• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - EFEKTIFITAS DZIKIR ISM ADZ-DZAT UNTUK MENINGKATKAN REGULASI DIRI REMAJA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS 1A BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - EFEKTIFITAS DZIKIR ISM ADZ-DZAT UNTUK MENINGKATKAN REGULASI DIRI REMAJA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KLAS 1A BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Remaja (adolescence) merupakan masa peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada

aspek fisik, kognitif, dan psikososial.1 batasan usia remaja yang umum

digunakan oleh para ahli adalah antara 12 tahun hingga 21 tahun, yaitu 12-15

merupakan remaja awal, 15-18 tahun merupakan remaja pertengahan, dan

18-21 tahun merupakan remaja akhir. Menurut Monks, Knoers & Haditono

bahwa usia 10-12 tahun masa pra-remaja, usia 12-15 tahun masa remaja awal,

15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Remaja awal hingga akir inilah yang disebut masa adolesen.2 Menurut Zigler

dan Stevenson, secara garis besarnya perubahan-perubahan tersebut dapat

dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu perubahan-perubahan yang

berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan perubahan-perubahan yang

berhubungan dengan perkembangan karakteristik seksual. Pertama, perubahan dalam tinggi badan dan berat badan, tinggi rata-rata anak laki-laki dan

1

Diane E. Papalia, Sally Wendkos, dan Ruth Duskin Feldman, Human Development, Terjemahan: Brian Marwensdy, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hlm.8.

2

(2)

perempuan pada usia 12 tahun adalah sekitar 59 atau 60 inci.3 Kedua,

perubahan dalam proporsi tubuh, perubahan-perubahan dalam proporsi tubuh

selama masa remaja, terlihat pada perubahan ciri-ciri wajah, perubahan

struktur kerangka terutama pada perkembangan otot. Ketiga, perubahan ciri-ciri seks primer, cir-ciri-ciri seks primer menunjuk pada organ tubuh yang secara

langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Keempat, perubahan ciri-ciri seks sekunder, adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung

berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang

membedakan antara laki-laki dan perempuan. 4

Perkembangan kognitif selama periode remaja ini, proses pertumbuhan

otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses

informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja juga

terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan

strategis atau kemampuan mengambil keputusan. Perkembangan Prontal lobe

tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga

dapat mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat

pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru.5

3

Ibid., hlm.191.

4

Ibid., hlm. 193.

5

(3)

Piaget memandang bahwa remaja secara aktif membangun dunia

kognitif, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu

saja ke dalam skema kognitif. Remaja telah mampu membedakan antara

hal-hal atau ide-ide yang lebih penting di banding ide lainnya. Remaja juga telah

dapat menghubungkan ide-ide tersebut.6 Seorang remaja tidak saja

mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati tetapi remaja mampu

mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Piaget

mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu

interaksi dari struktural otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang

semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir

abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap

formal operations. Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang telah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi

terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi.7

Remaja yang lebih tua dalam mengambil keputusan ternyata lebih

kompeten daripada remaja yang lebih muda, sekaligus lebih kompeten

dibandingkan anak-anak. Dibandingkan dengan anak-anak, remaja yang lebih

muda cenderung menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari berbagai

perspektif, mengantisipasi akibat dari keputusan-keputusan, dan

6Susan Sa’adah,

Teori Perkembangan Remaja dalam (www.academia.edu/11139523/TEORI_PERKEMBANGAN_REMAJA diakses pada Selasa, 09 Januari 2018 pukul 18:15 WIB), hlm.5.

7

(4)

mempertimbangkan kredibilitas sumber-sumber. Akan tetapi, apabila

dibandingkan dengan remaja yang lebih tua, remaja yang lebih muda memiliki

kemampuan yang kurang dalam keterampilan pengambilan keputusan.8

Meskipun demikian, keterampilan pengambilan keputusan oleh remaja

yang lebih tua seringkali jauh dari sempurna, dan kemampuan untuk

mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan semacam itu akan

dibuat dalam kehidupan sehari-hari, dimana luasnya pengalaman sering

memainkan peran sangat penting. Untuk itu, remaja perlu memiliki lebih

banyak peluang untuk mempraktikkan serta mendiskusikan pengambilan

keputusan yang realistis.9 Masalah di dunia nyata yang sering terjadi dan

melibatkan strategi untuk meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan

seperti masalah seks, obat-obatan, miras, dan pembunuhan serta

kebut-kebutan di jalan.

Sebagian remaja akhir mengalami masalah dalam mengahapi berbagai

perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan dalam

mengatasi bahaya saat menjalani masa ini. Berdasarkan National Center for Health Statistics (NCHS) tahun 2004, remaja Amerika Serikat menghadapi berbagai bahaya yang mengancam kesejahteraan fisik dan mental mereka,

termasuk tingkat kematian tinggi akibat kecelakaan, pembunuhan, dan bunuh

diri. Berbagai kelompok etnik dan kelas sosial, penyalahgunaan narkoba,

8

Desmita, Psikologi Perkembangan, … hlm. 198.

9

(5)

mengemudi dalam pengaruh alkohol, dan peningkatan aktivitas seksual

sepanjang masa remaja banyak terjadi. Hal ini tergolong perilaku beresiko

yang mencerminkan belum matangnya pemikiran remaja.10

Data peningkatan kenakalan remaja dari tahun ketahun diambil dari

Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 angka kenakalan remaja di Indonesia

mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 7007

kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762. Artinya dari tahun 2013-2014

mengalami kenaikan sekitar 10,7%, kasus tersebut dari berbagai kasus

kenakalan remaja diantaranya, pencurian, pembunuhan, pergaulan bebas dan

narkoba. Dari data tersebut dapat diprediksi jumlah peningkatan angka

kenakalan remaja setiap tahunnya. Prediksi tahun 2019 mencapai 11685,90

kasus dan pada tahun 2020 mencapai 12944,47 kasus. Mengalami kenaikan

tiap tahunnya sebesar 10,7%. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dari 233

juta jiwa penduduk Indonesia, 28,6% atau 63 juta jiwa adalah remaja berusia

10-24 tahun.11

Tren tindak kenakalan dan kriminalitas di kalangan remaja yang terus

meningkat ini secara faktual antara lain terlihat dari berbagai tayangan berita

kriminal di televisi dan media massa lainnya. Meningkatnya insiden tindak

kriminalitas di kalangan remaja ini juga ditunjukkan oleh data kriminalitas

(6)

Mabes Polri. Data yang bersumber dari laporan masyarakat dan pengakuan

pelaku tindak kriminalitas yang tertangkap tangan oleh polisi mengungkapkan

bahwa selama tahun 2007 tercatat sebanyak 3,145 remaja yang masih berusia

18 tahun atau kurang menjadi pelaku tindak kriminal. Jumlah tersebut pada

tahun 2008 meningkat menjadi sebanyak 3,280 remaja dan tahun 2009

sebanyak 4,213 remaja.12

Komposisi remaja pelaku tindak pidana atau remaja nakal menurut

jenis kelamin secara rinci sebagai berikut:13

Tabel 1.1

Jumlah dan Persentase Remaja Pelaku Tindak Pidana (Remaja Nakal) Menurut Jenis Kelamin dan Umur

Jenis Kelamin/ Umur

Berdasarkan tabel 1.1 bahwa persentase remaja pelaku tindak pidana

yang telah berumur 13 tahun dan 14 tahun masing-masing hanya sebesar 8,0

(7)

tahun dan 17 tahun masing-masing mencapai sebesar 29,5 persen dan 38,0

persen.14 Fenomena tindak pidana pada usia remaja banyak terjadi. Hal ini

disebabkan pada masa remaja merupakan masa kritis, dimana remaja memiliki

keinginan untuk mencoba-coba hal yang baru. Selain itu, pengaruh eksternal

remaja sangat mempengaruhi tindak pidana tersebut, salah satunya teman

sebaya.

Tindak pidana Studi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak di

Palembang,Tangerang, Kutoarjo, dan Blitar tahun 2010 menunjukkan

kriminalitas yang menonjol yaitu tindak pencurian dengan presentase 60,0%

dan presentase terendah pada tindak pidana pemerasan yaitu dengan

presentase 1,0%. Berdasarkan tablel 1.2 sebagai berikut:

Tabel 1.2

Jumlah dan Persentase Remaja Pelaku Tindak Pidana/Anak Nakal Menurut Jenis Tindak Pidana/Kriminalitas yang Dilakukan

Jenis Tindak Pidana/Kriminalitas

yang Dilakukan Remaja Jumlah Remaja Presentase

Pemilikan senjata tajam 4 2,0

Narkoba 19 9,5

Penadah hasil kejahatan 5 2,5

Tindak pidana lainnya 3 1,5

Jumlah 200 100,0

*) Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian orang lain

14

(8)

Berdasarkan tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebanyak 4

remaja (2,0 persen) melakukan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 5 remaja

(2,5 persen) melakukan tindak pidana penggelapan dan 5 remaja lainnya (2,5

persen) menjadi penadah hasil kejahatan. Keterlibatan para remaja nakal ini

dalam tindak pidana pembunuhan merupakan fenomena yang sangat

memprihatinkan. Selain diancam dengan sanksi hukuman yang berat, tindak

pembunuhan merupakan kejahatan yang hanya mampu dilakukan oleh orang

yang tidak lagi mempunyai rasa kemanusiaan.15

Table 1.3

Jumlah Remaja Pelaku Tindak Pidana/Anak Nakal Menurut Jenis Tindak Pidana/Kriminalitas yang Dilakukan dan Umur Remaja

Jenis Tindak

*) Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian orang lain

Berdasarkan tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis tindak

pidana seperti tindak pidana pencurian, penganiayaan, pengeroyokan,

perkosaan/pencabulan dan narkoba merupakan jenis-jenis tindak pidana yang

15

(9)

dilakukan oleh remaja pada semua usia. Sedangkan tindak pidana kepemilikan

senjata tajam, pembunuhan, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan

kematian orang lain dan penggelapan hanya dilakukan oleh kalangan remaja

yang telah berusia lebih dari 15 tahun. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa

semakin tinggi usia remaja akan cenderung melakukan kenakalan diantaranya

adalah tindak pidana pembunuhan.

Menurut Hasil Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

narkoba pada kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 18 Provinsi tahun 2016

yaitu provinsi Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat,

Sumatera Selatan, Jawa Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah,

Jawa Timur, Bali, NTT, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Papua Barat yang dilakukan oleh Badan

Narkotika Nasional (BNN), didapatkan prevalensi penyalahgunaan narkoba

tahun 2006-2016 menurut waktu, sebagai berikut:

(10)

Angka prevalensi setahun terakhir juga cenderung turun dari 5.2%

(2006) menjadi 1,9% (2016). Atau bisa dikatakan pada tahun 2006 mereka

yang pakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) ada 5 dari 100 pelajar/mahasiswa, tetapi saat ini hanya ada 2 orang saja (2016). Dengan

demikian, lebih dari separuh mereka yang pakai narkoba dalam setahun

terakhir dapat dikurangi dalam 1 dekade terakhir. Di tahun 2016, dari mereka

yang pernah pakai narkoba (3,8%), sekitar separuhnya masih mengkonsumsi

narkoba dalam setahun terakhir (1,9%).16

Remaja merupakan masa dimana id, ego dan superego mengalami

persaingan kuat, dan superego berada pada titik bawah, sehingga kenakalan

remaja dapat terjadi kebanyakan ini. Selain dari faktor eksternal seperti

lingkungan tempat tinggal, pergaulan, pola asuh, faktor internal diri sendiripun

juga turut andil dalam membantu mengatasi kenakalan remaja saat ini. Bahkan

faktor terkuat dalam mengatasi kenakalan remaja adalah bagaimana diri dapat

mengelola stimulus yang datang dari lingkungan, untuk memberikan respon

yang sesuai. Sehingga perlunya strategi regulasi diri (pengelolaan diri) pada

setiap remaja.

Zimmerman berpendapat bahwa pengelolaan diri berkaitan dengan

pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan yang direncanakan

dan adanya timbal balik yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal.

16

(11)

Regulasi diri berhubungan dengan kemampuan metakognisi, motivasi, dan

perilaku aktif. Pengeloaan diri atau self regulation bukan merupakan kemampuan mental atau kemampuan akademik, melainkan bagaimana

individu mengolah dan mengubah pada suatu bentuk aktivitas.17

Meningkatkan regulasi dalam diri remaja terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi, yaitu: pertama, individu (diri) yakni beragam pengetahuan yang dimiliki individu akan semakin membantu individu dalam

melakukan pengelolaan, tingkat kemampuan metakognisi yang dimilik

indivdu, dan tujuan yang akan dicapai; kedua, perilaku yakni semakin besar dan optimal upaya yang dikerahkan individu dalam mengatur dan

mengorganisasi suatu aktivitas akan meningkatkan pengelolaan atau

regulation pada diri individu. Bandura menyatakan dalam perilaku ini ada tiga tahap yang berkaitan dengan pengelolaan diri atau self regulation yaitu self abservation yang berkaitan dengan respon individu, yaitu tahap individu melihat ke dalam dirinya dan perilaku (performansinya), self judgment

merupakan tahap individu membandingkan performasi dan standar yang telah

dilakukannya dengan standar atau tujuan yang telah dibuat dan ditetapkan

individu, self reaction merupakan tahap yang mencakup proses individu dalam menyesuaikan diri dan rencana untuk mencapai tujuan atau standart yang telah

17

(12)

di buat dan ditetapkan; ketiga, lingkungan, hal ini bergantung pada bagaimana lingkungan itu mendukung atau tidak mendukung.18

Masalah-masalah pada remaja tidak akan selesai dengan baik tanpa

dikelola dengan mengoptimalkan kemampuan pada diri sendiri. Setiap hari

masalah yang hadir dalam kehidupan tidaklah sama, baik jenis masalahnya

maupun tekanan yang terdapat pada masalah itu sendiri. Perlunya

peningkatan-peningkatan dalam setiap situasi untuk dapat meregulasi diri

dalam menghadapi masalah yang hadir. Salah satu cara untuk meningkatkan

regulasi diri yaitu dengan dzikir Ism adz-Dzat.

Dzikir dimaknai sebagai metode yang paling efektif untuk

membersihkan dan mencapai kehadiran Allah.19 Melalui bantuan dzikir yang

dipadukan dengan bentuk-bentuk perenungan yang sesuai atau pikir,

seseorang mula-mula memperoleh jiwa yang utuh, murni, dan menyeluruh

seperti emas.20 Mengahadapi konflik bukan suatu yang mudah ataupun

disepelekan. Hal yang harus di kuasai adalah tenang, ikhlas dan sabar dalam

menghadapi konflik, maksudnya bersabar dalam menghadapi konflik dengan

berdzikir untuk meningkatkan regulasi dalam diri remaja. Berdzikir dengan

berniat semata-mata hanya mencari ridha Allah SWT, tanpa maksud tujuan

yang lainnya, sesuai dengan sabda Nabi SAW:

18

Ibid., hlm.62-63.

19

Ummu Salamah, Sosialisme Tarekat: Menjajaki Tradisi dan Amaliah-Spiritual Sufisme, (Bandung:Humaniora, 2005), hlm.150.

20

(13)

“Tidaklah suatu kaum yang berkumpul di suatu rumah Allah (masjid)

untuk berdzikir kepada Allah dengan niat semata-mata mencari ridha Allah

SWT, melainkan Allah akan mengampuni mereka dengan menggantikan

kesalahan-kesalahn mereka dengan kebaikan-kebaikan.” (HR. Ahmad)21

Secara garis besar, dzikir dapat menentramkan, membuat hati menjadi

damai, sebagaimana firman Allah SWT:

َِّللَّا ِرْكِذِب لاَأ َِّللَّا ِرْكِذِب ْمُهُ بوُلُ ق ُّنِئَمْطَتَو اوُنَمآ َنيِذَّلا

ُبوُلُقْلا ُّنِئَمْطَت

Artinya: “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah (dzikir). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah

hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’d (13): 28)22

Dengan ini bahwa dalam menghadapi masalah remaja perlunya

regulasi diri dalam menyelesaikannya, serta upaya untuk meningkatkan

regulasi dalam diri remaja. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan teknik

dzikir Ism adz-Dzat dalam meningkatkan regulasi diri remaja dalam membentengi diri terhadap indikasi-indikasi kenakalan remaja.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengkaji tentang

efektivitas dzikir Ism adz-Dzat dalam meningkatkan regulasi diri remaja binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1A Blitar.

B. Rumusan Masalah

21

Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 238.

22

(14)

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan

jawabannya melalui pengumpulan data. Namun demikian terdapat kaitan erat

antara masalah dan rumusan masalah, karena setiap rumusan masalah

penelitian harus didasarkan pada masalah.23

Menurut Sugiyono terdapat empat bentuk rumusan masalah, yaitu

rumusan masalah deskriptif, komparatif, asosiatif, dan komparatif asosiatif.24

Rumusan masalah deskriptif merupakan suatu rumusan masalah yang

berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik

hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Selanjutnya

rumusan masalah komparatif merupakan rumusan masalah penelitian yang

membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih

sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda. Sedangkan rumusan

masalah asosiatif merupakan suatu rumusan masalah pennelitian yang bersifat

menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Terakhir rumusan

masalah komparatif asosiaif merupakan rumusan masalah yang menanyakan

perbandingan korelasi antara dua variabel atau lebih sampel atau populasi

yang berbeda.25

23

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods), (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm.58.

24

Ibid., hlm.59.

25

(15)

Rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rumusan masalah komparatif dan asosiatif. Adapun pertanyaan dalam

rumusan masalah tersebut sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh dzikir Ism adz-Dzat dalam peningkatan regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar?

2. Berapakah besar kontribusi dzikir Ism adz-Dzat terhadap peningkatan regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar?

3. Berapakah selisih score kelompok eksperimen yang diberikan terapi dzikir

Ism adz-Dzat dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi dzikir

Ism adz-Dzat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adakah pengaruh dzikir Ism adz-Dzat dalam peningkatan regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar

2. Mengetahui besar kontribusi dzikir Ism adz-Dzat terhadap peningkatan regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar

(16)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan teoritik

dalam bidang psikologi kepribadian dan agama, yang berkaitan dengan

pengaruh aspek kepribadian serta ibadah kepada Allah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja

Jika penelitian ini terbukti, maka secara praktis akan membantu

remaja yang mengalami masalah kenakalan remaja untuk terampil

dalam mengelola masalahnya dan meningkatkan regulasi diri dengan

dzikir Ism Adz-Dzat, serta memberi masukan atau gambaran aspek psikologis dalam pelatihan pembekalan menuju usia dewasa.

b. Bagi Guru

Penelitian ini akan membantu dalam menyelesaikan masalah

terkait kenakalan remaja di sekolah, serta dapat membantu mendidik

remaja dengan memberikan pengetahuan spiritual. Hal ini akan

membantu jika penelitian ini terbukti.

c. Bagi Peneliti

Jika penleitian ini terbukti, maka selain mendapatkan suatu

temuan yang baru, peneliti juga dapat membantu meringankan

(17)

E. Keaslian penelitian

Penelitian tentang regulasi diri pada remaja telah pernah dilakukan

sebelumnya. Namun penelitian yang mengkaji tentang efektivitas dzikir Ism ad-Dzat dalam meningkatkan regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1 Blitar, sejauh pengetahuan peneliti belum pernah

dilakukan. Ada beberapa penelitian mengenai regulasi diri pada remaja yang

penulis temukan antara lain:

1. Pencegahan korban narkoba melalui terapi dzikir. (Jurnal oleh Ahmad

Mutohar, dosen Fakultas Dakwah IAIN Jember, 2015).

Ahmad Mutohar tahun 2015 melakukan penelitian pada subyek

korban narkoba dengan upaya pencegahan korban narkoba melalui terapi

dzikir. Pada penelitiannya menekankan pada penelusuran unsur-unsur

penyebab penyalahgunaan narkoba. Selain itu, peneliti hanya mengarah

pada subyek koban narkoba, dan pencegahan dengan kemampuan tubuh

untuk menyembuhkan diri dengan terapi dzikir yang diberikan kepada

koban narkoba.

2. Pengaruh terapi religi shalat dan dzikir terhadap kontrol diri klien

penyalahgunaan narkotika. (Skripsi oleh Lukman Hakim, Fakultas

Psikologi UIN MaulanaMalik Ibrahim Malang, 2015).

Penelitian Lukman Hakim menguji pengaruh terapi religi shalat

dan dzikir terhadap kontrol diri klien penyalahgunaan narkotika di Rumah

Sakit HMC (Hayuanto Medical Center), pengambilan subyek sebanyak

(18)

3. Pelaksanaan pembinaan agama Islam dalam meningkatkan perilaku

spiritual bagi warga binaan pemasyarakatan wanita dirumah tahanan

negara klas 1 Surakarta. (skripsi oleh Nurun Na’imah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2016)

Penelitian yang dilakukan oleh Nurun Na’imah adalah pada subyek

bagi warga binaan pemasyarakatan wanita dirumah Tahanan Negara Klas

1 Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

jenis penelitian deskriptif kualitatif dan pada penelitian ini diberikan

pembinaan agama Islam secara umum yaitu perilaku spiritual berupa doa,

empati, sabar, dzikir, taubat, perbuatan baik, berjiwa besar, dan bahagia.

4. Pengaruh pengalaman dzikir terhadap ketenangan jiwa di Majlisul

Dzakirin Kamulan Durenan Trenggalek (skripsi oleh Ayu Efita Sari

Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Jurusan Tasawuf Psikoterapi

IAIN Tulungagung 2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Efita Sari dilakukan di

Majlisul Dzakirin Kamulan Durenan Trenggalek dengan jumlah 60 sampel

penelitian. Jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian

kuantitatif. Pada penelitian ini hanya menggunakan satu sampel penelitian

yang diberikan terapi dzikir. Selain itu, terapi dzikir yang diberikanpun

secara umum, yaitu tasbih, tahlil, tahmid dan takbir.

(19)

Laili Wangi dan Annisa Walastri Fakultas Psikologi Universitas Islam

Bandung, 2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Eneng Nur Laili Wangi dan Annisa

Walastri mengkaji mengenai regulasi diri sebagai variabel terikat dan

Thinking For a Change sbagai variabel bebas. Thinking For a Changemerupakan intervensi yang dibentuk berdasarkan perspektif CBT dan dirancang untuk perilaku kejahatan. Penelitiannya menggunakan quasi experiment dengan desain one-group pretest posttest. Variabel terikat mengalami persamaan yaitu regulasi diri, namun dari variabel bebas yang

digunakan dan jenis penelitianpun terdapat perbedaan. Selain itu, subyek

penelitian dan tempat penelitianpun juga berbeda.

Penelitian ini menggunakan variabel terikat yaitu regulasi diri dan

variabel bebas yaitu dzikir Ism adz-Dzat. Penekanan dzikir dalam penelitian ini menjadi fokus utama yang digunakan sebagai terapi. Berdasarkan temuan

yang peneliti temukan, penelitian mengenai efektivitas dzikir Ism adz-Dzat

dalam meningkatkan regulasi diri remaja binaan Lembaga Pembinaan Khusus

Anak Klas 1A Blitar belum pernah dilakukan sebelumnya, dan berbeda

dengan penelitian sebelumnya, baik menyangkut variabel yang diteliti, metode

(20)

F. Penegasan Istilah

Konsep dalam penelitian memerlukan suatu batasan yang jelas

untuk pengoperasiannya. Sehingga skripsi yang berjudul “Efektivitas Dzikir Ism adz-dzat untuk Meningkatkan Regulasi Diri Remaja di

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas IA Blitar” ini juga membutuhkan suatu penegasan istilah secara konseptual dan operasional, guna

mempermudah pengukurannya. Adapun penegasan istilah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Penegasan Konseptual

Penegasan konseptual merupakan definisi yang diambil dari

pendapat atau teori dari pakar sesuai dengan tema yang diteliti.26

Penegasan istilah ini digunakan guna membatasi teori yang digunakan

dalam penelitian, sehingga tidak menyimpang dari teori yang telah

ada. Adapun penegasan konseptual dalam penelitian ini sebagai

berikut:

a. Zimmerman dalam buku teori-teori psikologi menyebutkan bahwa

pengelolaan diri berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran,

perasaan serta tindakan yang direncanakan dan adanya timbal balik

yang disesuaikan pada pencapaian tujuan personal.27

26

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta,2011), hlm.65.

27

(21)

b. Sa’id Hawwa dalam bukunya Tarbiyatunar-Ruhiyah Mesir

terjemahan dari Khairul Rafie’ M. dan Ibnu Thaha Ali, nama diri Zat Ilahi adalah Isim Mufrad. Kata lain dari Isim Mufrad adalah dzikir Ism adz-Dzat yang merupakan mengingat sat-satunya nama yang menunjukkan Zat Allah,sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya dan

af al-Nya, dimana nama-nama yang lain menunjukkan pada Zat dan sifat-sifat-Nya saja, kemudian selain Allah tidak ada yang

diberi nama Allah. Ia merupakan Isim tunggal dari nama-nama Allah lainnya.28

2. Penegasan Operasional

Menurut Kerlinger dalam David, definisi operasional atau

penegasan operasional merupakan penegasan arti variabel yang

dinyatakan dengan cara tertentu untuk mempermudah mengukurnya.29

Sehingga dalam hal ini penegasan istilah juga dibutuhkan dalam

membatasi definisi operasional yang digunakan dalam penelitian.

Adapun penegasan operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Regulasi diri merupakan suatu pengelolaan diri secara pikiran,

perasaan dan penuangkan dalam suatu tingkah laku yang positif.

Ketika seseorang dalam mengelola tiga aspek dalam regulasi diri

28Sa’id Hawwa, Tarbiyatunar-Ruhiyah, Terjemahan:Khairul Rafie’ M. dan Ibnu Thaha Ali, (Bandung:Mizan,1995), hlm.320.

29

(22)

ini, maka seseorang tersebut dapat dikatakan mampu dalam

mengelola diri.

b. Dzikir Ism adz-Dzat merupakan mengingat dengan hati nama Zat Allah. Mengingat dalam hati dimaksudkan tidak dibatasi oleh

hitungan, kondisi maupun keadaan. Sehingga mengingat Zat Allah

(23)

G. Sistematika Penelitian

BAB I Pengantar

1. Judul

2. Latar belakang

3. Perumusan masalah

4. Tujuan penelitian

5. Manfaat penelitian

6. Penelitian terdahulu

7. Penegasan istilah

8. Sistematika penelitian

BAB II Tinjauan Pustaka

1. Dzikir Ism adz-Dzat untuk meningkatkan regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1A Blitar

2. Regulasi diri remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1A

Blitar

3. Skema landasan teori

4. Landasan teori

5. Hipotesis

BAB III Metode Penelitian

1. Rancangan penelitian

2. Desain penelitian

3. Variabel penelitian

(24)

5. Populasi, sampel dan teknik sampling

6. Instrumen penelitian

7. Data dan sumber data

8. Teknik pengumpulan data

9. Analisis data

10.Uji hipotesis

BAB IV Hasil Penelitian

1. Deskripsi data hasil penelitian

2. Deskripsi tempat penelitian

3. Deskripsi proses penelitian

4. Uji hipotesis

BAB V Pembahasan

1. Pembahasan rumusan masalah I

2. Pembahasan rumusan masalah II

3. Pembahasan rumusan masalah III

4. Integrasi temuan penelitian dalam konteks khazanah keilmuan

BAB VI Penutup

1. Kesimpulan

Gambar

Tabel 1.2
Table 1.3
Gambar 1.1 Diagram Batang Pravelensi Narkoba

Referensi

Dokumen terkait

Analysis of variance showed that the substitu- tion of KCl using jatropha rind compost does not give different effects on the fresh weight of the roots of sweet corn crop (Table

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan daun gamal pada ekstrak etanol adalah sangat rendah, pada fraksi n-heksan sangat buruk atau

[r]

d oalam melaksrnakan tlgasnya, Dekan dibantu oleh 3 orang Pembantu Dekan vartu P€mbantu Oelcn BidamAkademik (Po l), P€mbantu Dekan sidary AdmnistrasiUmum.. dan

Bahan yang diteliti adalah kartu rekam medik pasien stroke yang menjalani rawat di instalasi RSUD AM Parikesit Tenggarong tahun 2014 dan lembar pengumpulan data yang

Sosiologi merupakan ilmu masyarakat yang mempelajari stuktur social. dan proses social, termasuk

Masalah keuangan merupakan masalah yang cukup mendasar di sekolah. Karena seluruh komponen pendidikan disekolah erat kaitannya dengan komponen keuangan sekolah. Meskipun tidak

menunjukkan bahwa konsentrasi efektif ekstrak metanol daun sapat dapat membunuh bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah konsentrasi 24% dengan