commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan antar negara di dunia saat ini dapat dikatakan tidak memiliki
batas lagi, segala aspek kehidupan dapat saling terkait dan mempengaruhi.
Globalisasi telah menjadi sebuah fenomena yang tidak bisa dihindari, termasuk
dalam dunia bisnis. Kegiatan bisnis antar negara kini semakin tinggi, hubungan
saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lain maupun dengan
banyak negara sudah semakin besar.
Hal ini secara langsung juga berdampak pada kegiatan akuntansi,
terutama aktivitas pelaporan keuangan. Aktivitas bisnis dalam era globalisasi ini
mendorong adanya peningkatan keuntungan oleh para pebisnis salah satunya
dengan cara perluasan investasi yang seringkali dilakukan dengan jangkauan
lintas negara (Graham dan Neu, 2003). Salah satu pendukung kegiatan investasi
ini adalah laporan keuangan, di mana laporan ini menggambarkan kinerja
perusahaan selama periode tertentu yang dapat dianalisis oleh pebisnis, terutama
investor dalam hal ini, untuk mendukung pengambilan keputusan mereka.
Pembuatan laporan keuangan sebagai bahan pengambilan keputusan tersebut
bukannya tanpa hambatan, perbedaan bahasa dan proses pelaporannyapun dapat
berbeda antar negara. Hal ini dikarenakan biasanya tiap negara memiliki standar
sendiri dalam mengatur aktivitas pelaporan keuangannya, sehingga menghasilkan
laporan keuangan yang berbeda pula tiap negaranya. Atas dasar itulah muncul
commit to user
gagasan untuk menyamakan peraturan dalam pembuatan laporan keuangan yang
dapat digunakan oleh seluruh negara di dunia. Hal ini terwujud dengan adanya
International Accounting Standard (IAS).
IAS merupakan standar akuntansi yang dibuat oleh International
Accounting Standard Committee sejak 1973 dan kemudian diambil alih oleh
International Accounting Standard Board sejak tahun 2001. Saat ini standar yang
dikeluarkan oleh IASB disebut dengan IFRS atau International Financial
Reporting Standards, tujuannya untuk membuat keseragaman pengaturan
pelaporan keuangan antar negara dan diharapkan semakin banyak negara yang
mengadopsi IFRS ini.
Harapan digunakannya IFRS oleh banyak negara semakin nyata dengan
meningkatnya jumlah negara yang melakukan adopsi maupun konvergensi IFRS
ke dalam standar akuntansinya (Ramanna dan Sletten, 2009). Hal ini
menunjukkan harapan akan besarnya pengaruh globalisasi dalam bidang
akuntansi, yang tentunya semakin meningkatkan komparabilitas laporan keuangan
tidak terbatas pada satu negara dan mempermudah pengguna laporan keuangan
untuk membandingkannya (Choi dan Meek, 2005). Tingkat komparabilitas antar
negara yang semakin tinggi diharapkan dapat membangun kompetisi yang lebih
baik (Ball, 2006).
Adanya IFRS tidak hanya menjadi alasan untuk membantu pengambilan
keputusan yang lebih baik dengan membantu mengurangi kesalahan perkiraan
oleh investor (Horton et al., 2010). IFRS juga membantu peningkatan kualitas
commit to user
reliabilitas. Hal ini diatur oleh IASB dalam IFRS dengan menerapkan
principle-based dimana standar yang ditetapkan berdasarkan prinsip yang tidak terperinci,
sehingga dalam penerapannya dapat menyesuaikan kondisi yang terjadi karena
kondisi tiap entitas dapat berbeda satu sama lain akibat kompleksnya kegiatan
terkait akuntansinya. Principle-based dalam IFRS diharapkan dapat meningkatkan
relevansi laporan keuangan di mana nilai–nilai yang dilaporkan relevan atau
sesuai dengan kondisi sesungguhnya dan kondisi saat ini (IAS Plus, 2008). Selain
itu laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan informasi yang reliable atau
layak sehingga pengguna laporan keuangan mendapatkan informasi yang dinilai
benar–benar menggambarkan kinerja keuangan perusahaan.
Penerapan standar dengan principle-based tentu bertujuan meningkatkan
kualitas laporan keuangan. Akan tetapi, terdapat juga potensi-potensi yang
memungkinkan terjadinya penurunan kualitas informasi yang tidak
menggambarkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Folsom et al.,
2011; Herz, 2003). Standar dengan principle-based yang dibuat tidak terperinci,
memungkinkan pelaporan keuangan dibuat oleh manajemen secara subyektif
dikarenakan pembuatannya membutuhkan judgement atau penilaian pribadi dari
manajemen (Nobes, 2005). Hal ini yang memungkinkan adanya diskresi
manajemen untuk melakukan manajemen laba, sehingga laba dalam laporan
keuangan yang disajikan dimungkinkan merupakan hasil rekayasa oleh
manajemen. Inilah yang menjadi kekhawatiran beberapa pihak terkait penerapan
commit to user
Nobes (2005) menyatakan bahwa terdapat pro dan kontra mengenai
principle-based maupun rules-based dalam suatu standar terutama kaitannya
dengan praktek manajemen laba. Lebih lanjut Nobes (2005) menyebutkan
beberapa pihak menyatakan IFRS dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan
dan menurunkan potensi praktek manajemen laba dikarenakan syarat
pengungkapan yang disajikan dalam laporan keuangan harus lebih rinci dan jelas.
Di sisi lain dikatakan bahwa penerapan IFRS ini dapat meningkatkan potensi
manajemen laba oleh perusahaan dikarenakan standar yang mengatur pembuatan
pelaporan keuangan tidak merinci perlakuan apa saja yang harus diterapkan pada
tiap pos yang dilaporkan, sehingga penilaian oleh manajemen dapat membuat
praktek manajemen laba semakin leluasa untuk dilakukan.
Perbedaan pendapat mengenai manajemen laba ini sangat besar di
kalangan pembuat standar, akuntan, maupun auditor. Manajemen laba sendiri
dapat diartikan sebagai manipulasi laba secara aktif untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan (Mulford dan Comiskey, 2002). Pengertian tersebut cenderung
menunjukkan bahwa manajemen laba merupakan aktivitas negatif yang dilakukan
oleh manajemen terkait laba dalam laporan keuangan.
Manajemen laba selalu berpotensi muncul dalam setiap penerapan standar
dan menjadi kecemasan tersendiri bagi banyak pihak, termasuk dalam penerapan
IFRS (Nobes, 2005). Banyak alasan mengapa kecemasan tersebut muncul
terutama pada korporasi yang menggunakan penetapan kebijakan yang sangat
bergantung pada pencapaian nilai laba seperti pemberian bonus kepada
commit to user
investasi dari para investor, dimana itu semua berdasarkan pada nilai laba yang
tercapai terutama pada korporasi besar yang aktivitas manajemen laba ini sudah
menjadi budaya korporasi (corporate culture) yang tentunya sulit untuk diubah.
Adanya manajemen laba tersebut yang paling terasa adalah penyesatan informasi
kepada pengguna laporan keuangan. Investor misalnya, keputusan investasi yang
diambil bisa saja salah atau bahkan melenceng jauh dari perkiraan yang telah
direncanakan akibat laporan keuangan yang disajikan tersebut menyesatkan. Itulah
mengapa perlunya ditetapkan batasan–batasan dalam setiap penilaian manajemen
oleh pembuat standar untuk mengurangi potensi manajemen laba (Folsom et al.,
2011).
Penetapan adopsi IFRS oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK-IAI) ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sejak
tahun 2009 hingga tahun 2012 kemarin juga menjadi perbincangan besar dalam
dunia akuntansi khususnya pelaporan keuangan dan tentunya juga kaitannya
dengan manajemen laba oleh perusahaan di Indonesia.
Adopsi ini bertujuan untuk meningkatkan informasi laporan keuangan
perusahaan Indonesia dengan perusahaan negara lain, terutama perusahaan terbuka
(Lestari, 2013). Peningkatan tersebut diharapkan akan meningkatkan investasi luar
negeri ke Indonesia karena para investor akan semakin mudah untuk menilai
kinerja keuangan perusahaan di Indonesia karena kebijakan finansial yang
dikatakan neo-liberalis (Graham dan Neu, 2003). Selain itu diharapkan juga
kualitas laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan di Indonesia semakin
commit to user
keuangan yang diterbitkan tersebut lebih mudah untuk dibandingkan dengan
perusahaan dari negara lain. Akan tetapi, tidak dapat dihindari lagi penerapan
principle-based dalam IFRS yang diadopsi oleh PSAK juga berpotensi
menimbulkan manajemen laba dalam perusahaan di Indonesia.
Masalah tersebut sangatlah mungkin terjadi di Indonesia ditambah dengan
kurangnya perlindungan terhadap investor ataupun pihak pengguna laporan
keuangan lainnya sehingga memungkinkan manajemen menggunakan
penilaiannya lebih besar dalam melakukan manajemen laba (Beisland dan
Knivsflå, 2010). Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
dampak adopsi IFRS pada PSAK dengan praktek manajemen laba di Indonesia.
Beberapa penelitian telah menguji pengaruh penerapan IFRS di beberapa
negara terhadap praktek manajemen laba. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Jeanjean dan Stolowy (2008) yang tidak menemukan perubahan signifikan pada
praktek manajemen laba setelah adopsi IFRS. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Capkun et al. (2013) menyatakan menemukan peningkatan praktek manajemen
laba setelah adopsi IFRS. Penelitian Barth et al. (2008) di sisi lain menemukan
penurunan praktek manajemen laba setelah adopsi standar IAS.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Rudra dan Bhattacharjee (2012)
yang menggunakan proksi IFRS dengan variabel independen berupa implementasi
IFRS oleh perusahaan India yang dinilai dengan dummy yaitu sebelum
implementasi dan sesudah implementasi IFRS dalam laporan keuangan. Selain itu
digunakan juga variabel pengendali berupa leverage, ukuran perusahaan,
commit to user
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rudra dan Bhattacharjee (2012) yaitu
penggunaan model Beaver dan Engel dalam penelitian ini dimana pada penelitian
tersebut menggunakan model Jones modifikasi. Model Beaver dan Eangel
dikatakan Rahmawati (2006) dalam Nasution dan Setiawan (2007) lebih sesuai
dalam mendeteksi praktek manajemen laba pada perusahaan perbankan.
Penelitian ini mengambil data dari perusahaan perbankan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007 dan 2012 dikarenakan penelitian
terkait adopsi IFRS ke dalam PSAK dengan manajemen laba di Indonesia sangat
minim. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh
antara adopsi IFRS ke dalam PSAK dengan praktek manajemen laba oleh
perusahaan terbuka di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adopsi IFRS menjadi sebuah topik yang penting dalam dunia akuntansi
Indonesia beberapa tahun belakangan. Pelaksanaan adopsi IFRS ke dalam standar
akuntansi keuangan di Indonesia memunculkan peringatan tersendiri, yaitu
masalah yang mungkin mengikuti penerapannya. Penelitian terdahulu seperti yang
dilakukan Jeanjean dan Stolowy (2008) yang tidak menemukan perubahan
signifikan pada praktek manajemen laba setelah adopsi IFRS berbeda dengan
dilakukan oleh Capkun et al. (2013) dan Barth et al. (2008) yang menyatakan
menemukan perubahan praktek manajemen laba setelah adopsi IFRS. Selain itu,
penelitian yang dilakukan Rudra dan Bhattacharjee (2012) hanya menggunakan
sampel industri perbankan dan keuangan di India. Berdasarkan hasil
commit to user
1. Adanya inkonsistensi penelitian–penelitian yang terdahulu.
2. Adanya indikasi penggunaan model yang tidak tepat bagi industri yang
dijadikan sampel.
Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, maka pertanyaan penelitian
dalam penelitian ini adalah apakah Adopsi IFRS dalam PSAK berpengaruh positif
terhadap praktek manajemen laba?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh adopsi IFRS dalam PSAK
terhadap manajemen laba.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil penelitian
yang dapat bermanfaat seperti berikut ini.
1. Bagi akademisi, dapat memberikan kontribusi pada pengembangan
penelitian mengenai dampak implementasi IFRS terhadap manajemen
laba.
2. Bagi investor dan kreditor dapat menjadi sumber tambahan dalam
menganalisis informasi keuangan perusahaan terkait manajemen laba.
3. Bagi pembuat standar dapat menjadi acuan tambahan dalam menetapkan