• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perlindungan konsumen sejalan dengan perkembangan

perekonomian dunia. Perkembangan perekonomian yang pesat telah

menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan/atau

jasa yang dapat dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya

merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer

satu terhadap yang lainnya. Dengan “diversifikasi” produk yang sedemikian

luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan

informatika, dimana terjadi perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau

jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik

dimana konsumen berkediaman maupun yang berasal dari luar negeri.1

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun

berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen

untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada

beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga

konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu, secara

mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya

universal. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya

dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak

hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan

selalu penting untuk dikaji lebih dalam.

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materil maupun

formil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan

dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi

1

(2)

produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai

sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya

baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang umumnya akan merasakan

dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan

yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting

dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia.2

Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas dengan strata yang

sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan

distribusi produk barang dan/atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat

mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara

pendekatan diupayakan sehingga menimbulkan berbagai dampak, termasuk

keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji

yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain

menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan

menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya.3

Bagi konsumen, informasi tentang barang dan atau jasa merupakan

kebutuhan pokok, sebelum ia menggunakan sumber dananya (gaji, upah, honor

atau apapun nama lainnya) untuk mengadakan transaksi konsumen tentang barang

dan/atau jasa tersebut. Dengan transaksi konsumen dimaksudkan diadakannya

hubungan hukum (jual beli, beli-sewa, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan

sebagainya) tentang produk konsumen dengan pelaku usaha itu.4

Informasi-informasi tersebut meliputi antara lain tentang ketersediaan

barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat konsumen, tentang kualitas produk,

keamanannya, harga, tentang berbagai persyaratan dan atau cara memperolehnya,

tentang jaminan atau garansi produk, persediaan suku cadang, tersedianya

pelayanan jasa purna-jual, dan lain-lain hal berkaitan dengan itu.

2

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.5.

3

Ibid., hal.5-6.

4

(3)

Informasi tersebut dapat diperoleh dari keterangan atau bahan-bahan,

lisan atau tertulis, para pelaku usaha (investor, produsen, distributor, penjual,

agen-agen penjualan, dan para pengusaha lainnya) yang berkaitan. Juga informasi

dapat diperoleh dari perilaku kalangan pemerintahan baik dalam melaksanakan

perundang-undangan, maupun dalam menjalankan kebijakan pemerintahan. Lebih

jauh, informasi tentang produk konsumen juga dapat diperoleh dari kalangan

pemerintah, kalangan konsumen atau organisasi konsumen dan kalangan pelaku

usaha.5

Informasi barang dan/atau jasa yang diperoleh dari kalangan pemerintah

diserap dari berbagai penjelasan, siaran, keterangan, penyusun peraturan

perundang-undangan secara umum atau dalam rangka deregulasi, dan/atau

tindakan pemerintah pada umumnya atau tentang sesuatu produk konsumen. Dari

sudut penyusunan peraturan perundang-undangan terlihat informasi itu termuat

sebagai suatu keharusan. Beberapa diantaranya, ditetapkan harus dibuat, baik

secara dicantumkan pada maupun dimuat di dalam wadah atau pembungkusnya

(antara lain label dari produk makanan dalam kemasan yang diatur dalam PP No.

69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan). Sedang untuk produk hasil

industri lainnya, informasi tentang produk tersebut terdapat dalam bentuk standar

yang ditetapkan oleh pemerintah, standar internasional, atau standar lain yang

ditetapkan oleh pihak yang berwenang.6

Informasi barang dan/atau jasa yang diperoleh dari konsumen atau

organisasi konsumen tampak pada pembicaraan dari mulut ke mulut tentang suatu

produk konsumen, surat-surat pembaca pada media massa berbagai siaran

kelompok tertentu, tanggapan atau protes organisasi konsumen menyangkut

sesuatu produk konsumen. Siaran pers organisasi konsumen, seperti Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tentang hasil-hasil penelitian dan atau riset

produk konsumen tertentu, dapat ditemukan pada harian-harian umum, majalah,

berita resmi YLKI itu, yaitu Warta Konsumen (WK) dan yang pernah menjadi

5

Ibid., hal.56.

6

(4)

penelitian tentang sesuatu produk konsumen dikerjakan secara bekerja sama

dengan media massa tertentu.

Informasi barang dan/atau jasa yang diperoleh dari kalangan pelaku

usaha yaitu penyedia dana, produsen, importer, atau lain-lain pihak yang

berkepentingan terdiri dari berbagai bentuk iklan baik melalui media

non-elektronik atau non-elektronik, label termasuk pembuatan berbagai selebaran, seperti

brosur, pamflet, catalog, dan lain-lain yang sejenis dengan itu. Selain hal tersebut,

perlu diperhatikan mengenai bentuk praktek pemasaran produk konsumen yakni

melalui pameran-pameran niaga, peresmian pembukaan pabrik, pengiriman

produk perdana ke luar negeri, dan seminar-seminar tertentu mengenai produk

konsumen. Bahan-bahan informasi tersebut pada umumnya disediakan atau dibuat

oleh kalangan pelaku usaha dengan tujuan untuk memperkenalkan produknya,

mempertahankan, dan atau meningkatkan pangsa pasar produk yang telah dan

ingin diraih lebih lanjut. Sedangkan label merupakan informasi yang diwajibkan

oleh peraturan perundang-undangan tertentu.7

Di antara berbagai informasi tentang barang dan/atau jasa yang

diperlukan oleh konsumen, yang paling berpengaruh adalah informasi yang

bersumber dari kalangan pelaku usaha. Terutama informasi yang berbentuk iklan

atau label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi pengusaha

lainnya.

Hak untuk mendapatkan informasi yang benar merupakan salah satu dari

hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Disamping hak-hak yang diatur

dalam pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999, juga terdapat hak-hak konsumen yang

dirumuskan dalam pasal-pasal selanjutnya, khususnya yang dirumuskan dalam

pasal 7 yang mengatur tentang hak dan kewajiban dari pelaku usaha. Karena

begitu teramat pentingnya informasi yang akurat dan lengkap atas suatu barang

dan/atau jasa seharusnya menyadarkan para pelaku usaha untuk menghargai

7

(5)

hak konsumen, memproduksi barang dan/atau jasa yang berkualitas, aman

dikonsumsi atau digunakan, mengikuti standar yang berlaku dengan harga yang

wajar (reasonable).

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan mengenai label dan

iklan tentang pangan. Dengan demikian masyarakat yang mengkonsumsi pangan

dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang akurat sehingga tercipta

perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab yang akan menimbulkan

persaingan yang sehat dikalangan para pelaku usaha pangan.

Terkait dengan label dan iklan pangan yang mencantumkan pernyataan

bahwa pangan telah sesuai dengan persyaratan tersebut, maka para pelaku usaha

harus bertanggung jawab terhadap kebenaran pernyataan tersebut. Ketentuan

mengenai keamanan, mutu, dan gizi pangan, serta label dan iklan pangan tidak

hanya berlaku bagi produksi pangan yang diproduksi dan/atau diedarkan di

wilayah negara Indonesia. Ketentuan yang sama juga diberlakukan bagi produksi

pangan nasional yang diedarkan di luar negeri.

Bagi konsumen pangan yang mayoritas merupakan konsumen Indonesia,

mereka membutuhkan produk pangan yang aman bagi kesehatan dan keselamatan

tubuh dan jiwa mereka. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah kaidah-kaidah

hukum yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk pangan untuk

dikonsumsi oleh konsumen dan dilengkapi dengan informasi yang benar, jujur

dan bertanggung jawab karena pada umumnya para konsumen tidak mengetahui

bagaimana proses dari pembuatan setiap produk pangan yang beredar

ditengah-tengah kehidupan mereka8

Tetapi, terkadang produk pangan yang beredar luas ditengah masyarakat

tidak mencantumkan label pangan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Banyak juga dari pelaku usaha pangan yang menghiraukan syarat-syarat

beredarnya suatu produk pangan yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat

khususnya konsumen yang mengkonsumsi produk pangan tersebut. Pemerintah , salah satu syarat tersebut adalah label pangan.

8

(6)

sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan-aturan tentang pangan. Namun, hal itu

masih belum cukup untuk mengawasi setiap kecurangan-kecurangan yang

dilakukan oleh pelaku usaha pangan. Oleh sebab itu, pemerintah juga harus

melakukan pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh

pelaku usaha atau produsen pangan. Pengawasan yang menyangkut tentang

pangan khususnya dalam proses pelabelan atau labelisasi pangan dilakukan oleh

badan pemerintah yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dengan adanya BPOM menunjukkan bahwa negara memiliki

kewenangan untuk mengatur dan campur tangan dalam mengatasi kemungkinan

pelanggaran yang terjadi dengan menyediakan rangkaian peraturan yang mengatur

dan memberikan ancaman yakni sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap

pelabelan produk pangan yang dilakukan oleh siapapun pelaku usahanya.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan

diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam

pelanggaran pelabelan produk pangan di Indonesia berdasarkan UU No.

8 Tahun 1999?

2. Bagaimana aspek perdata, pidana maupun administrasi dalam

pelanggaran pelabelan produk pangan berdasarkan UU No. 8 Tahun

1999?

3. Bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap pelanggaran

pelabelan produk pangan berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999?

4. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam pelanggaran

pelabelan produk pangan di Indonesia berdasarkan UU No. 8 Tahun

1999?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “Tinjauan

(7)

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999” adalah sebagai pemenuhan

tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan, antara lain:

1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam

pelanggaran pelabelan produk pangan di Indonesia berdasarkan UU No. 8

Tahun 1999.

2. Untuk mengetahui aspek perdata, pidana maupun administrasi d/alam

pelanggaran pelabelan produk pangan berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999.

3. Untuk mengetahui pertanggung jawaban pelaku usaha atas pelanggaran

pelabelan produk pangan berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999.

4. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa dalam pelanggaran

pelabelan produk pangan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dan diperoleh dari penulisan skripsi

ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan

diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan di bidang perlindungan konsumen,

khususnya berkaitan dengan pelabelan produk pangan. Selain itu, hasil pemikiran

ini juga akan dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang konsumen pada

umumnya dan pelabelan produk pangan pada khususnya, serta dapat dijadikan

sebagai bahan yang memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Pembahasan terhadap permasalahan ini dapat memberikan gambaran

kepada masyarakat selaku konsumen dalam membela hak-haknya terhadap

masalah pelanggaran dalam pelabelan produk pangan yang dilakukan oleh para

(8)

Selain itu, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat

menjadi bahan masukan bagi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan khususnya pemerintah

sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah

untuk memberikan perlindungan hukum yang pasti terhadap konsumen yang

berkaitan dengan pelabelan produk pangan di Indonesia, juga bagi produsen

mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak dari

konsumen dalam memperoleh informasi produk, terutama label kadaluarsa dan

label yang tidak sesuai dengan standarisasi label pada makanan yang juga dapat

dijadikan sebagai landasan operasional bagi instansi yang terkait dalam

menanggulangi hambatan-hambatan dalam penerapan peraturan perlindungan

konsumen pada umumnya, hak konsumen atas pelanggaran pelabelan produk

pangan pada khususnya.

E. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih

terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan

yang digunakan antara lain:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan

pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam

masyarakat.9

9

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.105.

Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelusuran

terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan

(9)

keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil

penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.10

Penelitian hukum normatif merupakan hukum yang dikonsepsikan

sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum

dikonsepkan sebagai kaidah yang berpatokan pada perilaku manusia yang

dianggap pantas.11

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif

analitis yaitu penelitian yang didasarkan atas satu atau dua variabel yang saling

berhubungan yang didasarkan pada teori atau konsep yang bersifat umum yang

diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan

komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan seperangkat data lainnya.12

3. Sumber Data

Dan penelitian ini juga menguraikan ataupun mendeskripsikan data yang

diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan suatu telaah terhadap

data tersebut secara sistematik.

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yaitu data

yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan

perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data yang

terdiri atas:13

a. Bahan Hukum Primer, yaitu : norma-norma atau kaedah-kaedah dasar

seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan

Perundang-undangan yang meliputi Undang-undang, Peraturan

Pemerintah, dan Peraturan Menteri.

10

Ibid.

11

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.118.

12

Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal.38.

13

(10)

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : buku-buku yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang

menguraikan materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana,

bahan-bahan mengajar dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu : Kamus, Ensklopedia, bahan dari internet

dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan

penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi

maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel yang diambil dari media cetak

maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan

Perundang-undangan, dan untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan

pengambilan data konsumen dari situs internet YLKI.

5. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, metode

kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang

ditelitinya.14

F. Keaslian Penelitian

Maka skripsi ini digunakan metode analisis kualitatif agar lebih fokus

kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal

dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet, kamus dan

lain-lain yang berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan untuk

menjawab soal yang dihadapi.

Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran

penulis secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan

14

(11)

yang timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai bagaimana

perlindungan hukum terhadap konsumen atas pelanggaran dalam pelabelan

produk pangan yang semakin marak terjadi dalam perdagangan bebas khususnya

dalam perdagangan produk pangan. Artinya tulisan ini bukanlah merupakan hasil

ciptaan ataupun penggambaran dari karya tulisan orang lain. Oleh karena itu,

keaslian dari penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada terdapat judul tesis

yang terdahulu yang menyerupai yaitu yang berjudul “Perlindungan Hukum

Konsumen Dalam Pelabelan Produk Pangan” oleh Anak Agung Ayu Diah

Indrawati, Program Magister Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana,

Universitas Udayana, Denpasar. Akan tetapi yang menjadi pembahasan dan

penelitian antara skripsi penulis dan tesis ini sangatlah berbeda dan tidak ada

kesamaan mengenai apa yang menjadi pembahasan utama dari skripsi ini.

Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini, hal tersebut merupakan

semata-mata adalah sebagai faktor pendorong dan pelengkap dalam usaha

menyusun dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini memang sangat

dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah maka pembahasannya harus diuraikan

secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan

adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab yang saling

berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan ini adalah:

Bab I berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar didalamnya

terurai mengenai Latar Belakang penulisan skripsi, Permasalahan, kemudian

dilanjutkan dengan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Peneltian,

Keaslian Penulisan, yang kemudian diakhiri oleh Sistematika Penulisan.

Bab II Merupakan bab yang membahas tentang tinjauan umum mengenai

perlindungan konsumen dimana didalamnya diuraikan yaitu Pengertian

(12)

Hukum Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku

Usaha.

Bab III Merupakan bab yang membahas tentang Pengaturan mengenai

Pelabelan Produk Pangan dan permasalahan yang dihadapi konsumen dalam

ketersediaan informasi dalam label pangan dimana didalamnya diuraikan yakni

Pengertian Label, Label sebagai Perwujudan Dari Hak Konsumen Mendapatkan

Informasi, Pelabelan Produk Pangan Bagi Konsumen Dalam Mendapatkan

Perlindungan dan Pengaturan mengenai Pelabelan Produk Pangan.

Bab IV Merupakan bab yang membahas tentang Perlindungan Konsumen

Dalam Pelanggaran Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 dimana didalamnya menguraikan tentang Perlindungan Konsumen

Dalam Pelanggaran Label Produk Pangan, Aspek Perdata, Pidana, dan

Administrasi dalam Perlindungan Konsumen, Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Terhadap Pelanggarang Pelabelan Produk Pangan yakni Tanggung Jawab Perdata,

Pidana dan Administrasi, dan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam

Pelanggaran Pelabelan Produk Pangan.

Bab V ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah

dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penerapan

Perlindungan Konsumen Atas Pelanggaran Pelabelan Produk Pangan di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Status ekonomi yang berubah ketika seseorang terkena masalah pemutusan hubungan kerja dapat menjadi salah satu alasan untuk melakukan perubahan besar dalam diri termasuk pola

Dengan demikian, pemilihan subjek foto para fotografer sebagai pelaku bisnis studio foto dengan menyertakan alat ataupun benda yang paling berpengaruh

Administrasi merupakan salah satu tolak ukur berkembangnya suatu organisasi dengan pesat. Administrasi berkaitan erat dengan pengolahan data yang saat ini sesuai

Kajian ini mencakup tentang teknik budidaya bunga gerbera dan bauran pemasaran yang meliputi empat aspek yaitu produk, harga, tempat dan promosi dalam pemasaran bunga gerbera

Dari hasil penelitian mengenai hubungan terpaan pesan persuasif Nusatrip di media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Pinterest) dan persepsi kualitas website

Dari hasil penelitian didapati nilai koefisien kompensasi yang positif dan menunjukkan jika kompensasi ditingkatkan atau dilakukan dengan tepat maka akan dapat meningkatkan

Kewajiban yang diberikan oleh negara kepada MK dalam bentuk memberikan putusan dalam proses pemakzulan Presiden dan atau Wakil Presiden merupakan kewajiban istimewa,

API Location menghasilkan informasi lokasi secara fisik yang dapat digunakan untuk landmark yang dapat disimpan.. JSR 179 membutuhkan Connected Device Configuration (CDC) atau