• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Ekologi Hewan Tentang Hewan and

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Ekologi Hewan Tentang Hewan and"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya.Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu").Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 -1914).Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotic dan abiotik yang ada di sekitarnya dandapat mempengaruhinya. Dalam konsep rantai makanan, hewan ditempatkan sebagai konsumen, sedangkan tumbuhan sebagai produsen.Hewan disebut sebagai makhluk hidup yang heterotrof.

Setiap organisme di muka bumi menempati habitatnya masing-masing.Dalam suatuhabitat terdapat lebih dari satu jenis organisme dan semuanya berada dalam satu komunitas.Komunitas menyatu dengan lingkungan abiotik dan membentuk suatu ekosistem. Dalamekosistem hewan berinteraksi dengan lingkungan biotic , yaitu hewan lain, tumbuhan serta mikroorganisme lainnya. Interaksi tersebut dapat terjadi antar individu, antar populasi danantar komunitas.

(2)

masing-masing hewan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadapsemua semua faktor lingkungan.

1.2 Tujuan

1)Untuk mengetahui pengertian lingkungan bagi hewan sebagai kondisi dan sumberdaya

2)Untuk mengetahui hewan sebagai organisme heterotrof

3)Untuk mengetahui hewan ektotermi dan endotermi serta konsep waktu

a. ektotermi dan poikilotermi b. konsep waktu-suhu

c. endodermi atau homeotermi

4)Untuk mengetahui kisaran toleransi dan faktor pembatas

5)Untuk mengetahui aspek terapan kisaran toleransi dan factor pembatas

a. pengendalian hama b. indicator ekologi

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian lingkungan bagi hewan sebagai kondisi dan sumberdaya

Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotik dan abiotik yang ada disekitar hewan dan dapat mempengaruhinya. Setiap hewan hanya dapat lulus hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok baginya dan sumberdaya yang diperlukannya, serta terhindar dari faktor-faktor abiotik maupun biotik lingkungan yang membahayakan kelulusan hidupnya.

Lingkungan abiotik hewan meliputi faktor-faktor medium atau substratum (tanah, perairan) tempat hidup, serta faktor-faktorcuaca dan iklim. Lingkungan biotik hewan meliputi hewan lain sesama spesies, yang berlainan spesies, tumbuh-tumbuhan dan mikroba.

(4)

padang rumput atau hutan menunjuk ketersediaan sumberdaya makanan yang cukup dan kondisi lingkungan yang sesuai bagi kehidupan rusa . Demikian sebaliknya ,kehadiran rusa di habitat tersebut , sebagai herbivor yang melakukan perumputan (grazing) , sebagai organisme yang menukarkan gas-gas pernafasan, sebagai hewan yang membuang kotoran organiknya ke tanah, akan menentukan corak dan kondisi lingkungan padang rumput atau hutan tersebut.

Faktor-faktor lingkungan hewan , baik yang bersifat abiotik maupun biotik,dapat ditinjau sebagai dua aspek fungsional yang berbeda . meskipun dalam hal-hal tertentu perbedaan kedua aspek itu tidak begitu tegas . kedua aspek itu ialah lingkungan sebagai kondisi dan sebagai sumberdaya.

Istilah kondisi lingkungan terutama digunakan untuk menunjukan suatu besaran , kadar ataupun intensitas faktor-faktor abiotik lingkungan itu . faktor abiotik sebagai kondisi ketersediaannya tidak berkurang karena kehadiran individu atau spesies lain. Sebagai contoh, suhu lingkungan dan cahya bagi hewan

(5)

Sepanjang ontogeninya suatu hewan akan terdedah pada kondis sumberdaya lingkungan yang tidak konstan yang bervariasi menurut ruang dan waktu. Lingkungan yang relatif konstan mungkin hanya dijumpai di bagian dalam samudra, didalam tanah dan di gua-gua . oleh karena itu setiap hewan harus berusaha untuk selalu dapat mengadaptasikan diri terhadap perubahan lingkungan tersebut. Hanya hewan-hewan yang dapat menyesuaikan diri yang akan dapat meneruskan kehidupannya di lingkungan tersebut , sementara yang tidak mampu beradaptasi akan mati dan pada gilirannya akan punah jenisnya.

Perubahan lingkungan terhadap waktu secara garis besarnya terdiri dari tiga macam , yaitu perubahan yang besarnya terdiri dari tiga macam, yaitu :

1. Perubahan siklik adalah perubahan yang terjadinya berulang-ulang secara berirama, seperti malam dan siang, laut pasang dan surut , musim kemarau dan musim penghujan, dan lain sebagainya .perubahan siklik dapat berskala harian, bulanan, tahunan/musiman

2. Perubahan terarah merupakan suatu perubahan yang terjadinya berangsur-angsur, secara terus-menerus danprogresif menuju ke suatu arah tertentu .proses perubahan tersebut berlangsungnya lama, melebihi panjang umur individu hewan yang hidup dilingkungan itu. Contoh perubahan yang demikian antara lain terjadinya erosi progresif garis pantai atau pengendapan lumpur disuatu estuaria.

(6)

Misalnya terjadinya pengendapan jatuhan debu dari letusan gunung berapi, serta terjadinya banjir ataupun kebakaran hutan.

(7)

Gambar 2.1 : Ketersediaan sumberdaya merupakan fungsi dari ruang dan waktu (Ibkar-Kramadibrata, 1992)

Karena ketersediaan sumberdaya merupakan fungsi dari ruang dan waktu yang berbeda-beda coraknya maka hewan yang memerlukan suatu sumberdaya tertentu memerlukan strategi tertentu pula untuk mendapatkan sumberdaya itu.Strategi hewan dalam mendapatkan sumberdaya yang dibutuhkan merupakan hasil dari adaptasi dan evolusi hewan yang telah berlangsung lama dan terus menerus, baik adaptasi morfologi, fisiologi maupun perilaku.Salah satu sumberdaya yang penting bagi hewan adalah tersedianya makanan.

2.2 hewan sebagai organisme heterotrof

Dalam konsep rantai makanan, hewan ditempatkan sebagai konsumen, sedangkan tumbuhan sebagai produsen. Hal ini karena hewan tidak dapat mensintesis makanannya sendiri dari bahan anorganik dilingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan-bahan organik berenergi tinggi, guna menyediakan energi untuk aktifitas hidup dan menyediakan bahan-bahan untuk membangun tubuhnya ,hewan mengambil bahan organik dari mahkluk hidup lain, baik tumbuhan maupun hewan lain . karena itulah hewan disebut mahkluk hidup heterotrof, sebagai lawan dari tumbuhan yang bersifat autotrof . jadi kehidupan hewan secara langsung atau tak langsung sangat tergantung pada tumbuh-tumbuhan.

(8)

nutrisi heterotrof ini sangat ditentukan oleh jenis hewan dan ukuran relatifnya terhadap makanan/mangsa .tipe yang umum terdapat dalam dunia hewan yaitu nutrisi holozoik. Dalam tipe ini makanan, baik yang berupa tumbuhan atau jenis hewan lain , pertama-tama harus dicari dan didapatkan dahulu , baru kemudian dimakan serta selanjutnya dicerna sebelum dapat diabsorsi dan dimanfaatkan oleh sel-sel tubuh hewan itu. Untuk mencari dan mendapatkan mkanan diperlukan struktur indera, saraf serta mekanisme otot.Selanjutnya untuk mengubah substansi makanan itu kedalam bentuk yang dapat di absorbsi, diperlukan juga mekanisme dari sistem pencernaan.

Tipe nutrisi saproik dijumpai pada berbagai hewan protozoa, yang memperoleh nutrien-nutrien organik yang diperlukanya dari organisme –organisme yang telah mati ,membusuk dan mengurai. Nutrien-nutrien tersebut diabsorbsi melalui membran sel dalam bentuk molekul-molekul terlarut.

(9)

sekarang menjadi lingkungannya, sehingga tidak lagi dapat hidup bebas ditempat hidup lain.Sebagai contoh dari fenomena ini adalah berbagai jenis cacing parasit pada tubuh hewan atau manusia,misalnya cacing hatididalam hati,cacing pita dan cacing perut didalam usus.

Dengan dasar yang lain, yakni ukuran hewan yang menentukan cara makannya,hewan heterotrof dikelompokkan

menjadi menjadi makrokonsumen dan

mikrokonsumen.Makrokonsumen disebut juga sebagai fogotrof,yakni kelompok hewan yang mengambil bahan organik dari makhluk lain dengan cara memakan.misalnya kuda, kambing, harimau, ikan, dsb.Mikrokonsumen adalah kelompok hewan yang mengambil makanannya dengan cara menguraikan jaringan dan pengurai atau osmotrof,termasuk juga parasit.Sebagai contoh adalah cacing parasit dan serangga pengurai ditanah.

2.3 Hewan Ektotermi dan Endotermi, serta Konsep Waktu-Suhu

(10)

disemua garis lintang ,panjang siang hari relatif tetap sama lebih kurang 12 jam.

Sebagai gambaran tentang perubahan panjang penyinaran yang berubah-ubah sepanjang tahun yang diakibatkan oleh posisi poros bumi yang tidak tegak lurus terhadap bidang edar bumi,berikut ini digambarkan hubungan panjang siang dengan bulan-bulan selama setahunpada daerah sekitar katulistiwa (0°), daerah sekitar garis lintang utara 30° ,60° , dan 90° . Disekitar derajat garis lintang yang sama pada belahan bumi selatan kondisi panjang hari berkebalikan dengan belahan bumi bagian utara. Artinya,jika pada bulan Juni-Juli didaerah sekitar lintang utara 60° sedang mengalami panjang siang 18 jam.maka didaerah lintang selatan 60° mengalami panjang siang 6 jam atau mengalami malam 18 jam.

Gambar 2.2: Gambar hubungan panjang siang hari (lama penyinaran) di daerah katulistiwa (0°), daerah sekitar

(11)

Gambar 2.2 diatas memperlihatkan hubungan antara variasi latitudinal dengan terjadinya musim yang berbeda-beda.Terjadinya perubahan dari musim yang satu kemusim yang lain sepanjang tahun akan mempunyai malam dan siang yang hampir sama panjangnya, yaitu masing-masing sekitar 12 jam. Karena itu organisme-organisme didaerah tropika tidak terdedah pada masalah fotoperiodisme.Tidak demikian halnya organisme-organisme didaerah temperata (iklim sedang) dan artika (iklim dingin).Masalah fotoperiodisme yang dihadapi organisme-organisme didaerah ini disebabkan karena perubahan panjang siang dan panjang malam.

(12)

Gambar 2.3: Pertukaran energi panas dan air antara katak dan lingkungannya

(Tracy dalam McNaughton dan Wolf, 1979 ).

2.3.1 Ektotermi atau poikilotermi

(13)

sehingga suhu tubuh bervariasi mengikuti suhu lingkungannya atau disebut juga sebagai penyelaras (konformer).

Pada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah dibawah batas ambang toleransinya, hewan ektoterm mati.Hal ini karena praktis enzim tidak aktif bekerja, sehingga metabolisme terhenti. Pada suhu yang masih ditolelir,yang lebih rendah dari suhu optimumnya, laju metabolisme tubuhnya dan segala aktifitasnya pun rendah. Akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat lamban,sehingga akan mudah bagi predator untuk menangkapnya.

Sebenarnya hewan-hewan ektotermi berkemampuan juga untuk mengatur suhu tubuhnya,namun daya mengaturnya sangat terbatas dan tidak fisiologis sifatnya melainkan secara prilaku. Apabila suhu lingkungan terlalu panas, hewan ektotermi akan berlindung ditempat-tempat teduh, bila suhu lingkungan turun hewan tersebut akan berjemur dipanas matahai atau berdiam diri ditempat-tempat yang memberikan kehangatan baginya .Sebagai contohnya yang gampang terlihat adalah golongan ular atau kadal.Pada tengah hari yang terik, banyak kita jumpai ular yang berteduh masuk kerumah penduduk, yang oleh manusia sering disalah artikan bahwa ular tersebut sedang mencari mangsa manusia dan akhirnya malah dimatikan.

(14)

setiap kenaikan suhu sebesar 10°C. maka laju reaksi-reaksi metabolismenya didalam tubuh meningkat sebesar 2,5 kali .

2.3.2 Konsep-waktu-suhu

Suhu lingkungan menentukan suhu tubuh bagi hewan poikilotermi. Bahkan suhu menjadi factor pembatas bagi kebanyakan mahluk hidup. Suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang membantu metabolisme didalam tubuh. Karena itu dari sudut pandang ekologi, kepentingan suhu lingkungan bagi hewan-hewan ektoterm tidak hanya berkaitan dengan aktifitasnya saja tetapi juga mengenai pengaruhnya terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier. Konsekuensinya adalah bahwa untuk hewan-hewan ektoterm lama waktu perkembangan akan berbeda-beda pada suhu lingkungan yang berbeda, dengan perkataan lain, pernyataan berapa lamanya waktu perkembangan selalu perlu disertai dengan pernyataan pada suhu beberapa berlangsungnya proses perkembangan itu. Karena pada hewan-hewan ektoterm waktu( berlangsungnya proses perkembangan ) merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka suhu kombinasi waktu suhu yang seringkali dinamakan waktu fisiologis itu mempunyai arti penting.

(15)

tersebut diatas, lamanya waktu yang diperlukan untuk perkembangan telur dari jenis belalang itu untuk menetas adalah 70 hari-derajat diatas suhu ambang.Berapa lamakah waktu yang diperlukan telur belalang tersebut untuk menetas jika suhu lingkungannya 25°c?

Konsep waktu suhu ini penting artinya untuk memahami masalah perwaktuan dari kejadian-kejadian serta dinamika populasi hewan-hewan ektoterm. Di suatu tempat, misalnya, sering timbul jenis serangga dalam jumlah besar yang terjadinya mungkin saja tiap tahun pada tanggal atau waktu yang berbeda-beda, meskipun demikian bila di telaah lebih lanjut akan terlihat bahwa terjadinya peledakan populasi itu berdasarkan pada jumlah hari derajat yang sama diatas suhu ambang perkembangan jenis serangga tersebut.

Dengan menggunakan konsep waktu suhu, yang diwujudkan dlam bentuk jumlah hari derajat seperti contoh diatas, maka suhu fenomelna akibat proses perkembangan seperti peledakan populasi misalnya dapat diramalkan kapan akana terjadinya. Dalam bidang pertanian dan perkebunan, peramalan mengenai akan nilai guna yang sangat penting, sebab dengan diketahuinya jumlah hari derajat perkembangan suatu jenis serangga hama, maka akan dapat ditentukan lebih tepat, kapan waktu dan tehnik pemberantas telur atau pupa berbeda dengan memberantas hewan dewasanya.

2.3.3 Endotermi atau homeotermi

(16)

homeotermi adalah hewan-hewan yang dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selalu kostant berada pada kisaran suhu optimumnya.

Hewan-hewan homeoterm, dalam kondisi suhu lingkungan yang berubah-ubah, suhu tubuhnya constant,. Hal ini karena hewan-hewan itu mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengatur suhu tubuhnya melalui perubahan produksi panas(laju metabolisme) dalam tubuhnya sendiri. Kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme metabolism ini dikarenakan hewan-hewan homoeterm memiliki organ sebagai pusat pengaturnya, yakni otak khususnya hypothalamus sebagai thermostat atau pusat pengatr suhu tubuh. Suhu konstan untuk hewan-hewan endotermi biasanya terdapat diantara 35-40°c.karena kemampuannya mengatur suhu tubuh sehingga selalu konstan, maka kelompok ini disebut hewan regulator. Pusat pengendali suhu tubuh terdapat dibagian hipotalamus dari otak .

(17)

Gambar 2.4:

Diagram hubungan suhu tubuh dan suhu lingkungan padahewan poikilo-termi dan homeotermi.

Terjaganya kekonstanan suhu tubuh tersebut diatas mengakibatkan hewan-hewan endoterm mampu menunjukan kinerja yang konstan pula. Daya atau kemampuan mengatur suhu tubuh itu memerlukan (biaya) yang relative tinggi dan sehubungan dengan itu maka persyaratan masukan sumber dasar energinya pun, yaitu makanan, relative tinggi pula,. Secara umum tampk bahwa bahwa dibandingkan dengan sutau hewan ektoterm yang sebanding ukuran tubuhnya, suatu hewan endoterm memerlukan masukan energy makanan yang lebih tinggi, hal ini juga berlaku untuk suhu lingkungan dalam kisaran termonetral.

(18)

menghadapi kondisi suhu lingkungannya itu hewan-hewan ektoterm menggunakan strategi biaya rendah, yang kadang-kadang memberikan keuntungan yang rendah pula.

Gambar 2.5:

Hubungan antara produksi panas ( melalui perubahan laju metabolisme) dengan suhu lingkungan pada hewan endotermi.

Pada zona termonetral (b-c) laju metabolisme ( produksi panas) adalah minimal. Pada kisaran suhu tersebut, suhu tubuh diatur kekonstanannya oleh pengubahan daya hantar panas permukaan tubuh ( vasodilatasi dari vaokons-triksi) yang praktis tidak memerlukan upaya-upaya metabolism pada suhu diatas maupun dibawah kisaran suhu termonetral, produksi panas meningkat untuk menjaga kekonstanan suhu tubuh.

(19)

peranan potensial dalam menentukan terjadinya proses kehidupan , penyebaran serta kelimpahan organism-organisme itu.

Variasi suhu lingkungan alami dapat dtinjau dari berbagaisegi misalnya dari sifat sikliknya (harian, musiman) atau ketinggian diatas permukaan laut dan kedalam (perairan tawar, lautan, tanah). Disamping itu dikeanal juga variasi suhu alami dalam sifat kaitan yang lebih akrab dengan orgnisme ( mikroklimatik).

2.4 Kisaran Toleransi Dan Factor Pembatas

Setiap mahluk hidup terdedah pada berbagai factor lingkungan abiotik yang selalu dinamis atau berubah-ubah baik dalam skala ruang maupun skala waktu (berfuktasi). Oleh karena itu setiap mahluk hidup harus mampu mengadaptasikan dirinya untuk menghadapi kondisi factor lingkungan abiotik tersebut . namun, demikian mahluk hidup, khususnya dalm hal ini hewan, tidak mungkin hidup pada kisaran factor abiotik yang seluas luasnya , pada prinsipnya , bahwa masing-masing hewan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua factor lingkungan . prinsip yang sama dinyatakan sebagai hokum toleransi shelford, yang bunyinya” bahwa setaip organism mempunyai suatu minimum dan maksimum akologis, yang merupaakan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi factor lingkungannya”.

(20)

kritis berupa hipotermia, sedang pada suhu ekstrim tinggi akan menyebabkan gejala hipertemia. Apabila kondisi suhu lingkungan suhu yang mendekati batas-batas kisaran toleransi hewan itu berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka hewan itu akan mati, setiap kondisi factor lingkungan yang besarannya atau intensitasnya mendekati batas kisaran toleransi organism. Akan beroprasi sebagai factor pembatas yang berperan sangat menentukan kelulusan hidup organism. Pada gamar 2.7 diberikan diagram hubungan antara aktifitas suatu hewan dengan suatu konndisi lingkungan.

(21)

Pada gambar di atas; dalam kisaran optimum (a) kinerja hewan maksimal, b-c = batas-batas kondisi sekitar kisaran optimum yang diperlukan untuk berkembang biak, d-e = batas-batas kondisi untuk pertumbuhan, f-g = batas kelulusan hidupan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa persyaratan kondisi lingkungan untuk terjadinya perkembangbiakan harus lebih baik dari pada untuk pertumbuhan, dan persyaratan kondisi untuk pertumbuhan masih lebih baik dari pada untuk kelulus-hidupan semata.

(22)

LT50 – 48 jam (LT = Lethal Temperature). Untuk konsentrasi suatu zat dalam lingkungan bisanya ditentukan dengan LC50 – X jam (LC = Lethal Concentration); X dapat 24, 48, 72 atau 96 jam) dan untuk sesuatu dosis ditentukan LD50 – X jam.

Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu pada berjenis-jenis hewan yang berbeda dapat berbeda pula. Jenis hewan yang satu mungkin lebar kisaran toleransinya (e u r i-), jenis hewan lain mungkin sempit (s t e n o-). Ikan mujair misalnya mempunyai kisaran toleransi yang relatif lebar terhadap salinitas (= eurihalin), sedang berjenis-jenis ikan laut yang memiliki kisaran toleransi terhadap kadar garam yang sempit (stenohalin). Sempit dalam pengertian hanya dapat hidup pada kadar garam rendah (oligohalin) atau hanya dapat hidup pada kadar yang tinggi (polihalin).

(23)

Seperti sudah disinggung terdahulu, kondisi faktor lingkungan yang optimum atau paling disukai hewan atau preferendum, akan menghasilkan kinerja biologis yang paling tinggi. Preferendum untuk suatu faktor lingkungan relatif mudah ditentukan di laboratorium. Tidak demikian halnya di lingkungan alami. Terkonsentrasinya dalam jumlah banyak dari individu-individu suatu spesies hewan di suatu tempat dalam jumlah banyak dari individu-individu suatu spesies hewan di suatu tempat dalam habitat alaminya, belum tentu menunjukkan bahwa kondisi dari satu atau beberapa faktor lingkungan di tempat itu merupakan preferendum sebenarnya.Kehadiran pesaing atau predator dapat menyebabkan terhalangnya populasi hewan untu mendiami tempat dengan kondisi faktor-faktor lingkungan penting di kisaran-kisaran optimumnya.

(24)

Hewan yang berada dalam stadia muda hasil berbiak (telur, larva, anak) pada umumnya mempunyai kisaran toleransi yang sempit untuk sejumlah faktor lingkungan.Hal ini karena ketahanan tubuhnya terhadap tekanan kondisi faktor lingkungan yang ektrim tidak sekuat pada hewan dewasa.Demikian halnya dengan hewan yang sedang dalam masa berbiak, kisaran toleransinya lebih sempit bila dibandingkan dengan yang tak bebiak, kisaran toleransinya lebih sempit bila dibandingkan dengan yang tak berbiak.Hewan yang berbiak membutuhkan kondisi lingkungan berada di sekitar kondisi preferendumnya atau kondisi optimum yang paling disukainya.Karena relatif sempitnya kisaran-kisaran toleransi stadia muda hewan dan hewan yang sedang berbiak terhadap berbagai faktor lingkungan, maka perubahan kondisi faktor-faktor lingkungan itu relatif tinggi peluangnya untuk beroperasi sebagai faktor pembatas.Karena itu maka musim perkembangbiakan hewan seringkali dianggap sebagai perioda kritis.

(25)

Dalam hal ini, faktor-faktor lingkungan yang harus dihadapi oleh ikan mungkin berupa, luasnya area kolam, jenis dan kondisi air, pencahayaan, suhu lingkungan, jenis dan makanan, keasaman air, kadar mineral atau salinitas. Jika tidak dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu pada ikan-ikan sampel, maka kematian hewan atau pengaruh yang ditimbulkan oleh bahan dedahan tersebut, bisa berarti tidak semata-mata karena pengaruh bahan tersebut, tetapi juga karena ikan belum terbiasa dan stres menghadapi kondisi lingkungan barunya.Jika aklimatisasi ini hanya dilakukan untuk satu faktor tertentu, misalnya suhu lingkungan, maka lebih tepat disebut aklimasi.

2.5 Aspek Terapan Kisaran Toleransi dan Faktor Pembatas konsep kisaran toleransi, faktor pembatas maupun preferendum sudah sering diterapkan di bidang-bidang pertanian, peternakan, konservasi dan lain sebagainya. Pada dasarnya, untuk jenis-jenis hewan yang berguna yang produksinya diupayakan agar sebanyak mungkin, lingkungan hidupnya oleh si pemelihara akan dibuat sedemikian rupa agar kondisi berbagai faktor lingkungan hewan itu mendekati preferendumnya. Hal ini dilakukan dengan harapan kinerja biologi hewan, pertumbuhan dan reproduksi, dapat maksimum. Untuk jenis-jenis hewan yang merugikan kondisi lingkungan biasanya dibuat agar sebaliknya.

2.5.1 Pengendalian hama

(26)

demikian upaya yang dilakukan ialah misalnya dengan membuat kondisi lingkungan di luar batas atas ataupun bawah kisaran toleransinya.Berikut ini adalah sebuah contohnya.

Larva serangga Limonius (Elateriadea, Coleoptera) dikenal sebagai pengganggu tanaman bit gula di daerah pantai barat Amerika Serikat. Pengembangan lapangan menunjukkan bahwa kelembaban tanah merupakan faktor pembatas utama serangga itu.Penelitian-penelitian yang dilakukan di laboratorium selanjutnya menunjukkan bahwa kisaran toleransi terhadap kelembaban dari stadia larva dan prapupa adalah relatif paling sempit dibandingkan dengan stadia telur ataupun hewan dewasanya. Dari hasil kedua pendekatan itu didapatkan dua alternatif cara pengontrolan serangga itu. Cara pertama, yaitu yang praktis dilakukan di daerah perkebunan yang teringasi ialah dengan jalan mengairi lahan. Dengan perkataan lain, cara ini ialah membuat kondisi lingkungan melampaui batas maksimum toleransinya. Cara kedua ialah dengan membuat kondisi melampaui batas bawah kisaran toleransinya.Cara yang praktis dilakukan di lahan-lahan yang tidak teririgasi ialah dengan menanam tumbuhan yang mengeringkan tanah seperti alfafa (Medicago sativa, Leguminosae) atau gandum. 2.5.2 Indikator ekologi

(27)

kinerja populasi hewan di suatu tempat dapat memberikan gambaran tentang kondisi fakor-faktor lingkungan di tempat tersebut. Hal yang biasa diamati orang dalam kehidupan sehari-hari, jika di meja makan banyak semut berkumpul pasti di tempat tersebut ada tumpahan air gula atau bahan yang mengandung gula.Jika di suatu lapangan rumput terdapat segerombolan rumput yang jauh lebih subur dari bagian lain di lapangan tersebut, maka kita dapat menduga bahwa ditempat tersebut ada bekas kotoran ternak sapi atau kambing atau jenis tanahnya yang lebih subur.

Berdasarkan alasan atau analogi seperti di atas lahirlah apa yang disebut spesies indikator ekologi, baik pada kajian ekologi hewan maupun ekologi tumbuhan. Spesies indikator ekologi, adalah suatu spesies organisme yang kehadirannya ataupun kelimpahannya dapat memberikan petunjuk mengenai bagaimana kondisi faktor-faktor fisika-kimia lingkungan disuatu tempat.

(28)

Tubifex (Olygochaeta) dan larva Chironomus (Diptera).Karena kedua jenis hewan ini sangat toleran terhadap kandungan oksigen terlarut yang rendah. Bahan-bahan organik yang masuk ke lingkungan perairan akan di dekomposisi oleh mikroba air dan banyak mengandung oksigen. Pada proses seperti akan terjadi pergurangan kadar oksigen dalam perairan dan dikatakan nilai BOD perairan Yang tercemar bahan organik tersebut sangat tinggi. Cobalah invertarisasikan jenis hewan lain yang berfungsi sebagai spesies indicator ekologi.

Untuk menentukan sesuatu spesies sebagai indikator ekologi diperlukan bukti-bukti lapangan yang banyak.Selain itu diperlukan pula bukti-bukti eksperimental untuk menentukan beroperasinya factor pembatas dan untuk mengetahui kemampuan organisme itu menyesuaikan diri.

(29)

Penggunaan spesies hewan sebagi spesies indikator dapat didasarkan pada ;

1) Kehadiran spesies indicator,

2) Ketidak-hadiran spesies lain yang biasanya ada, 3) Hubungan numerical populasi dalam komunitas, 4) Indeks keanekaragaman spesies, atau yang lainnya.

Sebagai contoh penggunaan nilai indeks keanekaragaman spesies dari komunitas bentos sebagai patokan dalam penentuan kualitas perairan tawar.

Indeks diversitas/ Derajat pencemaran perairan Keanekaragaman

>2,0 Tidak tercemar 1,6-2,0 Tercemar ringan 1,0-1,6 Tercemar sedang

<1.0 Tercemar berat

2.6 Gambaran Umum Faktor-Faktor Lingkungan

Sebenarnya sangat banyak macam dari faktor-faktor lingkungan yang ikut, baik secara actual maupun potensial, mempengaruhi kehidupan hewan.Namun dalam kajian ini hanya dibatasi pada beberapa factor lingkungan yang penting bagi hewan, antara lain suhu, air dan kelembapan, cahaya matahri, gas-gas atsmosfer, arus dan tekanan, garam-garam mineral dan pencemar.

(30)

Suhu merupakan factor lingkungan sangat penting bagi hamper semua mahluk hidup. Suhu merupakan factor yang sangat menentukan aktivitas enzim di dalam tubuh organisme. Peningkatan suhu tubuh pada rentang kisaran toleransi hewan akan menyebabkan kenaikan aktivitas enzim dalam membantu reaksi metabolisme. Suhu yang ekstrim tinggi menyebabkan protein, sebagai komponen utama penyusun enzim, akan rusak atau denaturasi dan menyebabkan enzim tidak mampu lagi melakukan fungsinya sebagai biokatalisator. Demikian juga kalau suhu tubuh turun angat ekstrim, bahkan mungkin di bawah batas kisaran toleransinya, akan menyebabkan aktivitas enzim sangat rendah.

Suhu juga merupakan suatu faktor lingkungan yang seringkali beroperasi sebagai faktor pembatas dan paling mudah diukur.Variabilitas suhu mempunyai arti ekologis. Fluktuasi suhu 10-20o C dengan suhu rata-rata 15o C, pengaruhnya terhadap hewan tidak sama dengan suhu konstan 15o C. pada jenis-jenis belalang dan kupu-kupu yang diamati, suhu yang bervariasi menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Berbagai jenis hewan yang biasa hidup dilingkungan alam bebas yang suhunya bervariasi, aktifitas hidupnya akan terganggu bila di pelihara dalam lingkungan yang suhunya konstan.

(31)

berjenis-jenis ikan dan hewan invertebrate yang hidup di perairan bahari pada umunya kurang tahan terhadap suhu tinggi.

2.6.2 Air dan kelembapan

Air bagi mahluk hidup bias menjadi sumberdaya dan juga menjadi kondisi. Dilingkungan daratan, air seringkali dapat beroperasi sebagai factor pembatas vagi kelimpahan dan penyebaran heawan-hewan terrestrial.Demikian pula bagi hewan-hewan yang biasa hidup di tempat-tempat yang lembab, kandungan air yang rendah atau kekeringan juga merupakan factor pembatas yang menentukan keberhasilan hidupnya.

Untuk daerah tropika, kedudukan air dan kelembapan sama pentingnya dengan peranan cahaya, fotoperiodisme dan ritma suhu di daerah-daerah temperate dan yang beriklim dingin. Maslah air dan kelembapan itu erat kaitannya denga pola curah hujan, bagi kehidupan fora dan fauna di suatu daerah. Yang penting artinya itu bukan hanya spek banyajnya (mm, cm) curah hujan saja namun juga aspek sebaran curah hujan itu sepanjang tahun. Dengan terpusatnya curah hujan pada bulan-bulan tertentu sja maka organissme-organisme dihadapkan pada adanya musim hujan dan musim kering.Pada musim kering air berperan sebagai factor pembatas yang penting.Di daerah tropika air pun merupakan suatu factor pengendali untuk terjadinya aktifitas musiman.

(32)
(33)

kondisi cuaca dan iklim. Karena itu kedua factor lingkungan itu hamper selalu diukur. Efek membatasi dari factor suhu biasanya mencolok bila kondisi kelembapan ekstrim tinggi atau ekstrim rendah. Demikian pula sebaliknya efek dari factor kelembapan akan mencolok bila kondisi suhu ekstrim tinggi atau ekstrim rendah.

Kondisi dari dua factor iklim, seperti halnya suhu dan kelembapan dapat dinyatakan dalam bentuk klimograf. Grafik yang menyatakan hubungan antara dua factor iklim tersebut acapkali digunakan sebagai bahan pembanding dari kondisi kedua factor iklim tersebut pada tempat-tempat yang berbeda, atau ditempat yang sama pada waktu yang berbeda-beda. Melalui klimograf kita juga dapat mengetahui peranan kedua factor itu sebagai factor pembatas, untuk bahan menganalisa atau membuat peramalan mengenai kinerja suatu populasi hewan.

(34)

A. Menunjukkan rata-rata bulanan dan kondisi suhu dan curah hujan di Montana dan Missouri, Amerika Serikat Puyuh Hongana yang dimasukkan ke Amerika Serikat di Montana berhasil dikembangbiakkan sedang di Missouri gagal. Klimograf menunjukkan bahwa , dengan mengacu pada kondisi optimum di Eropa, kondisi di Missouri dalam 5 bulan menunjukkan suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi untuk pengembangbiakan puyuh. Kondisi demikian tidak terjadi di Montana.

B. Populasi lalat yang merupakan hama jeruk akan sangat meningkat bila kondisi faktor iklim optimum. Kondisi suhu dan kelembaban di Tel Aviv-Israel pada tahun 1927 lebih menguntungkan bagi lalat hama jeruk tersebut dibandingkan dengan tahun 1932. Karena itulah kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan hama jeruk lebih berat pada tahun 1927.

2.6.3 Cahaya Matahari

(35)

Tampaknya diantara intensitas dan kualitas cahaya dengan warna tubuh hewan terdapat semacam korelasi.Hewan-hewan pelagis cenderung berwarna transparan, berwarna biru dengan berisi campuran berbagai gas.Atmosfer di samping sebagai medium hidup berbagai jenis hewan, atmosfer sangat penting peranannya bagi kehidupan di bumi karena dapat menapis energi panas yang tinggi atau berbagai sinar dengan gelombang yang membahayakan tubuh makhluk hidup, seperti sinar ultra violet.

(36)

bagi fotosintesis organisme-organisme autotrof, peranannya membatasinya itu terjadi pada kadar-kadar tinggi.

2.6.5 Arus dan tekanan

Arus udara (angin)berperan secara langsung ataupun melalui pengaruhnya terhadap penguapan, dalam hal transfer panas. Selain itu angin pun mempunyai pengaruh membatasi terhadap berbagai jenis hewan terbang, seperti serangga dan burung, misalnya dalam hal aktivitas pergerakan setrta penyebarannya.

Dalam lingkungan akuatik, arus berperan secara langsung sebagai faktor pembatas bagi jenis-jenis hewan akuatik yang tidak teradaptasi khusus untuk menghadapi faktor arus.Selain itu, pengaruh arus air dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui kelarutan gas-gas atmosfer dan garam-garam.

Dalam lingkungan daratan, tekanan barometrik belum diketahui benar pengaruhnya terhadap hewan, kecuali peranan yang tidak langsung melalui terjadinya perubahan-perubahan kondisi cuaca dan iklim. Dalam lingkungan akuatik, sperti halnya di danau-danau dan laut-laut dalam, tekanan hidrostatik akan makin bertambah dengan makin bertambahnya kedalaman, yaitu sekitar 1atm per 10m. Jenis-jenis hewan yang kisaran toleransinya lebar terhadap tekanan hidrostatik mempunyai jangkauan ruang gerak dan penyebaran vertikel yang luas dalam lingkungan tempat hidupnya itu.

(37)

spesimen-spesimen lautan dalam dan mengangkatnya ke permukaan dalam keadaan hidup untuk keperluan penelitian, misalnya, memerlukan teknik-teknik penanganan yang khusus.

2.6.6 Garam dan salinitas

Pengaruh garam yang terdapat di lingkungan tempat hidup terhadap hewan, pada umumnya bersifat fisiologis melalui berbagai fungsinya sebagai zat hara (nutrient) yang terkandung dalam makanan yang dimakan hewan itu.Untuk hewan-hewan perairan, garam terlarut berpengaruh secara langsung sebagai faktor salinitas, karena itu bagi hewan-hewan yang bersifat stenohalin tingkat salinitas lingkungan dapat beroperasi sebagai faktor pembatas, baik pada konsentrasi tinggi atau rendah.

Sebagai bagian dari makanan, garam-garam tertentu diperlukan dalam jumlah besar (makronutrien), misalnya untuk membangun cangkang, rangka, kulit telur dan sebagainya. Disamping itu hewan-hewan pada umumnya membutuhkan paling sedikit 12 unsur, yaitu P, K, Na,Cl, S, Mg, Fe, Cu, Mn, Co DAN Zn, dalam bentuk mikronutrien untuk berbagai fungsi fisiologis dan struktural tubuhnya. Garam-garam hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit itu, apabila dalam jumlah banyak akan beroperasi sebagai faktor pembatas, karena akan memberikan efek negatif, yaitu menganggu atau menurunkan peluang untuk keberhasilan hidup hewan itu.

(38)

sebagainya.Kurangnya zat kapur di suatu tempat dapat mengakibatkan jenis-jenis mollusca yang hidup di tempat itu bercangkang tipis.Namun demikian pula dicatat bahwa tipisnya cangkang tidak selalu disebabkan oleh kurangnya masukan zat kapur semata-mata.Hasil analisis kimia dari bulu burung dapat menunjukkan komposisi yang merefeksikan kandungan unsur-unsur di daerah yang ditempati burung selama periode pertumbuhan dan bulu barunya.

2.6.7 Polutan dan pencemaran

Masalah pencemaran oleh zat-zat polutan menjadi hal yang sangat menonjol belakangan.Sejak beberapa dekade terakhir ini faktor-faktor pencemar yang pada dasarnya merupakan hasil sampingan berbagai aktivitas manusia, makin lama makin sering dijumpai di lingkungan.Hal itulah, antara lain, yang telah menyebabkan timbulnya urgensi untuk menjaga kualitas kondisi lingkungan hidup.

Pada masa ini pencemaran praktis dapat dijumpai di mana-mana, baik di lingkungan daratan (tanah), perairan (tawar, payau, laut), dan juga di udara.Jenis, asal, derajat toksitas dan efeknya terhadap organisme dari agen-agen pencemar itu bermacam-macam.Hal ihwal pencemar-pencemar tersebut dibahas secara lebih khusus dalam suatu cabang ilmu yang disebut ekotoksikologi.

(39)

mematikan, menarik untuk disimak tentang kemungkinan adanya individu-individu dengan variasi genetik tertentu yang berhasil lulus hidup. Individu-individu demikian seandainya dapat berkembangbiak dan menurunkan “gen-gen toleran” pada generasi berikutnya, dapat dianggap sebagai “nenek moyang” suatu populasi yang toleran polutan. Ditinjau dari aspek tersebut, pencemaran dapat dianggap sebagai semacam peluang bagi para ilmuwan untuk menyelidiki beraksinya proses evolusi.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.

(40)

dari faktor-faktor abiotik maupun biotik lingkungan yang membahayakan kelulusan hidupnya

3) Hewan dikatakan sebagai heterotroph yaitu hewan tidak dapat mensintesis makanannya sendiri dari bahan anorganik dilingkungannya memenuhi kebutuhannya akan bahan-bahan organik berenergi tinggi, guna menyediakan energi untuk aktifitas hidup dan menyediakan bahan-bahan untuk membangun tubuhnya , hewan mengambil bahan organik dari mahkluk hidup lain , baik tumbuhan maupun hewan lain .

4) Hewan ektotermi adalah hewan yang untuk menaikkan suhu tubuhnyamemperoleh panas yang berasal dari lingkungan, sedangkan hewan yang suhu tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu lingkungandisebut sebagai hewan poikilotermi (poikilotherm, poikilothermic), yang dalam istilah lain disebut hewan berdarah dingin.

5) Masing-masing hewan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua factor lingkungan . prinsip yang sama dinyatakan sebagai hokum toleransi shelford, yang bunyinya” bahwa setaip organism mempunyai suatu minimum dan maksimum akologis, yang merupaakan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi factor lingkungannya”. 6) Faktor lingkungan yang penting bagi hewan, antara lain suhu, air

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan,Agus. 2005. Ekologi Hewan. Universitas Negeri Malang. Malang

(42)

Gambar

Gambar 2.2: Gambar hubungan panjang siang hari (lama
Gambar 2.3:  Pertukaran energi panas dan air antara katak dan
Gambar 2.4:Diagram hubungan suhu tubuh dan suhu lingkungan padahewan
Gambar 2.5:Hubungan antara produksi panas ( melalui perubahan laju metabolisme)
+2

Referensi

Dokumen terkait