponen empedu yang tidak diserap, dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk dieliminasi merupakan feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi. (Syaifudin. 2006).
4. Fatofisiologi
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang varises.
Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey, 2005).
akibat hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel hati.
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat, dan lain-lain.
5. Patoflow
Penyakit darah : leukimia, DIC, Purpura
trombositopenia, hemophilia Kelainan lambung & duodenum :
tukak lambung , keganasan Kelainan esofagus : varises
esofagus, esofagitis, keganasan
Pembesaran limfe dan asites Asam lambung meningkat
pola nafas HEMATEMESIS MELENA Nyeri akut
Feses hitam yang mengandung darah Gangguan menelan Pemasangan NGT
Mual, Muntah darah Nutrisi parenteral
Mual Risiko kekurangan Ansieatas
6. Manifestasi klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut: a. Gelisah
b. Suhu badan mungkin meningkat c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
d. Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih e. Rasa sakit di perut
f. Rasa kembung
g. Tonus dan turgor kulit berkurang h. Selaput lendir dan bibir kering
7. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis melena adalah:
a. Koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati)
b. Syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun)
c. Aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas)
8. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2) Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K,Ca dan Potassium serum pada diare yang disertai kejang).
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. 4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif
dan kualitatif terutama pada diare kronik.
b. Pemeriksaan diagnostik 1) Pemeriksaan fisik
Penurunan berat badan
Anemia
Demam
2) Pemeriksaan khusus Colon rektal
Rektosigmoideskopi
Barium enema
3) Pemeriksaan laboratorium LED
Hipokalsemia
Avitaminosis D
Serum albumin tinggi
4) Radiologis
5) Kolonoskopi
9. Penatalaksanaan medis
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
a. Pengawasan dan pengobatan umum
1) Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
2) Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
3) Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama belum ada darah.
4) Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
5) Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
7) Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
8) Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika yg tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
b. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
c. Pemberian pitresin (vasopresin)
d. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
e. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
f. Tindakan operasi
1) Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R) yang langsung disuntikkan intravena.
2) Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a) Laser photo coagulation b) Diathermy coagulation c) Adrenalin injection
B. Konsep asuhan keperawatan teoritis 1. Pengkajian
a. Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis
b. Keluhan utama
biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-tiba.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-tiba
2) Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat ulserogenik
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna
3) Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
6) Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam menjalankan perannya seperti semula.
7) Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja
mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
8) Pola penaggulangan stres
Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
9) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia, ascites.
3) Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
4) Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
5) Sistem persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat tak jelas.
6) Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),
penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare / konstipasi.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Nyeri akut b/d Agens cedera biologis
b. Ketidakefektifaan pola nafas b/d ansietas
c. Mual b/d penyakit esofagus
d. Ansietas b/d status kesehatan
e. Resiko kekurangan volume cairan b/d kegagalan fungsi regulator
C. Nurse Care Planning
No Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko kekurangan volume cairan Definisi : beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler, atau intraseluler.
Faktor risiko :
Kehilangan volume cairan aktif
Kurang pengetahuan
Penyimpangan yang mempengaruhi
absorpsi cairan
Penyimpangan yang mempengaruhi
akses cairan
Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan
Kehilangan berlebihan melalui rute normal ( mis : diare )
Usia lanjut
Berat bdan ekstrem
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan ( mis : status hipermetabolik )
Kegagalan fungsi regulator
NOC : Hydration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
No Indikator Awal Tujuan 1 Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal 5 2 Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran Mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
memberikan masukan nutrien dan cairan 6. Monitor berat badan 7. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian cairan intravena
Kehilangan cairan melalui rute
abnormal : mis : slang menetap )
Agens farmaseutikal ( mis : diuretik) 2 Gangguan menelan
Definition : abnormal fungsi mekanisme menelan yang dikaikan dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring, atau esofagus.
Batasan karakteristik
Gangguan fase esofagus
Abnormal pada fase esofagus pada pemeriksaan menelan
Pernafasan bau asam
Nyeri epigastrik
Menolak makan
Hematemesis
Regurgitasi isi lambung ( sendawa bawah ) 1 Mampu menelan adekuat 5 2 Mampu mengontrol mual 5 Pengiriman bolus ke
hipofaring selaras dengan
1. Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah dan kemampuan menelan
2. Menyuapkan makanan dalam jumlah kecil 3. Periksa tabung NGT atau gastrotomy sisa
sebelum makan
4. Hindari cairan atau menggunakan zat pengental 5. Monitor status paru menjaga / mempertahankan
Masalah perilaku makan
Gangguan dengan hipotonia signifikan
Riwayat makan dengan slang
Gangguan pernafasan
Anomali saluran nafas atas 3. Nyeri akut
Definition : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa ( international Association for study of pain ) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan menunjukkan perbaikan level nyeri dengan kriteria hasil :
No Indikator Awal Tujuan 1 Melaporkan nyeri berkurang 5 2 Ekspresi wajah saat nyeri 5 3 Gelisah 5 4 Mengerang / merintih 5
5 TTV 5
1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri secara komfrehensif
2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam 4. Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri 5. Monitor TTV
6. Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum nyeri menjadi berat
7. Pastikan klien menerima pemberian analgetik 8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
Mengekspresikan perilaku ( mis :
gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah )
Masker wajah ( mis : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis )
Sikap melindungi area nyeri
Fokus menyempit ( miss : gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan )
Indikasi nyeri yang dapat diamati
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Melaporkan nyeri secara verbal
Fokus pada diri sendiri
Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agens cedera ( mis : biologis, zat kimia, fisik, psikologis )
4. Mual
Definitoin : sensasi seperti gelombang di belakang tenggorok, epigastrium, atau abdomen yang bersifat subjektif dan tidak menyenangkan yang dapat menyebabkan dorongan atau keinginan
NOC :
Nausea & Vomiting Control : Disruptive effects
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, klien menunjukkan rasa mual hilang, dengan kriteria hasil :
NIC : Nausea Management
1. Dorong pasien memantau mual
untuk muntah
Rasa asam di dalam mulut
Faktor yang berhubungan : Biofisik
Gangguan biokimia ( mis : uremia,
ketoasidosis diabetik )
Penyakit esofagus
Distensi lambung
Peningkatan tekanan intra-kranial )
Tumor intra abdomen
Rasa makanan / minuman yang tidak enak di lidah
No Indikator Awal Tujuan 1 Mengakui timbulnya mual 5 2 Penurunan berat badan 5 3 Rasa tidak enak 5 4 Lesu / lemah 5
4. Kolaborasi dengan pasien untuk cara mengatasi mual
5. Dorong pasien untuk menjaga kebersihan mulut 6. Monitor asupan gizi dan kalori
Terapi
Distensi lambung
Iritasi lambung
Farmaseutikal ( ramuan obat ) 5 Ketidakefektifan pola nafas
Definition : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik :
Perubahan kedalaman pernafasan
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik
Bradipnea
Respiratory Status : Airway Patency
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
4 Cemas / kegelisahan 5
5 Terengah – engah 5
Indikator :
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan usaha untuk inspirasi
5. Buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift
6. Membaca mekanisme ventilator
Deformitas dinding dada
Definition : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom ( sumber sering sekali tidak sfesifik atau tidak diketahui oleh individu ) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu untuk bertindak menghadapi ancaman diharapkan pasien menunjukkan derajat kecemasan, Dengan kriteria hasil :
No Kriteria Awal Tujuan
1 Kegelisahan 5
2 Mermas – remas tangan 5
3 Kesulitan 5
4 Ketegangan wajah 5
5 Berkeringat 5
1. Anjurkan keluarga untuk tetap berada disamping klien
2. Berusaha memahami perspektif pasien dari kondisi stress
3. Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
4. Mendekati pasien untuk mempromosikan keamanan dan mengurangi rasa takut
5. Mendengarkan dengan perhatian
6. Mengidentifikasi ketika tingkat kecemasan berubah
Faktor yang berhubungan
Perubahan dalam :
Status ekonomi Lingkungan Status kesehatan Pola interaksi Fungsi peran Status peran
Pemajanan toksin Terkait keluarga Herediter
Infeksi / kontaminan interpersonal Penularan penyakit interpersonal Krisis maturasi
Krisis situasional Stress
Penyalahgunaan zat Ancaman kematian
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: EGC
Grace, P. A. dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media. Aesculapius.
Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta: EGC.
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC
Nurari. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorrain M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit, edisi 6, Jakarta: EGC.