PERGESERAN PARADIGMA DALAM PENDIDIKAN TINGGI HUKUM
(Dari Kurikulum Int i dan Institusional ke Kurikulum Berbasis Kompet ensi)
Rini Fidiyani
Fakult as Hukum Universit as Negeri Semarang e-mail: f idiyani. rini@gmail. com
Abst ract
The change of er a and l abor mar ket s cr eat es demand f or gr aduat es col l ege of l aw must have t he necessar y compet ency, wher eas t he high l aw educat ion syst em does not pr epar e gr aduat es t o have compet enci es t hat ar e expect ed. Ther ef or e, a change f r om t he ol d cur r i cul um t o t he Compet ency Based Cur r i cul um (CBC) needs t o be done t o addr ess t hese pr obl ems. In CBC, compet ency mappi ng, t eachi ng par adi gm i s al so shi f t i ng f r om Teacher -Cent er ed Lear ni ng (TCL) t o t he St udent -Lear ni ng Cent er (SCL). Loads l ect ur e mat er i al s ar e al so change f r om t he or i gi nal emphasi s on t echni cal exper t i se (academi c/ har dski l l s) t o t he non-t echni cal ski l l s (sof t ski l l s) ar e bal anced. Expect at ion wit h t he i mpl ement at ion of CBC on t he l aw of science st udy pr ogr am, gr aduat es who can compet e and have gener at ed compet it iveness i n t he j ob mar ket .
Keyword: Compet ency Based Cur r i cul um, St udent -Lear ni ng Cent er , Teacher -Cent er ed Lear ning,
hardskills, sof t skills.
Abst rak
Perubahan j aman dan pasar kerj a membuat permint aan akan lulusan perguruan t inggi hukum harus memiliki kompet ensi yang dibut uhkan, padahal sist em pendidikan t ak menyiapkan lulusan unt uk memiliki kompet ensi yang diharapkan. Oleh karena it u, perubahan dari kurikulum lama ke Kurikulum Berbasis Kompet ensi (KBK) perlu dilakukan unt uk menj awab permasalahan t ersebut . Dalam KBK, kompet ensi lulusan dipet akan, paradigma pengaj aran j uga bergeser dari Teacher -Cent er ed Lear ni ng
(TCL) ke St udent -Cent er Lear ni ng (SCL). Muat an mat eri perkuliahan j uga mengalami perubahan dari
yang semula menekankan pada keahlian t eknis (akademik/ hardskills) ke arah kemampuan non t eknis (sof t skills) secara berimbang. Diharapkan dengan penerapan KBK pada program st udi ilmu hukum, lulusan yang dihasilkan dapat bersaing dan memiliki daya saing di pasar kerj a.
Kat a Kunci: Kurikulum Berbasis Kompet ensi, St udent -Lear ni ng Cent er , Teacher -Cent er ed Lear ni ng,
hardskills, sof t skills.
Pendahuluan
Salah sat u t uj uan penyelenggaraan pen-didikan oleh sebuah inst it usi adalah unt uk menyediakan dan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan daya saing dalam
pencarian, perolehan, dan pencipt aan pekerj a-an. Pada persoalan daya saing, sayang sekali kondisi sumber daya manusia (SDM) di Indonesia berada pada t araf yang rendah. Laporan t er-baru dari Wor l d Compet it i veness Year book
2009, menet apkan daya saing (mahasiswa) kit a berada pada peringkat ke 42. Peringkat ini ma-sih lebih rendah di banding dengan negara Asia Tengara lainnya, yait u Singapura (ke-3),
Malay-sia (ke-18), dan Thailand (ke-26).1 Bahkan ka-lah dengan Viet nam.2 Salah sat u sebab dari ren-dahnya daya saing it u t erlet ak pada kurikulum pendidikan t inggi yang masih berbasis pada isi (cont ent based), bukan pada kompet ensi.
1 Lihat dal am Tamidi, 2010, Per anan Kur i kul um Ber basi s Kompet ensi (KBK) Ter hadap Pembent ukan Sof t ski l l Mahasi swa, Medan: Fakul t as Psikol ogi Univer sit as Sumat era Ut ar a, hl m. 1. Lihat j uga Dewa Komang Tant r a, Kur i kul um Ber basi s Kompet ensi , Makal ah pada Kegiat an Penyempurnaan Kur ikul um Fakul t as Seni Rupa dan Desai n, ISI Denpasar , 11 November 2009, hl m. 1. 2 Depart emen Pendi dikan Nasional , 2003, Pel ayanan
Kurikulum yang cont ent based, menit
ik-berat kan pada pencapaian Indeks Prest asi (IP) dengan indikat or kualit as lulusan mendasarkan pada IPK, lama st udi dan predikat kelulusan yang disandang,3 padahal IP hanya menggam-barkan kemampuan dari aspek kognit if (har d-ski l l ), yang dalam dunia kerj a masa sekarang
dianggap kurang pent ing dibandingkan dengan kemampuan dari aspek af ekt if dan psikomo-t orik yang berupa sof t ski l l . Bahkan dari hasil
survey, yang dilakukan Pusat Kurikulum Depdik-nas t erungkap bahwa kunci kesuksesan adalah 80% mindset dan 20% t echni cal ski l l .4
Ket erpurukan daya saing SDM kit a t ak lepas dari perubahan yang t erj adi pada Abad XXI dan kondisi permint aan pasar kerj a yang t ak segera direspon oleh penyelenggara pen-didikan. Perubahan j aman menghendaki dilaku-kannya perubahan pendidikan t inggi yang ber-sif at mendasar, berupa perubahan dari pan-dangan kehidupan masyarakat lokal ke masya-rakat dunia (global), perubahan dari kohesi sosial ke part isipasi demokrat is, dan perubahan dari pert umbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan.5
Salah sat u perubahan yang harus segera dilakukan adalah perubahan kurikulum. Kuri-kulum pada hakekat nya adalah sebuah program yang disusun unt uk mencapai t uj uan pendidik-an, akan t et api seringkali perubahan kurikulum seringkali hanya berf okus pada pengubahan dokumen saj a, dan pelaksanaan pembelaj aran, pencipt aan suasana belaj ar, cara evaluasi pem-belaj aran seringkali t idak berubah. Perubahan kurikulum menj adi keharusan, j ika out put yang
3
Sub Direkt or at KPS (Kurikul um dan Program St udi ), 2009, Buku Panduan Pengembangan Kur i kul um Ber basi s Kompet ensi Pendi di kan Ti nggi (Sebuah Al t er nat i f Penyusunan Kur i kul um), hl m. 4
4
Bandingkan dengan hasil survey Nat i onal Associ at i on of Col l eges and Empl oyer s (NACE), USA, 2002, yang menunj ukkan bahwa t ernyat a Indeks Prest asi Kumul at if (IPK) bukanl ah hal yang di anggap pent ing di dal am dunia kerj a, j auh l ebih pent ing adal ah sof t skil l . Demiki an pul a dengan penel it i an dari Asosi asi MBA dunia yang dil akukan t erhadap l ul usan program MBA, yang menyimpul kan bahw a sof t skil l l ebih ber peran dal am peningkat an karir; dan penel it ian Haki m (2008) berdasarkan dat a yang di adopsi dar i Har var d School of Business, member ikan gambaran mengenai persent ase kemampuan seorang mahasisw a yang diperol eh dari kampus mereka, yait u 90% t eknis dan sisanya sof t skil l . Tarmidi, op. ci t , hl m. 2 5
Sub Direkt orat KPS, op. ci t , hl m. 1.
dihasilkan oleh penyelenggaraan pendidikan t e-lah bergeser, sesuai dengan perkembangan j aman dan t unt ut an dari pasar kerj a. Kuriku-lum Berbasis Kompet ensi (KBK) diyakini me-rupakan j awaban t erbaik at as perubahan j aman bagi penyelenggaraan pendidikan, bahkan di-kat akan oleh Dewa Komang Tant ra6 bahwa KBK merupakan j awaban unt uk mencapai keunggul-an bkeunggul-angsa sehingga mampu bersaing di dunia (nat i on compet it i veness).
Hukum at au lebih t epat nya pendidikan t inggi hukum t ermasuk lambat dalam merespon perubahan yang t erj adi. Sampai saat ini belum ada program st udi ilmu hukum yang menerap-kan KBK secara penuh, dan masih berkut at pada kurikulum int i dan inst it usional yang t elah t erbukt i t ak mengangkat daya saing lulusan dalam pekerj aan. Keadaan di program st udi ilmu hukum dit opang dengan debat yang t iada kunj ung habis mengenai pert anyaan apakah pendidikan S1 Ilmu Hukum it u merupakan pen-didikan ket erampilan at au keilmuan. Jika me-ngacu pada apa yang nant inya t erumus dalam KBK, j awaban dari pert anyaan it u akan dij um-pai dan usailah perdebat an it u. Dengan kat a lain, pembuat an dan penerapan KBK di program st udi ilmu hukum merupakan suat u keharusan, agar kompet ensi lulusan dapat t erpet akan sej ak awal. Art ikel ini berupaya unt uk menj abarkan mengenai KBK, pergeseran paradigm, sist em pembelaj aran dan konsekuensi met odologis dari penerapan KBK pada program st udi ilmu hukum.
Pembahasan
Pergeseran Paradigma Pembelaj aran di Per-guruan Tinggi dan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompe-t ensi (KBK)
Pembahasan t ent ang pergeseran paradig-ma dalam pendidikan t inggi hukum selalu t er-kait dengan persoalan mengenai landasan f ilo-sof is yang memandu beroperasinya sist em pendikikan t inggi hukum. Pada t at aran f iloso-f is, maka uraian akan meliput i berbagai basi c bel i ef at au wor l d view yang seringkali
disang-kut paut kan dengan paradigma. Paradigma
6
rupakan suat u mast erpiece yang menakup se-mua unsur prakt ik-prakt ik ilmiah at au ilmu penget ahuan di dalam sej umlah area of inquiry at au bidang st udi at au penelit ian t erspesiali -sasi. Paradigma j uga menggariskan paramet er-paramet er pent ing mana yang akan diukur, mendef inisikan st andar ket epat an yang dibu-t uhkan, menunj ukkan cara bagaimana (hasil) observasi akan diint erpret asi, sert a met ode eksperimen mana akan akan dipilih unt uk dit erapkan.7
Secara ringkas, paradigm disebut sebagai disciplinary mat rix, yakni suat u pangkal, wa-dah, t empat , cet akan, at au sumber di/ dari mana suat u disiplin ilmu penget ahuan dianggap bermula, berasal, berakar, dicet ak, bersum-ber/ mengalir, at au dij adikan.8 Lain daripadai it u, paradigma dapat dianggap serupa dengan ‘ pendekat an’ at au approach maupun ‘ t radisi’ .9 Guna kepent ingan penulisan ini, penulis meng-ambil pemahaman paradigma sebagai suat u cara berf ikir yang meliput i asumsi dasar at au t eori yang harus dij awab, dan pemahaman paradigma yang cocok unt uk hal ini adalah pemahaman paradigma yang dikemukakan oleh Thomas Kuhn, di mana set elah dat angnya suat u masa suram dari paradigma lama maka akan muncul (bergeser ke) paradigma baru.
Lemahnya daya saing lulusan perguruan t inggi di Indonesia memerlukan perubahan besar dalam sist em pendidikan t inggi di Indo-nesia. UNESCO (1998) menj elaskan bahwa un-t uk melaksanakan empaun-t perubahan besar di pendidikan t inggi t ersebut , dipakai dua landas-an berupa empat pilar pendidiklandas-an dlandas-an belaj ar sepanj ang hayat (l ear ning t hr oughout l i f e).
Empat pilar pendidikan it u adalah l ear ni ng t o know, l ear ni ng t o do, yang bermakna pada
pe-nguasaan kompet ensi dari pada pepe-nguasaan ket erampilan menurut klasif ikasi ISCE (Int er -nat ional St andar d Cl asif i cat ion of Eduacat i on)
dan ISCO (Int er nat i onal St andar Cl assi f i cat ion
7 Erl yn Indart i, Legal Const ruct ivism: Par adigma Baru Pendi dikan Hukum dal am Rangka Membangun Masyar akat Madani, dal am Jur nal Masal ah-masal ah Hukum FH UNDIP, Vol . XXX No. 3 Jul i-Sept ember 2001, hl m. 145. 8 Thomas Kuhn, 1970, The St r uct ur e of Sci ent i f i c
Revol ut i on, Chicago: Chicago Universit y Press.
9 W. L. Neuman, 1991, Soci al Resear ch Met hods, London: Al l yn and Bacon. Lihat pul a pada Erl yn Indart i, l oc. ci t .
of Occi pat ion), demat erialisasi pekerj aan dan
kemampuan berperan unt uk menanggapi bang-kit nya sekt or layanan j asa, dan bekerj a di ke-giat an ekonomi inf ormasi; l ear ning t o l ive t oget her (wit h ot her s), dan l ear ni ng t o be.
Sedangkan belaj ar sepanj ang hayat merupakan wuj ud dari i mper at ive f or democr acy;
pen-didikan mult idimensional; munculnya new t i -mes, f r esh f iel ds; pendidikan at t he hear t of soci et y; dan kebut uhan sinergi dalam
pen-didikan.10
Saran UNESCO unt uk melakukan perubah-an besar dalam sist em pendidikperubah-an direspon de-ngan adanya perubahan kurikulum dari konsep Kurikulum Nasional 1994 ke Kurikulum Int i dan Inst it usional pada 2000 dan dilanj ut kan dengan Kurikulum Berbasis Kompet ensi 2002. Perubah-an kurikulum dari Kurikulum Int i dPerubah-an Inst it usio-nal (Kepmendiknas No. 232/ U/ 2000) ke KBK (Kepmendiknas No. 45/ U/ 2002) lebih banyak didorong oleh masalah-masalah global at au ekst ernal, yait u:11 per t ama, persaingan di
dunia global yang berakibat j uga t erhadap persaingan perguruan t inggi di dalam negeri maupun di luar negeri sehingga perguruan t inggi dit unt ut unt uk menghasilkan lulusan yang dapat ber-saing dalam dunia global; kedua,
adanya pe-rubahan orient asi pendidikan t inggi yang t idak lagi hanya menghasilkan manusia cerdas ber-ilmu, t et api j uga yang mampu menerapkan keilmuannya dalam kehidupan di masyarakat -nya (kompet en dan relevan) yang lebih ber-budaya; dan ket i ga adanya perubahan
kebut uh-an di dunia kerj a yang t erwuj ud dalam per-ubahan persyarakat dalam menerima t enaga kerj a, yait u adanya persyarat an
sof t ski l l s yang dominan di samping har dski l l
-nya.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa KBK merupakan j awaban j it u t erhadap perma-salahan mut u pendidikan, sedangkan kalangan lain berpendapat KBK merupakan j awaban yang keliru. KBK menuai popularit as di Amerika Se-rikat pada t ahun 1970-an sebagai dasar unt uk
10
UNESCO, Hi gher Educat i on i n t he Twent y-f i r st Cent ur y: Vi si on and Act i on. Worl d Conf erence on Higher Eduat ion. Par is, 5-9 Oct ober 1998. Li hat pul a dal am Sub Direkt orat KPS, op. ci t , hl m. 1-2. .
11
pendidikan vokasional bagi t enaga kependidik-an. KBK j uga berkembang di Inggris dan Wales pada awal 1986, kemudian Selandia Baru, Aust ralia dan Indonesia pada paruh akhir t ahun 1980-an. Meski demikian, di beberapa negara KBK menuai berbagai krit ik.
KBK sif at nya sangat individualis, mene-kankan pada out comes (apa yang diket ahui dan
apa yang dapat dilakukan), dan prosedurnya sangat f leksibel. Pendekat an kompet ensi mem-perj elas bagaimana out comes dapat dicapai
dengan mut u pencapaian menurut st andar na-sional maupun int ernana-sional. Secara t eoret is, KBK meniadakan pembedaan ant ara “ t angan dan pikiran, t eori dan prakt ik, umum dan spesif ik dalam pendidikan” .12 Bagi yang t idak sej alan dengan KBK, mereka menyebut KBK sebagai sesuat u yang sangat reduksionist ik, sempit , kaku, t eoret is, empiris, dan pedagogis yang sangat t idak memadai.13 Meski demikian, keduanya – yang pro dan kont ra – set uj u apabila kompet ensi t ersebut dikonsepsikan ke dalam bent uk perilaku (behavi or al t er ms).14
Dewa Komang Tant ra,15 dengan men-dasarkan pada mereka yang pro dan kont ra KBK, berpendapat bahwa KBK berada di ant ara mit os dan realit a. Disebut mit os – dengan men-dasarkan pada pendapat yang kont ra KBK – ka-rena KBK hanyalah merupakan sebuah pende-kat an kebij akan (pol i cy appr oach), sebuah
mi-t os dalam pendidikan, yang masih perlu dikaj i secara int ensif sebelum diimplement asikan. KBK disebut sebagai realit a karena KBK bukan saj a sebuah pendekat an dalam kebij akan
12 R. Harr is, H. Gut hrie, B. Hobart dan D. Lumberg, 1995, Compet ency-based Educat i on and Tr ai ni ng: Bet ween a Rock and Whi r l pool , Sout Mel bourne: MacMil l an Educat ion Aust r al ia.
13
C. Chappel l , 1996, Qual it y and Compet ency-based Educat ion and Tr ai ning, i n The Li t er acy Equat i on, 71-79. Red Hil l , Aust r al i a: Queensl and Council f or Adul t Lit eracy; dan T. Hyl and, 1994, Compet ence, Educat i on and NVQs: Di ssent i ng Per spect i ves, London: Cassel l . 14 Diur aikan ol eh Dewa Komang Tant ra bahwa dal am
kerangka pikir behaviori sme, kompet ensi l ebih mudah diur ai menj adi peril aku (perf or mance) dal am bi dang t ugas yang sangat t er pi sah dan di anal isis secara f ungsional menurut per an dan t ugasnya. Anal isis demiki an sangat t epat dij adikan dasar unt uk merumuskan kompet ensi dan al at ukur yang akan digunakan unt uk pencapai an sebuah kompet ensi. Li hat dal am Dewa Komang Tant ra, op. ci t , hl m. 4.
15
Ibi d, hl m. 7 dan 9.
(pol i cy appr oach), t et api KBK dapat
direali-sasikan dalam pembelaj aran di sekolah unt uk mengembangkan kompet ensi st andar.
Ada beberapa argumen yang perlu di-kemukakan dari mereka yang menolak KBK.
Per t ama, pendekat an KBK yang sangat beha-vi or al sering dicerca karena t idak memperhat
i-kan hubungan ant ara t ugas at ribut yang melandasi sebuah perilaku, makna, kemauan, at au disposisi sebuah perilaku at au t indakan, kont eks dari perilaku, dan dampak aspek int erpersonal dan et is.16 Mengingat sif at dunia nyat a sangat kompleks dan t idak menent u, dit engarai bahwa t uj uan-t uj uan yang dirumus-kan dalam bent uk perilaku-perilaku t erukur t idak dapat sepenuhnya diukur dan diamat i sepenuhnya. Rumusan-rumusan perilaku cende-rung bersif at diskrit , sehingga dit engarai se-bagai sebuah upaya mengat omisasi perilaku yang sebenarnya bersif at holost ik dan ut uh (i nt act behavior s).17 Lagipula, perilaku yang di-klaim t elah diukur dianggap sebagai sebuah perilaku akhir (ul t i mat e behavior ), walau
se-sungguhnya menurut pandangan konst rukt ivis bahwa perilaku t ersebut bukanlah yang f inal, t et api ia akan direvisi, dikonst ruksi ulang, at au diubah menj adi sesuat u yang lebih sempurna.18
Kedua, Collins menyebut kan bahwa KBK
meningkari hasil penelit ian yang pernah di-lakukan selama 100 t ahun di bidang psikologi, pendidikan, organisasi, maupun dalam bidang kebudayaan. Khususnya, ia t idak sependapat dengan bat asan yang digunakan oleh penganut aliran behaviorisme t ent ang ski l l dan com-pet ence sebagai sebuah perilaku yang bersif at
sangat individual dan bebas t at a nilai. Pa-dahal, ski l l dan compet ence kenyat aannya
merupakan sebuah hasil konst ruksi sosial dan
16 A. Gonczi, 1997, Fut ure Dir ect ion f or Vocat ional Educat ion in Aut ral ia Secondar y School s, Aust r al i a and New Zeal and Jour nal of Vocat i onal Educat i on Resear ch 5, No. 1 (May), hl m. 77-108; dan T. Hyl and, l oc. ci t . 17 N. Jackson, 1994, If Compet ence i s t he Answer, What is
t he Quest ion? In A Col l ect i on of Or i gi nal Essay on Cur r i cul um f or t he Wor kpl ace, Geel ong: Aust ral ia Deakin Uni versit y, hl m. 135-149.
prakt ik kebudayaan yang akt if dan kreat if .19 Lebih-lebih lagi, validit as t eknik pengukuran yang didasarkan pada model pembelaj aran secara behaviorist ik sangat problemat ik sebagai indikat or model pembelaj aran yang signif ikan.20
Ket i ga, model pengecekan t erhadap
pe-merolehan kompet ensi berdasarkan pada t eknik
checkl i st yang menandai dicapai/ t idaknya dicapainya kompet ensi dimaksud dipandang sangat menyederhanakan sebuah persoalan yang sesungguhnya sangat kompleks. Penilaian t erhadap pencapaian sebuah kompet ensi yang didasarkan pada pencapaian kompet ensi mini-mum sangat t idak memot ivasi seseorang unt uk mencapai kompet ensi st andar. Kompet ensi mi -nimum hanyalah merupakan t ingkat an perilaku yang dapat dit erima (accept abl e l evel of com-pet ency), bukan berart i komcom-pet ensi minimum
t elah berkesesuaian dengan kompet ensi st andar yang dit et apkan secara nasional maupun secara int eransional (a st andar d of excel l ence).21
Keempat , Jackson menilai bahwa KBK
bersikap sangat birokrat is, t eralalu rumit , ma-hal, dan membut uhkan wakt u yang banyak un-t uk mengimplemenun-t asikan di sekolah.22 Hay-land dalam penelit ian menyimpulkan bahwa banyak sekolah at au lembaga pendidikan di dunia yang t idak bersedia mengimplement asi -kan KBK.23 Kel i ma, kendat ipun pendekat an
kompet ensi bersif at kompat ibel dengan model pembelaj aran kognit if , t et api KBK t idak cocok dit erapkan pada lembaga pendidikan t inggi24 karena kompet ensi t erlalu dibat asi secara sem-pit dan j ust ru kompet ensi meniadakan keber-adaan sebuah kurikulum sert a mempersempit mat eri.25
19
C. Col l in (ed), 1993, Compet enci es: The Compet enci es Debat e i n Aust r al i an Educat i on and Tr ai ni ng, Curt in: Aust ral i an Col l ege of Educat ion, hl m. 89
20
J. Barri e dan R. W. Pace, Compet ence, Ef f i ciency, and Organizat ional Learning, In Human Resour ce Devel opment Quar t er l y 8, No. 4 (Wi nt er 1997), hl m. 340; dan Dewa Komang Tant ra, op. ci t , hl m. 6.
21 Dewa Komang Tant r a, i bi d, hl m. 6 22 N. Jackson, l oc. ci t .
23 T. Hyl and, 1997, Nat ional Vocat ional Qual if icat ions, Skil l Trai ning and Empl oyers’ Need, in Jour nal of Vocat i onal Educat i on f or t he Wor kpl ace, Geel ong: Aust ral i a Deakin Uni versit y.
24 T. Hyl and, 1994, op. cit , hl m. 336 25
Dewa Komang Tant r a, l oc. ci t .
Terhadap krit ik dari penent ang KBK ini, para pendukung penerapan KBK dalam pe-nyelenggaraan pendidikan berpendapat sebagai berikut . Per t ama, Erridge dan Perry26 yakin bahwa “ … i t gives i ndivi dual s oppor t unit i es t o achi eve qual i f i cat i ons t hat r el at e t o r equir ed per f or mance i n t he wor kpl ace …” . Bagi
ke-duanya, KBK diyakini memberi peluang bagi seseorang unt uk mencapai kualif ikasi yang dibut uhkan. KBK diyakini merupakan sebuah rencana dan pengat uran t ent ang kompet ensi dan pemberdayaan sumberdaya secara ef isien dan ef ekt if . KBK diyakini dapat memberikan layanan t erhadap pesert a didik sesuai dengan kemampuan dan pot ensi yang dimilikinya. Dengan demikian, KBK bukannya menghasilkan lulusan yang memiliki penget ahuan sebanyak-banyaknya, melainkan lulusan yang memiliki kemampuan dan sikap unt uk meningkat kan kehidupannya di masyarakat .27
Kedua, Jones dan Moore28 berpendapat bahwa KBK menerapkan pendekat an kompe-t ensi kompe-t unggal (one compet ency-based ap-pr oach), yang dapat dengan mudah dispesif ikasi
menj adi perilkau-perilaku t erukur menurut bidang t ugas dan garapannya. Ket i ga, penet
ap-an kompet ensi st ap-andar akap-an memberdayakap-an individu, sehingga individu t ersebut akan mampu melakukan pilihan di ant ara apa yang harus dipelaj ari (l ear ni ng what t o be l ear ned)
dan bagaimana harus belaj ar (l ear ning how t o l ear n). Velde dan Hopkins bahkan
menambah-kan bahwa dalam KBK “ … t her e i s l ess cont r ol f r om bur eaucr at i c power -hol der and mor e de-ci si on maki ng made by consumer s t hemselves” .
Jadi KBK memberikan kesempat an cukup luas kepada siswa unt uk mencapai kompet ensi yang diharapkan sesuai dengan kemampuan dan pot ensinya masing-masing. Fleksibilit as pembe-laj aran dij amin bila menggunakan KBK. Pe-rangkat KBK bukan lagi menj adi kewenangan pusat melainkan kewenangan daerah sesuai
26 A. Erridge dan S. Perr y, The Val i dit y and Val ue of Nat ional Vocat ional Qual if icat ion, in Br i t i sh Jour nal of Educat i on and Wor k 7 No. 2, 1994, hl m. 140.
27 Dewa Komang Tant r a, op. ci t , hl m. 7
dengan kondisi dan pot ensi masing-masing. KBK memberi peluang yang amat besar dan f leksibel bagi guru/ sekolah/ daerah unt uk me-ngebangkan pot ensinya masing-masing sesuai dengan kebut uhan dan daya dukung masing-masing.29
Keempat , t arget perilaku yang ingin
di-sasar dirumuskan secara j elas unt uk set iap j enj ang dan j enis kompet ensi. Komponen kom-pet ensi dasar, mat eri st andar, dan indicat or pencapaian hasil belaj ar dit et apkan dan disaj ikan secara t erpadu. Mat eri-mat eri yang dibent uk diarahkan pada pencapaian sebuah kompet ensi. Mat eri-mat eri pelaj aran t idak maksudkan unt uk dihaf al melainkan harus di-peragakan dan didemonst rasikan agar t ercapai kompet ensi yang dimaksud. Kel ima, guru/ dosen
diberi kesempat an yang luas unt uk berkreasi dan mengembangkan mat eri-mat eri pokok se-cara kreat if agar kompet ensi yang dit et apkan sebelumnya t erj amin dapat t ercapai oleh siswa. Empat pilar UNESCO, yait u l ear ning t o know, l ear ning t o do, l ear ni ng t o be, lear ni ng t o l i ve t oget her diakomodasikan secara int
e-grat if dan proporsional dalam pembelaj aran sis-wa. Aspek kognit if , af ekt if dan psikomot orik diperlakukan sebagai sebuah perilaku yang ut uh yang melandasi sebuah kompet ensi. Model pem-belaj aran berorient asi pada siswa (st udent -or i ent ed l ear ni ng). Di samping it u,
ke-cakapan bekal hidup diakomodasi dalam pembelaj aran secara t erpadu.30
Keenam, sist em pembelaj aran t unt as
be-nar-benar dit erapan. Seseorang siswa dapat meneruskan ke j enj ang kompet ensi yang beri-kut nya bila ia sudah mencapai kompet ensi sebelumnya sesuai dengan bat as kompet ensi minimum. Sist em manaj emen peni ngkat an mu-t u dilakukan berdasarkan pada manaj emen ber-basis sekolah dan menggalang part isipasi akt if dari semua st akehol der s yang pot ensial. Ke-t uj uh, sisKe-t em penilaian yang digunakan bersif aKe-t
berkelanj ut an, yait u mengacu pada keberlang-sungan proses dan sist em penilaian berbasis kelas (cl assr oom-based assessment ), yang
29 Dewa Komang Tant r a, op. ci t , hl m. 7-8 30
Ibi d, hl m. 8
pat berbent uk t est uraian, port o f olio, at au t ugas.31
Kedel apan, KBK menerapkan sebuah
kuri-kulum berdiversif ikasi, yait u dengan mengklasi-f ikasi siswa yang berkemampuan normal, se-dang at au t inggi. Siswa yang berkemampuan normal dit unt ut sebat as memiliki kompet ensi minimum, sedangkan siswa yang memiliki ke-mampuan t inggi dit unt ut unt uk mencapai kom-pet ensi st andar. Guru/ dosen diberikan kebe-basan unt uk menet apkan mat eri yang cocok unt uk siswanya. Dengan kebebasan t ersebut , guru/ dosen memiliki peluang yang cukup t inggi unt uk mengembangkan mat eri-mat eri yang memiliki karakt erist ik lokal.32
Tak dapat dipungkiri bahwa KBK selain memiliki keunggulan, j uga memiliki kekurang-an. Akan t et api ini t ak menyurut kan pemerin-t ah unpemerin-t uk menenpemerin-t ukan kebij akan penerapan KBK di semua j enj ang pendidikan. Depart emen Pendidikan Nasional (sekarang Kement rian Pen-didikan Nasional) mulai memberlakukan KBK sej ak 2002, yang t ert uang dalam Keput usan Ment eri Pendidikan Nasional No. 232/ U/ 2000 dan No. 045/ U/ 2002 yang mengamanat kan penyusunan kurikulum pendidikan t inggi yang berbasis kompet ensi unt uk set iap program st udi oleh kalangan perguruan t inggi yang bersang-kut an (bukan oleh pemerint ah). Konsekuensi-nya adalah pengembangan kurikulum diserah-kan kepada masing-masing perguruan t inggi (PT), ini sesuai dengan konsep ot onomi PT, akan t et api implement asinya sampai Agust us 2010, belum semua program st udi mengguna-kan KBK, bahmengguna-kan unt uk program st udi ilmu hukum, belum sat upun menggunakan KBK.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengat uran mengenai isi maupun bahan kaj ian dan pelaj aran sert a cara penyampaian-nya dan penilaianpenyampaian-nya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiat an belaj ar mengaj ar di peruguruan t inggi (Pasal 1 angka 6 SK Mendiknas No. 232/ U/ 2000).33 Kompet ensi
31 Ibi d.
32 Ibi d.
adalah seperangkat t indakan cerdas, penuh t anggungj awab yang dimiliki seseorang sebagai syarat unt uk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan t ugas-t ugas di bidang pekerj aan t ert ent u (Pasal 21 SK Mendiknas No. 045/ U/ 2002). Pendekat an kompet ensi merupa-kan suat u cara t erbaik unt uk meningkat merupa-kan kompet ensi yang sej alan dengan persyarat an kerj a di sit us kerj a t ert ent u.34
Jadi Kurikulum Berbasis Kompent ensi (KBK) ialah kurikulum yang disusun berdasarkan elemen-elemen kompet ensi yang dapat meng-hant arkan pesert a didik unt uk mencapai kom-pet ensi ut ama, komkom-pet ensi pendukung, dan kompet ensi lainnya.35 Penet apan kompet ensi ut ama, pendukung dan kompet ensi lainnya t ak lepas dari perumusan mengenai prof il lulusan. Maksudnya adalah prof esi apa yang akan diemban oleh lulusan set elah menyelesaiakan pendidikannya. Dari ident if ikasi prof il lulusan it u maka akan dit ent ukan kompet ensi apa yang harus dipunyainya. Set elah kompet ensi it u t er-bent uk, barulah menyusun pengelompokan ma-t a kuliah berdasarkan elemen kompema-t ensinya, yang t erdiri dari landasan kepribadian, pe-nguasaan ilmu dan ket erampilan, kemampuan berkarya, sikap dan perilaku dalam berkarya menurut t ingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ket erampilan yang dikuasai; dan pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
Konsep ini digunakan unt uk mengakomo-dasi kebut uhan masyarakat yang menj adikan perguruan t inggi sebagai t empat pembelaj aran dan suat u sumberdaya penget ahuan, pusat ke-budayaan, sert a t empat pembelaj aran t erbuka unt uk semua. Oleh karena it u dimasukkan st ra-t egi kebudayaan dalam pengembangan pendi-dikan t inggi. St rat egi kebudayaan t ersebut
dinamakan proses pembel aj aran. Akibat dari perkembangan il mu penget ahuan, khususnya sosio-t eknol ogim maka kurikul um di arsosio-t ikan secar a l ebih l uas sebagai kesel ur uhan proses pembel aj aran yang direncanakan dan di bi mbing di sekol ah, baik yang dil aksanakan di dal am kel ompok at au secar a indi vi dual , di dal am dan di l uar sekol ah. Kerr dal am Yul i Kwar t ol o, Cat at an Kri t is t ent ang Kurikul um Ber basi s Kompet ensi, art ikel dal am Jur nal Pendi di kan Penabur No. 01/ Th. I/ Maret 2002, hl m. 107.
34 Dewa Komang Tant r a, op. ci t , hl m. 4. 35
Tarmi di, op. ci t , hl m. 4.
beruj ud kemampuan unt uk menangani masalah-masalah yang t erkait dengan berbagai aspek, yait u per t ama, f enomena ant hr ophos, dicakup
dalam pengembangan manusia yang beriman dan bert aqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekert i luhur, berkepribadian mant ap, dan mandiri sert a mempunyai rasa t anggung j awab kemasyarakat an dan kebangsaan; kedua,
f enomena t ekne, dicakup dalam penguasaan
ilmu dan ket erampilan unt uk mencapai deraj at keahlian berkarya; ket i ga, f enomena oi kos,
dicakup dalam kemampuan unt uk memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya; dan keempat ,
f enomena et nos, dicakup dalam pembent ukan
sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut t ingkat keahlian ber-dasarkan ilmu dan keahlian yang dikuasai.36
Sailah menyat akan bahwa kurikulum ber-basis kompet ensi berupaya unt uk mensinergi-kan har dski l l s dan sof t ski l l s. Unt uk
mengim-plement asikannya diperlukan keberanian unt uk berubah, kreat ivit as dosen dalam meng-opt imalkan sumberdaya f asilit as dan kemauan sert a komit men yang kuat dari pimpinan perguruan t inggi unt uk menerapkannya. Apa-bila ingin memberikan pendidikan berkarakt er dan berkualit as, maka kebiakan dalam meng-at ur t eam t eaching (t meng-at ap muka dalam t im dosen, bukan berart i giliran mengaj ar dalam sat u mat a kuliah), mengat ur penj adwalan, menyediakan f asilit as ruangan dan alat , komit -men, dan insent if bagi dosen yang memadai. Adapun ciri-ciri kurikulum berbasis kompet ensi yait u; per t ama, menyat akan secara j elas
rin-cian kompet ensi pesert a didik sebagai luaran proses pembelaj aran; kedua, mat eri aj ar dan
proses pembelaj aran dirancang dengan orien-t asi pada pencapaian kompeorien-t ensi dan berf okus
36
pada minat pesert a didik (St udent Cent ered Learning); ket i ga, lebih mensinergikan dan
mengint egrasikan penguasaan ranah kognit if , psikomot orik dan af ekt if ; keempat , proses
pe-nilaian hasil belaj ar lebih dit ekankan pada ke-mampuan unt uk berkreasi secara procedural at as dasar pemahaman penerapan, analisis, dan evaluasi yang benar pula; dan kel ima, disusun
oleh penyelenggara pendidikan t inggi dan pi-hak-pihak berkepent ingan t erhadap lulusan pendidikan t inggi (masyarakat prof esi dan pengguna lulusan).37
Perubahan kurikulum berart i j uga per-ubahan pembelaj arannya. Dalam kurikulum int i dan inst it usional, model pembelaj arannya di-dasarkan pada proses t r ansf er of knowl edge, di
mana dosen/ pengaj ar menj adi Teacher Cent er -ed Lear ning (TCL) at au Teacher -Cent er -ed Con-t enCon-t -Or ienCon-t ed (TCCO). Keadaan ini berubah ke
arah penggunaan prinsip St udent -Cent er ed Lear ni ng (SCL) yang disesuaikan dengan
keada-an pergurukeada-an t inggi. SCL merupakkeada-an suat u pro-ses pembekalan yang berupa met hod of i nquir y
seseorang yang berkompet en dalam berkarya di masyarakat . Dengan demikian t ampak j elas bahwa perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis penguasaan ilmu penget ahuan dan ket erampilan (KBI sesuai Kepmendikbud No. 056/ U/ 1994) ke KBK (sesuai Kepmendiknas No. 232/ U/ 2000, mempunyai beberapa harapan ke-unggulan yait u luaran hasil pendidikan (out -comes) yang diharapkan sesuai dengan societ al
needs, indust rial/ business needs, dan pr of esssi onal needs; dengan pengert ian bahwa out -comes merupakan kemampuan mengint
egrasi-kan i nt el l ect ual ski l l , knowl edge dan af ekt if
dalam sebuah perilaku secara ut uh.38
Pola pembelaj aran TCL/ TCCO yang ber-pusat pada dosen kurang memadai unt uk men-capai t uj uan pendidikan yang berbasis kompe-t ensi. Berbagai alasan yang dapakompe-t dikemukakan ant ara lain adalah: per t ama, perkembangan
IP-TEK dan seni yang sangat pesat dengan ber-bagai kemudahan unt uk mengaksesnya
37
Il l ah Sail ah, 2008, Pengembangan Sof t ski l l di Per gur uan TInggi , Jakart a: Tim Kerj a Pengembangan Sof t skil l Direkt orat Jenderal Pendi dikan Tinggi.
38 Sub Direkt orat KPS, op. ci t , hl m. 9-10 dan Tar mi di, op. ci t , hl m. 4
kan mat eri pembelaj aran yang sulit dapat dipenuhi oleh seorang dosen; kedua, perubahan
kompet ensi kekaryaan yang berlangsung sangat cepat memerlukan mat eri dan proses pem-belaj aran yang lebih f leksibel; dan ket i ga,
kebut uhan unt uk mengakomodasi demokrat isasi part isipat if dalam proses pmebelaj aran di perguruan t inggi.
Pembelaj aran ke depan didorong menj adi berpusat pada mahasiswa (SCL) dengan mem-f okuskan pada t ercapainya kompet ensi yang diharapkan. Hal ini berart i mahasiswa harus di-dorong unt uk memiliki mot ivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras men-capai kompet ensi yang diinginkan. Ket iga alas-an pergeseralas-an pembelaj aralas-an di at as merupakalas-an alasan di luar esensi proses pembelaj aran it u sendiri.39 Ini merupakan t ugas berat , karena mendorong mahasiswa unt uk memot ivasi diri sendiripun bukan merupakan hal yang mudah.
Apabila dit inj au esensinya, pergeseran pembelaj aran adalah pergeseran paradigma, yait u paradigma dalam cara kt ia memandang penget ahuan, paradigma belaj ar dan pembe-laj aran it u sendiri. Paradigma lama meman-dang penget ahuan sebagai sesuat u yang sudah j adi, yang t inggal dipindahkan ke orang lain/ mahasiswa dengan ist ilah t r ansf er of know-l edge. Paradigama baru, penget ahuan adaknow-lah
sebauh hasil konst ruksi at au bent ukan dari orang yang belaj ar, sehingga belaj ar adalah sebuah proses mencari dan membent uk/ meng-konst ruksi penget ahuan, j adi bersif at akt if dan spesif ik caranya. Pada paradigma lama, bela-j ar adalah menerima penget ahuan, pasif , ka-rena penget ahuan yang t elah dianggap j adi t adi t inggal dipindahkan ke mahasiswa dari dosen, akibat nya bent uknya berupa penyampaian ma-t eri/ ceramah. Dosen sebagai pemilik dan pem-beri penget ahuan, mahasiswa sebagai penerima penget ahuan, kegiat an ini sering dinamakan pengaj aran. Dengan pola ini perencanaan peng-aj arannya (GBPP dan SAP) lebih banyak men-deskripsikan kegiat an yang harus dilakukan oleh pengaj ar, sedang bagi mahasiswa, perencanaan
t ersebut lebih banyak bersif at inst ruksi yang
39
harus dij alankan. Konsekuensi paradigm baru adalah dosen hanya sebagai f asilit at or dan mo-t ivamo-t or dengan menyediakan beberapa smo-t ramo-t egi belaj ar yang memungkinkan mahasiswa (bers-ama dosen) memilih, menemukan dan me-nyusun penget ahuan sert a cara mengembang-kan ket erampilan (met hod of i nqui r y and di scover y). Dengan paradigma inilah proses
pembelaj aran (l ear ni ng pr ocess) dilakukan.40
Model Pembelaj aran dalam KBK
Kompet ensi dalam proses pendidikan di-pahami sebagai gabungan kemampuan kognit if , psikomot orik dan af ekt if yang t ercermin dalam perilaku, at au dalam dunia kerj a digunakan ist ilah gabungan hardskills dan sof t skills, di mana hardskills dimaksudkan sebagai kemam-puan yang berkait an dengan ilmu penget ahuan dan t eknologi (kemampuan t eknis), sedang sof t skills dimaknai sebagai kemampuan int er-persolan dan int rapersonal (non t eknis). Dalam pembelaj aran yang mengarah t ercapainya kom-pet ensi, akan dipilih model pembelaj aran yang selain dapat menghasilkan hardskills, j uga harus dapat menumbuhkan sof t skills pada anak didik.41
Alasan diberlakukannya KBK sendiri ka-rena t erj adi perubahan kondisi t ermasuk pgeseran paradigma. Perpgeseran paradigma t er-sebut dapat dilihat dari beberapa indikat or, sepert i f ocus, owner shi p, expect at i ons, l eader -shi p, st udent s, mi st akes, cl asses, dan empha-si s. Perubahan pembelaj aran dari t eacher cen-t er ed l ear ni ng menj adi scen-t udencen-t cencen-t er ed l ear ni ng, dikarenakan kondisi global
(persaing-an, persyarat an kerj a, perubahan orient asi) yang nant inya akan membawa perubahan pada kompet ensi lulusan sert a perubahan paradigm belaj ar dan mengaj ar yang nant inya diharapkan dapat t erj adi perubahan kurikulum yang ber-dampak pada perubahan perilaku pembelaj aran yang akan menghasilkan peningkat an mut u lulusan dan relevansi.42
40 Ibi d. Sil vi Dew ij ani, Per geser an Par adi gma Ke Ar ah KBK, Menuj u Per gur uan Ti nggi yang Ber kual i t as, makal ah pada TA KBK dan SCL di UNSOED Purwokert o, 8-9 Jul i 2010, hl m. 19-21.
41 Ibi d, hl m. 37. 42
Tarmi di, op. ci t , hl m. 5.
Selama ini t erj adi kesenj angan kemampu-an luluskemampu-an adalah perbkemampu-andingkemampu-an prosent ase
har d ski l l dan sof t ski l l yang t erlalu j auh, yait u
20% dan 80%. Padahal f akt or yang memberi kont ribusi keberhasilan dalam dunia kerj a t erdiri dari f akt or f inansial sebanyak 10%, f ak-t or keahlian pada bidangnya 20%, net wor ki ng
30%, dan 40% sisanya adalah sof t ski l l . Sof t ski l l
t erdiri dari 2 macam, yait u i nt er per sonal s skill
dan i nt r aper sonal s ski l l s. Int erpersonals skills
meliput i mot ivat i on ski l l s, l eader shi p ski l l s, negot i at ion ski l l s, pr esent at i on ski l l , com-muni cat ion ski l l s, r el at i onshi p bui l di ng, publ i c speaki ng, dan sel f mar ket i ng ski l l s. Int r aper -sonal ski l l s meliput i t ime management , st r ess management , change management , t r ansf or -mi ng bel ief s, t r ansf or -ming char act er , cr eat ive t hi nki ng pr ocesses, good set t i ng dan l i f e pur -pose, dan acceler at ed l ear ni ng t echni ques.43
KBK dengan met ode pembelaj aran SCL, memiliki beragam model pembelaj aran yang dapat digunakan unt uk mengembangkan hardskills sekaligus sof t skills. Model-model t er-sebut ant ara lain Smal l Gr oup Di scussion, Rol e-Pl ay & Si mul at ion, Case St udy, Di scover y Lear ni ng (DL), Sel f -Dir ect ed Lear ni ng (SDL), Cooper at ive Lear ning (CL), Col l abor at ive Lear ni ng (CbL), Cont ext ual Inst r uct ion (CI), Pr oj ect Based Lear ni ng, dan Pr obl em Based Lear ni ng and Inqui r y (PBL). Selain
model-mo-del ini, masih ada lain, bahkan set iap dosen dapat mengembangkan model pembelaj arannya sendiri.44
Smal l Gr oup Di scussi on merupakan sat u
elemen belaj ar secara akt if dan merupakan bagian dari banyak model pembelaj aran SCL yang lain, sepert i CL, CbL, PBL dan lain-lain. Pada model ini, mahasiswa dimint a membuat kemlompok kecil unt uk mendiskusikan mat eri yang diberikan dosen at au bahan yang di-peroleh anggot a kelompok. Pada model
43 Ibi d, hl m. 6.
si, mahasiswa dibawa ke sit uasi yang mirip dengan sesungguhnya ke dalam kelas. Pada
Di scoer y Lear ni ng, met ode belaj ar dif okuskan
pada pemanf aat an inf ormasi yang t ersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, unt uk membangun pe-nget ahuan dengan cara belaj ar sendiri. Se-dangkan pada Sel f -Di r ect ed Lear ni ng,
maha-siwa at as inisiat if sendiri melakukan peren-canaan, pelaksanaan, dan penilaian t erhadap pengalaman belaj ar yang t elah dij alani. Dosen hanya bert indak sebagai f asilit at or, memberi arahan, bimbingan dan konf irmasi t erhadap kemaj uan belaj ar yang t elah dilakukan mahasiswa.45
Cooper at ive Lear ni ng adalah met ode
be-laj ar berkelompok yang dirancang oleh dosen unt uk memecahkan suat u masalah/ kasus at au mengerj akan suat u t ugas. Kelompok t erdiri at as beberapa mahasiswa yang memiliki ke-mampuan akademik yang beragam. Col l abo-r at ive Leaabo-r ning adalah met ode belaj aabo-r yang
menit ikberat kan pada kerj asama ant ar maha-siswa yang didasarkan pada consensus yang dibangun sendiri oleh mahasiswa. Cont ext ual Inst r uct ion merupakan konsep belaj ar yang
mencoba unt uk melakukan link and mat ch ant ara isi kuliah dengan kehidupan sehari-hari.
Pr oj ect -Based Lear ni ng adalah met ode belaj ar
yang sist emat is, yang melibat kan mahasiswa dalam belaj ar penget ahuan dan ket erampilan melalui proses pencarian (i nqui r y) yang
pan-j ang dan t erst rukt ur t erhadap pert anyaan yang ot ent ik dan kompleks sert a t ugas dan produk yang dirancang dengan sangat hat i-hat i. Pr ob-l em-Based Lear ni ng/ Inquir y adaob-lah beob-laj ar
de-ngan memanf aat kan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian at au penggalian inf ormasi (i nquir y) unt uk dapat memecahkan
masalah t ersebut .46
Penggunaan met ode SCL dalam pene-rapan KBK memang penuh muat an sof t skills. Berbagai penelit ian yang sej alan dengan pen-t ingnya pengembangan sof t ski l l s mendukung
hal ini, di ant aranya berdasarkan hasil
be-berapa j aj ak pendapat (t r acer st udy) yang
45 Ibi d, hl m. 27-28.
46
Ibi d, hl m. 29-30.
lakukan perguruan t inggi di Indonesia, kompe-t ensi sarj ana di dunia kerj a dibagi dua aspek. Pert ama, aspek t eknis berhubungan dengan lat ar belakang keahlian at au keahlian yang diperlukan di dunia kerj a. Kedua, aspek non t eknis mencakup mot ivasi, adapt asi, komuni-kasi, kerj asama t im, pemecahan persoalan, manaj emen st ress, kepemimpinan dan seba-gainya. Masing-masing dunia usaha/ indust ri dapat memberikan sederet kompet ensi t eknis maupun non t eknis yang berbeda. Namun pada umumnya, j enis kompet ensi non t eknis lebih banyak dibandingkan dengan kompet ensi t ek-nis. Dalam dunia indust ri dan akademik, t er-dapat perbedaan sudut pandang dan peng-harapan dari lulusan, oleh karena it u perlu di bangun mind set yang sama dan pengembangan kepribadian at au perilaku. Sebagai cont oh, sa-lah sat u indikat or kebagusan program st udi saat ini adalah j ika lulusannya memiliki wakt u t unggu yang singkat unt uk mendapat kan pe-kerj aan pert ama. Namun, indust ri mengat akan bukan it u, melainkan seberapa t angguh seorang lulusan unt uk memiliki komit men at as perj anj ian yang t elah dibuat nya pada pekerj aan pert ama.47
Penerapan KBK pada Program St udi Ilmu Hukum
Bagi penyelenggara pendidikan t inggi hu-kum, persoalan kurikulum memiliki akar se-j arah yang panse-j ang dan perdebat an yang t iada kunj ung usai dari masa Recht hogeschool (1909) ke Facult eit der Recht sgeleerdheiden en So-ciale Wet enschappen (1947) sampai ke era Program St udi Ilmu Hukum. Kurikulum yang mendasari penyelenggaraan pendidikan pada masa-masa it u selalu bergant i, seriring dengan perkembangan j aman dan perdebat an menge-nai pert anyaan apakah pendidikan t inggi hukum merupakan pendidikan akademik at au prof esi.48
47 Il l ah Sail ah, l oc, ci t .
Program st udi ilmu hukum merupakan penyelenggara pendidikan hukum yang akan menghasilkan lulusan dengan berbagai macam kompet ensi yang harus dimiliki dan dikuasai. Kurikulum pendidikan t inggi hukum saat ini masih mengacu kepada kurikulum int i dan inst it usional, sehingga pet a kompet ensi t ak dapat dilihat hanya dengan melihat kurikulum. Lagi pula penekanan pada cont ent based,
menyebabkan isi kurikulum berkut at pada pen-yampaian mat eri kuliah dengan dosen sebagai cent er-nya. Sehubungan dengan t unt ut an per-kembangan j aman dan dunia kerj a, penyeleng-gara pendidikan t inggi hukum perlu mengubah orient asi kurikulumnya ke KBK.
Sampai saat ini, belum ada program st udi ilmu hukum yang memiliki dan menerapkan KBK secara penuh. Ada beberapa yang sebagian ke-cil menerapkan KBK, akan t et api it u t ak lebih dari sekadar percont ohan. Badan Kerj asama Dekan Fakult as Hukum Perguruan Tinggi se-Indonesia, masih mendasarkan pada kurikulum lama, padahal amanat dalam perat uran per-undang-undangan sudah harus bergeser ke KBK. Saat ini hanya Fakult as Hukum UGM yang se-dang serius menggarap KBK, yang berart i j ika t ak ada program st udi ilmu hukum lain yang berani, FH UGM akan menj adi l eader dalam
penerapan KBK.
Jika kit a melihat perdebat an mengenai pendidikan t inggi hukum, maka KBK akan cocok dit erapkan. Sebagaimana dikemukakan oleh A. H. de Wild, bahwa pendidikan hukum adalah khas suat u pendidikan prof essional t ampaknya sepert i suat u kebenaran yang sudah j elas dengan sendirinya (sel f evi dent , een waar haei d al s een koe). Dalil bahwa ant ara apa yang
di-namakan pendidikan prof essional dan apa yang dinamakan pendidikan akademik (pendidikan ilmiah) t erdapat suat u perbedaan yang f
Pembangunan No. 4 Tahun XXV Agust us 1995, Jakar t a: FH UI, hl m. 291-309; Hikmahant o Juw ana, Ref or masi Pendi di kan Hukum, art ikel pada Sit us MaPPI, ht t p: / / www. pemant au per adil an. com/ opi ni / 04. REFOR MASIPENDIDIKANHUKUMDIINDONESIA. pdf , akses t ang-gal 10 Agust us 2010; Soet andyo Wignj osoebrot o, Per kembangan Hukum Nasi onal dan Pendi di kan Hukum di Indonesi a Pada Er a Pascakol oni al , art ikel pada sit us LSM HUMA, ht t p: / / www. huma. or . i d/ Anal isaHukum/ Perkem bangan_Hukum_Nasional _dan_Pendidikan_Hukum_di _Ind onesi a_Pada_Era_Pascakol oni al _Soet andyo. pdf .
ment al, t ampaknya j uga sama sudah dit erima secara umum. Suat u pendidikan yang diarah-kan unt uk mengaj ardiarah-kan (menumbuhdiarah-kan) sej um-lah kemahiran dan pemahaman dengan sasaran pada penerapan “ prakt is” di kemudian harinya, t ampaknya memang sekurang-kurangnya pada pandangan pert ama memiliki kekhasan yang berbeda ket imbang pendidikan yang t uj uan ut amanya adalah mengaj arkan penget ahuan t eoret is/ ilmiah.49
Apabila kit a perhat ikan pendapat A. H. de Wild, maka akan t erlihat bahwa pendidikan hukum merupakan perpaduan ant ara pendidik-an prof essional dpendidik-an pendidikpendidik-an akademik. Hal ini t ak perlu diperdebat kan lebih lanj ut meng-ingat keduanya saling melengkapi. Akan t et api dalam kont eks KBK, persoalan ini kembali mun-cul mengingat pet a kompet ensi yang hendak dicapai lulusan, set idaknya mencakup dua hal t ersebut .
Terhadap persoalan ini, ada pendapat menarik dari Hikmahant o Juwana yang ber-pendapat perlunya pemisahan yang t egas ant ara pendidikan akademik dan pendidikan prof esi.50 Jika persoalan ini dipet akan ke j en-j ang pendidikan (S1, S2, dan S3), maka akan j elas pet a kompet ensinya, akan t et api j ika hal ini dit erapkan pada pendidikan S1, persoalan akan kembali ke masa Recht shogeschool
de-ngan Facul t ei t der Recht sgel l eer dhei d en Soci al Wet enschappen di j aman kolonial.
KBK memang berorient asi pada kom-pet ensi yang diperlukan dalam bidang peker-j aan t ert ent u, akan t et api t ak berart i meniada-kan pendidimeniada-kan yang bersif at akademis. Pe-nyusunan KBK bagi program st udi ilmu hukum, pada awalnya perlu diident if ikasikan mengenai kompet ensi apa yang harus dimiliki oleh seorang lulusan. Unt uk it u perlu dit ent ukan prof il lulusan at au akan menj adi apa at au prof esi apa yang akan dij alani oleh lulusan (misalnya, j aksa, hakim, polisi, pengacara, kon-sult an dan sebagainya). Dari prof il lulusan it u maka dapat dit ent ukan kompet ensi ut ama,
49 A. H. de Wil d, Pendidikan Hukum Ant ara Il mu dan Prof esi, art ikel dal am Maj al ah Pr o Just i t i a FH UNPAR Bandung, Tahun XII No. 1 Januari 1994, hl m. 54.
50
kompet ensi pendukung dan kompet ensi lainnya (yang di dalamnya t erdapat muat an har dski l l s
dan sof t ski l l s) dari masing-masing prof il lulusan
it u.
Berdasarkan pet a kompet ensi it u, maka dapat disusun mat rik hubungan ant ara bahan kaj ian dengan kompet ensi dalam bent uk mat a kuliah. Bahan kaj ian it u meliput i landasan ke-pribadian, penguasaan ilmu dan ket erampilan, kemampuan berkarya, sikap dan perilaku dalam berkarya menurut t ingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ket erampilan yang dikuasai; dan pe-mahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
Jika mat riks sudah t erbent uk, maka akan dapat dirumuskan mat a kuliahnya besert a besaran Sist em Kredit Semest er (SKS). Dalam KBK, j umlah SKS pada sat u mat a kuliah adalah besar at au gemuk (misalnya 6 SKS at au 8 SKS). Ini sebagai konsekuensi dari pemet aan kompet ensi yang harus memenuhi semua elemen prof il lulusan yang meliput i hardskills dan sof t skills. Jadi dalam KBK, penyusunan ma-t a kuliah bukan berdasarkan pada keahlian dari dosen at au rebut an mat a kuliah at au ingin menj adikan keahlian dosen sebagai mat a kuliah t ersendiri, akan t et api lebih kepada compet e-nsi apa yang harus dipunyai oleh seorang lulus-an.
Kurikulum lama yang saat ini masih mendominasi, masih menggunakan proses pembelaj aran yang TCL, di mana dosen masih menj adi akt or sent ral dalam t r ansf er of knowl edge. Tent u saj a pergeseran ke KBK akan
menimbulkan guncangan pada awalnya di kalangan dosen, akan t et api hal ini merupakan sebuah proses, karena set iap perubahan past i ada resist ensi dan perlawanan dari para pem-bela st at us quo. Adalah suat u hal yang cukup
aneh, j ika KBK yang pemberlakuannya meng-gunakan inst rument hukum, kemudian mereka yang mengaj arkan hukum j ust ru mengingkari-nya. Pengingkaran ini t erlihat dari lambannya program st udi ilmu hukum merespon pember-lakuan KBK yang t elah dimulai 2002, ini berart i
sudah delapan t ahun proses pengabaian ber-langsung.
Jika kit a melihat kembali model pem-belaj aran KBK yang t ersebut di at as dengan proses SCL, maka akan sangat cocok unt uk st udi hukum. Misalnya Smal l Gr oup Di scussion, Simu-l at i on, Cooper at ive Lear ning, CoSimu-l abor at ive Lear ni ng, Cont ext ual Lear ni ng, dan Pr obl em-Based Lear ning, khususnya yang berbasis pada
pemecahan masalah-masalah hukum yang ada dan berkembang di masyarakat . Dalam hal ini ada sat u model pembelaj aran hukum yang mencoba unt uk memberi j awaban at as visi pendidikan hukum yang menyeimbangkan ant ara prof esionalisme dan pemahaman nilai-nilai keadilan sosial, yait u pendidikan hukum klinik (Cl i ni cal Legal Educat i on). Model ini
mendekat kan mahasiswa (dengan supervisi dari Dosen) unt uk ikut sert a dalam memecahkan masalah-masalah hukum dengan kemampuan t eknik hukum dan melat ih kepekaan sosial.51
Penerapan KBK pada program st udi ilmu hukum, mengingat kan kit a pada apa yang per-nah diungkapkan Sat j ipt o Rahardj o. Ia me-ngemukakan bahwa pendidikan hukum sebaik-nya secara sist emat is dibicarakan dalam kon-t eks sosialnya dan ini memberikan isyarakon-t bah-wa pendidikan hukum sif at nya t erbuka unt uk menampung dan memant au perkembangan yang berlangsung dalam masyarakat . Seringkali yang t erkena imbas dari perubahan sosial yang besar adalah hukum, sehingga dapat dipahami bahwa pendidikan hukum menghadapi per-soalan yang besar dan mendasar.52
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Sat j ipt o Rahardj o, maka adalah hal yang naïf j ika sampai sekarang pendidikan t inggi hukum belum mengakomodir perkembangan at au pe-rubahan sosial yang t erj adi sesuai dengan t
51
Lihat penj el asan mengenai model ini pada Open Societ y Just i ce Ini t i at i ve, 2009, Legal Capaci t y Devel opment Document s Cl i ni cal Legal Educat i on: Gener al Over vi ew, Jakart a: ILRC.
t ut an j aman. Tunt ut an j aman saat ini adalah kebut uhan akan lulusan pendidikan hukum yang memiliki kompet ensi yang sesuai dengan bidang pekerj aan dan ilmu yang diperolehnya dibangku kuliah. Oleh karena it u sudah saat nya perubah-an dilakukperubah-an, yait u dengperubah-an penerapperubah-an KBK pada kurikulum pendidikan ilmu hukum.
Penut up Simpulan