PENAGIHAN PAJAK DAN UTANG PAJAK
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Laboratorium Pajak IIIOleh:
Zunita Mahira M.
135030400111019
Ribka Rosanna
135030407111004
Hafidhah Fachrina
135030407111016
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara teoritis, ada tiga cara pemungutan pajak, yakni with-holding system, official assesment system, dan self assesment system. With-holding system adalah cara pemungutan di mana pajak disetorkan oleh pihak ketiga. Official assesment system adalah cara pemungutan di mana fiskus secara aktif melakukan pemungutan, termasuk di dalamnya adalah mengitungkan besarnya pajak terutang yang hraus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Kebalikannya, self assesment system adalah cara pemungutan pajak di mana Wajib Pajak secara aktif melakukan penyetoran pajak mulai dari melakukan pendaftaran NPWP, melakukan pembukuan, menghitung besarnya pajak terutang, membayarkan utang pajak, dan melaporkannya di Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan. Dalam menerapkan self assesment system, fiskus perlu melakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang bertujuan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak atau untuk tujuan lainnya. Hal ini senada dengan undang-undang nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) pasal 1 angka 25.
yang kuat untuk melakukan penagihan pajak dan memenuhi target penerimaan negara melalui pajak. selain itu, Wajib Pajak mengetahui bagaimana tindakan fiskus untuk melakukan penagihan pajak sehingga diharapkan Wajib Pajak dapat dengan patuh membayar pajak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apakah dasar hukum penagihan pajak? 2. Apakah yang menjadi dasar penagihan pajak? 3. Kapankah jatuh tempo ketetapan?
4. Bagaimanakah penentuan jatuh tempo pelunasan?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami apakah dasar hukum penagihan pajak 2. Untuk memahami apakah yang menjadi dasar penagihan pajak 3. Untuk memahami kapankah jatuh tempo ketetapan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penagihan Pajak
Menurut Undang- Undang No. 19 Tahun 2000 ayat 1 angka 9 disebutkan bahwa Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau rnemperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita
Menurut Moeljo Hadi dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Penagihan Pajak” yang dituliskan oleh AR Nadhiastuti dalam Jurnal, yang dimaksdud Penagihan Pajak adalah: “Serangkaian tindakan aparatur Direktorat Jendral Pajak berhubung Wajib Pajak melunasi baik sebagaian atau seluruh kewajiban perpajakan menurut Undang- Undang yang berlaku.
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya “Pengantar Singkat Hukum Pajak” yang dituliskan oleh AR Nadhiastuti dalam Jurnal, yang dimaksud Penagihan Pajak adalah:” Perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jendal Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-Undang Perpajakan khususnya mengenai pembayaran pajak.
2.2 Dasar Hukum Penagihan Pajak
Dalam hal yang berkaitan dengan Penagihan Pajak yang menjadi Dasar Hukum Penagihan Pajak yaitu:
1. Undang- Undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang- Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penaguhan Pajak dengan Surat Paksa)
2. Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah melalui perubahan keempat dengan Undang- Undnag No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Peprajakan
3. PMK No.24/PMK.03/2008
2.3 Dasar Penagihan Pajak
Dalan tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, yang menjadikan Dasar Penagihan Pajak yang telah dijelaskan dalam Undnag-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 18 ayat 1, yaitu:
1. Surat Tagihan Pajak (STP);
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); 3. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); 4. Surat Keputusan Pembetulan;
5. Surat Keputusan Keberatan; 6. Putusan Banding;
7. Putusan Peninjauan Kembali
Dari berbagai Dasar Penagihan Pajak tersebut akan digunakan untuk melakukan tindakan Penagihan Pajak kepada Wajib Pajak yang memiliki Utang Pajak, yaitu pajak yang masih harus dibayar termasuk dengan sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan yang telah disebutkan dalam Surat yang menjadi dasar dalam penagihan pajak yang disebutkan didalam Undang- Undang yang berkaitan dan berlaku.
Penagihan Pajak dalam hal menerbitkan surat ketetapan memiliki ketentuan terkait dengan Jatuh Tempo Ketetapan yang diatur dalam PMK No.24/PMK.03/2008 Pasal 5, yaitu:
1) Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
2) Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
PMK No.24 Tahun 2008 mengatur lebih jelas terkait dengan jatuh tempo ketetapan selain itu juga diatur tentang penentuan jatuh tempo pelunasan. Penentuan Jatuh Tempo Pelunasan disebutkan dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 yang menjelaskan bahwa Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Pada ayat 2 dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau pada ayat (1), tertangguh sampai dengan 1(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Dalam tindakan penerbitan Surat Ketetapan termasuk dalam Penagihan Pajak pasif dikarenakan tidak dilakukan penagihan pajak secara langsung/ aksi nyata oleh seksi penagihan Direktorat Jendral Pajak. Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo diterbitkannya Surat Ketetapan pembayaran belum dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak aktif dimana seksi penagihan akan melakukan tindakan nyata penagihan kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang merupakan tindak lanjut dari penagihan pasif.
Dari pernyataan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Surat Teguran
a) Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan WP tidak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan;
b) Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan WP mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding;
c) Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding;
d) Dalam hal WP menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan;
Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut; dan
f) Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang tercantum dalam STPPBB, SKBKB, SKBKBT, STB atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan. Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. 2. Surat Paksa Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal
Surat Teguran tidak dilunasi, diterbitkan Surat Paksa yang diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan Surat Paksa sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak.
3. Surat Sita Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). 4. Lelang Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penagihan Pajak merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktoral Jendral Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penagihan pajak dilakukan untuk melaksanakan amanat Undang- Undang Perpajakan dimana telah disebutkan dalam Undang-undang Nomo 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakn bahwa setiap Wajib pajak berkewajiban untuk melaporkan dan membayar pajak kepada negara. Berdasarkan hal tersebut, apabila Wajib Pajak tidak membayar sebagian atau seluruhnya utang pajak dan biaya penagihan termasuk juga sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan maka akan dilakukan penagihan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Nadhiastutie, AR. 2010. “Evaluasi Efektifitas Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah Periode 2008-2009”. uajy.ac.id. 20 Februari 2016
Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah dilakukan perubahan keempat dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan