• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 05 222CME Skrining Diagnosis dan Aspek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1 05 222CME Skrining Diagnosis dan Aspek"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) me-rupakan enzim pengkatalisis reaksi per tama jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stres oksidatif yang dapat dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan

glutathione dalam bentuk tereduksi. Eritrosit tidak me-miliki mitokondria sehingga jalur pentosa fosfat merupakan satu-satunya sumber NADPH, sehingga pertahanan terhadap kerusakan oksidatif tergantung pada G6PD.1

Defisiensi G6PD merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan terkait dengan kromosom X. Gen pengkode

enzim ini terletak di lengan panjang kromosom X (Xq28). Kebanyakan pasien dei s iensi G6PD tidak menunjukkan gejala hingga terpapar obat-obatan pengoksidasi, infeksi, dan makan kacang fava. Pengobatan terpenting adalah dengan menghindari bahan pengoksidasi yang dapat meng-induksi anemia hemolitik. Skrining neonatus dan edukasi kesehatan berperan penting dalam mengurangi manifestasi klinis defi -siensi G6PD.1,2

Carson, dkk (1956) melaporkan penderita mengalami anemia hemolitik akibat peng-gunaan obat antimalaria primakuin dan menemukan aktivitas G6PD yang rendah pada eritrosit pasien-pasien tersebut. Crosby juga menemukan kemiripan antara anemia hemolitik berat akibat makan kacang

fava.

inhalasi serbuk tanaman, dengan anemia hemolitik terinduksi primakuin. Aktivitas G6PD yang rendah pada penderita dengan riwayat favism dilaporkan di Italia dan Jerman.1,3

EPIDEMIOLOGI

Dei siensi G6PD diperkirakan diderita 400 juta orang di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara Sub-Sahara Afrika terutama di daerah-daerah dengan endemisitas malaria tinggi. Prevalensi tinggi ditemukan di Afrika, Mediterania, Asia Tenggara dan Amerika Latin (Gambar 1). Di Amerika Serikat, dei siensi G6PD terutama diderita keturunan Afrika dan Mediterania. Di Indonesia, prevalensi dei siensi G6PD ber-kisar 2,7% hingga 14,2%. Prevalensi dei siensi G6PD yang tinggi di daerah endemis malaria

ABSTRAK

Dei siensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzimopati terkait kromosom X yang paling umum diderita manusia. Kelainan ini mempunyai prevalensi tinggi terutama di daerah endemis malaria termasuk Asia Tenggara seperti di Indonesia. Penderita defi siensi G6PD umumnya tidak menunjukkan gejala sampai terpapar berbagai obat pengoksidasi, menderita penyakit infeksi maupun makan kacang fava yang menyebabkan anemia hemolitik dan ikterus. Skrining dan diagnosis defi siensi G6PD terutama ditujukan pada neonatus untuk mencegah morbiditas dan mortalitas, dapat dilakukan dengan beberapa metode.

Kata kunci: G6PD, hemolitik, ikterus

ABSTRACT

Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) defi ciency is the most common X-linked chromosome enzymopathy in human. This disorder has high prevalence especially in malaria endemic area in Southeast Asia including Indonesia. Most G6PD defi cient patients have no symptoms until exposed to oxidizing drugs, infections or after fava beans ingestion which may cause hemolytic anemia and jaundice. Several methods of screening and diagnosis of G6PD mostly for neonates can be performed to avoid morbidity and mortality. Liong Boy Kurniawan. Screening, Diagnosis, and Clinical Aspects of Glucose-6-phosphate Dehydrogenase (G6PD) Defi ciency.

Keywords: G6PD, hemolytic, jaundice

Alamat korespondensi email: liongboykurniwan@yahoo.com

Akreditasi PB IDI–3 SKP

Skrining, Diagnosis dan Aspek Klinis Defi siensi

Glukosa-6-FosfatDehidrogenase (G6PD)

Liong Boy Kurniawan

(2)

G6PD telah ditemukan dan dihubungkan dengan dei siensi G6PD.1,2

ASPEK GENETIK DEFISIENSI G6PD

Dei siensi G6PD diturunkan melalui kromosom X. Laki-laki hanya memiliki satu kromosom X sehingga dapat memiliki ekspresi gen yang normal maupun dei siensi G6PD. Perempuan yang memiliki 2 kopi gen G6PD pada setiap kromosom X dapat memiliki ekspresi gen normal, heterozigot, maupun homozigot. Perempuan heterozigot dapat memiliki mosaic genetik akibat inaktivasi kromosom X, dan dapat menderita dei siensi G6PD.1 Persentase populasi dei siensi G6PD

dan karier di India masing-masing 10% dan 11%.5

Gen G6PD terletak pada regio telomerik lengan panjang kromosom X (band Xq28), dekat dengan gen hemoi lia A, diskeratosis kongenital dan buta warna (Gambar 4). Gen tersebut terdiri dari 13 ekson dan 12 intron, mengkodekan 515 asam amino. Wild type

G6PD disebut 6GPD B. Semua mutasi gen G6PD yang mengakibatkan dei siensi enzim tersebut berefek pada kode sekuensi. Hingga saat ini telah dilaporkan 14 mutasi, umumnya subtitusi terjadi pada 1 pasangan basa yang menyebabkan perubahan susunan asam amino.1

Distribusi malaria global hampir sama dengan distribusi G6PD mutan sehingga muncul hipotesis bahwa dei siensi G6PD ber sifat protektif terhadap malaria. Bukti efek perlindungan terhadap malaria diperoleh dari penelitian in vitro pada kultur parasit pada eritrosit-eritrosit dengan genotipe G6PD berbeda, menunjukkan bahwa per-tumbuhan parasit melambat terjadi pada sel-sel dengan dei siensi G6PD. Eritrosit dengan dei siensi G6PD yang terinfeksi parasit malaria mengalami fagositosis pada tahap maturasi dikaitkan dengan resistensi terhadap infeksi

malaria.4

STRUKTUR DAN FUNGSI ENZIM G6PD

Enzim G6PD mengkatalisis reaksi pertama jalur pentosa fosfat; glukosa dikonversi men-jadi gula pentosa yang dibutuhkan untuk glikolisis dan beberapa reaksi biosintesis. Jalur pentosa fosfat juga memberikan efek reduksi dalam bentuk NADPH oleh kerja G6PD dan 6-phosphogluconate dehydrogenase

(Gambar 2). Molekul NADPH bekerja sebagai donor elektron pada banyak reaksi enzimatik yang penting pada jalur biosintesis dan sebagai pelindung sel dari stres oksidatif. Enzim G6PD juga penting dalam regenerasi bentuk tereduksi glutathione yang diproduksi

Gambar 2 Jalur pentosa fosfat1

NADPH dihasilkan dari reaksi G6PD dan 6-phospogluconate dehydrogenase (6PGD). Senyawa ini berperan memberikan

donor proton untuk regenerasi glutathione dan sebagai ligand katalase. NADPH juga bekerja sebagai donor elektron untuk

reaksi enzimatik penting lainnya.

Gambar 3 Bentuk 3 dimensi G6PD dimer yang aktif1

Gambar 1 Rerata prevalensi G6PD dalam persen di dunia4

dengan 1 molekul NADPH. Glutathione

te-reduksi penting dalam mereduksi hidrogen peroksida dan oksigen radikal.1,2

Enzim G6PD monomer terdiri dari 515 asam amino dengan berat molekul 59 kDa. Model 3 dimensi G6PD ditunjukkan pada Gambar 3. Enzim ini aktif dalam bentuk tetramer atau dimer. Setiap monomer terdiri dari 2 domain: N terminal dan β + α domain, kedua domain tersebut dihubungkan oleh α helix.1

(3)

Gambar 4 Letak gen G6PD1

parasit yang terjadi lebih dini dan menjadi mekanisme protektif terhadap malaria.1,2

SKRINING DEFISIENSI G6PD PADA NEONATUS

Di berbagai negara, skrining dei siensi G6PD pada neonatus rutin dilakukan. Hal ini penting karena kernikterus yang merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada neonatus dei siensi G6PD dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor penyebab hemolisis.6 Laporan dari

Singapura menunjukkan setelah program skrining dei siensi G6PD neonatus sejak tahun 1965 menggunakan sampel darah tali pusat, insidens kernikterus turun drastis dalam 20 tahun terakhir. Dilaporkan hanya 1 kasus kernikterus pada neonatus dei siensi G6PD di Singapura. Neonatus dei siensi G6PD dilindungi secara i sik di rumah sakit selama 2 minggu pertama dan orang tuanya diberikan konseling mengenai obat-obatan yang dapat memicu krisis hemolisis.7

Pao, dkk.8 menemukan bahwa insidens

hiper-bilirubinemia pada neonatus dei siensi G6PD sebesar 32% dan pada neonatus dengan G6PD normal hanya 12,3%, hal ini menunjukkan perlunya skrining dei siensi G6PD pada neonatus. Pada neonatus laki-laki hemizigot dei siensi G6PD, kadar G6PD <4,6 u/g Hb dapat digunakan sebagai cut of , sedangkan pada neonatus perempuan dianjurkan nilai cut of lebih tinggi, yaitu <6,6 u/g Hb karena terdapat sejumlah populasi neonatus heterozigot dei siensi G6PD parsial.9

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti dei siensi G6PD didasarkan pada aktivitas enzimatik dengan analisis

metode indirek dengan tes reduksi methe-moglobin. Metode terbaru sitoluorometrik mendeteksi autofluoresens terinduksi glutaral-dehid dengan formazan yang menggunakan teknik flowsitometri.10

d. Tes cepat dengan point of care tests

(POCT).10

MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar penderita dei s iensi G 6PD tidak bergejala dan tidak mengetahui kondisinya. Penyakit ini muncul apabila eritrosit mengalami stres oksidatif dipicu obat, infeksi, maupun konsumsi

kacang fava. Defi siensi G6PD biasanya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut yang di-induksi obat maupun infeksi, favisme, ikterus neonatorum maupun anemia hemolitik non-sferosis kronis. Beberapa kondisi seperti diabetes, infark miokard, latihan fi sik berat telah dilaporkan menginduksi hemolisis pada penderita defi siensi G6PD. Hemolisis akut pada penderita defi siensi G6PD biasa nya ditandai dengan rasa lemah, nyeri punggung, anemia dan ikterus. Terjadi peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi, laktat dehidrogenase dan retikulositosis.1-3

Anemia Hemolitik Terinduksi Obat

Dei siensi G6PD ditemukan sebagai hasil investigasi hemolisis pada penderita yang minum primakuin. Beberapa obat dihubungkan dengan hemolisis akut pada penderita dei siensi G6PD (Tabel 1). Obat-obat spesii k penyebab langsung krisis hemolisis penderita dei siensi G6PD sulit di-tentukan dengan tepat. Pertama, suatu obat yang dinyatakan aman untuk satu penderita dei siensi G6PD belum tentu aman untuk penderita lain, mungkin karena perbedaan farmakokinetik tiap individu. Kedua, obat yang memiliki efek oksidan sering diberikan pada pasien dengan keadaan klinis (misalnya infeksi) yang dapat menyebabkan hemolisis. Ketiga, pasien mengkonsumsi lebih dari satu jenis obat. Keempat, hemolisis pada dei siensi G6PD biasanya sembuh sendiri, tidak menyebabkan anemia dan retikulo-sitosis yang signii kan.1-3

Hemolisis dan ikterus klinis biasanya muncul 24-72 jam setelah konsumsi obat. Urin berwarna gelap akibat hemoglobinuria merupakan tanda khas. Anemia memburuk hingga 7-8 hari, kadar hemoglobin akan kembali meningkat setelah 8-10 hari obat kuantitatif spektrofotometri tingkat

produksi NADPH dari NADP. Untuk skrining cepat beberapa metode semikuantitatif telah di-kembangkan seperti dye-decolouration test oleh Motulsky dan tes fluorescent spot yang mengindikasikan defi siensi G6PD jika

spot darah tidak berluoresen di bawah sinar ultra violet.1

Tes fenotip aktivitas enzimatik G6PD pada darah vena segar merupakan metode diagnostik yang paling umum. Tes fenotip dapat dibagi menjadi 4 kategori:

a. Tes direk yang langsung menilai aktivitas enzimatik G6PD. Standar perhitungan adalah berdasarkan spektrofotometer. Tes spot l uorescent Beutler’s merupakan tes skrining populer yang menginkubasi hemolisat dengan substrat reaksi G6PD, ditempatkan di kertas i lter dan disinari ultra violet (450 nm). Fluoresensi menunjukkan aktivitas G6PD. Tes ini paling mudah meskipun masih jauh dari ideal.10

b. Tes indirek yang mencakup tes reduksi methemoglobin. Sel eritrosit direaksikan dengan nitrit dan substrat glukosa kemudian tingkat NADPH-dependent methaemoglobin reduction dinilai dengan katalis redoks. Derajat NADPH-dependent methaemoglobin reduction berkorelasi dengan aktivitas G6PD. Metode indirek lain menggunakan kromofor seperti brillian cresil blue, resazurin, formazan

untuk memantau produksi NADPH.10

(4)

dihentikan. Heinz bodies (Gambar 5) di darah tepi yang merupakan presipitat hemoglobin terdenaturasi merupakan tanda khas pada pemeriksaan apusan darah.1-3

Anemia Hemolitik Terinduksi Infeksi

Infeksi merupakan penyebab hemolisis tersering pada penderita dei siensi G6PD. Beberapa infeksi yang dapat mencetuskan-nya antara lain infeksi virus Hepatitis A dan B, Cytomegalovirus, pneumonia dan demam tifoid. Beratnya hemolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pemberian obat, fungsi hati dan usia. Pada hemolisis berat, transfusi darah segera memperbaiki luaran. Komplikasi serius akibat infeksi virus hepatitis pada penderita dei siensi G6PD adalah gagal ginjal akut; dapat disebabkan nekrosis tubular akut akibat iskemi ginjal maupun obstruksi tubular karena hemoglobin cast. Beberapa pasien mungkin memerlukan hemodialisis.1-3

Favisme

Konsumsi fava beans/kacang fava dapat menyebabkan hemolisis dan kondisi ini disebut favisme. Favisme ditemukan di negara-negara Mediterania, Timur Tengah dan Afrika Utara, tidak ditemukan di Indonesia. Tidak semua penderita dei siensi G6PD yang memakan kacang fava menderita favisme, dapat terjadi respons berbeda-beda dari individu yang sama tergantung kesehatan pasien dan jumlah kacang fava yang dikonsumsi. Divicine, isouramil dan

convicine diperkirakan sebagai bahan toksik dari kacang fava yang meningkatkan aktivitas

hexose monophosphate shunt, sehingga menyebabkan hemolisis pada penderita dei siensi G6PD.1-3

Favisme menyebabkan anemia hemolitik akut, biasanya 24 jam setelah kacang fava dikonsumsi. Hemoglobinuria yang muncul lebih berat dibanding yang disebabkan oleh induksi obat maupun infeksi meskipun kadar bilirubinnya lebih rendah. Hemolitik akibat

favisme dapat terjadi intravaskular maupun ekstravaskular dan dapat menyebabkan gagal ginjal akut.1-3

Ikterus Neonatorum

Sepertiga neonatus laki-laki ikterus neonatorum menderita dei siensi G6PD, insidens pada neonatus perempuan lebih jarang. Ikterus biasanya muncul pada umur 1-4 hari, mirip ikterus i siologis. Kernikterus Gambar 5 (A) Heinz bodies tampak dengan pewarnaan supravital. (B) Heinz bodies tampak dengan mikroskop elektron1

(5)

jarang terjadi, dapat menyebabkan kerusakan saraf yang bersifat permanen jika tidak segera ditangani. Ikterus neonatorum lebih berat pada bayi dei siensi G6PD prematur. Jika skrining dei siensi G6PD tidak rutin dilakukan, pemeriksaan lebih seksama perlu dilakukan pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia >150 mmol/L dalam 24 jam pertama atau memiliki saudara dengan riwayat ikterus neonatorum.1-3

Anemia Hemolitik Non-sferosis Kongenital

Pada beberapa pasien, varian dei siensi G6PD dapat menyebabkan hemolisis kronik yang disebut anemia hemolitik non-sferosis kongenital. Kondisi ini dapat muncul sporadis. Diagnosis didasarkan pada temuan klinis bahwa kelainan ini ditemukan sejak bayi atau kanak-kanak. Kebanyakan pasien memiliki riwayat ikterus neonatorum yang berat, anemia kronik yang dieksaserbasi oleh stres oksidatif yang biasanya memerlukan transfusi darah, adanya retikulositosis, batu empedu dan splenomegali. Kadar bilirubin dan LDH meningkat dan hemolisisnya terjadi terutama ekstravaskular.1-3

Pembagian kelas dei siensi G6PD berdasarkan

WHO ditunjukkan pada Tabel 2.

PENATALAKSANAAN

Strategi penatalaksanaan dei siensi G6PD yang paling efektif untuk mencegah hemolisis adalah mencegah stres oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang fava). Pendekatan ini memerlukan pemahaman pasien dan bisa tercapai jika ada program skrining dei siensi G6PD. Hemolisis akut akibat G6PD biasanya tidak lama dan tidak memerlukan terapi spesii k. Pada kasus jarang (biasanya anak-anak) dapat terjadi anemia berat yang memerlukan transfusi darah.1,2

Ikterus neonatorum akibat dei siensi G6PD diterapi seperti ikterus neonatorum kausa lain. Jika kadar bilirubin tidak terkonjugasi melebihi 150 nmol/L diberi fototerapi untuk mencegah kerusakan saraf. Jika kadarnya >300 nmol/L, transfusi darah mungkin diperlukan. Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital terkadang mengalami anemia terkompensasi yang tidak me-merlukan transfusi darah kecuali jika ada eksaserbasi akibat stres oksidatif yang dapat memperburuk anemianya. Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital biasanya mengalami splenomegali tetapi tindakan

splenektomi jarang memberi keuntungan. Batu empedu juga merupakan komplikasi akibat hemolisis karena dei siensi G6PD.1,2

SIMPULAN

Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi per-tama jalur pentosa fosfat dan memberi kan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Dei siensi G6PD merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan terkait dengan kromosom X. Gen pengkode enzim ini ter-letak di lengan panjang kromosom X (Xq28). Prevalensi penyakit ini ditemukan tinggi di Afrika, Mediterania, Asia Tenggara dan Amerika Latin terutama di daerah dengan endemisitas malaria yang tinggi. Prevalensi di Indonesia berkisar 2,7% hingga 14,2%.

Sebagian besar penderita dei siensi G6PD tidak bergejala dan tidak mengetahui kondisinya. Penyakit ini muncul apabila eritrosit mengalami stres oksidatif dipicu obat, infeksi, maupun konsumsi fava beans. Dei siensi G6PD biasanya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut yang di-induksi obat maupun infeksi, favisme, ikterus neonatorum maupun anemia hemolitik non sferosis kronis. Strategi penatalaksanaan dei siensi G6PD yang paling efektif untuk mencegah hemolisis adalah mencegah stres oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang fava). Skrining dan diagnosis dei siensi G6PD pada neonatus dapat dilakukan dengan beberapa metode dan penting untuk men-cegah morbiditas dan mortalitas.

Tabel 2 Pembagian Kelas Dei siensi G6PD12

Kelas Keterangan

Kelas I Dei siensi berat, berhubungan dengan anemia hemolitik non-sferosis kronis

Kelas II Dei siensi berat (aktivitas residual 1-10%), berhubungan dengan anemia hemolitik akut

Kelas III Dei siensi sedang (aktivitas residual 10-60%)

Kelas IV Aktivitas normal (60-150%)

Kelas V Aktivitas meningkat (>150%)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cappellini MD, Fiorelli G. Glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency. Lancet. 2008;371:64-74.

2. Farhud DD, Yazdanpanah L. Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) dei ciency. Iranian J Publ Health. 2008;37(4):1-18.

3. Beutler E. Glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency: A historical perspective. Blood. 2008;111:16-24.

4. Nkhoma ET, Poole C, Vannappagari V, Hall SA, Beutler E. The global prevalence of glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency: A systematic review and meta-analysis. Blood Cells,

Molecules, and Diseases. 2009;42:267-8.

5. Rai V, Kumar P. Epidemiological study of glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency in scheduled caste population of India. J Anthropol. 2012. doi:10.1155/2012/9841180.

6. Leong A. Is there a need for neonatal screening of glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency in Canada? MJM. 2007;10(1):31-4.

7. Joseph R, Ho LY, Gomez JM, Raddurai VS, Sivasankaran S, Yop YY. Mass newborn screening for glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency in singapore. Southeast Asian J. Trop. Med.

& Publ. Health. 1999;Suppl 2:70-1.

8. Pao M, Kulkarni A, Gupta V, Kaul S, Balan S. Neonatal screening for glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency. Indian J Pediatr. 2005;72(10):835-7.

9. Jarullah J, AlJaouni S, Sharma MC, Bushra MSJ, Kamal MA. Detection of glucose-6-phosphate dehydrogenase in heterozygous Saudi female neonates. Enz Eng. 2012;1(2).

doi:10.4172/22g.1000105.

10. Seidlein LV, Auburn S, Espino F, Shanks D, Cheng Q, McCarthy J, et al. Review of key knowledge gaps in glucose-6-phosphate dehydrogenase dei ciency detection with regard to the safe

clinical deployment of 8-aminoquinoline treatment regimens: a workshop report. Malaria J. 2013. doi:10.1186/1475-2875-12-112.

11. MIMS. Drugs to avoid in G6PD dei ciency. 2006.

Gambar

Gambar 3 Bentuk 3 dimensi G6PD dimer yang aktif1
Gambar 4 Letak gen G6PD1
Tabel 1 Obat-obatan yang dapat mencetuskan hemolisis pada G6PD11
Tabel 2 Pembagian Kelas Dei siensi G6PD12

Referensi

Dokumen terkait

Variabel independen dalam pe- nelitian ini adalah karakteristik Wanita Pasangan Usia Subur ( umur, paritas, pendidikan, pendapatan dan umur pertama kali menikah )

Teori ini dapat digunakan untuk menganalisis struktur lembaga perwakilan yang memiliki dua kamar atau lebih (multikameral), walaupun sebuah lembaga perwakilan terdiri

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menghitung presentase dan mengetahui faktor penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika model PISA

[r]

Dengan menggunakan glasswool dan PEG diharapkan partikel katalis yang terbentuk akan lebih halus dan lebih kecil dari dua metoda yang digunakan di atas.. Diagram alir

Berdasarkan pengujian ketahanan campuran terhadap deformasi dengan alat WTM seperti disajikan pada Tabel 18 dan Gambar 10, diperoleh bahwa deformasi awal dan

Penulisan instrumen penilaian memuat kisi-kisi, master soal, dan kunci jawaban menggunakan format yang dikeluarkan oleh Pengurus KKG dan/atau Tim Editor.. Penulisan

Kendala yang dihadapi dalam tindak lanjut pelatihan, serta solusi yang dipilih Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Program Penguatan Pendidikan Karakter PPK