BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sesuatu yang indah di alam maupun karya seni akan menimbulkan perasaan ham dan menjadi pengalarnan, ketika itulah seseorang mengalami penghayatan estetika. Berdasarkan pengertiannya estetika berasal dari kata aisthetis (Yunani) yang berarti pencerapan atau cerapan indra. Pencerapan atau persepsi tidak hanya melibatkan indra, tetapi juga proses psikhofisik seperti asosiasi, pemahaman, khayal, kehendak, dan emosi. Pada awalnya estetika adalah bidang filsafat yang berurusan dengan pemahaman tentang keindahan alam dan seni. Dalam perkembangannya hingga kini, estetika diartikan sebagai seni yang meliputi “pemilihan dan penyusunan” unsur-unsur seni serta cara pengungkapannya.
1.2 Rumusan Masalah
BAB II
LANDASAN TEORI A. Definisi Estetika
Secara luas estetika diartikan sebagai pandangan dari bangsa Yunani dengan tokohnya, seperti Plato dan Aristoteles yang memiliki pemikiran bahwa watak, hukum, dan kebiasaan sebagai hal yang bersifat indah. Pemikiran tentang indah biasanya akan nampak pada keindahan yang tersentuh secara indrawi atau disebut sebagai symmetria. Dalam pengertian yang terbatas, keindahan hanya tertuju pada benda yang terserap melalui penglihatan, yaitu berupa bentuk dan warna. Pandangan lainnya, keindahan diartikan sebagai estetika murni yang berusaha mengungkapkan pengalaman estetis dari seseorang dalam keterkaitannya dengan segala sesuatu yang diserapnya.
Persoalan tentang seni selalu dikaitkan dengan pengalaman seni. Seni tidak sebatas dengan penciptaan benda seni melainkan munculnya nilai (value) sebagai respon estetis dari publik melalui pengalaman seni. Kajian tentang ini tidak terlepas dari konteks pembahasan filsafat seni. Upaya refleksi kritis terhadap seni membuahkan pemikiran bahwa filsafat seni harus memiliki landasan dasar. Landasan dasar itu berupa pandangan tentang (1) benda seni (karya seni) sebagai proses kreasi seniman, (2) adanya pencipta seni (seniman), (3) penikmat seni (publik seni), (4) konteks seni, (5) nilai seni, dan (6) pengalaman seni.
B. Prinsip Desain, Asas Desain dan Unsur-Unsur Seni Rupa
Tujuan adanya prinsip dan asas desain adalah sebagai landasan atau dasar pijakan estetik dalam membuat komposisi atau susunan dari unsur-unsur seni rupa.
Prinsip Desain: a) Harmoni (Keselarasan)
Keselarasan diartikan sebagai keteraturan tatanan diantara bagian-bagian suatu karya yang tersusun secara sistematik yang membuat kita menikmati ketersusunannya.
b) Kontras
diartikan sebagai dua hal yang dipadukan tetapi memiliki perbedaan yang sangat tajam sehingga jika terlalu berlebihan dapat merusak komposisi yang tercipta. Paduan kontras dapat dibagi menjadi 3: (1) Kontras karena ukuran, (2) Kontras karena bentuk, (3) Kontras karena warna.
c) Irama (Ritme)
Irama dibangun dari repitisi. Repitisi adalah pengulangan didalam objek seni. Irama terjadi karena adanya pengulangan unsur-unsur estetika. Gerak dan pengulangan tersebut mengajak mata mengikuti arah gerakan yang terjadi pada sebuah karya. Hal ini penting karena repitisi mendukung adanya harmoni dalam sebuah objek seni.
d) Gradasi
Gradasi adalah perubahan bentuk yang kaku dalam dinamika yang luwes dan menarik
Asas Desain: a) Kesatuan
Kesatuan adalah sebuah kohesi, konsistensi, ketunggalan, atau keutuhan yang merupakan isi pokok dari komposisi dan efek yang dicapai dalam suatu susunan komposisi.
b) Keseimbangan
Keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual maupun intensitas kekaryaan.
Bentuk keseimbangan dibagi menjadi dua macam: (1) Keseimbangan simetris yang terkesan resmi atau formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari satu poros yang memiliki sifat statis dan kesimetrisan yang terjaga, dan (2) Keseimbangan asimetris terkesan informal dan lebih dinamis adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari susunan unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras.
c) Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan dalam desain adalah kesederhanaan selektif dan kecermatan pengelompokkan unsur-unsur artistik dalam desain.
d) Aksentuasi
Aksentuasi adalah penekanan (emphasis) pada suatu titik di dalam sebuah karya seni. Tujuan utama dalam pemberian penekanan (emphasis) adalah untuk mengarahkan pandangan pembaca pada suatu yang ditonjolkan. Emphasis dapat dicapai dengan perulangan ukuran serta kontras antara tekstur, nada warna, garis, ruang, bentuk atau motif. Ada empat cara pemberian aksen: (1) melalui perulangan, (2) melalui ukuran, (3) melalui kontras, serta (4) melalui susunan.
e) Kesebandingan (Proporsi)
Kesebandingan merupakan hubungan perbandingan antara bagian dengan bagian lain atau bagian elemen secara keseluruhan.
Unsur-Unsur Seni Rupa: a) Garis
Garis merupakan goresan atau limit/batas dari suatu benda, bidang, ruang, tekstur, dan warna.
b) Bangun
Bentuk menurut artian bahasa bisa dikatakan sebagai bangun (shape) atau juga bentuk plastis (form). Bangun merupakan bentuk benda yang polos, seperti halnya yang nampak oleh mata, sekedar untuk mengatakan sifatnya saja seperti kotak, bundar, ornamental, atau tak beraturan.
Sedangkan bentuk plastis form merupakan bentuk benda yang terlihat dan bisa dirasakan karena adanya unsur nilai (value) dari benda tersebut, misalkan lemari, meja, dan kursi.
c) Tekstur
Tekstur adalah sifat suatu permukaan sebuah benda. d) Warna
Peran penting warna dalam dunia kesenian dapat dibagi menjadi tiga, yakni: (1) warna sebagai warna; sebagai pemanis permukaan, (2) warna sebagai representasi alam; sebagai gambar sifat objek secara nyata, dan (3) warna sebagai tanda atau lambang atau simbol; kehadiran warna memberikan tanda tertentu yang sudah merupakan kebiasaan umum.
e) Ruang dan Waktu
BAB II PEMBAHASAN A. Objek Visual
B. Prinsip Desain
Kami menganalisa dan menemukan dua prinsip desain yang melandasi objek visual tersebut, yakni: (1) Kontras dan (2) Irama.
Kontras adalah dua hal yang dipadukan tetapi memiliki perbedaan yang signifikan. Terdapat kontras karena warna yakni perbedaan warna biru dan merah di tengah dalam objek visual tersebut. Hal ini menambah kemenarikan objek visual tersebut.
Rhytm atau Irama dibangun dari repitisi atau pegulangan, terjadi ketika perubahan ukuran, bentuk, atau warna tertentu secara teratur untuk menambah kekuatan citra keseluruhan. Dalam objek visual tersebut, ada perubahan warna soft yang tidak signifikan serta perubahan ukuran dimana objek ditengah lebih besar, secara berurut mengecil ke samping.
C. Asas Desain
Kami menganalisa dan menemukan dua asas desain yang melandasi objek visual tersebut, yakni: (1) Keseimbangan dan (2) Aksentuasi.
Keseimbangan simetris yang terkesan resmi atau formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari satu poros yang memiliki sifat statis dan kesimetrisan yang terjaga. Dalam objek visual tersebut, menerapkan asas keseimbangan formal menggunakan prinsip “Rule Of Third”. Rule of Third atau aturan pertiga menerapkan penyelarasan subjek dengan garis paduan dan titik persimpangan mereka, menempatkan cakrawala pada baris atas atau bawah, atau membuat fitur linear pada gambar mengalir dari bagian ke bagian lainnya.
Aksentuasi merupakan elemen yang berbeda atau unsur yang kuat dari segala sesuatu di sekitarnya atau dengan kata lain penekanan (emphasis pada suatu titik di dalam sebuah karya seni. Dalam objek visual tersebut, menggunakan tiga cara: (1) Perulangan, (2) Ukuran, dan (3) Kontras.
D. Unsur-Unsur Seni Rupa
Kami menganalisa dan menemukan dua unsur-unsur seni rupa yang membuat komposisi objek visual tersebut, yakni: (1) Bangun dan (2) Warna.
ornamental, atau tak beraturan. Dalam objek visual tersebut, pattern atau pola adalah pengulangan dari bentuk desain, bentuk yang dapat terlihat yakni persegi. Sama seperti garis, bentuk dapat tersirat tanpa benar-benar hadir.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan