• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KEPEMILIKAN PERUSAHAAN GULA MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERUBAHAN KEPEMILIKAN PERUSAHAAN GULA MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERUBAHAN KEPEMILIKAN

PERUSAHAAN GULA MANGKUNEGARAN

TAHUN 1946-1952

OLEH : WAHYUNINGSIH

K4406045

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

ii

PERUBAHAN KEPEMILIKAN

PERUSAHAAN GULA MANGKUNEGARAN

TAHUN 1946-1952

OLEH : WAHYUNINGSIH

K4406045

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Djono, M.Pd Drs. Hermanu Yubagyo, M.Pd

NIP.19630702 199003 1 005 NIP. 19560303 198603 1 001

(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dra. Sri Wahyuni, M.Pd 1...

Sekretaris : Dra. Sutiyah, M.Pd 2...

Anggota I : Drs. Djono, M.Pd 3...

Anggota II : Drs. Hermanu Yubagyo, M.Pd 4...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(5)

v

ABSTRAK

Wahyuningsih. PERUBAHAN KEPEMILIKAN PERUSAHAAN GULA MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Maret 2010.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) latar belakang berdirinya perusahaan gula Mangkunegaran, (2) proses perubahan status kepemilikan dari perusahaan gula Mangkunegaran pasca Kemerdekaan Republik Indonesia, (3) pengaruh pengambilalihan perusahaan gula Mangkunegran terhadap perubahan ekonomi “praja” dan pegawai perusahaan gula Mangkunegaran.

Sejalan dengan tujuan di atas, maka penelitian ini menggunakan metode historis. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, kemudian merekonstruksikan berdasarkan data yang diperoleh sehingga dapat menghasilkan historiografi. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer maupun sumber data sekunder. Sumber data berupa arsip-arsip tentang perusahaan gula Mangkunegaran dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan proses pengambilalihan perusahaan gula yang diantaranya meliputi; PP No. 16/ S.D tahun 1946, PP. No. 3 dan 4 tahun 1946, dan PP. No. 9 tahun 1947. Sumber tertulis sekunder berupa buku-buku yang mempunyai relevansi dengan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan wawancara. Studi pustaka yaitu memperoleh data dengan cara membaca literatur, surat kabar, dokumen atau arsip yang tersimpan dalam perpustakan. Wawancara ditujukan kepada para abdi dalem Mangkunegaran dan pegawai perusahaan gula Mangkunegaran.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Berdirinya perusahaan gula Mangkunegaran terjadi setelah diterapkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870-an untuk berkembangnya usaha penanaman tebu. Selain itu didukung oleh adanya kondisi geografis yang baik dan adanya usaha KPAA Mangkunegara IV untuk mendirikan perusahaan gula Colomadu dan perusahaan gula Tasikmadu, (2) Proses perubahan status kepemilikan dari perusahaan gula Mangkunegaran pasca kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan melalui kebijakan pengambilalihan perusahaan-perusahaan perkebunan Mangkunegaran oleh pemerintah, dan (3) Pengambilalihan perusahaan gula Mangkunegaran berpengaruh besar pada aspek ekonomi “praja”. Pengaruh lainnya terhadap kehidupan ekonomi pegawai perusahaan gula Mangkunegaran, yang ditandai dengan adanya perubahan harga sewa tanah yang naik dan adanya perubahan pegawai Belanda ke dalam tenaga kerja dari golongan bumiputera.

(6)

vi

ABSTRACT

Wahyuningsih. THE OWNERSHIP CHANGING OF MANGKUNEGARAN’S SUGAR FACTORY IN 1946-1952. Skripsi, Surakarta: Faculty of Education and Teachers Training, Sebelas Maret University, March 2010.

The aims of this research are to describe: (1) the background of the building of Mangkunegaran’s sugar factory, (2) the changing process of ownership status Mangkunegaran’s sugar factory post Indonesia Independence Day, (3) the influece of take over Mangkunegaran’s sugar factory to the economic life of “praja” and staffs sugar factory.

Along with the aims, this research to use historical method. Historical method is the process of testing and analyzing critically of the record and inheritance of the past and reconstructed to historiography. The source of data used primary and secondary data is archives of Mangkunegaran sugar factory and the regulation related to the taking over of the sugar factory; PP No. 16/S.D 1946, PP. No. 3 and 4 1946, PP. No. 9 1947. The secondary data source is the books that relevance with the problem of the research. The technique of collecting data is literary study and interview. The literary study is review of literatures, newspapers, documents or archives. Interview was done to the internal staffs of Mangkunegaran and the staffs that worked to Mangkunegaran’s sugar factory.

Based on the result of the research was conclude that: (1) The building of Mangkunegaran’s sugar factory was happened after the implementation of the growth of plantation and Agrarische Wet 1870’s, besides supported by geographical condition and efforts of KPAA Mangkunegara IV to built Colomadu and Tasikmadu sugar factory, (2) The changing process of ownership status Mangkunegaran’s sugar factory post RI independence day was marked by taking over the farming factory of Mangkunegaran by the Government, (3) The taking over of Mangkunegaran’s sugar factory was influence very important to the economic life of “praja” and staffs sugar factory, it can be seen the changing of land rent price is increasing and the alteration of Dutch workers to the internal worker.

(7)

vii

MOTTO

”Pabrik iki openono, senajan ora nyugihi, nanging nguripi, kinaryo papan pangupo

jiwone kawulo dasih” (Pabrik ini peliharalah, meskipun tidak membuat kaya, tapi

menghidupi, memberikan perlindungan, menjadi jiwa rakyat kecil )

(Mangkunegoro IV)

Bila kita belajar sejarah hanya sebatas hafalan dan nilai bagus saja, maka tidak akan ada gunanya, tetapi bila kita ditanamkan rasa cinta kepada tanah air, maka makna belajar sejarah akan mempengaruhi seluruh karya kita karena berkarya bukan sekedar dengan pikiran, tetapi dengan rasa yang menciptakan keunikan dan kreatifitas.

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

v Ayah dan Ibuku tercinta, terima kasih atas do’a dan dukungannya,

v Adikku Wuri Indri Astuti tersayang,

v My True Love,

v Mr. Mitshubishi S. terima kasih atas dukungan dan motivasinya,

v Sahabat-sahabatku Bunda Herlina, Siti, Nining, Ima, Aris dan teman sejarah ’06, v Keluarga besar Program Pendidikan Sejarah, v Teman-temanku di Lembaga Pendidikan SA

v My Bos dan teman di PT Uniflex Hyundai

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui atas permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Djono, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Hermanu Yubagyo, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan do’a dan segala dukungan.

7. K.R.T Soemarso Pontjosoetjitro dan segenap karyawan perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran atas dukungan dan kemudahan dalam penelitian ini. 8. Ir. H. Soeroto H.S atas dukungan dan kemudahan dalam penelitian ini.

9. Pihak PTPN IX yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di PG.Tasikmadu-Colomadu, dan Museum Gula Jawa Tengah di PG.Gondang Baru Klaten.

(10)

x

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Perubahan Sosial dalam Sistem Perkebunan ... 8

2. Kebijakan Pemerintah terhadap Perusahaan Perkebunan ... 21

(12)

xii BAB III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian ... 29

B. Metode Penelitian ... 30

C. Sumber Data ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Teknik Analisis Data ... 36

F. Prosedur Penelitian ... 37

BAB IV. PEMBAHASAN A. Latar Berdirinya Perusahaan Gula Mangkunegaran ... 41

1. Kondisi Geografis Mangkunegaran ... 41

2. Munculnya Perkebunan Tebu Mangkunegaran ... 42

3. Usaha Mangkunegara IV Mendirikan Perusahaan Gula ... 45

4. Perkembangan Perusahaan Gula Mangkunegaran ... 48

B. Proses Perubahan Status Kepemilikan Perusahaan Gula Mangkunegaran Pasca Kemerdekaan RI ... 58

1. Kondisi Perusahaan Gula Pasca Kemerdekaan ... 58

2. Kebijakan Pengambilalihan Perusahaan Gula ... 61

3. Perubahan Kepemilikan Perusahaan Gula Mangkunegaran ... 64

4. Reaksi Pihak Mangkunegaran ... 68

C. Pengaruh Perubahan Status Kepemilikan Perusahaan Gula Mangkunegaran... 70

1. Pengaruh bagi Kehidupan Ekonomi “praja” Mangkunegaran ... 70

(13)

xiii

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan………... 78

B. Implikasi……... 80

C. Saran…..……... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(14)

xiv

DAFTAR ISTILAH

Singkatan

BHM : Bewindvoeder over Het Mangkoenegorosche (penguasa Mangkunegaran) BPPGN : Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara

DMKM : Dana Milik Kekayaan Mangkunegaran (Fonds van Eigendomman van het Mangkoenegorosche Rijk’s)

GG : Gouverner General (Gurbenur Jenderal)

HMH : Hoofd van Mangkoenegoroshe Huis (Kepala trah Mangkunegaran) K.P.A.A : Kanjeng Pangeran Aryo Adipati

MN : Mangkunegaran (nama praja)

NIS : Netherlands Indishe Strootraam (Perkeretapian Swasta Hindia Belanda) PNP : Perusahaan Nasional Perkebunan (Lands Landbouw Bedrijven)

PNS : Perusahaan Nasional Surakarta PP : Peraturan Pemerintah

PPN : Perusahaan Perkebunan Negara

PPRI : Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia

SHS : Superior High Sugar ( Gula kelas nomer satu atau tertinggi) SS : Staats-Spoorwegen (Kereta Api Milik Pemerintah Belanda) SKK : Saibai Kigyo Kanrikodan (Badan Perusahaan Perkebunan)

(15)

xv

Glosari (Arti Istilah)

Absolute : mutlak

Acte van verband : perjanjian yang mengikat

Administratur : pengurus administrasi, manajer utama dari pabrik gula.

Afdeling : wilayah administrasi Pemerintah Kolonial Belanda di

Indonesia yang berada di bawah Karesidenan Algemene begroting : anggaran umum

Apanage : tanah lungguh yang diberikan kepada para bangsawan dan

pejabat kerajaan sebagai gaji. Beslit : surat keputusan

Bahu : ukuran luas sama dengan ¾ hektar

Bekel : petani penghubung antara pemilik atau penguasa tanah

dengan petani penggarap Cikar : andong.

Comissie van Beheer : Komisi Pengawas

Dubbel besture : pemerintahan ganda

Erfpacht : sewa tanah secara turun-temurun

Eigendomman : kekayaan milik pribadi: dana milik

Employe : pegawai kantor

Gratificatte : gratifikasi; penggolongan kerja.

Gurbernemen : Pemerintah Kolonial Belanda (setingkat Provinsi)

Gunseikan : Kepala Pemerintahan Militer Jepang.

Hofd Suiker (HS) : gula murni

Instalasi Carbonatie : pemasangan karbonasi

Jung : satuan luas sekitar 4 bahu atau 28,386 m2

Kapitalisme : sistem (paham) yang modalnya bersumber dari modal

(16)

xvi

hektar ditambah tanah pekarangan dan tegal.

Legiun : korps tentara milik kerajaan (praja) Mangkunegaran.

Matschappij : perkumpulan dagang perseroan

Praja Kejawen : kerajaan Jawa; wilayah kerajaan Jawa

Priayi : kerabat atau keluarga raja; bangsawan

Reorganisasi : pengorganisasian kembali; pembaharuan.

Sereh : jenis hama yang menyerang tanaman tebu.

Sinder : pengawas perkebunan tebu.

Superitenden : pimpinan administrasi yang mengatur suatu badan usaha milik

seseorang atau badan

Swapraja : pemerintahan yang berdiri sendiri (kerajaan)

Togyo Rengokai : Persatuan Perusahaan Gula (masa Jepang).

Tripple Effect : akibat yang berlibat tiga

Wachtgelder : pegawai yang dibebas-tugaskan dan menerima tunjangan.

Zelfbestuurgelen : peraturan pemerintah Mangkunegaran

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nama-nama Perusahaan Gula di Surakarta Perdistrik tahun 1863 Tabel 2. Ikhtisar tentang para apanage dari anggota kraton tahun 1871 Tabel 3. Produksi gula Pabrik Colomadu 1884-1889

Tabel 4. Produksi pabrik gula Tasikmadu 1884-1889

Tabel 5. Luas lahan tanaman tebu dan banyaknya tebu hasil pembelian dari pabrik gula Tasikmadu 1911-1917

Tabel 6. Luas Lahan Tebu Colomadu tahun 1904

Tabel 7. Keuntungan pabrik gula Mangkunegaran tahun 1899-1917

Tabel 8. Luas lahan tanaman tebu pabrik gula Mangkunegaran pasca krisis ekonomi dunia 1930-an

Tabel 9. Produksi Gula PG. Tasikmadu masa pendudukan Jepang Tabel 10. Perusahaan gula Mangkunegaran tahun 1945/1946

Tabel 11. Pengeluaran P.G Tasikmadu dan P.G Colomadu tahun 1945 Tabel 12. Nilaian pengeluaran tahun tebang 1946/ 1947 di PG. Tasikmadu

Tabel 13. Mangkunegaransche Eigendommenfonds yang dikuasai PPRI tahun 1947 Tabel 14. Daftar Gaji Pegawai P.G. Colo Madu Bulan Maret 1947

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Daftar Informan ... 87

Lampiran 2. Daftar pertanyaan ... 89

Lampiran 3 Peta Pabrik gula di Surakarta tahun 1920-an ... 93

Lampiran 4. Arsip Suiker Fabriek Colomadu 1930 ... 94

Lampiran 5. Arsip Suiker Fabriek Tasikmadu 1930 ... 95

Lampiran 6. Produksi gula tahun 1943,1944,1948 ... 96

Lampiran 7. Nilaian tebang PG. Tasikmadu tahun 1946/1947 ... 97

Lampiran 8. Daftar Gratificatte PG Tasikmadu tahun 1942-1952 ... 98

Lampiran 9. Turunan PP. No.16/SD Tahun 1946 ... 99

Lampiran 10. Turunan PP. No. 3 Tahun 1946 ... 100

Lampiran 11. Turunan PP. No. 4 Tahun 1946 ... 102

Lampiran 12. Penyerahan Perusahaan Mangkunegaran ke Pemerintah RI ... 104

Lampiran 13. Surat Kuasa Penyerahan Benda Milik Mangkunegaran ... 107

Lampiran 14. Turunan PP. No. 9 Tahun 1947 tentang PPRI ... 108

Lampiran 15. Turunan Keputusan Presiden RI Tahun 1952 ... 112

Lampiran 16. Foto-foto Lokasi Penelitian ... 124

(19)

xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Surakarta dan Jogyakarta merupakan bagian dari wilayah Jawa Tengah yang di sebut sebagai Vorstenlanden, yang berarti ”tanah raja-raja” atau ”daerah kerajaan Jawa”. Vorstenlanden merupakan daerah otonom yang tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan pemerintahan yang dibagi dalam dua karesidenan yakni karesidenan Surakarta dan Jogyakarta. Karesidenan Surakarta dibagi dalam dua wilayah yaitu Kasunanan Surakarta milik Susuhunan (Yang Disanjung) dan Mangkunegaran merupakan wilayah Adipati Mangkunegoro (Ribaan Negara). Kedua penguasa ini mempunyai istana di Surakarta (Larson, 1900 :1). Mangkunegaran mengacu pada dua konsep, yakni unit pemerintahan dan wilayah. Sebagai unit pemerintahan, yang dimaksud dengan Mangkunegaran adalah sebutan bagi sebuah praja atau kerajaan kecil atau kadipaten besar yang didirikan oleh Raden Mas Said yang kemudian bergelar Mangkuneggara I setelah perjanjian Salatiga 1757. Sebagai unit wilayah, Mangkunegaran terdiri dari kota praja dan daerah diluarnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pedesaan. Kota praja merupakan pusat pemerintahan yang berlokasi di Kota Surakarta bagian utara. Daerah pedesaan berlokasi di selatan Kota Surakarta yang sekarang menjadi Kabupaten Wonogiri dan sebagian lainnya di sebelah timur kota Surakarta yang sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Karanganyar (Wasino, 2008 : 11).

(20)

xx

Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di Jawa tahun 1830-an. Sistem Tanam Paksa sebagai kebijakan ekonomi kolonial Belanda di Jawa abad ke 19 ini tidak berlaku di daerah Vorstenlanden, karena telah berlakunya sistem apanage (tanah lungguh) di wilayah

Vosrtenlanden, khususnya di daerah Mangkunegaran.

Perkebunan tebu mulai berkembang di Jawa pada pertengahan abad XIX yang meliputi daerah kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. Pada tahun 1859 sudah berkembang perusahaan perkebunan swasta Barat untuk penanaman tebu di kedua kerajaan, khususnya di Surakarta. Pengusaha Eropa mendukung berkembangnya perusahaan perkebunan tebu dengan menanamkan modalnya ke daerah itu untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Hal ini ditandai dengan adanya 44 perusahaan yang bergerak dalam bidang penanaman tebu dari total 138 perusahaan Eropa di Solo pada tahun 1862, sedangkan pada tahun 1863 di Surakarta terdapat sedikitnya 46 pabrik gula. Dengan demikian 31% perusahaan Eropa di Surakarta bergerak dalam usaha perkebunan tebu (Vincent.J.H.Houbben, 2002 : hal 585-587).

Sistem Tanam Paksa berakhir secara resmi tahun 1870-an dan digantikan dengan sistem ”Politik Pintu Terbuka”, sehingga banyak pengusaha Belanda yang menanamkan modalnya di Jawa untuk usaha perkebunan tebu. Pelaku usaha bergeser dari pemerintah kolonial ke pengusaha swasta. Modal yang ditanamkan oleh pengusaha Belanda diinvestasikan dalam jumlah yang besar untuk usaha perkebunan tebu di Jawa, misalnya di daerah Mangkunegaran (Wasino, 2008 : 2). Dengan demikian, perusahaan perkebunan menjadi berkembang luas di Mangkunegaran pada masa”Politik Pintu Terbuka” setelah tahun 1870-an, karena pemerintah kolonial Belanda memberi kesempatan kepada pihak swasta dalam kebebasan untuk mendirikan usaha khususnya di bidang perkebunan tebu.

(21)

xxi

dilakukan Mangkunegara IV menjadikan beliau sebagai penguasa yang mandiri dan kuat (H.R.Soetono, 2000 : 2). KPAA Mangkunegara IV (1853-1881) mempelopori berdirinya perusahaan gula, yakni dengan mendirikan pabrik gula Colomadu tahun 1861 dan pabrik gula Tasikmadu tahun 1871. Tanah-tanah lungguh dari sanak saudara dan bangsawan di Mangkunegaran telah berhasil disewa untuk mendirikan perusahaan gula dengan imbalan ganti-rugi. Sistem apanage (tanah lungguh) bagi para abdi dalem dan pejabat telah diganti dengan sistem gaji. Tanah-tanah itu dikelola Mangkunegara IV menjadi perkebunan yang menanam komoditi ekspor yang menghasilkan keuntungan yang besar untuk industri gula.

Pada masa Mangkunegoro VII (1916-1944) dilakukan pemisahan keuangan praja dengan keuangan perusahaan. Perusahaan yang khususnya dalam industri gula, ketika itu berada di bawah suatu badan dengan nama Fonds van Eigendommen van het Mangkoenegorosche Rijk’s (Dana Milik Praja Mangkunegaran). Badan ini berada

di bawah pengelolaan Comissie van Beheer Fonds van Eigendommen van het Mangkoenegorosche Rijk’s (Komisi Pengelola Dana Milik Praja Magkunegaran).

Komisi terdiri dari kepala trah Mangkunegaran sebagai ketua komisi, superitenden (pimpinan administrasi yang mengatur suatu badan usaha) yang berasal dari bangsa Eropa atas persetujuan gurbenur jenderal, dan pegawai pamong praja Belanda yang ditunjuk residen. Kegiatan sehari-hari dari komisi ini dikelola oleh superitenden (Wasino, 2008: 78). Keadaan berubah saat pengelolaan perusahaan gula Mangkunegaran ini akhirnya beralih ke tangan pemerintah sebagai akibat perubahan sosial politik pasca kemerdekaan.

(22)

xxii

Kasunanan dan Mangkunegaran diatur dalam Peraturan Pemerintah 15 Juli 1946 No.16 untuk di jadikan sebagai satu karesidenan Surakarta (Arsip No. 464 MN, hal 4). Selain pengaturan sruktur kewilayahan itu pemerintah juga berusaha memulihkan perekonomian negara, sebagai contohnya adalah masalah ekonomi yang menyangkut perusahaan perkebunan.

Perekonomian pasca berakhirnya pendudukan Jepang dalam kondisi kacau dan tidak menentu, sehingga bangsa Indonesia sebagai bangsa yang telah merdeka harus membangun dan memulihkan perekonomian nasional. Langkah yang diambil pemerintah setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yakni dengan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 dan membentuk struktur pemerintahan. Pengakuan kemerdekaan akhirnya diperoleh bangsa Indonesia, tetapi tidak berarti perjuangan telah selesai dan berbagai masalah telah diselesaikan, terutama masalah yang menyangkut bidang ekonomi. Sejumlah persoalan kesehjateraan, perbaikan keadaan dan penciptaan struktur ekonomi nasional merupakan permasalahan negara yang penting untuk segera diatasi dan dipulihkan bagi kepentingan nasional (Leireza,R.Z.dkk.1996 : 92-95). Pemerintah menerapkan perekonomian yang sesuai dengan kepentingan rakyat atau hajat hidup orang banyak. Pemikiran membangun suatu perekonomian nasional muncul kembali dan menempati agenda utama kabinet pemerintahan, dengan mendasarkan pada :

pasal 33 UUD 1945 ayat 2)” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara, 3) Bumi, air dan kekayaaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

(23)

xxiii

perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kantor perusahaan perkebunan pemerintah (dulu Gouverments Landbouwbedrijven) di wilayah Jawa dan Sumatra, perusahaan yang tergabung dalam perusahaan Kasunanan, dan perusahaan yang tergabung dalam perusahaan Mangkunegaran.

Perlu di ketahui bahwa kajian ini tidak akan mengupas secara menyeluruh setiap perusahaan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah dalam Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia tersebut, melainkan akan dibatasi pada salah satu saja yakni perusahaan yang dimiliki Mangkunegaran, khususnya perusahaan gula. Hal ini terkait dengan suatu pandangan bahwa kajian yang dilakukan hanya bersifat mikro atau spesifik secara terbatas. Dengan demikian, diharapkan melalui kajian mikro itu akan dapat mengungkapkan dimensi perusahaan gula Mangkunegaran, khususnya pada masa terjadinya perubahan kepemilikan perusahaan gula tersebut dari pengelolaan Mangkunegaran yang beralih di bawah pengelolaan pemerintah RI. Perusahaan gula Mangkunegaran telah diambil alih pemerintah, yakni pabrik gula Colomadu dan pabrik gula Tasikmadu untuk di kelola oleh Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI). Pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tepatnya tahun 1952, perusahaan gula Mangkunegaran yang sebelumnya di kelola oleh Dana Milik Mangkunegaran telah dinasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia (Tempo, 12 September 1987: hal 29). Pengelolaan perusahaan gula Mangkunegaran yang diambilalih oleh pemerintah pada awalnya dikelola oleh BPPGN (Badan Pengelola Perusahaan Gula Negara) dan PNS (Perusahaan Nasional Surakarta), kemudian dilebur ke dalam PPRI (Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia).

(24)

xxiv

pengadilan Negeri Jakarta pada tahun 1952 tentang pembekuan harta kekayaan Mangkunegaran dapat memperjelas status kepemilikan perusahaan gula secara resmi adalah milik pemerintah. Perubahan kepemilikan perusahaan gula ini berdampak bagi kehidupan sosial-ekonomi Mangkunegaran.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti secara lebih mendalam serta mengangkatnya dalam sebuah skripsi yang

berjudul ”PERUBAHAN KEPEMILIKAN PERUSAHAAN GULA

MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :

1. Mengapa KPAA Mangkunegoro IV mendirikan perusahaan gula ?

2. Bagaimana proses perubahan status kepemilikan perusahaan gula Mangkunegaran setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ?

3. Bagaimana pengaruh pengambilalihan perusahaan gula terhadap perubahan kehidupan ekonomi ”praja” dan pegawai perusahaan gula Mangkunegaran?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang telah di rumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :

1. Latar Belakang KPAA Mangkunegoro IV mendirikan perusahaan gula. 2. Proses perubahan status kepemilikan perusahaan gula Mangkunegaran setelah

proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

(25)

xxv

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah manfaat penelitian secara teoritis dan manfaat penelitian secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat untuk : a. Menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang kebijakan ekonomi

pemerintah pasca kemerdekaan, khususnya tentang perubahan kepemilikan perusahaan gula Mangkunegaran tahun 1946-1952.

b. Menambah khasanah pustaka dan kajian mengenai industri perusahaan gula Mangkunegaran, khususnya pada saat dinasionalisasi tahun 1946-1952. c. Bahan masukan kepada pembaca untuk digunakan sebagai wacana dan

sumber data dalam bidang sejarah, khususnya sejarah lokal.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

a. Menambah khasanah penelitian pada Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

b. Menambah kajian penelitian sejarah lokal di Surakarta mengenai industri perusahaan gula Mangkunegaran pasca kemerdekaan.

(26)

xxvi

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Tinjauan Pustaka

1.Perubahan Sosial dalam Sistem Perkebunan a. Sistem Perkebunan

(27)

xxvii

Sistem perkebunan merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian yang bersifat komersial dan kapitalistik untuk komoditi ekspor di pasaran dunia. Sistem perkebunan sebagai bagian dari kegiatan sektor perekonomian modern, berbeda dari sistem pertanian tradisional masyarakat agraris yang masih subsisten dan pra-kapitalistik (pra-industrial), bentuk usaha kecil, tidak padat modal, penggunaan lahan terbatas, sumber tenaga kerja berpusat pada anggota keluarga dan kurang berorientasi pada kebutuhan pasar. Selanjutnya Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo (1991: 4) mengemukakan bahwa:

Sistem perkebunan diwujudkan dalam bentuk usaha pertanian berskala besar dan kompleks, bersifat padat modal (capital intensive), penggunaan areal pertanahan luas, organisasi tenaga kerja upahan (wage labour), struktur hubungan kerja yang rapi, dan penggunaan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi, serta penanaman tanaman komersial (comersial crops) yang ditujukan untuk komoditi ekspor di pasaran dunia.

Menurut William J.O. Malley (1988: 198), ”Perkebunan sebagai suatu komponen yang terdiri atas tanah, pekerja, modal, teknologi, organisasi dan skala tujuan”. Lebih lanjut J.O’ Malley menyebutkan bahwa:

Di dalam sistem perkebunan, semua faktor ini mungkin saja berbeda-beda, baik sepanjang masa maupun pada kurun waktu tertentu. Lahan perkebunan misalnya, dapat disewa selama jangka waktu panjang dari pemerintah, dari kesatuan-kesatuan pemerintah lokal yang mandiri, atau dari pihak lain yang berhak atas lahan tersebut.

(28)

xxviii

sebesar-besarnya dengan orientasi pada penanaman tanaman komoditi ekspor di pasaran dunia.

Sistem perkebunan Belanda dengan sifatnya yang komersial dan kapitalistik ini, salah satunya terlihat dalam perusahaan perkebunan tebu milik praja Mangkunegaran. H.R Soetono (2002: 2) menjelaskan bahwa:

Daerah Mangkunegaran merupakan bagian dari wilayah Vorstenlanden yang mengalami proses kapitalisasi, yakni dengan masuknya modal (capital) pengusaha Belanda untuk usaha perkebunan yang menghasilkan keuntungan besar. Kondisi ini ditandai dengan berkembangnya berbagai perusahaan perkebunan, misalnya perkebunan kopi, gula, teh, indigo, dan kina

Penanaman berbagai jenis tanaman perdagangan ini berlangsung sejak diterapkannya Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di Jawa tahun 1830-an. Sistem Tanam Paksa sebagai kebijakan ekonomi kolonial Belanda di Jawa abad ke-19 ini tidak berlaku di daerah Vorstenlanden, karena telah berlakunya sistem apanage (tanah lungguh), khususnya di daerah Mangkunegaran. Sistem Tanam Paksa berakhir secara resmi tahun 1870-an dan digantikan dengan sistem ”Politik Pintu Terbuka”, sehingga banyak pengusaha Belanda yang menanamkan modalnya di Jawa untuk usaha perkebunan tebu. Pelaku usaha bergeser dari pemerintah kolonial ke pengusaha swasta. Modal yang ditanamkan oleh pengusaha Belanda diinvestasikan dalam jumlah yang besar untuk usaha perkebunan tebu di Jawa, khususnya daerah Mangkunegaran (Wasino, 2008: 2).

(29)

xxix

gula Mangkunegaran dilakukan secara profesional dengan manajemen modern seperti halnya perkebunan milik swasta Barat (Belanda) dengan mempercayakan pengelolaan usahanya kepada tenaga kerja yang ahli di bidang perkebunan tebu, sehingga tenaga profesional dan administratur perusahaan gula di pegang oleh orang-orang Belanda (Wasino, 2008: 373-374).

Sistem perkebunan yang semula bersifat kapitalistik untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya mengalami perubahan setelah kemerdekaan bangsa Indonesia. Alasannya, pemerintah berusaha memisahkan perkebunan swasta Barat dengan perkebunan pemerintah. Langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan PP. No. 9 tahun 1947 tentang PPRI, salah satunya mengenai pengelolaan perusahaan perkebunan Mangkunegaran

b. Perusahaan Perkebunan

Perusahaan adalah sebuah organisasi atau lembaga yang mengubah keahlian dan material (sumber ekonomi) menjadi barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan para pembeli, serta diharapkan akan memperoleh laba bagi para pemilik usaha tersebut (Irawan dan Basu Swastha, 1992: 5). Heidirachman yang dikutip oleh Lestariningsih dan Suryatmojo (1996: 2) memberikan definisi perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisasi dan dijalankan untuk masyarakat dengan motif mendapatkan keuntungan.

(30)

xxx

memperoleh perimbangan yang paling menguntungkan (optimal) antara biaya dan pendapatan atau cost dan sale, serta antara usaha dan hasilnya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan adalah suatu organisasi yang mengolah sumber ekonomi menjadi barang dan jasa untuk memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan yang sebesar-besarnya dari proses produksi yang dilakukan

Masalah pemilihan bentuk jenis perusahaan harus ditetapkan pada saat perusahaan akan didirikan atau awal menjalakan usahanya itu. Pemilihan jenis perusahaan tentunya berdasarkan pertimbangan dan tujuan yang akan dicapai. Pertimbangan suatu bentuk perusahaan juga tergantung pada kepemilikan modal. Dalam hal ini bentuk perusahaan atau badan usaha ditinjau dari kepemilikan modalnya, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) Perusahaan atau badan usaha swasta, (2) Perusahaan atau badan usaha milik negara, (3) Perusahaan atau badan usaha milik koperasi. Dari ketiga golongan tersebut terdiri dari berbagai jenis perusahaan, yakni :

1) Perusahaan Perseorangan

Usaha ini dimiliki, dikelola dan dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab penuh terhadap semua resiko dan aktifitas perusahaan. Modal perusahaan berasal dari modal (dana) milik pribadi.

2) Firma (Fa)

Firma merupakan persekutuan dua orang atau lebih dengan nama bersama untuk menjalankan usaha, dimana tanggung jawab masing-masing anggota firma tidak terbatas, sedangkan yang akan diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi bersama-sama, jika menderita kerugian juga akan dipikul bersama dari para penanam modal usaha. Dengan demikian modal Firma berasal dari beberapa penanam modal.

(31)

xxxi

Berdasarkan pasal 19 KUHD yang dimaksud dengan perseroan komanditer adalah suatu bentuk perjanjian kerjasama untuk berusaha bersama antara orang-orang yang bersedia memimpin, mengatur perusahaan serta bertanggungjawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan orang yang memberikan pinjaman, tetapi tidak bersedia memimpin dan bertanggungjawab terbatas pada kekayaan yang dikutsertakan dalam perusahaan itu.

4) Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan terbatas adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyaim modal usaha yang terbagi atas beberapa saham, diantara setiap sekutu turut mengambil bagian sebanyak satu atau lebih saham. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi setiap pemegang saham.

5) Perseroan Terbatas Negara (Persero)

Perseroan sebelumnya adalah perusahaan negara. Terjadi perseroan karena perusahaan negara mengadakan penambahan modal yang ditawarkan pada pihak swasta untuk mengivestasikan modalnya.Dangan demikian dalam perseroan ada kesempatan bagi pihak swasta menanamkan modalnya.

6) Perusahaan Negara Umum (Perum)

Tujuan dari Perum adalah mencari keuntungan, tetapi kesehjateraan masyarakat tidak boleh diabaikan. Dalam Impres RI No.17 28 Desember 1967 menyatakan bahwa kegiatan yang utama dalam Perum terutama ditujukan untuk melayani kepentingan umum menyangkut jasa-jasa yang vital (utama).

7) Perusahaan Negara Jawatan (Perjan)

Kegiatan utama Perjan ditujukan terutama untuk pelayanan kepada masyarakat atau untuk kesehjateraan umum dengan memperhatikan segi efisiensinya. Perjan bisa memiliki fasilitas negara, sebab merupakan bagian dari Departemen Jenderal. Seluruh karyawannya berstatus pegawai negeri.

(32)

xxxii

Perusahaan daerah adalah perusahaan yang modalnya atau sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah, dimana kekayaan perusahaan dsipisahkan dari kekayaan negara. Tujuan dari perusahaan daerah ini adalah mencari keuntungan yang nantinya akan dipergunakan untuk membangun daerah.

9) Koperasi

Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan (kegotongroyongan), menjalankan usaha untuk mempertinggi kesehjateraan jasmani dari para anggotanya (Lestariningsih dan Suryatmojo, 1996: 7-16).

Setelah diuraikan mengenai perusahaan, maka perlu diuraikan mengenai perkebunan. Apabila mendengar kata perkebunan, maka imajinasi yang akan muncul dalam pikiran adalah suatu penanaman yang dilakukan dengan banyak tanaman dan bermacam-macam jenis. Secara specifik istilah perkebunan akan diuraikan lebih lanjut yang kemudian akan diambil suatu kesimpulan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 458), bahwa perkebunan berhubungan dengan hal berkebun, perusahaan yang mengusahakan kebun-kebun, dan tanah-tanah yang dijadikan kebun. Selanjutnya menurut Peter Salimdan Yenny Salim (1991: 680), Perkebunan berhubungan dengan ’hal yang berkenaan dengan kebun’ dan ’perusahaan kebun’. Dari dua pendapat diatas memiliki kesamaan pendapat bahwa perkebunan adalah sesuatu yang berhubungan dengan tanah, kebun dan perusahaan yang mengusahakannya. Pada konteks ini, perkebunan diartikan sebagai perusahaan yang mengusahakan kebun-kebun.

(33)

xxxiii

mulai dari pembibitan, pengolahan hasil sampai pemasarannya (Departemen Pertanian, dalam www.deptan.go.id/kpts).

Menurut William J.O Malley (1988: 198 ), “Perkebunan sebagai suatu komponen yang terdiri atas tanah, pekerja, modal, teknologi, skala, organisasi dan tujuan”. Dalam pengelolaan suatu perkebunan, terdapat berbagai unsur yang terlibat. Menurut Yayasan Agoekonomi (1983: 31), dalam suatu perkebunan terdapat unsur pemerintah, swasta dan rakyat yang bekerja sama dalam mengolah perkebunan untuk menghasilkan suatu hasil yang sama dan untuk memenuhi kebutuhan bersama. Dari pendapat di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perkebunan adalah suatu sistem kerja dalam suatu kegiatan pertanian dimana terdiri dari berbagai komponen, yaitu pemerintah, swasta, rakyat, tanah, pekerja, modal, teknologi, organisasi dan tujuan yang saling berhubungan dan berinteraksi satu dengan yang lain guna mencapai suatu tujuan atau hasil bersama.

Perusahaan perkebunan yang dimaksud dalam kajian ini adalah perusahaan gula Mangkunegaran. Perusahaan ini diprakarsai dan di bangun oleh KPAA Mangkunegara IV, yakni pabrik gula Colomadu dan pabrik gula Tasikmadu. Kajian mengenai perusahaan gula Mangkunegaran ini difokuskan pada masalah perubahan kepemilikan perusahaan gula dari milik Mangkunegaran menjadi milik pemerintah setelah Proklamasi Kemerdekaan RI.

c. Macam-macam Perkebunan

Pada masa kolonial, diwilayah nusantara khususnya Jawa, banyak dibuka perkebunan-perkebunan oleh para pengusaha swasta Barat, terutama dari Belanda. Hal ini merupakan akibat dari dikeluarkannnya Undang-undang Agraria (Agarisch Wet) pada tahun 1870. Menurut Sartono Kartodidjo dan Djoko Suryo (1991: 80) lebih

lanjut mengatakan bahwa:

(34)

xxxiv

dapat dibeli oleh non-pribumi untuk keperluan bangunan perusahaan (3) Untuk tanah domain lebih luas dan ada kesempatan bagi non-pribumi memiliki hak guna tanah, ialah : (a) sebagai tanah dan hak membangun (rech van opstal, disingkat RVO), (b) tanah sebagai erfpacht (hak sewa serta hak mewariskan) untuk jangka 75 tahun.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Agraria, satu alat produksi pokok ialah tanah telah diliberalisasikan, maka terbuka kesempatan seluas-luasnya untuk membuka perusahaan perkebunan. Macam-macam perkebunan yang dibuka di Jawa masa pemerintahan kolonial Belanda menurut William J.O Malley (1988) diantaranya adalah :

1. Perkebunan tebu yang menghasilkan gula sebagai komoditi yang sangat laku di pasaran dunia. Industri gula merupakan industri yang menguntungkan, terkemuka dan dalam beberapa segi merupakan industri teladan bahkan membantu terjadinya boom-ekspor dari tanam paksa mulai tahun 1830-an.

2. Perkebunan kopi yang dihasilkan berupa kopi sebagai barang dagangan yang menguntungkan pada Sistem Tanam Paksa. Kopi ditanam para petani bumiputera di Jawa atas paksaaan pemerintah Hindia-Belanda. Penanaman tersebar dari Banten, Karawang, Priangan, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Probolinggo, Banyuwangi dan Madiun.

3. Perkebunan Nila yang merupakan hasil tanaman yang sangat penting pada permulaaan masa Sistem Tanam Paksa, namun dalam perkembangannya, nila tidak begitu disukai oleh para pengusaha perkebunan Barat sehingga dihentikan penanamannnya.

(35)

xxxv

setelah masa Liberal (1870-1900) pengelolaan perkebunan dilakukan oleh pihak swasta yang mempunyai modal besar dari Eropa. Sejak 1870 mulailah babak baru dalam pengusahaan perkebunan, pihak swasta dengan modalnya mulai terlibat di dalamnya (Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991: 80). Dengan demikian sejak masa Politik Pintu Terbuka perusahaan perkebunan meningkat pesat dengan masuknya modal swasta dan Undang-undang Agraria 1870 yang mendukung luasnya pembukaan lahan-lahan perkebunan.

Permulaan abad XX mulailah korporasi-korporasi perseroan terbatas yang memiliki modal lebih besar dari Eropa (Belanda) yang ingin menguasai tanah-tanah perkebunan swasta yang telah ada. Korporasi-korporasi ini antara lain Nederlanches Handel Maatschapaij (NHM) yang sebenarnya telah berdiri sejak 1824, dan Handels

Vereeningen Amsterdam (HVA) yang telah berdiri tahun 1878. Kedua korporasi

besar ini berhasil memiliki puluhan perusahaan gula, beberapa perusahaan tembakau, teh, kopi, sisal dan sebagainya (Geertz, 1983: 89).

Daerah Mangkunegaran sebagai salah satu bagian dari Vorstenlanden, tidak lepas dari proses kapitalisasi perkebunan yang ditandai dengan berdirinya perusahaan perkebunan misalnya perkebunan gula, kopi, teh, indigo, dan kina (A.K.Pringgodigdo, 1950: 42). Pengelolaan perusahaan perkebunan di daerah

Vorstenlanden umumnya di bawah korporasi besar Cultur Mastscapaij der

Vorstenlanden, suatu korporasi sejak tahun 1913 telah berhasil memiliki puluhan

pabrik gula, beberapa pabrik kopi, tembakau dan teh (Geertz, 1983: 89).

(36)

xxxvi

Kuatnya korporasi-korporasi tersebut ditunjang dengan kerjasama yang baik terhadap bank-bank yang ada, misalnya De Javasche Bank, Nederlansche Indische Handels Bank, dan Chartered Bank. Dengan bantuan keuangan cukup besar,

korporasi-korporasi tersebut akhirnya mampu mengembangkan usahanya di sektor perkebunan sehingga tidak kurang dari tiga dasawarsa dengan keuntungan besar. Baru setelah timbulnya krisis ekonomi, sekitar tahun 1930-an, perusahaan perkebunan mulai tidak stabil, bahkan menurut laporan Liga Bangsa-Bangsa krisis ekonomi ini lebih berat dirasakan bangsa Indonesia daripada negara-negara lain (Wertheim, 1956: 78).

Kondisi ini tidak banyak berubah hingga berakhirnya kolonialisme Belanda pada tahun 1942 (saat masa pendudukan Jepang). Pada pendudukan Jepang eksploitasi lebih ditekankan pada kepentingan ekonomi perang. Perusahaan perkebunan untuk komoditi ekspor kurang diperhatikan, karena perkebunan yang diutamakan adalah untuk penunjang kebutuhan perang. Perkebunan yang dikembangkan Jepang terutama penanaman jarak, kina, dan rami (rosela).

Pasca kemerdekaan Indonesia, persoalan penguasaan aset perusahaan-perusahaan asing di wilayah ini menjadi isu yang cukup menarik. Persoalannya adalah bahwa peralihan kekuasaan dari pemerintah kolonial menjadi pemerintah Republik Indonesia tidak diikuti dengan peralihan penguasaan semua aset ekonomi. Pengalihan aset ekonomi hanya terjadi pada badan-badan pemerintah kolonial yang telah diambil alih oleh pemerintah Bala Tentara Jepang. Aset-aset asing yang dikuasai oleh pihak perusahaan swasta asing masih tidak jelas statusnya. Pengelolaan perusahaan-perusahaan itu menjadi terganggu akibat terjadinya perang kemerdekaan. Banyak pengusaha dan pekerja asing yang meninggalkan perusahaannya kembali ke negeri Belanda. Ada pula yang bertahan di Indonesia, meskipun usahanya tidak berjalan maksimal (Wasino, Makalah Workshop on the Economic Side of Decolonization, Agustus 2004. hlm. 1).

(37)

xxxvii

namun kemudian ditertibkan oleh Pemerintah Indonesia, terutama dilakukan oleh pihak militer. Salah satu penguasa bumi putra yang asetnya diambil alih oleh negara adalah perusahaan gula Mangkunegaran. Pengambilalihan aset milik Praja Mangkunegaran setelah berakhirnya pemerintahan swapraja berdasarkan Penetapan Pemerintah no 16/S.D. tanggal 15 Juli tahun 1946. Pengambilalihan perusahaan perkebunan dilakukaan berdasarkan kebijakan ekonomi pemerintah RI dengan mengeluarkan PP No.9 tahun 1947 tentang pembentukan Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI). Kebijakan pemrintah inilah yang akhirrnya menyebabkan terjadinya perubahan kepemilikan perusahaan gula Mangkunegaran, sehingga membawa dampak dan perubahan sosial di Mangkunegaran.

d. Pengertian Perubahan Sosial

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990: 981) pengertian perubahan adalah : a) Hal (keadaan) berubah, peralihan, perubahan; b) perubahan aktiva tetap yang tidak menambah jasanya. Pengertian sosial menurut Poerwadarminta (1984: 961) adalah segala sesuatu yang menangani masyarakat, kemasyarakatan, misalnya departemen-departemen yang bertugas mengurus kebaikan atau kesehjateraan masyarakat; perkumpulan yang bersifat (bertujuan) kemasyarakatan (bukan dagang atau politik); suka memperhatikan kepentingan umum. Pengertian sosial lainnya adalah segala aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya atau masyarakat (www.wikipedia.sosial-sosiologi.com).

(38)

xxxviii

perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005: 304-305).

Selo Soemadjan menyatakan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola peri kelakuan diantara kelompok dalam masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005: 305). Sementara Syahrial Syabarni (2002: 40) memberikan definisi perubahan sosial adalah pergeseran nilai-nilai sosial, perilaku, susunan organisasi, lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan cara hidup, sikap nilai dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang disebabkan oleh adanya perubahan kondisi geografis, komposisi penduduk, penemuan baru, lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang.

e. Faktor Penyebab Perubahan Sosial

Ada dua faktor yang menyebabkan perubahan sosial yaitu faktor dari dalam masyarakat dan faktor dari luar masyarakat. Adapun faktor yang berasal dari dalam masyarakat antara lain: (1) Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, (2) Penemuan baru, (3) Adanya konflik dalam masyarakat, (3) Toleransi pada hal-hal baru atau perubahan, (4) Kemajuan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan serta teknologi, (5) Sikap menghargai karya dan sikap maju orang lain, (6) Rasa tidak puas terhadap pola hidup lama atau monoton, (7) Terjadinya suatu pemberontakan atau gerakan yang bersifat reaksioner (Syahrial Syarbani, 2002: 42)

(39)

xxxix

Ciri-ciri perubahan sosial menurut Soerjono Soekanto (2005: 310) antara lain ditandai oleh hal berikut:

1) Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau cepat.

2) Perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga sosial lainnya.

3) Perubahan-perubahan sosial yang cepat, biasanya mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang sementara sifatnya di dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasai tersebut akan diikuti oleh suatu reorganiasasi yang mencakup pemantapan dari kaidah-kaidah dan nilai lain yang baru.

4) Perubahan-perubahan tidak bisa dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja, tetapi semua bidang kehidupan.

Faktor perubahan sosial ditandai dengan adanya perubahan di bidang politik dan ekonomi bangsa Indonesia, yakni perubahan politik diawali dari Proklamasi 17 Agustus 1945 untuk menjadi negara yang merdeka dan berdaulat dengan membentuk pemerintahan sendiri. Sedangkan perubahan ekonomi ditandai dengan adanya perubahan ekonomi masa kolonial menuju struktur ekonomi nasional, khususnya dalam pengelolaan perkebunan. Dengan demikian pasca kemerdekaan Republik Indonesia, telah terjadi perubahan sosial dalam sistem perkebunan yang menyebabkan perubahan status perusahaan pekebunan. Misalnya dalam perubahan kepemilikan perusahaan gula Mangkunegaran tahun 1946-1952 yang beralih dari perusahaan milik Mangkunegaran ke pemerintah RI.

f. Perubahan Sosial-Ekonomi di Mangkunegaran

(40)

xl

kemudian diserahkan kepada pihak penjajah (Noer Fauzi, 1999: 20). Semakin meluasnya usaha perkebunan dengan modal asing telah membawa dampak pada perubahan sistem perekonomian tradisional menjadi sistem pertanian komersial. Pada masa sistem ekonomi liberal telah memberikan kebebasan berusaha mengembangkan perusahaan perkebunan, sehingga kesempatan baik ini dimanfaatkan oleh KPAA Mangkunegara IV untuk membangun perusahaan gula.

Industri gula Mangkunegaran dan perkebunan tebunya pada abad XX telah berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi masyarakat Mangkunegaran. Pengaruh terjadi baik bagi keuangan praja maupun ekonomi masyarakat pedesaan. Industri gula ini tidak banyak mempengaruhi bentuk fisik desa dan tatanan pemerintahan di desa Mangkunegaran, tetapi mempengaruhi fungsi desa. Dalam hal ini desa mempunyai peran yang yang penting dalam pelaksanaan dan kegiatan produksi perusahaan perkebunan tebu.

Pemerintahan desa di wilayah Mangkunegaran merupakan sarana (alat) dari birokrasi istana untuk kepentingan penyedia tenaga kerja dan penyedia tanah. Industri gula Mangkunegaran berpengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi pedesaan yaang terjadi pada sektor tanaman pangan, terutama padi. Pengaruh lain dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat Mangkunegaran sebagai tenaga kasar dalam pengolahan tebu, mulai penanaman hingga tebang (rembang), dan pekerja bagi penduduk yang berpendidikan baik (Wasino, 2008: 376-378).

(41)

xli

Jakarta tahun 1952 menandakan Perusahaan gula Mangkunegaran secara resmi diambil alih pemerintah.

Perubahan pengelolaan gula Mangkunegaran secara ekonomi memperjelas bahwa status kepemilikannya dan hak kekayaan perusahaan beralih ke tangan pemerintah pusat yang menyebabkan Mangkunegaran kehilangan sumber pendapatan yang utama. Dampak perubahan ini bisa dilihat dari adanya perubahan manajemen (tata kelola) perusahaan gula, yang meliputi struktur pengelolaan, sistem produksi, administrasi keuangan, tenaga kerja dan sistem upah yang mengalami transisi ataupun perubahan sehingga berdampak bagi kehidupan sosial ekonomi di praja Mangkunegaran. Perubahan yang signifikan menyangkut keuangan dan kekayaan praja dari hasil pendapatan perusahaan gula.

2. Kebijakan Pemerintah a. Pengertian Kebijakan Pemerintah

Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia (tt:166) kebijaksanaan adalah kecermatan bertindak jika menghadapi suatu kesulitan atau masalah. Sedangkan menurut Mirriam Budiarjo (1982: 12) bahwa kebijaksanaan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha-usaha memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Kebijaksanaan memiliki makna yang hampir sama dengan kebijakan. Kebijakan dan keputusan merupakan bagian penting dari sistem politik suatu negara.

H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk

(42)

xlii

keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program (Said Zainal Abidin, 1988: 7-10).

Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Budi winarno, 2002:14). Secara lebih khusus kebijakan adalah pedoman untuk melaksanakan suatu tindakan (Steiner dan Miner, 1988: 22).

Menurut Dror yang dikutip oleh Miriam Budiarjo dan Tri Nuke Pudjiastuti (1996: 229), ”Kajian tentang kebijakan akan menyangkut pemahaman terhadap pembuatan dan penyempurnaan suatu kebijakan. Lingkup studi kebijakan sangat luas dari sebab-sebab diterapkan suatu kebijakan yang meliputi isi kebijakan, proses pelaksanaan kebijakan serta dampak suatu kebijakan”. Kebijakan juga mengandung komponen tindakan, yakni hal yang dilakukan pemerintah kepada pihak lain untuk menghasilkan orientasi, memenuhi peran atau mencapai dan mempertahankan tujuan tertentu (Holsti, 1988:158).

Setelah diuraikan mengenai pengertian kebijakan, selanjutnya perlu dikemukakan pengertian pemerintah. Secara etimologis Pemerintah berasal dari kata perintah. Menurut Poerwadarminto (1990: 775) kata tersebut mempunyai arti: perintah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu; pemerintah adalah kekuasaan memerintah suatu negara (daerah-daerah) atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara (seperti suatu kabinet merupakan suatu pemerintah); sedangkan yang dimaksud pemerintahan adalah perbuatan (cara, hal dan urusan) memerintah.

(43)

xliii

negara dalam kegiatan atau proses dijumpai (states of affairs); menunjukkan orang-orang (maksudnya pejabat-pejabat) yang dibebani tugas-tugas untuk memerintah (people charged with the duty of governing); menunjukkan cara, metode atau sistem

dimana suatu masyarakat diperintah (the manner, method or system by which a perticular society is governed).

Berpijak dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah adalah serangkaian rencana kegiatan yang dibuat oleh suatu lembaga negara yang mempunyai kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif dalam upaya mengatur dan memecahkan permasalahan negara. Kebijakan pemerintah mencakup semua aspek kehidupan, seperti dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Dalam kajian ini tentang kebijakan pengambialihan perusahaan perkebunan, khususnya perusahaan gula Mangkunegaran.

b. Penentu Kebijakan (Decision Maker)

Aktor-aktor atau pemeran dalam proses pembuatan kebijakan dapat dibagi ke dalam berbagai para pemeran resmi dalam proses pembutan kebijakan yang meliputi: badan-badan administrasi (agen-agen pemerintah atau birokrasi), presiden (eksekutif), lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Menurut Budi Winarno (2002: 85) aktor-aktor perumusan kebijakan antara lain :

1. Badan-badan Administrasi (agen-agen pemerintah)

Badan-badan adminstrasi dianggap sebagai badan pelaksana telah diakui secara umum dalam ilmu politik mengenai pemerintahan di suatu negara.

2. Presiden (eksekutif)

Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran penting dalam perumusan kebijakan. Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat dilihat dalam komisi-komisi presidential, maupun dalam rapat-rapat kabinet.

(44)

xliv

Lembaga yudikatif mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui pengujian kembali suatu undang-undang dan peraturan. Tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk menentukan tindakan-tindakan yang diambil oleh eksekutif maupun legislatif sesuai kontitusi. Keputusan yang bertentangan dengan konstitusi negara, maka badan yudikatif berhak membatalkan/ menyatakan tidak sah peraturan tersebut. 4. Lembaga Legislatif

Lembaga legislatif (DPR) bersama-sama dengan pihak eksekutif (presiden dan para pembantu presiden) memegang peran yang cukup krusial di dalam perumusan atau pembuatan kebijakan. Setiap undang-undang yang menyangkut kepentingan publik harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif.

c. Kebijakan Pemerintah RI terhadap Perusahaan Perkebunan

UUD 1945 merupakan landasan konstitusional negara Republik Indonesia. Konstitusi merupakan hukum dasar pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang terdiri dari Undang-undang Dasar (konstitusi tertulis) dan konvensi (konstitusi tidak tertulis). Pembukaan UUD 1945 dalam alinea keempat disebutkan tujuan negara adalah: ”...Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesehjateraan umum dan mencerdeskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia....”

(45)

xlv

Berdasarkan UUD 1945 tersebut, pemerintah menerapkan perekonomian yang sesuai dengan kepentingan rakyat atau hajat hidup orang banyak. Pemikiran membangun suatu perekonomian nasional, dengan mendasarkan pada :

pasal 33 UUD 1945 ayat 2)” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara, 3) Bumi, air dan kekayaaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

Kebijakan ekonomi pemerintah pasca kemerdekaan, misalnya dengan mengambilalih perusahaan perkebunan untuk membedakan perusahaan pemerintah dengan swasta asing (Belanda). Akhirnya pemerintah mengeluarkan PP no. 9 tahun 1947 tentang Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI). Tugas dari kantor ini adalah mengurus dan menyelenggarakan perusahaan-perusahaan milik negara yang tergabung dalam Kantor Perusahaan Perkebunan Pemerintah (KPP) yang pada zaman Belanda bernama Gouvernements landbouw bedrijven. Selain itu ini juga bertugas untuk mengurus perusahaan-perusahaan bukan milik bangsa asing yang dikuasai oleh negara, termasuk di dalamnya perusahaan-perusahaan bukan perkebunan. Sejak berdirinya PPRI, maka industri gula Mangkunegaran dikuasai secara langsung langsung oleh pemerintah Republik Indonesia (Wasino, 2004: 6). Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang penting dan memenuhi hajat hidup rakyat. Masa kolonial industri gula dipegang oleh swasta untuk mendapatkan keuntungan yang besar, sedangkan masa pendudukan Jepang kurang diperhatikan sebab ekonominya lebih ditekankan pada kepentingan perang. Industri gula merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga pengelolaannya diambil alih oleh pemerintah.

(46)

xlvi

kebijakan pemerintah terhadap perusahaan perkebunan pasca kemerdekaan telah menyebabkan perubahan kepemilikan perusahaan gula Mangkunegaran.

B. Kerangka Berpikir

Keterangan :

Pemerintah Republik Indonesia pasca kemerdekaan mengalami masa revolusi dalam membentuk pemerintahaan yang berdaulat, baik dari segi politik, sosial dan ekonomi. Pengakuan kemerdekaan bukanlah berarti penyelesaian masalah, terutama yang menyangkut di bidang ekonomi. Sejumlah persoalan kesehjateraan, perbaikan keadaan dan penciptaan struktur ekonomi nasional kembali muncul dalam bentuk yang lebih nyata untuk segera diatasi.

Sistem Perkebunan

Kebijakan ekonomi pemerintah RI pasca kemerdekaan

Perubahan sosial dalam sistem perkebunan Ekonomi RI berdasarkan UUD 1945

Pengambilalihan perusahaan perkebunan

Perubahan status kepemilikan Perusahaan gula Mangkunegaran

(47)

xlvii

Setelah lenyapnya pemerintahan Jepang dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak infrastruktur ekonomi yang rusak guna kepentingan perang. Perekonomian ini terutama di bidang usaha perkebunan yang telah lama menjadi andalan sejak kolonialisme Belanda dan tumbuh sangat pesat ketika masa liberalisasi dan kapitalisasi. Selain itu masih adanya modal asing dari swasta Belanda yang bergerak di bidang perusahaan perkebunan, menambah keruwetan masalah ekonomi. Kondisi tersebut menyebabkan ekonomi bangsa Indonesia kacau.

Pasca kemerdekaan Indonesia, persoalan penguasaan aset perusahaan-perusahaan asing di wilayah ini menjadi isu yang cukup menarik. Persoalannya adalah bahwa peralihan kekuasaan dari pemerintah kolonial menjadi pemerintah republik tidak serta merta diikuti dengan peralihan penguasaan semua aset ekonomi. Pengalihan aset ekonomi hanya terjadi pada badan-badan pemerintah kolonial yang telah diambil alih oleh pemerintah Bala Tentara Jepang. Aset-aset asing yang dikuasai oleh pihak perusahaan swasta asing masih tidak jelas statusnya. Sementara itu pengelolaan perusahaan-perusahaan itu menjadi terganggu akibat terjadinya perang kemerdekaan. Banyak pengusaha dan pekerja asing yang meninggalkan perusahaannya kembali ke negeri Belanda. Ada pula yang masih bertahan di Indonesia, meskipun usahanya tidak berjalan maksimal.

(48)

xlviii

Pintu Terbuka”, yakni dengan membangun pabrik gula Colomadu tahun 1861dan pabrik gula Tasikmadu tahun 1871.

(49)

xlix

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul

”Perubahan Kepemilikan Perusahaan Gula Mangkunegaran Tahun 1946-1952”

ini dilakukan dengan cara studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan sebagai tempat memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, antara lain perpustakaan:

a. Perpustakaan Program Pendidikan Sejarah FKIP UNS b. Perpustakaan Program Sastra Sejarah UNS

c. Perpustakaan FKIP UNS d. Perpustakaan Pusat UNS

e. Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran f. Perpustakaan PTPN IX

g. Monumen Pers Surakarta h. Perpustakaan Daerah Surakarta

(50)

l j. Perpustakaan Pusat UGM

2. Waktu Penelitian

Rencana waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejak proposal disetujui pembimbimg yaitu bulan April 2009 sampai dengan Januari 2010 (sepuluh bulan). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu tersebut diantaranya adalah mengumpulkan sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki keabsahan sumber, menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan terakhir menyusun laporan hasil penelitian.

Dengan jadwal penelitian, sebagai berikut :

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegiatan

Tahun 2009-2010 April

Mei Juni Juli-Agustus

September-Desember Januari

1. Pengajuan Judul 2. Penyusunan

Proposal

3. Pengajuan Surat Ijin

4. Pengumpulan Data 5. Analisis Data 6. Laporan Penelitian

(51)

li

Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang terdiri dari kata, yaitu methos berati jalan atau cara dan theodos yang berarti masalah.artinya cara atau jalan. Sehubungan dengan penelitian karya ilmiah, maka yang dimaksud dengan metode adalah cara kerja yang sistematis mengacu pada aturan baku yang sesuai dengan permasalahan ilmiah yang bersangkutan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Koentjaraningrat, 1986: 2). Dalam kamus The New Lexicon, metode adalah suatu cara untuk membuat sesuatu, suatu prosedur untuk

mengerjakan sesuatu, keteraturan dalam berbuat, berencana, dan suatu susunan atau sistem yang teratur (Helius Sjamsuddin, 2007: 13).

Menurut Mardalis (2002: 24) metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Metode dapat diartikan jalan, cara, atau petunjuk pelaksanaan atau merupakan petunjuk teknis (Dudung Abdurrahman, 1999: 43). Metode dapat diartikan tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan, yang melingkupi prosedur penelitian dan teknik penelitian (Iqbal Hasan, 2002: 21).

Menurut kamus Webster’s, Third New International Dictionary of the English Language, yang dimaksud dengan metode adalah :

1. Suatu prosedur atau proses untuk mendapatkan suatu obyek.

2. Suatu disiplin atau sistem yang acapkali dianggap sebagai cabang logika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk penyidikan ke dalam atau eksposisi dari beberapa subyek.

3. Suatu prosedur, teknik, dan cara melakukan penyelidikan sistematis. (Helius Sjamsuddin, 2007: 12)

(52)

lii

menjadi cerita sejarah melalui langkah atau metode historis. Dengan demikian metode historis merupakan langkah (cara) ilmiah yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.

Menurut Kuntowijoyo metode sejarah didefinisikan sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan penyajian sejarah. Menurut Gilbert J. Garraghan yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 43) meyebutkan bahwa metode sejarah adalah seperangkat asas-asas dan kaidah-kaidah yang sistematis yang digunakan secara efektif untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.

Metode penelitian historis menurut Louis Gottschalk dalam Dudung Abdurrahman (1999: 44) adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan penilaian masa lampau. Rekonstruksi yang imajinatif daripada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang disebut dengan historiografi. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan pada masa lampau (Helius Sjamsuddin, 1996: 17). Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menyatakan kembali fakta-fakta masa lampau, dan penulisan sejarah merupakan cara untuk merekonstruksi gambaran masa lampau berdasarkan bukti-bukti dan data yang diperoleh dari peninggalan masa lampau.

Gambar

Tabel  1. Nama-nama Perusahaan Gula di Surakarta Perdistrik tahun 1863
Tabel  2.
Tabel. 3 Produksi gula Pabrik Colomadu 1884-1889
Tabel   6. Luas Lahan Tebu Colomadu tahun 1904
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu Bangun memberikan ganja kering sebanyak 2 (dua) ball atau seberat 1.900 (seribu sembilan ratus) gram yang dibalut dengan lakban warna kuning dan

Maka kasus penolakan Hongaria terhadap pengungsi Timur Tengah disebabkan karena nilai, norma, budaya yang berbeda.. Maka, dari perbedaan itu, identitas pengungsi Timur

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap TPT perempuan dengan menggunakan pendekatan model regresi tobit

Faktor hambatan samping yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan arus lalu lintas adalah faktor kendaraan lambat 12.1 %, faktor penyeberang jalan 7.6 %,

Penelitian ini menyajikan aplikasi model matematik untuk menganalisis kapasitas pengolahan air limbah minimum dengan cara pendistribusian aliran air limbah, aliran mana yang

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai

Sehingga, abstraksi (Gambaran umum) ini pada akhirnya memudahkan pekerjaan programmer. Untuk menjalankan sebuah Komputer kita tidak harus menggunakan kernel Sistem

Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk