• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar ilmu ukur tanah doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dasar ilmu ukur tanah doc"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

dasar teori praktikum ilmu ukur tanah

BAB II

DASAR TEORI

Dalam pekerjaan pengukuran progress mining atau survey perlu digunakan alat-alat untuk

mempermudah penyelesaian pengambilan data-data. Jenis alat yang digunakanpun sangat

mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam peker jaan tersebut. Alat yang umum digunakan

dalam pengukuran ini adalah theodolite.

2.1. Peralatan Pengukuran

2.1.1 Theodolite

Secara garis besar theodolit terbagi 2

Theodolit bagian atas, terdiri dari :

1. Plat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertical

2. Sumbu HOR

3. Nivo tabung

4. Telescop (teropong)

Pada teropong ini terdapat dua lensa, depan yang disebut lensa objektif dan belakang yang

disebut lensa okuler, dimana kedua lensa diletakkan sedemikian rupa sehingga sumbu optisnya

berimpit. Agar teropong bisa digunakan sebagai alat bidik pada bagian belakang dilengkapi

dengan dua garis salib sumbu yang terbuat dari benang laba- laba atau dengan cara digoreskan

pada kaca. Garis salib sumbu biasanya berupa garis tegak dan tiga garis mendatar yang biasanya

digunakan untuk pembacaan.

Theodolit bagian bawah, terdiri dari

1. Plat bawah

2. Lingkaran horizontal

3. Tabung sumbu luar dari sumbu vertical

4. Sekrup pengikat datar ( penyetel nivo)

5. Statip atau tripot atau kaki tiga yang berguna untuk menyangga theodolit

6. Centring.

2.1.1.1. Bagian – bagian dari theodolit dan kegunnannya

A. Tombol Focus yang berguna untuk memper jelas objek yang dituju

B. Nivo

Pada alat theodolit biasanya terdapat dua buah nivo yaitu nivo kotak yang terletak dibawah dan

nivo tabung yang terletak diatas dimana nivo sendiri berfungsi untuk mengetahui kedudukan

theodolit dalam keadaan waterpas dari kedua arah.

1. Teropong kecil untuk melihat bacaan horizontal dan vertical

Biasanya terletak disebelah kanan dari teropong besar yang berguna untuk membaca sudut

horizontal dan vertical.

2. Mikrometer

Alat ini terletak pada bagian kanan atas dari theodolit yang berguna untuk mempaskan bacaan

sudut horizontal dan vertical dengan cara diputar kedepan atau kebelakang agar sudut horizontal

dan vertical pas pada pembacaan sudut.

3. Centring

(2)

digantung di bawah alat ukur.

4. Statip

Berfungsi menopang alat ukur theodolit agar ketinggiannnya sesuai dengan ketinggian

pembacanya dimana kaki statip bisa digerakkan naik tunin.

5. Bak atau Rambu

Berupa garis garis yang tebalnya 1 cm yang berguna untuk menghitung jarak yang diukur yaitu

jarak antara alat berdiri dengan bak yang menghasilkan jarak miring.

Gambar 2.1. Bak Rambu Ukur

2.1.1.2 Pemasangan theodolit dan Pembacaan Alat Ukurnya :

Sebelum theodolit digunakan harus distel terlebih dahulu agar posisi theodolit bisa waterpas atau

level kesegala arah dan cara penggunaannya sebagai berikut :

Sebelum alat dikeluarkan dari tempatnya maka harus diperhatikan terlebih dahulu posisi alat

tersebut pada tempatnya, karena dikhawatirkan apabila tidak diperhatiakan posisinya,, setelah

dipakai dan akan disimpan kembali akan mengalami kesulitan . Untuk mempermudah pada

setiap alat pasti ada tandanya berupa titik merah atau hitam dan biasanya kedua titik tersebut

dalam keadaan sejajar bila akan dimasukkan pada tempatnya. Setelah posisi tandanya sudah kita

perhatikan lalu letakkan pesawat diatas statip atau kaki tiga lalu diikat dengan baut yang ada

pada statip. Setelah pesawat tereikat dengan sempurna pada statip baru pesawat yang sudah

terikat pada statip diangkat dan diletakkan diatas patok yang sudah ada pakunya.

Pertama tancapkan salah satu kaki di tripod sambil tangan dua memegang kedua kaki di tripod

lihat paku dibawah dengan bantuan centring, setelah paku terlihat baru kedua kaki yang kita

pegang ditaruh pada tanah (kalau sudah mahir tanpa melihat centring sudah bisa menentukan

posisi alat sudah tepat diatas patok atau palu (walaupun tidak pas). Setelah statip ditaruh semua

dan patok serta pakunya sudah kelihatan (walau tidak tepat) baru diinjak ketiga kaki di statip

agar posisinya kuat menancap ditanah dan alat tidak mudah digoyang . Setelah posisi statip kuat

dan tidak goyang barulah dilihat paku lowat centring, apabila paku tidak tepat maka kejar

(3)

270° dan nivo tabung ditengahkan dengan menggunakan sekrup yang C, setelah ditengah berarti

posisi nivo tabung dan kotak sudah sempurna dan keduanya ada ditengah. Setelah itu baru dilihat

centring apabila paku sudah tepat pada lingkaran kecil berarti alat tersebut sudah tepat diatas

patok apabila belum tepat maka alat harus digeser dengan cara mengendorkan baut pengikat

yang berada dibawah alat ukur. Setelah kendor geser alat tersebut agar tepat di atas paku. Perlu

diingat untuk merubah posisi alat agar tepat diatas paku harus digeser sekali lagi digeser dan

jangan diputar, sebab kalau diputar posisi nivo pasi akan berubah banyak. Setelah posisi alas

tepat diatas patok maka pengaturan nivo tabung diulangi seperti semula sehinga posisinya

ditengah lagi, seperti pada waktu penyetelan pertama. Setelah itu baru angka bacaan pada Skala

horizontal disetel dan diatur pada angka 000'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong, dan

arah Utara dengan menggunakan kompas arah, setelah itu di ukur tingginya alat dan alat siap

digunakan.

2.1.1.3 Pembacaan Mistar

Dalam pengukuran dengan menggunakan theodolit data yang diperleh salah satunya adalah

jarak. Jarak ini didapat dengan pembacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang

Bawah (BB).

Contoh : BA = 1750

BT = 1500

BB = 1250

Untuk mengetahui bacaan rambu salah atau benar dapat dicek dengan menggunakan rumus :

(BA +BB = BT)/2

BB + BA = 2BT

BB = 2BT – BA

BA = 2BT – BB

Contoh :

Diketahui, benang atas 1750 mm, benang bawah 1250

Jadi benang tengah =(1750 + 1250)/2 = 1500

Dalam hal ini Benang Tengah diusahakan menggunakan bilangan bulat. Contoh 1500, 1450,

1520, 1480 karena dengan dibulatkan akan memudahkan dalam perhitungan selanjutnya. Hasil

dari (BA – BB) x 100 merupakan Jarak Miring.

2.1.1.4 Koreksi Sudut Horizontal dan Vertical ( biasa dan luar biasa)

Dalam pembacaan sudut baik yang horizontal maupun vertiakal ada koreksinya- Cara

pengkoreksiannya adalah dengan pembacaan luar biasa. Setelah theodolit tepat pada posisi yang

dituju maka dibaca sudut horizontal maupun yang vertical.

Contoh :

Sudut Horizontal 179°37'28" (biasa)

Sudut vertikal 93°28 48 " (biasa)

Maka untuk mendapatkan pembacaan luar biasa alai theodolit kita putar 180°secara horizontal

dan teropong diputar 180° secara vertical maka akan didapat bacaan sebagai berikut :

(4)

179059'42" 359°59'51 "

Kalau hasilnyu baik untuk pembacaan sudut horizontal luar biasa- sudut biasa = 180°. Sedang

untuk koreksi pembacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa maka sudut biasa + luar biasa =

360°. Koreksi yang diijinkan adalah 200 dan apabila koreksinya > 20° maka alat survey tersebut

harus dikalibrasi. Setelah itu baru angka bacaan pada skala, horizontal distel dan ddiatur pada

angka 0°0'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong dan arah Utara dengan menggunakan

kompas arah Setelah itu diukur tingginya alat dan alat siap kerja.

2.2 . Pengukuran. (Survey)

2.2.1. Survey Original

Dalam kegiatan penambangan sebelum dimulai kegiatan yang lainnya, maka terlebih dahulu

akan dilakukan kegiatan survey original yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

permukaan tanah yang belum berubah karena belum ada kegiatan penambangan. Survey original

sebagai acuan untuk perhitungan volume progress. Dalam pekerjaan survey original atau

progress digunakan sistem line, dimana jarak dan data yang dihasilkan dari pengukuran ini

adalah jarak miring dan beda tinggi dan selanjutnya akan diketahui jarak datar dan beda tinggi

dari rumus tersebut diatas. Sebelm survey original dimulai biasanya terlebih dahulu dilakukan

kegiatan clearing agar mempermudah pekerjaan survey original . Hasil dari perhitungan original

berupa potongan melintang dimana setelah peta selesai barulah pekejaan penambangan dapat

dilakukan.

2.2.1.1 Pengukuran (survey) original

Cari atau tentukan titik dipatok simpanan pada lahan yang belum ditambang karena biasanya

surveyor pasti mempunyai simpanan titik atau patok yang disimpan didalam hutan agar tidak

hilang dan tidak dicabut . Setelah itu baru ditarik pada daerah yang akan dikembangkan dan

dipasangi patok dengan jarak tiap 10m dan patok tersebut didirikan alat dan dihitung jaraknya.

Didirikan alat pada patok-patok yang jaraknya kelipatan 10, akan didirikan alat untuk menembak

kiri dan kanan dengan menggunakan rambu untuk mengetahui jarak maupun beda tinggi.-

Dengan data original dapat digunakan untuk menggambar propil melintang dari daerah yang

diukur. Kegiatan ini merupakan dasar atau acuan untuk menghitung progress setelah tambang

dikerjakan.

3.2.2 Pengukuran (Survey) Progress

Survey progress adalah survey yang diakukan setiap bulan yang bertujuan untuk menghitung

berapa volume overburden (lapisan tanah penutup) yang telah diambil dan dipindahkan dari

lokasi tambang yang akan diambil batubaranya ketempat lokasi yang tidak ada batubaranya

(disposal area). Dari basil survey progress digunakan untuk menghitung berapa uang yang

dibayarkan dari pemilik lahan (owner) kepada kontraktor. Mengingat pentingnya pekerjaan

survey progress maka biasanya dilakukan oleh dua team survey yaitu kontraktor dan owner.

Hasil perhitungan kedua team survey akan dibandingkan dan dirata--ratakan. Data yang

diperoleh dan pengukuran survey progress adalah jarak datar, Beda Tinggi dan data ini akan

diplotkan pada peta yang sebelumnya sudah diplotkan data original pada line yang sama.

2.2.2.1 Cara Pengukuran Survey Progress

Metode pengukuran progress yang dilakukan pads PT. Alas Watu Utama adalah menggunakan

sistem penampang melintang atau sistem line dengan jarak antar line adalah 10 m. Untuk

(5)

dijadikan untuk mendirikan alat dan satunya untuk back sigh. Dari kedua titik tersebut tarik titik

ketempat lokasi dimana pada lokasi tersebut banyak terjadi perubahan karena diambil lapisan

atasnya atau overburden selama satu bulan. Dari tarikan tersebut dibuat baseline dimana jarak

tiap- tiap baseline 10 m. Dari baseline tersebut didirikan alat satu persatu untuk mengambil detail

baik kearah 900 atau 2700 dimana detail-detail tersebut diplot gambar- gambarnya yang akan

dijadikan acuan dalam menghitung luas areal tersebut . Hasil perhitungan luas dijumlahkan dan

dikalikan dengan 10 m (jarak antar line) yang akan menghasilkan volume.

Gambar 2.2. Contoh Pembuatan Baseline

Dalam pengambilan data, daerah yang diukur adalah seluruh daerah Yang berubah, cara

pengambilan data harus mengikuti lekuk- lekuk permukaan tanpa harus ada yang terlewati.

2.2.3 Arah

Dalam pekeerjaan survey, baik untuk survey geologi, pemetaan topografi. situasi maupun untuk

survey progress, arah atau azimuth merupakan hal yang harus dicari dilapangan. Ada dua cara

untuk mencari arah :

1. Dengan cara setiap alat berdiri, arah Utara disejajarkan dengan 00 pada piringan skala HOR.

Kelebihan dari cara ini tidak perlu menghitung besarnya sudut dari titik-titik yang ditembak

karena begitu ditembak skala horizontal sudah menunjukan arah sebenarnya. Sedangkan

k-ekurangannya adalah pada setiap berdiri alat harus mensejajarkan arah Utara dengan arah 0°

pada alat. Dengan demikian setiap berdiri alat harus memasang kompas arah, dan mensejajarkan

arah Utara dengan 0° pada piringan skala horizontal. Seperti diketahui magnet pada kompas arah

peka sekali terhadap bahan logam atau besi, sedangkan disekitar alat banyak perangkat survey

terbuat dari besi misalnya parang, tongkat payung dan lain- lain. Jadi dengan demikian

benda-benda tersebut mempengaruhi jarum kompas, arah Utara pada kompas, sehingga berpotensi

menimbulkan kesalahan arah.

Gambar 2.3. Pengukuran Dengan Menggunakan Arah Utara Sebagai Acuan

2. Setiap berdiri alat arah 0° pads Skala horizontal diarahkan ketitik sebetumnya. Keuntungan

dari cara ini adalah penggunaan kompas arah hanya pada waktu pemassangan alat untuk

penembakkan pertama kali atau pada awal pekerjaan¬. Kerugian dari cara ini terlalu banyak

menghitung sudut- sudut yang menggunakan bilangan derajat (0), menit (‘) dan detik (")

sedangkan bilangan derajat, menit dan detik merupakan bilangan yang sulit untuk dihitung

kecuali bagi yang sudah terbiasa menggunakannya.

Gamar 2.4. Pengukuran Dengan Patok Sebelumya Sebagai Acuan

2.2.4 Jarak miring atau jarak optik

Dalam pekejaan pengukuran yang menggunakan alat ukur iheodolit, yang tidakkalah pentingnya

selain arah dan azimuth adalah jarak. Jarak yang dimaksud adalah jarak optis. Jarak optis didapat

dari pembacaan mistar, bak atau rambu.

(6)

Dimana: BA =BenangAtas

BB = Benang Bawah

100 adalah bilangan konstanta pengali teropong.

Contoh : BA = 1750 mm

BT =1500 mm

BB = 1250 mm

Jarak Miring = (1750 mm- t250 mm ) x 100

= 50.000 mm

= 59 m

2.2.5 Jarak Datar

Untuk mencari jarak datar dapat dihitug dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini.

Cara 1:

Jarak Datar = Cos 2 α x Jarak miring

Contoh :

Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 ° 23' 48

BB = 1250

JM= 50 m

Maka slope atau sudut kemiringannya = 95°23'48"

90°00’00”

-5°23’48”

Jarak Datarnya Cos 5°23'48" = 0,9955674382

= 0,991154523 x Jarak Miring

= 0,991154523 x 50 m

= 49,557726 m

Cara 2:

Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut

vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48" maka rumus yang digunakan adalah :

Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 023' 48”

BB = 1250 JM= 50 m

Jarak- Datarnya Sin 2 95 023’ 48" = 0,995567438`

= 0,991154523 x Jarak Miring = 0,991154523 x 50 m

= 49,557726 m

2.2.6 Beda Tinggi

Beda tinggi merupakan hal yang juga sangat penting apalagi dalam pekeerjaan bangunan gedung

dan irigasi, kalau tidak teliti akan mengakibatkan kemiringan pada gedung atau aliran air yang

tidak sesuai dengan perencanaan. Pada pekerjaan pengukuran beda tinggi dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

(7)

BT=1/2Sin 2 α x Jarak Miring

Contoh.

Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250

pembacaan sudut vertikal 9523'48" JM= 50 m.

Makasudut kemiringannya adalah 95023'48"

90°00'00"

05023'48"

Beda tinggi = 5°23'48" x 2

= 10°47'36" Sin

Karena pembacaan sudut vertikal lebih dari 90° maka beda tingginya diberi tanda minus.

Cara 2

Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut

vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48” maka minus yang digunakan adalah :

Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250

pembacaan sudut vertikal 95023'48" JM = 50 m Beda tinggi =1/2 (95"23'48" x 2) x 50m

= 1/2 Sin 190'47' 361 ~ x 50m

=1/2(- 0,187267019) x 50m

= -0,093633509 x 50m = 4,681675 m

2.3 Kesalahan Dalam Pengukuran

Dalam pengukuran ada bermacam- macam kesalahan dan yang sering terjadi dilapangan ada tiga

macam kesalahan dalam pengukuran yaitu :

2.3.1 Kesalahan yang disebabkan karena alam

Dalam hal ini kesalahan disebabkan karena keadaan bumi yang sebenarnya melengkung atau

berbentuk bola tapi kita menggapnya lurus. Hal ini bisa ter jadi karena jarak yang diukur tidak

terlalu jauh sekitar 50 m sampai 80 m. Tapi karena jarak yang diukur tersebut berulang kali maka

dari jarak yang pendek-¬pendek tersebut digabung yang akan menjadi panjang dengan

sendirinya kelengkungan bumi akan berpengaruh terhadap ketelitian pengukuran. Tapi kesalahan

karena alam tidak terlalu berpengaruh terhadap penngukuran progress karena dalam pengukuran

progress jarak yang diambil tidak telalu jauh maksimal ± 70m sampai dengan ±100m. Jadi dalam

hal ini faktor alam bisa diabaikan. Faktor alam juga bisa disebabkan sinar matahari dimana pada

bagian nivo yang mudah mengembang jika terkena panas matahari . Maka dalam

pekerjaansurvey harus memaki payung jika cuaca dalam keadaan panas.

2.3.2 Kesalahan yang disebabkan oleh alat

(8)

rusak, rambu terbenam dilumpur sambungan rambu yang tidak tepat, rambu sudah rusak

sehingga tulisannya tidak jelas yang menyulitkan surveyor untuk-membacanya.

2.3.3 Kesalahan yang disebabkan manusia

Kesalahan disini lebih sering terjadi karena, orangnya belum mahir atau kondsi sudah dalam

kelelahan. Apabila, lokasinya jauh dan memerlukan perjalanan yang melelahkan. Untuk itu

disararankan apabila lokasinya jauh didalam hutan dan mernerlukan perjalanan yang jauh dan

melelahkan, lebih baik membuat basecamp dilokasi sekitar tempat kerja, agar bisa menyingkat

waktu dan menghemat biaya maupun tenaga. Adapun macam-macam kesalahan yang

ditimbulkan oleh manusianya, meliputi kesalahan dalam penyetelan alat, kesalahan dalam

pembacaan. Untuk mengatasinya perlu mencari surveyor yang mahir dan diusahakan tempat

menginap tidak jauh dari lokasi kerja dan disediakan fasilitas yang memadai.

2.4 Luas Penampang

Yang dimaksud dengan luas (L) adalah suatu nominal yang didapat dari perkalian antara panjang

(p) dan lebar (1) dari suatu bidang.

Dalam hal ini, luasnya adalah luas yang dihitung dalam peta atau gambar yang merupakan

keadaan bumi dengan proyeksi orthogonal. Luas penampang dapat dihitung secara mekanis

menggunakan alat ukur theodolite dan dioleh dengan menggunakan planimeter.

Ada bebempa cara yang dapat digunakan untuk menghitung luas, yaitu antara lain:

1. Dengan menggunakan kertas milimeter

Cara ini dilakukan dengan menghitung banyaknya kotak kecil per milimeter yang termasuk

dalam area pengukuran.

L= Luas

n= Banyaknya kotak per milimeter

2. Dengan menggunakan data koordinat

Cara ini dilakulan dengan menggunakan data-data koordinat (koordinat X, Y dan z)

L = Luas, Z = Elevasi, X= Koordinat X, n = point titik pengukuran

3. Dengan menggunakan alat Planimeter

Cara ini lebih mudah, karena dengan mengelilingi area penelitian (dalam bentuk peta) sudah

dapat diketahui nilai luas area tersebut.

4. Dengan menggunakan Software

Cara ini yang paling mudah yaitu dengan memasukkan data pengukuran dari theodolite ke dalam

komputer (software) seperti surfac,surfer, kemudian diolah dengan perintah-perintah yang

tersedia, maka dengan sendirinya akan dapat diketahui besaran luas dari daerah penelitian.

3.5 . Volume Tanah Penutup

Untuk menentukan volume tanah penutup, dapat diperoleh diantaranya melalui peta topografi

yaitu dengan cara membuat penampang melintang (cross section). Penampang melintang dibuat

tegak lurus terhadap kontur struktur batubara dengan interval tertentu antar penampang dengan

batas-batas sesuai rencana-rencana penambangan.

Adapun cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume tanah penutup, antara lain adalah

sebagai berikut :

1. Menentukan luas area per penampang (section) kemudian luas 1 ditambah luas 2 dibagi 2

kemudian dikalikan jarak per penampang- Atau dapat denggan meuggunakan rumus:

(9)

L = Jarak per area

Gambar 2.5. Penampang Melintang Rata-Rata

Kuliah D3 Fatek

Minggu, 19 Juli 2009

Laporan Praktikum Geologi Struktur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.

Geologi struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi,

metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah, dapat dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian deformasinya. Hal ini dapat dipadukan pada waktu dengan menggunakan kontrol stratigrafi maupun geokronologi, untuk menentukan waktu pembentukan struktur tersebut.

Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geologi yang berhubungan dengan proses geologi dimana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan, atau struktur internal batuan kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain.

Untuk memahami struktur geologi yang ada dan bagaimana proses terjadinya maka sangatlah perlu diadakan pengamatan secara langsung. Hal ini akan memudahkan dalam pemahaman serta dapat mengetahui secara langsung struktur geologi yang ada.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pelaksanaan kegiatan Praktikum Geologi Struktur Program Studi Geologi Pertambangan (Diploma III) Fakultas Teknik, Universitas Kutai Kartanegara, ini, meliputi :

• Melatih mahasiawa dalam mengenali struktu-struktur yang ada.

• Untuk melatih dalam menganalisa persoalan - persoalan geologi struktur dengan melihat bentuk rill dilapangan.

(10)

• Agar melihat secara, langsung bentuk kekar dan lipatan yang rill dilapangan.

• Untuk mengetahui arah penyebaran, stretigrafi, formasi, geometri unsur struktur, struktur garis, struktur bidang, kedalaman dan ketebalan batuan.

• Untuk menganalisa, kekar dan lipatan yang menggunakan mitode Roset (kipas), histrogram dan lainnya.

  BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Geometri Unsur Struktur

Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitu : 1) Geometris Bidang/ Struktur Bidang

- Bidang perlapisan - Kekar

- Sesar - Foliasi

- Sumbu lipatan, dll.

2) Geometris Garis/ Struktur Garis - Gores-garis

- Perpotongan dua bidang - Liniasi, d1l.

Pemecahan masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur bidang dan struktur garis seperti :

• Masalah besaran arah dan sudut, jarak dan panjang dari struktur bidang dan struktur garis, misalnya ; menentukan panjang dari segmen garis, sudut antara dua garis, sudut antara dua bidang, sudut antara gars dan bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik terhadap garis.

Kelemahan dari metode ini adalah ketelitiannya sangat tergantung pada faktor-faktor : • Skala penggambaran, ketelitian alas gambar dan tingkat keterampilan sipengambar.Namun

dibandingkan dengan metode-metode proyeksi yang lain (proyeksi perspektif dan proyeksi seterografi), metode ini lebih cepat untuk memecakan masalah struktur bidang dan struktur garis, karena secara langsung berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi, sehingga mullah dipahami.

Didalam metode grafis ini, struktur bidang dan struktur garis digambarkan pada bidang proyeksi (bidang horisontal dan vertikal) dengan cara menarik garis¬-garis proyeksi yang tegak lurus terhadap bidang proyeksi dan saling sejajar satu sama lain.

Definisi istilah-istilah dalam proyeksi orothogmfi

- Image Plane (IP) adalah bidang yang tegak lurus garis pandang, terletak antara mata si pengamat dengan objek yang akan digambar.

(11)

- Horizontal Plane (HP) adalah bidang khayal yang kedudukannya horisontal dan merupakan tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama Garis proyeksi dari suatu titik sifatnya akan vertikal dan tegak lurus terhadap bidang ini.

- Front Plane (FP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap bidang horisontal. Garis proyeksi yang ditarik dari suatu titik sifatnya horisontal dan tegak lurus terhadap bidang ini.

- Profile Plane (PP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap "Horizontal Plane" (HP) dan "Front Plane" (FP). Garis vertikal yang ditarik dari suatu titik, sifatnya horisontal dan tegak lurus terhadap bidang ini.

- Folding Line (FL) adalah garis khayal yang merupakan perpotongan dua bidang proyeksi. Garis ini berfungsi sebagai sumber putar bidang proyeksi vertikal sehingga kedudukannya menjadi horisontal. Prinsip ini merupakan salah satu dasar dari proyeksi orthografi yang merubah gambaran tiga dimensi menjadi dua dimensi.

2.2 Struktur Bidang

Struktur bidang dalam geologi, struktur dapat dibedakan menjadi "Struktur Bidang Rill " dan "Struktur Bidang Semu ".

1. Struktur bidang riil artinya bentuk dan kedudukan dapat diamati secara langsung dilapangan, antara lain adalah

• Bidang perlapisan. • Bidang ketidakselarasan. • Bidang sesar.

• Foliasi.

• Bidang sayap lipatan. Bidang yang disebut terakhir ini sebenarnya merupakan kedudukan bidang yang terlipat.

2. Struktur bidang semu artinya bentuk dan kedudukannya hanya bisa diketahui atau didapatkan dari hasil analisa struktur bidang riil yang lain, contohnya adalah :

• Bidang poros lipatan.

Dikaitkan dengan penggolongan struktur menurut waktu pembentukannya, maka dibedakan menjadi struktur bidang primer dan struktur bidang sekunder. Bidang-bidang yang termasuk dalam struktur bidang primer adalah bidang perlapisan, bidang foliasi bidang rekah kerut ( Mud Crack ), bidang kekar kolom ( Colomnar Joint ) pada batuan beku, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam struktur bidang sekunder adalah bidang kekar, bidang sesar, bidang sayap lipatan.

Pada umumnya struktur bidang dinyatakan istilah-istilah, yaitu 1) Jurus ( Strike)

2) Kemiringan (Dip).

2.2.1 Definisi Istilah-istilah Struktur Bidang.

a. Jurus (Strike) adalah Arah dan gars horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal.

(12)

horizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus.

c. Kemiringan Semu (Apparent Dip) adalah Arah tegak lurus jurus sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dan arah utara.

Keterangan :

A – L : Struktur garis pada bidang ABCD A – K : Arah Penunjaman (Trend)

A-K / K-A : Arah Kelurusan (Bearing) = Azimuth NAK β : Penunjaman (Plunge)

т : Rake (Pitch)

Gambar 2.1. Proyeksi Bearing dan Plunge

2.2.2 Cara Penulisan ( Notasi ) dan Simbol Struktur Bidang

Untuk menyatakan kedudukan suatu struktur bidang secara tertulis agar dengan mudah dan cepat dipahami, dibutuhkan suatu cara penulisan dan simbol pada pets geologi.

Penulisan ( Notasi ) struktur bidang dinyatakan dengan : - Jurus / Kemiringan

- Besar Kemiringan, arah kemiringan

a. Jurus / Kemiringan

• Sistem Azimuth, hanya mengenal satu tulisan yaitu N X°E/Y°, Besarnya X° antara 0° – 360° dan besarnya Y° antara 0° – 90°.

(13)

- Sistem Azimuth, N 145° E/30°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 35° W/30° SW atau S 35° E/30° SW.

- Sistem Azimuth , N 90° E/45°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 90° E/45° S atau N 90° W/45° S atau N 90° E/45° S atau S 90° W/45° S.

b. Besar Kemiringan, Arah Kemiringan (Dip,Dip Direction)

Misalnya : Sistem azimuth N 145°E/30°, maka penulisan berdasarkan sistem "Dip, Dip deriction ", adalah : 30°, N 235°E.

Penggambaran Simbol Struktur Bidang :

1. Garis jurus hasil pengukuran diplot dengan tepat sesuai arah pembacaan kompas di titik lokasi dimana struktur bidang tersebut diukur.

2. Tanda arah kemiringan digambarkan pada tengah-tengah den tegak lurus garis jurus searah jarum jam atau harga jurus ditambah 90° searah jarum jam. Panjang tanda kemiringan ini kurang lebih sepertiga panjang garis jurus.

3. Tulis besar kemiringan pada ujung tanda kemiringan.

2.2.3 Cara Mengukur Struktur Bidang dengan Kompas Geologi. 1) Pengukuran Jurus

Bagian sisi kompas (sisi "E") ditempelkan pada bidang yang diukur. Kedudukankompas dihorisontalkan, ditunjukkan oleh posisi level dari nivo "Mata Sapi" ( Bull's Eye Level ), maka hargayang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus bidang yang diukur. Benlah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah jurusnya.

2) Pengukuran Kemiringan.

Kompas pada posisi tegaktempelkan sisi 'W' kompas pada bidang yang diukur dengan posisi yang tegak lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat pada butir (1). Kemudian Dinometer dieter sehingga gelembung udaranya tepat berada ditengah (Posisi Level). Harga yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari bidang yang diukur.

3) Pengukuran Arah Kemiringan.

Tempelkan sisi "S" kompas pada bidang yang diukur. Posisikan kompas, sehingga. horizontal (nivo "mata lembu" level), baca angka yang ditunjuk oleh jarum utara kompas. Harga ini merupakan arah kemiringan (dip direction) dari bidang yang diukur.

2.2.4 Aplikasi Metode Grafis I untuk Struktur Bidang

Aplikasi yang diuraikan disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur bidang, antara lain : 1. Menentukan kemiringan semu.

2. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang sama. 3. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda. 4. Menentukan Kedudukan Bidang berdasarkan problems tiga titik (Three Point Problems).

(14)

2.3 Struktur Garis

Seperti halnya struktur bidang, struktur garis dalam geologi struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: • Struktur garis rill adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati langsung dilapangan misalnya gores garis yang erdapat pada bidang sesar.

• Struktur garis semu adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari onentasi unsur- unsur struktur yang membentuk kelurusan atau laniasi.

Berdasarkan seat pembentukanya struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis primer dan stn&w garis sekunder dari contoh-contoh struktur garis yang disebutkan diatas yang termasuk struktur garis primer adalah liniasi atau penjajaran mineral - mineral pada batuan beku tertentu ,arah liniasi struktur sedimen dan yang termasuk struktur garis sekunder adalah gores-garis , liniasi memanjang fragmen breksi sesar.garis poros lipatan dan kelurusan -kelurusan topografi, sungai, dsb.

Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah – istilah: - Arah penujaman (Trend) penunjaman (Plunge).

- Arah kelurusan (Bearing) dan Rake atau Pitch.

2.3.1 Definisi Istilah – istilah dalam struktur garis.

Arah penujaman (Trend) adalah jurus dari bidang vertical yang melalui garis dan menunjukan arah penunjaman garis tersebut ( hanya menunjukkan suatu arah tertentu).

Arah kelurusan (Bearing) adalah jurus dari bidang vertical yang melahn gar's tetapi tidak menunjukan arah penunjaman garis tersebut (menunjukkan arah – arah dimana, salah satu arahnaya merupakan sudut pelurusnya).

Rake (Pith) adalah besar sudut antara garis dengan garis horisontal, yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat besamya rake sama dengan atau lebih kecil 90 .

Keterangan :

A-B : Jurus (Strike) bidang ABCD, diukur terhadap arah utara

 : Kemiringan (Dip) bidang ABCD, diukur terhadap arah utara β : Kemiringan Semu (Apparent Dip)

O-A : Arah Kemiringan (Dip Direction)

(15)

2.3.2. Cara Penulisan (Notes) dan Simbol Strukur Garis

Untuk menyatakan kedudukan suatu sruktur garis secara, tertulis dan suatu cara penulisan simbol pada peta geologi.

Penulisan notes' sruktur garis dinyatakan dengan • "Plunge, Trend ( arah penujaman)".

• Sistem Azimuth , hanya mengenal satu penulisan yaitu Y°,N X° E. - Xo adalah "Trend',besarnya = 0° - 360°

- Y° adalah "Plunge", besarnya = 0° - 90° (sudut vertikal).

• Sistem Kwadran, Penulisan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga, mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya:

- Sistem azimuth, 30°,N 45° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°,N 45° E.

- Sistem azimuth, 45°,N 90° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°, N 90° E, atau 45° S 90°E.

2.3.3 Cara Pengukuran Struktur Garis dengan Kompas Geologi a. Pengukuran struktur garis yang mempunyai "Trend”

Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah gores garis pada bidang sesar, arah arus pembentukan struktur sedimen dan garis sumbu lipatan.

• Pengukuran Arah "Trend".

1. Tempelkan alat Bantu (buku lapanganl"Dipboard') pada posisi tegak dan sejajar dengan struktur garis yang akan diukur.

2. Tempelkan sisi "W' atau "E" kompas pada posisi kanan atau kiri alat Bantu dengan visir kompas ("Sighting Arm") mengarah kepenujaman struktur garis tersebut.

3. Levelkan/horisontalkan kompas (Nivo Mata Sapi, dalam keadaan horisontal), make harga yang ditunjuk oleh jarum utara, kompas adalah harga arah penunjamannya ("Trend").

• Pengukuran "Plunge" ( Sudut Penunjaman ).

1. Tempelkan sisi "W" kompas pada sisi etas alat bantu yang masih dalam keadaan vertikal.

2. Levelkan "Dinometer" dan baca besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala "Dinometer".

• Pengukuran "Pitch"( Rake ).

1. Buat garis horizontal pada bidang dimana sturktur garis tersebut terdapat (sama dengan jurus bidang tersebut) yang memotong struktur garis yang akan diukur "Rake " -nya.

2. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horisontal, butir (1) dengan struktur garis tersebut mengguna-k-an busur derajat.

b. Pengukuran Struktur Garis yang tidak Mempunyai "Trend"(Horisontal).

Adapun yang termasuk dalam struktur garis ini pada umumnya berupa arah¬arah kelurusan (arah limasi fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, arah kelurusan gawir sesar, d1l). Jadi yang perlu diukur hanya arah kelurusan (bearing) saja.

• Pengukuran "Bearing".

(16)

2. Pada posisi butir (1) levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan horisontal), make harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah"Bearing"-nya.

2.3.4 Aplikasi metoda grafis I untuk struktur garis

Aplikasi yang akan dibahas disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur garis antara lain : 1. Menentukan "Plunge" dan "Rake" sebuah garis pada suatu bidang.

2. Menentukan kedudukan struktur garis dari perpotongan dua bidang.

2.4 Tebal dan Kedalaman

Penentuan tebal dan kedalaman dalam geologi struktur pada dasarnya merupakan aplikasi dari metode grafis dan goneometris.

2.4.1 Tebal

Tebal merupakan jarak tegak lures antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan.

Gambar 2.3. Proyeksi Ketebalan

Secara garis besar, masalah–masalah penetuan ketebalan dapat dibedakan berdasarkan cara perhitungan nya menjadi :

1) Perhitungan berdasarkan pengukuran langsung

Perhitungan secara langsung hu dapat dilakukan dilapangan dengan syarat kemiringan lereng tegak lures dengan kemiringan lapisan,seperti :

- Medan datar/tak berelief dengan lapisan relatif tegak (Gambar 2.4.1.a). - Medan vertical dengan lapisan relative horizontal, (Gambar 2.4.1.b).

Gambar 2.4. Pengukuran medan vertical dan horizontal

(17)

Perhitungan secara tidak langsung im dapat dilakukan dengan macam-macam cara tergantung pada 1. Keadaan topografi.

2. Kedudukan lapisan batuan.

Unsur-unsur yang dijumpai dilapangan yang dipakai sebagai data perhitungan geometri adalah: 1. Lebar singkapan (s).

2. Kedudnkan /kemiringan lapisan batuan (o). 3. Besar sudut lintasan arahjums lapisan (). 4. Besar sudut kemiringan lereng /slope (β).

3) Menentukan Tebal Batuan Diilustrasikan sebagai berikut:

Dimana : w : Tebal Semu

o : Dip/Kemiringan Semu β : Slope/ Kemiringan Lereng

Dip > Slope

Rumus : t = w sin (180o - o – β}) t = w sin β

t = w cos β

Dimana : w = Tebal Semu

o = Dip/Kemiringan Lapisan β = Slope/Kemiringan Lereng t = Tebal Sebenarnya

2.4 Kedalaman

Kedalaman merupakan jarak vertical dari ketinggian tertentu (permukaan air laut) ke arah bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang.

Gambar 2.6. Proyeksi Kedalaman

Secara, garis besar, masalah – masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan /dibagi berdasarkan cara perhitungan nya menjadi :

1. Perhitungan berdasaarkan pengukuran tegak lurus jurus lapisan. 2. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus lapisan.

2.4.1 Pengukuran kedalaman pada, arah lintasan tegak lurus jurus lapisan 1. Medan datar/topografi tidak berelief

(18)

keterangan : d : Kedalaman

I : Panjang lintasan pengukuran

2. Medan /topografi dengan slope a. Dip searah dengan slope.

d = I (cos βo. tg o - sin βo) (Gambar 2.4.3) b. Dip berlawanan dengan slope.

d = I (cos βo . tg o + sin βo) (Gambar2.4.4)

2.4.2 Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan a. Dip searah dengan slope

d = I (tg o. cos βo. - sin o – sin βo) b. Dip berlawanan dengan slope d = I (tg o. cos βo. - sin o + sin βo)

2.5 Pola Singkapan dan Peta Geologi

Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta geologi .

Peta geologi adalah suatu peta yang menggambarkan keadaan geologi daerah tersebut, meliputi penyebaran batuan (litologi), penyebaran struktur dan bentuk morfologinya.

Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni: 1. Tebal lapisan.

2. Topografi/morfologi.

3. Besar kemiringan (Dip) lapisan. 4. Bentuk struktur lipatan.

Hukum " V" (V Rule)

Hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan

menghasillcan .suatu pola singkapan yang beraturan, diamana aturan tersebut dikenal dengan hukum "V". Aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut :

a) Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur.

b) Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng maka kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf "V" yang berlawanan dengan arah kemiringan lembah.

(19)

d) Lapisan yang miring searah dengan arah kemiringan lereng dimana kemumgan lapisan lebih besar danpada kemiringan lereng akan membentuk pola smgkapan dengan huruf "V" mengarah sama (searah) dengan arah kemiringan lereng.

e) Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng dimana besar kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng , maka pola singkapannya akan membentuk huruf "V" yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng /lembah.

f) Lapisan yang kemiringan nya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringan lapisan sama dengan kemiringan lereng/lembah maka pola singkapan tampak .

2.5.1 Metoda Pembuatan Pola Singkapan dan Peta Geologi

Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan cara mengamati singkapan-singkapan batuan yang dijumpai. Pengamatan singkapan batuan biasanya dilakukan dengan mengambil jalur disekitar aliran sungai disepanjang aliran sungai inilah dapat dijumpai smgkapan batuan dengan baik.

Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis batuan, penyebaran, kedudukanya, hubungan antar satuan (litologi), strukturnya (baik struktur primer maupun skunder).

a) Data singkapan dari flap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar (peta topogmfi) berupa simbol, tanda, warns.

b) Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan dapat berupa garis penuh (tegas) bila diketahui dengan pasti atau berupa garis putus-putus jiak diperkirakan.

c) Legenda peta diurutkan sesuai dengan urutan stratigmfi (hukum superposisi).

d) Penyebaran satuan batuan (pola singakapannya dapat ditarik batasnya diantara satuan batuan yang berlamw dengan memperhatikan hukum "V".

2.5.2 Pembuatan Penampang Geologi

Suatu gambaran yang memperlihatkan keadaan geologi secara vertical, sehingga diketahui hubungan satu dengan lamnya. Dalam pembuatan penampang geologi dipilih suatu jalur tertentu sedemikian rupa, sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas semua keadaan geologinya secara vertikal. Dalam hal ini dipilih atau dibuat suatu jalur yang arahnya tegak lurus terhadap jurus umum lapisan batuan, sehingga dalam penampang akan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang asli (true dip).Namun

pembuatan penamapang terkadang jugs melalui jalur yang tidak tegak lurus terhadap jurus lapisan batuan maka disini penggambaran besar kemiringan lapisan nya adalah merupakan kemiringan lapisan semu (apparent dip) yang besarnya sesuai dengan arah sayatan terhadap jurus lapisan batuan.

Rekonstruksi :

a) Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan (tegak lurus atau tidak). b) Buat "base line" yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang peta geologi.

c) Buat "end line" dan berikan angka – angka yang menunjukan ketinggian sesuai dengan skalanya. d) Buat "profile line" dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong garis penampang, dan kemudian hubungkan.

(20)

2.6 Metoda Statistik

Metoda, statistik, yakni suatu metoda, yang diterapkan untuk mendapatkan kisaran harga rata – rata atau harga maksimum dari sejumlah data acak satu jenis struktur . dari sim kemudian dapat diketahui kecenderungan – kecenderungan, bentuk pola, ataupun kedudukan umum dari jenis struktur yang sedang dianalisa .

Metoda, statistik yang sering atau umum dipakai dalam kegiatan analisa struktur, terdiri dari 2 (dua) metoda, yang pengelompokannya, didasarkan etas banyaknya parameter yang akan diketahui hasil statistiknya.

Metoda statistik dengan satu, parameter yakni pembuatan diagram yang didasarkan atas, sejumlah data struktur yang hanya, memiliki satu, parameter saja.

Metoda statistik dengan dua parameter yakm pembuatan diagram --diagram, bedasarkan sejumlah data struktur yang memiliki parameter.

2.6.1 Diagram Kipas

Tujuan diagram ini dimaksudkau untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur yang data-datanya, hanya, terdiri dari satu unsure pengukuran.

Tabulasi data - data pengukuran yang terkumpul dimasukan kedalam suatu. table (tabulasi data),dengan tujuan untuk mempermudah proses dalam pembuatan diagramnya. Dalam hal ini jumlah data tidak terdapat batasan mengenai banyak nya data yang harus dikumpulkan. Semakin banyak data lapangan dalam analisa, make hasilnya akan mendekati keadaan sebenarnya.

Pembuatan Diagram Kipas

Dari pemasukan data-data pengukuran kedalam data suatu tabel diperoleh harp prosentase maksimum 24%. Harga ini dipakai sebgai patokan untuk menetukan panjang jari –jari diagram setengah lingkaran . Panjang jari–jari Dari harga maksimum 24% = 6 cm. kemudian panjang jari–jari tersebut dibagi enam , sehingga, setiap satu, interval berharga, 4%. Selanjutnya dari setiap interval dibuat busurnya, dengan pusat titik nol dan panjang jari–jari sama, dengan interval yang bersangkutan. kemudian bagilah sisi paling luar dari busur sesuai dengan pembagian arahnya. Melalui pembagian interval tersebut tariklah garis- garis kearah pusat busur.

2.6.2. Diagram roset.

Tujuan diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur yang data – datanya hanya memiliki satu pengarahan.

Tabulasi data –data pengukuran lapangan yang terkumpul dimasukan kedalam suatu table dengan tujuan untuk mempermudah pembuatan diagramnya.

Pembuatan diagram roset

(21)

2.7 Kekar

Suatu rekahan yang relative tanpa mengalami pergesaran pada bidang rekahannya . penyebab tedadinya kekar dapat disebabkan oleh gejala tektonik maupun non tektonik. Klasifikasi kekar ada beberapa macam, tergantung dasr klasifikasi yang digunakan, diantaranya :

a) Berdasarkan bentuknya. b) Berdasarkan ukurannya. c) Berdasarkan kerapatannya.

d) Berdasarkan cara terjadinya (genesanya). 2.7.1 Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya

a. Shear joint (kekar gerus), tedadinya akibat adanya tegasan tekanan (compressive stress).

Gambar 2.8. Kekar Gerus

• Tanda-tanda untuk mengetahui kekar genus ini - Bidang kekar rata (lurus)

- Adakala terdapat struktur "Pumice" akibat pergeseran yang sangat kecil.

- Bidang kekar rata dan rapat, tak ada pengisian walau memotong batuan yang bermacam-macam maka dibidangnya tetap rata.

b. Kekar tegangan (Tension joint) atau kekar tarik adalah kekar yang terjadi karena gaya tarik (tension) diman kekamya tegak lurus dengan gaya pembentuknya.

Gambar 2.9. Kekar Tarik

• Tanda-tanda kekar tarik di lapangan - Sifatnya membuka

- Biasanya rekahanya terisi dengan batuan lain

- Bidang kekar tidak rata, sehingga jika memotong permukaan akan berupa garis yang tidak lurus. Tension joint (tension stress), dibedakan atas ;

a. Extension joint, terjadi akibat pemekaran atau tarikan. b. Release joint, terjadi akibat berhentinya gaya yang berkerja.

2.7.2. Analisa Kekar

Secara skematis prosedur analisanya dalah sebagai berikut : Pengumpulan atau pencataan data – pengelompokan data- penyajian data- analisa data- interpretasi- diskusi.

Untuk analisa data , digunakan metoda statistic yang dilakukan dengan: a. Diagram kipas.

- Pita radial. - Garis radial. b. Histogram.

(22)

Tujuan analisa :

- Menentukan kedudukan atau arah umum dari kekar. - Menentukan arah umum dari gaya utama.

2.8 Sesar

Suatu, bidang rekahan atau zona rekahan yang telah mengalami pergeseran. Beardasarkan tipe gerakannya secara umum dibedakan atas :

a. Sesar translasi, yaitu jenis sesar yang pergeseranya sepanjang garis lurus.

b. Sesar rotasi , yaitu jenis sesar yang pergeseranya, mengalami perputaran/ terputar. Sifat pergeseran sesar dapat separation ( pergeseran semu) dan slip pergeseran relative) :

a. Separation jarak adalah tegak lurus antara dua bidang yang tergeser dan diukur pada bidang sesar. b. Slip adalah pergeseran relative pada sesar , diukur dari blok 1 ke blok lamnya, merupakan pergesaran titik - titik yang sebelumnya berimpit. Total pergeseran relatifnya disebut dengan net — slip.

Unsur-unsur / istilah dalam sesar :

a. Bidang sesar , yaitu, suatu, bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang tergeserkan.

b. Dip sesar, yaitu sudut antara, bidang sesar dengan bidang horisontal dan diukur tegak lurus jurus sesar. Strike dan dip sesar menunjukkan kedudukan dari bidang sesar.

c. Hade yaltu sudut antara, garis vertikal dengan bidang sesar, dan merupakan penyiku dari dip sesar. d. Thrue , yaitu komponen vertikal dari slip / speration diukur pada bidang vertikal yang tegak lurus jurus sesar.

e. Heave, yaitu komponen horisontal dari slip / separation , diukur pada bidang vertical yang tegak lurus, jurus sesar.

f. Hanging wall dan foot wall yaitu blok yang terletak diatas bidang sesar dan dibawah bidang sesar.

Gambar 2.10. Struktur Sesar.

2.8.1 Klasifikasi bidang sesar

Penamaan dari suatu sesar adalah tergantung dari dasar klasifikasi yang digunakan, diantara sebagai berikut :

Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya

a. Thrust fouls, jika tegasan utama maksimum dan intermediate adalah horisontal. b. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.

c. Wrench fault (strek slip fault), jika pola tegasan utama maksimum dan minimum adalah horisontal.

2.9 Lipatan

Merupakan basil perubahan bentuk dan suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dan lengkungan pada unsure garis atau bidang di dalam bahan tersebut.

Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada dua macam :

(23)

yaitu :

a. Flexur /Competent Folding termasuk di dalamnya Parallel Fold. b. Flow /Incompetent Folding termasuk di dalamnya Similar Fold. c. Shear folding.

d. Aexure and flow folding.

2.9.1. Unsur-unsur lipatan

a. Antiklin adalah unsur shuktur lipatan dengan bentuk convex keatas dengan urutan lipatan batuan yang tua di bawah dan yang muda diatas.

b. Sinklin adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk concave keatas dengan uratan lapisan batuan yang tua dibawah dan yang muda di etas.

c. Antiform adalah unsur shuktu lipatan seperd antil-din dengan lipatan batuan yang tua diatas dan yang muda di bawah.

d. Sinform adalah unsur struktur lipatan seperd sinklin dengan lapisan batuan tua diatas dan yang muda di bawah.

e. Hinge adalah pelenkungan maksimum dari lipatan f. Crest adalah puncak titik tertinggi dari lipatandil.

Gambar 2.11. Struktur Lipatan

2.9.2 Klasifikasi lipatan

Untuk menamakan suatu lipatan harus sesuai dengan klasifikasi yang sudah ada, yang mane klasifikasi tersebut ada bermacam-macam tergantung dari dasar yang di gunakan.

2 9.3 Analisa Lipatan

Analisis lipatan dilakukan untuk mengetahui arah lipatan, kedudukan bidang sumbu dan garis sumbu, bentuk lipatan,penunjaman dan pole tegasan yang berpengaruh terhadap pembentukan lipatan.

Untuk struktur lipatan yang ben&uran kecil (mikro) dan bentuk tiga dimensi dapat ditaksirkan, analisanya dilakukan dilapangan dengan cara mengukur langsung unsur-unsurnya (kedudukan garis-garis sumbu bentuk lipatan, dan arah penunjaman).

Untuk lipatan berskala besar (mayor fould) dimana sexing bentuk utuhnya tidak teramati secara langsung atau struktur lipatan itu sudah terkikis make terhadapnya dilakukan analisis yang berdasarkan pada : a. Mengukur kedudukan struktur bidang yang terlipat, yakni bidang perlapisan (bedding or lentation) pada batuan sediment dan bidang-bidang foliasi pada batuan metamorf.

b. Mengukur kedudukan "deavage" (deavage orientation) yakni rekahan yang bervariasi sejajar dan umumnya sejajar pula dengan kedudukan bidang sumbu lipatan ( axial plane deavages ).

c. Mengukur bidang-bidang dan garis-garis sumbu lipatan-lipatan kecil Hinge lines of small fold).

(24)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pelaksanaan praktikum geologi struktur dapat disimplkan bahwa :

1. Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.

2. Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris

yaitustruktur bidang dan struktur garis dimana struktur bidang terdiri dari Bidang perlapisan kekar, sesar, foliasi dan sumbu perlipatan sedangkan struktur garis terdiri dari gores-garis, perpotongan dua bidang, liniasi dan lain-lain.

3. Struktur geologi perlu di pelajari karena pada daerah ini merupakan tempat terperangkapnya mineral-mieral berharga.

4. Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta geologi.

5. Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni: • Tebal lapisan.

• Topografi/morfologi.

• Besar kemiringan (Dip) lapisan. • Bentuk struktur lipatan. 6.

3.2 Saran

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian di RSUD Ulin Banjarmasin bagian Obstetri dan Ginekologi didapatkan usia dengan risiko abortus berulang yaitu usia muda yg berkisar < 20

Potensi produksi perikanan alami di Waduk Sempor yaitu 51,83 ton/tahun, jika benih ikan yang akan ditebar memiliki bobot 25 gr/ekor serta rata-rata bobot ikan hasil

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 7 Tahun 2001 tentang Retribusi dan Sewa Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah

Bila dibandingkan antara hasil dari penukar kation dan anion , data yang diperoleh lebih stabil pada resin kation dibandingkan dengan resin anion yang tidak stabil pada hasil Ca

"roses pengeluaran sputum dari paruparu, bronkus dan trakea yang dihasilkan oleh klien "roses pengeluaran sputum dari paruparu, bronkus dan trakea yang dihasilkan oleh

Kolom ini digunakan untuk menentukan tipe data dari variabel yang akan dimasukkan data dari variabel yang akan dimasukkan ke dalam program SPSS.. ke dalam

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah melalui pelayanan bagian umum, khususnya dalam pengelolaan linen di rumah

Kondisi SM Rimbang Baling sangat memprihatinkan saat ini, dan sangat disayangkan jika pada akhirnya, pemasalahan yang terjadi di kawasan konservasi menyebabkan