Potensi Hidromakrofita Lokal Untuk Peningkatan Kualitas Air Irigasi Tercemar Residu Pupuk NPK Dengan SistemBatch Culture
Khairunnas Ivansyah1), Catur Retnaningdyah2)
1)dan 2)Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Brawijaya, Malang
Alamat korespondensi:1)ivan.syah91@gmail.com dan2)catur@ub.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi hidromakrofita lokal (M. vaginalis,L. hyssopifolia, dan L. adscendens) dalam mereduksi residu pupuk NPK. Penelitian dilakukan secara ex-situ di rumah kaca melalui fitoremediasi sistembatch culture. Media air irigasi yang digunakan tiap perlakuan sebanyak 30 L dan ditambahkan tanah sawah 10 kg serta diberi pengayaan pupuk NPK sebanyak 50 mg.L-1. Pengukuran faktor fisiko-kimia dilakukan pada hari ke- 0, 1, 5, dan 10 meliputi nitrat, ammonium, dan fosfat terlarut. Perbedaan kualitas air antar perlakuan diketahui melalui analisis data menggunakan uji ANOVA atau uji Brown-Forsythe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hidromakrofita yang digunakan memiliki kemampuan yang sama dalam mereduksi residu pupuk NPK. Hidromakrofita mampu mereduksi lebih dari 95% konsentrasi nitrat pada hari ke-10 inkubasi, lebih dari 95% konsentrasi fosfat terlarut pada hari pertama inkubasi, dan lebih dari 80% konsentrasi ammonium pada hari ke-10 inkubasi.
Kata kunci:batch culture, fitoremediasi, hidromakrofita
ABSTRACT
The aim of this research is to determine the potency of local hydromacrophytes (M. vaginalis, L. hyssopifolia, andL. adscendens) in reducing NPK fertilizer residues. The Research was carried out ex-situ in the glass house through batch culture phytoremediation system. Phytoremediation medium of each treatment consist of 30 L irrigation water, 10 kg of rice field soil and 50 mg.L-1NPK fertilizer. Measurement of physico-chemical factors performed on day 0, 1st, 5th, and 10thafter incubation i.e nitrate, ammonium, and dissolved phosphate. The difference of water quality among treatments was analyzed using ANOVA or Brown-Forsythe test. The result showed that the hydromacrophytes which are used have the same ability to reduce NPK fertilizer residues. Hydromacrophytes were able to reduce nitrate concentrations more than 95% on 10thday after incubation, more than 95% of dissolved phosphate concentration on the first day after incubation, and more than 80% of ammonium concentration on 10thafter incubation.
Key words:batch culture, hydromacrophytes, phytoremediation PENDAHULUAN
Peningkatan kebutuhan pangan pokok beras menuntut intensifikasi pertanian melalui pengaturan air irigasi, penggunaan pupuk dan pestisida sintetik [1,2]. Air irigasi sebagian besar wilayah Indonesia masih mengandalkan sumber air permukaan seperti air sungai yang secara umum sudah tercemar akibat aktivitas manusia. Dewasa ini di Indonesia, banyak petani menggunakan pupuk sintetik, salah satunya pupuk NPK. Pupuk NPK memiliki kandungan unsur hara yang berimbang dan Pemerintah
Usaha untuk memperbaiki kualitas perairan irigasi perlu dilakukan. Fitoremediasi merupakan cara inovatif untuk mengurangi pencemar yang ada di perairan dan tanah tanpa memerlukan biaya yang banyak [6]. Hidromakrofita dapat menyerap nutrien pada badan air dari partikel teruspensi dengan cara memperlambat laju aliran air. Hidromakrofita memiliki kespesifikan dalam menyerap nutrien, sehingga seleksi hidromakrofita yang digunakan untuk fitoremediasi perlu dilakukan [7].
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hidromakrofita lokal yaitu
Monochoria vaginalis, Ludwigia hyssopifolia, Ludwigia adscendens, dan polikultur ketiganya dalam mereduksi residu pupuk NPK yang ada di air irigasi melalui sistembatch culture.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan secaraex situ di Rumah Kaca, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya. Analisis parameter fisiko-kimia air dilakukan di Laboratorium Ekologi dan
Diversitas Hewan dan Laboratorium
Mikrobiologi, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang. Air yang digunakan untuk penelitian berasal dari saluran irigasi di Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial, 2 faktor 4x4. Sebagai faktor pertama adalah perlakuan jenis hidromakrofita (Monochoria
vaginalis, Ludwigia hyssopifolia dan Ludwigia
adscendens, Polikultur, dan tanpa hidromakrofita
sebagai kontrol) dan faktor kedua adalah variasi lama waktu inkubasi (hari ke- 0, 1, 5, dan 10). Replikasi tiap perlakuan sebanyak tiga kali pada waktu yang sama.
Persiapan Media Fitoremediasi
Penelitian ini menggunakan sistembatch
culture, yaitu hidromakrofita ditumbuhkan di
dalam sebuah wadah berupa bak dengan diameter 50 cm dan tinggi 30 cm. Ke dalam bak dimasukkan 10 kg tanah sawah dan 30 liter air
irigasi sebagai media pertumbuhan
hidromakrofita. Masing-masing bak diberi label
perlakuan yang susunannya telah dilakukan pengacakan menggunakan tabel bilangan acak.
Penentuan Potensi Hidromakrofita untuk Mereduksi Residu Pupuk Sintetik
Potensi hidromakrofita untuk mereduksi residu yang berasal dari pupuk NPK dilakukan dengan cara menanam hidromakrofita kedalam bak perlakuan. Hidromakrofita terlebih dahulu ditimbang, sehingga jumlah yang diperoleh adalah sebanyak 25% dari luas permukaan bak. Kemudian dilakukan proses aklimatisasi di dalam bak sampai hidromakrofita tumbuh stabil. Setelah proses aklimatisasi selesai, selanjutnya air perlakuan yang berasal dari air irigasi wilayah Kepanjen Malang diberi pengayaan pupuk NPK sebesar 50 mg.L-1. Konsentrasi pupuk tersebut merupakan konversi setengah dari pemberian pupuk oleh petani sebesar 50 kg.ha-1.
Potensi hidromakrofita dapat diketahui dengan melakukan pengukuran faktor fisiko-kimia air yang terdapat pada masing-masing bak, meliputi nitrat, ammonium, dan fosfat terlarut. Pengukuran tersebut dilakukan pada hari ke- 0, 1, 5, dan 10 setelah inkubasi yang merupakan waktu efektif proses fitoremediasi.
Perbedaan kualitas air antar perlakuan diketahui melalui uji ANOVA (jika varian homogen) atau uji Brown-Forsythe (jika varian tidak homogen) pada tiap parameter yang diamati antar perlakuan jenis hidromakrofita dan antar waktu inkubasi dilanjutkan dengan uji
Tukey HSD atau Games-Howell dengan α 0,05
yang dilakukan menggunakan programSPSS 16
for Windows. Hidromakrofita yang mampu
menurunkan kadar pencemar, tercermin dari penurunan nilai parameter kualitas air secara signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
sama untuk mereduksi residu pupuk NPK. Dengan demikian, analisis data difokuskan untuk membahas potensi hidromakrofita antar waktu pengamatan yang dibandingkan antara perlakuan pemberian hidromakrofita dengan kontrol.
Gambar 1. Rata-rata konsentrasi nitrat tiap waktu inkubasi pada perlakuan remediasi menggunakan hidromakrofita dibanding-kan dengan kontrol
Keterangan: Notasi yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukkan tidak ada beda berdasarkan uji Brown-Forsythe yang dilanjutkan dengan uji
Games-Howel.
Konsentrasi nitrat pada hari ke-0 adalah 7,8 mg.L-1. Hidromakrofita yang dipakai untuk perlakuan mampu mereduksi kadar nitrat menjadi 1,96 mg.L-1setelah inkubasi selama satu hari (Gambar 1). Pada hari ke-5 setelah inkubasi, konsentrasi nitrat berkurang hingga mencapai 0,5 mg.L-1 dan pada hari ke-10 konsentrasi nitrat teramati sebesar 0,1 mg.L-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa hidromakrofita yang digunakan mampu mereduksi kadar nitrat dalam air yang merupakan residu dari pupuk NPK dengan sangat signifikan.
Konsentrasi nitrat pada kontrol juga mengalami kecenderungan penurunan selama waktu inkubasi. Konsentrasi nitrat pada hari pertama inkubasi sebesar 7,4 mg.L-1, terus berkurang hingga mencapai 2,6 mg.L-1pada hari ke-10 inkubasi (Gambar 1). Namun demikian, penurunan konsentrasi nitrat antar waktu inkubasi tersebut tidak berbeda signifikan berdasarkan uji statistik yang dilakukan. Menurunnya konsentrasi nitrat pada kontrol dapat terjadi karena aktivitas bakteri pendegradasi nitrat di dalam air. Mikroorganisme dapat memanfaatkan nitrat-nitrogen untuk sintesis sel mikroba, merubah nitrogen dan mengurangi kandungan nitrogen di lingkungan [8]. Contoh strain bakteri pendegradasi nitrat
adalah Pseudomonas sp. BS2201, BS2203, dan
Brevibacillussp. BS2202 [9].
Gambar 2. Rata-rata konsentrasi ammonium tiap waktu inkubasi pada perlakuan remediasi menggunakan hidromakrofita dibanding-kan dengan kontrol
Keterangan: Notasi yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukkan tidak ada beda berdasarkan uji ANOVA (hidromakrofita) dan uji Brown-Forsythe (kontrol).
Hidromakrofita yang digunakan untuk perlakuan juga mampu mereduksi kadar ammonium secara signifikan. Konsentrasi ammonium pada pengamatan hari ke-0 adalah sebesar 0,1 mg.L-1. Pengamatan pada perlakuan remediasi mengunakan hidromakrofita hari pertama inkubasi menunjukkan konsentrasi ammonium berkurang signifikan hingga sebesar 0,05 mg.L-1. Pada hari ke-5 hingga hari ke-10 inkubasi konsentrasi ammonium cenderung berkurang akan tetapi tidak berbeda signifikan berdasarkan uji statistik (Gambar 2).
Konsentrasi ammnonium pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi nitrat. Hal ini dapat disebabkan karena nitrat merupakan ion yang paling mudah larut dalam air, sehingga dapat ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di dalam air. Berbeda dengan ammonium yang secara alamiah memiliki kecenderungan untuk berada di dalam tanah [10].
Konsentrasi ammonium pada kontrol terlihat mengalami peningkatan pada hari pertama inkubasi dibandingkan hari ke-0, hingga 0,5 mg.L-1. Setelah itu, konsentrasi ammonium menunjukkan kecenderungan penurunan hingga hari ke-20 sebesar 0,02 mg.L-1, akan tetapi tidak berbeda signifikan antar waktu inkubasi
Hari
ke-berdasarkan uji statistik. Konsentrasi ammonium yang meningkat pada hari pertama disebabkan karena tidak adanya hidromakrofita yang memanfaatkan nitrogen dalam air, sehingga unsur N teramonifikasi dan berada dalam bentuk ammonium (NH4). Adanya tanaman mampu memicu terjadinya proses nitrifikasi, dimana ammonium diubah menjadi nitrat (NO3) untuk kebutuhan nutrisi N bagi tanaman [11]. Berkurangnya konsentrasi ammonium hingga hari ke-20 dapat disebabkan karena aktivitas mikroorganisme yang memanfaatkan ammonium untuk proses metabolismenya.
Gambar 3. Rata-rata konsentrasi fosfat terlarut tiap waktu inkubasi pada perlakuan remediasi menggunakan hidromakrofita dibanding-kan dengan kontrol
Keterangan: Notasi yang sama pada masing-masing
perlakuan menunjukkan tidak ada beda
berdasarkan uji Brown-Forsythe yang dilanjutkan dengan ujiGames-Howell
Hidromakrofita yang digunakan untuk perlakuan juga mampu mereduksi residu fosfat terlarut dari pupuk NPK. Konsentrasi fosfat terlarut pada hari ke-0 sebesar 0,4 mg.L-1. Perlakuan remediasi menggunakan hidromakrofita
mampu menurunkan kadar fosfat terlarut sejak hari pertama inkubasi dengan sangat signifikan menjadi 0,01 mg.L-1. Hari ke-5 hingga ke-10 inkubasi konsentrasi fosfat terlarut cenderung mengalami peningkatan kembali akan tetapi tidak berbeda signifikan berdasarkan uji statistik (Gambar 3).
Konsentrasi fosfat terlarut pada kontrol mengalami penurunan mulai hari ke-0 hingga hari ke-5 inkubasi, akan tetapi tidak berbeda signifikan berdasarkan uji statistik. Pada hari ke-10 inkubasi terdapat peningkatan konsentrasi fosfat terlarut meskipun tidak signifikan. Penurunan konsentrasi fosfat terlarut tersebut dapat disebabkan karena aktivitas bakteri yang mampu memanfaatkan fosfat terlarut sebagai sumber nutrien dan energi. Spesies Bakteri Bacillus sp. RS-1, Pseudomonas
sp. YLW-7, danEnterobacter sp. KLW-2 adalah contoh bakteri yang mampu menurunkan konsentrasi fosfat terlarut [12].
Efektivitas hidromakrofita untuk menurunkan residu pupuk NPK dapat dilihat dari peningkatan persentase penurunan konsentrasi N dan P antar waktu inkubasi (Tabel 1). Persentase penurunan konsentrasi nitrat selama masa inkubasi selalu mengalami peningkatan tiap waktu pengamatan dan persentase penurunan paling tinggi terjadi pada hari ke-10 inkubasi yaitu lebih dari 95%. Persentase penurunan tertinggi konsentrasi fosfat terlarut terjadi pada hari pertama inkubasi sebesar lebih dari 95%, sedangkan persentase penurunan tertinggi konsentrasi ammonium terjadi pada hari ke-10 inkubasi sebesar lebih dari 80%. Persentase penurunan konsentrasi ammonium teramati tidak terlalu tinggi.
Tabel 1. Persentase penurunan konsentrasi nitrat, fosfat terlarut, dan ammonium antar waktu inkubasi
Perlakuan
Rata-rata penurunan (%) kadar
Hal tersebut disebabkan karena hidromakrofita tidak memanfaatkan ammonium dalam konsentrasi yang banyak. Tanaman lebih cenderung memanfaatkan unsur N dalam bentuk nitrat (NO3) daripada dalam bentuk ammonium (NH4). Nitrat memiliki ion negatif, dimana saat tanaman menyerap ion K+, Ca+, dan kation yang lain, penyerapan nitrat akan lebih menyeimbangkan ion dalam tanaman daripada penyerapan ammonium [11].
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, M.
vaginalis, L. hyssopifolia, dan L. adscendens
memiliki kemampuan yang sama untuk mereduksi residu Pupuk NPK. Konsentrasi nitrat dan ammonium tereduksi dengan maksimal pada hari ke-10 inkubasi (sebesar 95% untuk nitrat dan 80% untuk ammonium), sedangkan fosfat terlarut tereduksi sebesar 95% pada hari pertama inkubasi .
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didukung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui Program Hibah Bersaing Institusi (PHBI) tahun 2012 dengan peneliti Dr. Catur Retnaningdyah, M. Si. Dan Dr. Endang Arisoesilaningsih. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Purnomo, S. Si, Hamdani Dwi Prasetyo, dan Zidny Furaidah yang telah membantu selama proses penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Shah, M., M. A. Atta, M. W. Akbar, W. Nouman, T. U. Jan. 2011. Impact of Irrigation on the Cropping Pattern on the Command Area of Chashma Right Bank Canal (CRBC), In Dikhan. IJRB. 3(4):881-887.
[2] Vlek, P. L. G. dan B. H. Byrens. 1986. The efficacy and loss of fertilizer N in lowland
rice.Fertilizer Research. 9:131–147.
[3] Zaini, Z. 2013. Pupuk dan
Permasalahannya.
http://pangan.litbang.deptan.go.id. Tanggal Akses 31 Mei 2013.
[4] Das, P., J. H. Sa, K. H. Kim, E. C. Jeon. 2008. Effect of fertilizer application on ammonia emission and concentration levels of ammonium, nitrate, and nitrite ions in a ricefield. Environ Monit Assess. 154:275–
282.
[5] Retnaningdyah, C., Suharjono, A. Soegianto, B. Irawan. 2010. Blooming Stimulation of Microcystis in Sutami Reservoir Using Nutrients Nitrate and Phosphate in Different ratio. J Trop Life Science. 1(1):42-46.
[6] Environmental Protection Agency (EPA). 2000. Introduction of Phytoremediation. National Risk Management Research Laboratory, U.S. Environmental Protection Agency. Cincinnati. Ohio.
[7] Srivastava, J., A. Gupta, H. Chandra. 2008. Managing water quality with aquatic macrophytes. Rev Environ Sci Biotechnol. 7:255-266.
[8] Tang, S., Q. Yang, H. Shang, T. Sun. 2010. Removal of Nitrate by Autosulfurotrophic Denitrifying Bacteria: Optimization, Kinetics and Thermodynamics Study.FEB. 19(12b):3193-3198.
[9] Grishchenkov, V. G., R. T. Townsend, T. J. McDonald, R. L. Autenrieth, J. S. Bonner, A. M. Boronin. 2000. Degradation of petroleum hydrocarbons by facultative anaerobic bacteria under aerobic and anaerobic conditions.Process Biochemistry. 35:889-896.
[10] Brown, L. C. dan J. W. Johnson. 1991. Nitrogen and Hydrologic Cycle. Ohio State University Extension Fact Sheet. Ohio. [11] Boudsocq, S., A. Niboyet., J. C. Lata, X.
Raynaud, N. Loeuille, J. Mathieu, M. Blouin, L. Abbadie, S. Barot. 2012. Plant Preference of Ammonium versus Nitrate: A Neglected Determinant of Ecosystem Functioning?.Am. Nat. 180(1):60-69. [12] Krishnaswamy, U., M. Muthuchamy., L.