• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

Oleh : Idung Risdiyanto

Permasalahan utama DTA Waduk Saguling adalah tingkat sedimentasi, limpasan permukaan yang tinggi dan kondisi neraca air DAS yang defisit. Sesuai dengan analisis kondisi pada bagian sebelumnya, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat menurunkan dan mengendalikan sedimentasi dan limpasan permukaan sehingga kualitas DTA Waduk Saguling dapat

ditingkatkan.

Berdasarkan permasalahan dan analisis kondisi DTA Waduk Saguling, maka strategi dan pendekatan rehabilitasi yang digunakan dikelompokkan menjadi tiga bagian yang terdiri dari kegiatan vegetatif, sipil teknis berbasis lahan dan sipil teknis berbasis alur sungai. Penjelasan terhadap ketiga jenis kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan vegetatif; merupakan suatu bentuk kegiatan untuk meresapkan air hujan ke

dalam tanah melalui media tanaman (vegetasi) sehingga jumlah air yang menjadi limpasan permukaan akan berkurang sampai dengan jumlah yang diinginkan. Kegiatan ini dapat dilakukan jika tersedia lahan yang masih sesuai untuk dilakukan penanaman. Termasuk dalam jenis kegiatan ini adalah penanaman vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry dan strip rumput, dan penghijauan di kanan-kiri sungai.

b. Kegiatan sipil teknis berbasis lahan; merupakan kegiatan untuk meresapkan air hujan ke

dalam tanah dan menampung air hujan di atas permukaan tanah sebelum menjadi limpasan permukaan yang masuk ke dalam aliran/sungai melalui bangunan-bangunan sipil teknis. Kegiatan ini dilakukan ditujukan untuk meresapkan air hujan sampai dengan jumlah yang telah ditentukan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembuatan rorak di kawasan pemukiman, pembuatan teras gulud, parit buntu/rorak, biopori dan embung.

c. Kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai di ordo sungai di bagian hulu; merupakan

kegiatan untuk menahan/ menampung air di badan air untuk waktu tertentu sehingga sedimen dan air mempunyai waktu untuk meresap, dan mengatur kebutuhan air sesuai dengan kebutuhan air untuk kebutuhan masyarakat dengan cara membuat bendung, gully plug, dam penahan, dan dam pengendali. Selain menahan/ menampung air, kegiatan ini juga dapat memperpanjang waktu tempuh aliran sehingga dapat menurunkan debit puncak dari suatu sungai sehingga air tidak sampai dalam waktu yang bersamaan ke tempat di bagian hilir.

Ketiga kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut merupakan suatu bentuk kegiatan yang saling berurutan dengan logika sebagai berikut: jika kegiatan vegetasi sudah tidak mampu lagi menurunkan debit limpasan sampai dengan tingkat yang diinginkan, maka akan diterapkan kegiatan sipil teknis berbasis lahan sehingga prioritas di lahan-lahan kritis harus ada upaya kegiatan sipil teknis. Selanjutnya jika debit limpasan tidak dapat diresapkan atau ditahan di lahan maka kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai di ordo sungai pertama, diterapkan untuk mengurangi debit puncak dari aliran. Ketiga jenis kegiatan tersebut harus disertai dengan kegiatan yang bersifat non-fisik yang mencakup aspek kelembagaan, penyuluhan,

pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan dan pembiyaannya. Penetapan lokasi areal berbagai bentuk rehabilitasi lahan seperti kegiatan vegetasi tetap,

(2)

plug, dan embung dilakukan melalui identifikasi lokasi yang memungkinkan dengan mengacu pada Pedoman Teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan tahun 2007.

Penetapan areal prioritas

Areal prioritas ditetapkan berdasarkan kondisi lahan yang terkait dengan nilai limpasan permukaan, neraca air dan tingkat erosi lahan. Masing-masing peubah atau nilai tersebut diberikan nilai bobot yang sama untuk setiap unit luas lahan yang sama (900 m2), kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu lahan dengan prioritas segera dilakukan penanganan, potensial prioritas dan tidak prioritas. Hasil dari klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa sekitar 49.1% luas lahan DTA Saguling mempunyai kategori untuk diprioritakan segera dikelola guna menurunkan limpasan permukaan, menekan erosi dan memperbaiki neraca airnya (Tabel 1). Sedangkan lahan dengan potensial prioritas untuk ditangani adalah 48.8% dan yang tidak prioritas adalah 2.1%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lahan di DTA waduk Saguling dapat disebutkan sebagai tidak sehat dari segi pengelolaan DAS.

Menurut subdas-subdas yang ada, wilayah yang mempunyai lebih dari 50% luas lahannya harus segera ditangani adalah subdas Ciwidey (71.1%), DTA Saguling Selatan (58.9%), Citarum hulu (54.9%) dan Cisangkuy (54.7%). Sedangkan subdas lainnya berkisar antara 29%-42%. Dengan demikian, subdas-subdas prioritas dapat ditetapkan berdasarkan luas lahan yang harus segera ditangani yang secara berurutan adalah sebagai berikut : Ciwidey, DTA Saguling Selatan, Citarum Hulu, Cisangkuy, DTA Saguing Utara, Cikapundung-Cipamokolan, Cikeruh dan Citarik. Tabel 1 menunjukkan luas dan prosentase lahan menurut prioritas penanganan, sedangkan Gambar 1 menunjukkan sebaran wilayah menurut prioritasnya.

Tabel 1. Luas dan prosentase lahan menurut prioritas penanganan di DTA Waduk Saguling

(3)

Gambar 1. Sebaran wilayah prioritas penanganan

Kegiatan Vegetasi

Kegiatan ini merupakan suatu bentuk kegiatan untuk meresapkan air hujan kedalam tanah melalui media tanaman (vegetasi) sehingga jumlah air yang menjadi limpasan permukaan akan berkurang sampai dengan jumlah yang diinginkan. Selain mengurangi limpaasn permukaan, pemilihan jenis tanaman dan penetapan lokasi yang yang tepat akan dapat mengurangi erosi lahan. Kegiatan ini dapat dilakukan jika tersedia lahan yang masih sesuai untuk dilakukan penanaman. Termasuk dalam jenis kegiatan ini adalah penanaman vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry dan strip rumput.

(4)

Tabel 2. Luas arahan kegiatan vegetasi dan proporsi terhadap luas subdasnya

! "

# $ $

# $ %

& ' ( )# * +

Gambar 2. Sebaran wilayah arahan kegiatan vegetasi di DTA Waduk Saguling

Kegiatan Sipil Teknis Berbasis Lahan

Kegiatan sipil teknis berbasis lahan di DTA Waduk Saguling dapat dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan jenis tutupan lahannya. Jenis pertama adalah lahan-lahan dengan tutupan lahan seperti tegalan, lahan terbuka, kebun/perkebunan dan semak belukar jenis kegiatan sipil teknis berbasis lahan adalah rorak atau parit buntu. Sedangkan untuk jenis kedua adalah tutupan lahan terbangun dengan kegiatan sipil teknisnya adalah sumur resapan.

(5)

Gambar 3 dan Tabel 3.Luas arahan kegiatan sumur resapan untuk seluruh DTA Waduk Saguling adalah 37503.9 ha atau sekitar 16.4% yang seluruhnya terletak di jenis tutupan lahan terbangun. Subdas yang mempunyai luas arahan kegiatan sumur resapan yang terluas adalah subdas

Cikapundung-Cipamokolan dan DTA Saguling Utara.

Tabel 3. Luas arahan kegiatan sumur resapan di DTA Waduk Saguling

! "

# $ $

# $ %

& ' ( )# * +

(6)

Kegiatan Sipil Teknis Berbasis Alur

a. Dam Pengendali

Dam pengendali (Dpi) merupakan struktur bangunan yang ditujukan untuk mengendalikan aliran air sehingga erosi dan sedimentasi dapat ditekan. Selain itu, pada awal-awal pengoperasiannya Dpi juga mempunyai fungsi sebagai tempat parkir air sementara sampai dengan daya

tampungnya terisi oleh sedimen. Oleh karena itu, jika dilakukan pemeliharaan secara rutin dengan melakukan pengerukan sedimen yang tertahan oleh Dpi, maka fungsi sebagai tempat parkir air sementara akan terpenuhi. Namun demikian, pada saat ini sumberdaya untuk melakukan pengerukan tersebut dipandang tidak efisien jika dibandingkan dengan pembuatan Dpi yang baru. Secara umum lokasi Dpi ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini :

Lahan kritis dan potensial kritis Sedimentasi dan erosi sangat tinggi Struktur tanah stabil (badan bendung) Luas DTA 100 -250 ha

Tinggi badan bendung 8 meter

Kemiringan rata-rata daerah tangkapan 15-35 %

Berdasarkan pada faktor-faktor tersebut, kemudian dikembangkan model spasial penentuan lokasi Dpi. Pengembangan dan penggunaan model spasial dilakukan guna mendapatkan keluaran sebagai berikut:

Lokasi dan alur yang berpotensi untuk Dpi Daerah tangkapan Dpi

Pendugaan jumlah erosi tanah (ton/tahun) di daerah tangkapan Dpi

Pendugaan jumlah sedimen yang dihasilkan daerah tangkapan Dpi dan ditampung oleh Dpi

(7)

Gambar 4. Skema Model Spasial Penentuan Lokasi Dpi

Hasil model spasial penentuan lokasi DPI di DTA Waduk Saguling didapatkan 280 titik atau lokasi yang sesuai untuk dibangun DPI dengan luas daerah tangkapannya adalah 45,057.2 ha. Setiap lokasi DPI mempunyai luas daerah tangkapan yang berbeda-beda, namun masih dalam kisaran 100-250 ha. Jumlah tanah yang tererosi dari seluruh luas daerah tangkapan tersebut adalah 28.1 juta ton/tahun. Dengan menggunakan konstanta sebesar 0.85 dari total erosi akan mengendap di sepanjang aliran dan tertahan di DPI serta sisanya 0.15 material yang melayang dan melewati outlet DPI, maka secara keseluruhan dari DPI tersebut akan mampu

mengendalikan atau menahan erosi sebesar 23.9 juta ton/tahun. Tabel 4 menunjukkan jumlah lokasi DPI dan jumlah erosi yang dapat dikendalikannya, sedangkan Gambar 4 menunjukkan sebaran lokasi DPI di wilayah DTA Waduk Saguling.

Jumlah lokasi DPI yang terbanyak berada di subdas Ciwidey yaitu 51 lokasi, kemudian Citarum Hulu 49 lokasi, DTA Saguling Selatan 47 lokasi dan Cisangkuy 43 lokasi. Sedangkan jumlah erosi yang dapat dikendalikan paling banyak dengan pembangunan DPI tersebut adalah Citarum hulu yaitu sebesar 5,8 juta ton/tahun. Guna mengetahui efektifitas DPI dalam menanggulangi

(8)

Tabel 4. Jumlah lokasi DPI dan jumlah erosi yang dapat dikendalikannya

! "

# $ $

# $ %

& ' ( )# *

!"#$#%& !& '$"&$#% !"(('"(') )"!*#"&

+ ,

-Gambar 4. Sebaran lokasi potensial untuk DPI di wilayah DTA Waduk Saguling

b. Dam Penahan

Dam penahan (DPN) merupakan struktur bangunan yang ditujukan untuk mengurangi erosi pada parit atau selokan dengan menghambat kecepatan aliran air dan tanah terendapkan pada tempat tersebut. Secara umum lokasi DPN ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini :

lahan kritis dan potensial kritis sedimentasi dan erosi sangat tinggi struktur tanah stabil

luas daerah tangkapan airnya 10 - 30 Ha kemiringan lereng daerah tangkapan 15-35 %

(9)

Jumlah keseluruhan lokasi yang potensial untuk DPN di DTA Waduk Saguling adalah 2292 titik/lokasi dengan luas total daerah tangkapan adalah 40143 ha. Dengan menggunakan nila konstanta yang sama dengan DPI, maka jumlah erosi yang dapat dikendalikan oleh DPN tersebut adalah 20.5 juta ton/tahun. Jumlah lokasi DPN yang terbanyak berada di subdas-subda bagian Selatan dan Timur seperti DTA Saguling Selatan, Ciwidey, Citarum hulu dan Cisangkuy. Tabel 5 menunjukkan jumlah, luas dan erosi yang dapat dikendalikan di masing-masing subdas DTA Waduk Saguling, sedangkan Gambar 5 menunjukkan sebaran lokasinya.

Tabel 5. Jumlah, luas dan erosi yang dapat dikendalikan di masing-masing subdas DTA Waduk Saguling

! "

# $ $

# $ %

& ' ( )# *

!"#$#%& * '&"(')%& '"&.("(!. &"'$ "&&!

+ ,

(10)

Efektifitas DPI dan DPN

Pembuatan DPI dan DPN di DTA Waduk Saguling berfungsi untuk mengendalikan dan

mengurangi tingkat sedimentasi di waduk Saguling. Dari hasil simulasi model diketahui bahwa jika tanpa DPI dan DPN, maka jumlah hasil sedimen yang sampai di outlet masing-masing subdas atau ke badan air waduk saguling adalah 8.5 juta ton/tahun, dan hasil sedimen yang sampai di outlet waduk saguling adalah 4.8 juta ton/tahun.

Simulasi efektifitas DPI menghasilkan jumlah erosi yang dapat ditahan oleh DPI adalah 23.9 juta ton/tahun. Dengan menahan erosi tersebut, maka DPI telah menurunkan hasil sedimen di outlet setiap subdas rata-rata sampai dengan 21.4% dan menurunkan hasil sedimen di outlet DTA Waduk saguling sampai dengan 21.3%. Dengan demikian, hasil sedimen yang masuk ke badan air waduk saguling dapat dikurangi menjadi 6.7 juta ton/tahun dan yang sampai di outlet waduk saguling menjadi 3.8 juta ton/tahun atau turun sekitar 1 juta ton/tahun. Tabel 6

menunjukkan hasil simulasi perhitungan efektifitas 280 unit DPI yang dibangun di DTA Waduk Saguling.

Tabel 6. Efektitifitas DPI untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling

Simulasi dengan pembuatan 2292 unit DPN di DTA Waduk Saguling menunjukkan dapat

menahan dan mengendalikan erosi sampai dengan 20.5 juta ton/tahun. Dengan mengendalikan erosi sampai dengan jumlah tersebut, maka jumlah erosi dapat dikurangi menjadi 91.9 juta ton/tahun dari 112.3 juta ton/tahun. Sedangkan hasil sedimen yang sampai di outlet untuk seluruh subdas dapat diturunkan menjadi 6.9 juta ton/tahun atau turun sebesar 18.3%, dan hasil sedimen yang sampai outlet waduk saguling dapat diturunkan menjadi 3.95 juta ton/tahun atau turun 18.2%. Tabel 7 menunjukkan hasil simulasi perhitungan efektifitas 2292 unit DPN yang dibangun di DTA Waduk Saguling

(11)

Jika dilakukan simulasi dengan menggabungkan DPI dan DPN, maka jumlah erosi dapat dikurangi menjadi 68 juta ton/tahun. Pengurangan jumlah erosi tersebut akan menyebabkan penurunan sedimen yang sampai di badan air waduk saguling sampai dengan 39.7% atau turun menjadi 5.1 juta ton/tahun dari 8.5 juta ton/tahun. Sedangkan hasil sedimen yang sampai di outlet waduk Saguling menjadi 2.9 juta ton/tahun dari 4.8 juta ton/tahun atau sekitar 39.5%. Tabel 8 menunjukkan efektifitas DPI dan DPN dalam mengurangi erosi dan sedimentasi di DTA Waduk Saguling.

Tabel 8. Efektitifitas DPI dan DPN untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling

1 1 1

! "

# $ $

# $ %

& ' ( )# *

, "

0 ,

) ' " *

+ ,

Gambar

Tabel 1. Luas dan prosentase lahan menurut prioritas penanganan di DTA Waduk Saguling
Gambar 1.  Sebaran wilayah prioritas penanganan
Tabel 2. Luas arahan kegiatan vegetasi dan proporsi terhadap luas subdasnya
Tabel 3.  Luas arahan kegiatan sumur resapan di DTA Waduk Saguling
+6

Referensi

Dokumen terkait

Mengkaji model matematika aliran fluida tak tunak pada lapisan batas dari magnetohidrodinamik fluida kental yang melalui bola di bawah pengaruh konveksi campuran dan medan magnet..

sonene for år 2002. Korrelasjonen mellom andel ikkje-vestleg innvandring og andel med låg utdanning i ei sone er sterkt positiv. Det vil seie at det er ein tydeleg tendens til at

Judul penelitian yang ketiga yaitu “Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP Pada Pembelajaran Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah Negeri MAN Malang 1” yang ditulis

Menurut Bapak apakah strategi pembelajaran gallery learning (galeri belajar) sesuai dengan pembelajaran IPA materi kenampakan permukaan bumi.

Danau Sunter Utara Blok G, Sunter Podomoro Jakarta 14350 Telp... SIDROTUL MUNTAHA, M.Si, M.Mar Pembina

Berbagai usaha telah dilakukan oleh WHO untuk mengatasi kekurangan mikromineral antara lain dengan kampanye konsumsi garam beryodium, fortifikasi bahan pangan

Untuk mengetahui bagaimana perbandingan antara waktu penyelesaian pekerjaan yang dilakukan di dalam laut dengan menggunakan metoda langsung (jam henti) dan waktu penyelesaian

Dalam sistem di atas mikrokontroler sebagai pemroses akan mendapatkan data input dari satu modul ultrasound. Modul ultrasound akan memberikan data berupa jarak antara robot