• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Biofilm Aeromonas hydrophila Pada Permukaan Sisik Ikan dan Plastik PVC Dengan Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat Perairan Tawar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengendalian Biofilm Aeromonas hydrophila Pada Permukaan Sisik Ikan dan Plastik PVC Dengan Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat Perairan Tawar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Asam Laktat (BAL) Sebagai Probiotik Perairan Tawar

Bakteri asam laktat (BAL) adalah sejumlah bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, memproduksi asam laktat sebagai hasil akhir fermentasi glukosa. Bakteri asam laktat bersifat katalase negatif. Fermentasi glukosa dibedakan dalam dua jalur utama yaitu glikolisis (Embden-Meyer Pathway) yang menghasilkan produk akhir asam laktat secara keseluruhan dikategorikan dalam jenis homofermentatif dan jalur 6-phosphogluconat/ phosphoketolase yang juga menghasilkan sejumlah besar produk akhir lainnya, seperti etanol, asam asetat dan CO2. Genus Leuconostoc dan beberapa spesies anggota genus Lactobacillus

dikategorikan dalam jenis heterofermentatif obligat (Caplice and Fitzgerald 1999), bakteri genus ini mendegradasi heksosa menjadi asam laktat dan produk sampingan lainnya seperti asam asetat, etanol, CO2, H2O2 dan bakteriosin serta

mendegradasi pentosa menjadi asam laktat dan asam asetat (Lyhs et al. 2002).

Aplikasi BAL sebagai probiotik perairan tawar menjadi salah satu cara yang efektif dalam pemecahan masalah penyakit pada ikan di perairan tawar.

BAL dikatakan agen probiotik dengan beberapa kriteria diantaranya: 1) bersifat antagonis terhadap patogen, 2) Pelekatan atau lokasi hidup dari bakteri merupakan salah satu yang terpenting dalam kriteria seleksi bakteri probiotik karena hal ini termasuk dalam prasyarat pembentukan suatu koloni (Verschuere et al. 2000), 3) Probiotik dari habitat aslinya memiliki peluang hidup dan tumbuh yang lebih besar dibandingkan kompetitor asing dari luar sistem (Rengpipat et al. 2003).

Beberapa spesies BAL telah diketahui kemampuannya sebagai agen probiotik perairan tawar. Beberapa diantaranya seperti L. rhamnosus dan L.

(2)

2001). Carnobacterium sp. diketahui sebagai probiotik yang memperbaiki sistem imun tubuh ikan (Panigrahi et al. 2005). Kemudian perlekatan Lactococcus lactis pada usus diteliti memiliki efek antagonis terhadap bakteri patogen (Villamil et al. 2002). Pediococcus acidilactici sebagai probiotik ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) (Aubin et al. 2005), Streptococcus faecium sebagai

probiotik ikan mas (Bogut et al. 1998), Enterococcus faecium untuk ikan lele (Bogut et al. 2000), serta konsorsium S. faecium dan L. acidophilus untuk ikan Nila (Lara-Flores et al. 2003).

BAL memproduksi substansi antimikroba yang dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen. Selain itu BAL memiliki kemampuan untuk menempel pada sel epitel usus, serta akan terjadi peningkatan sel lempengan peyer sebagai indikasi tersekresinya immunoglobulin (IgA) yaitu suatu reaksi

terbentuknya kekebalan terhadap infeksi bakteri (Ouwehand and Vesterlund dalam Salminen et al. 2004).

Sistem akuakultur menyumbang efisiensi serta keuntungan produksi yang maksimal, dengan peningkatan sistem intensifikasi dan komersialisasi produksi. Namun demikian kendala di lapangan tetap saja ditemui, diantaranya kasus serangan penyakit pada ikan yang merupakan problem serius pada industri perikanan (Bondad-Reantaso et al. 2005). Komponen mikrobiota pada hewan air sangat berbeda dengan hewan yang hidup di darat. Populasi mikroba di dalam usus dominan keberadaannya dibandingkan yang tersebar di air. Populasi bakteri yang menetap di usus sebagai mikrobiota alami dieksplorasi sehingga mendukung upaya pencegahan bacterial disease yang biasanya menyerang sistem akuakultur (Huber et al. 2004).

(3)

menghasilkan spora dan memproduksi asam laktat sebagai produk utama fermentasi di dalam proses metabolisme (Azizpour, 2009). Senyawa metabolit yang dihasilkan diantaranya memiliki kemampuan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme lainnya yang dikenal dengan senyawa antimikroba. Selain asam laktat bakteri ini juga menghasilkan beberapa komponen antimikroba yaitu karbondioksida, hidrogen peroksida, diasetil, reuterin dan bakteriosin serta asam organik lainnya (Amezquita and Brashears, 2002).

Dari isolasi bakteri yang dilakukan terhadap usus ikan Kerapu Macan

(Ephinephelus fuscogatus) didapatkan 9 spesies bakteri yang 5 spesies diantaranya merupakan BAL yaitu Lactococcus sp., Carnobacterium sp., Lactobacillus sp.,

Micrococcus sp. dan Bifidobacterium sp. serta kelompok lainnya juga sebagai

flora normal yaitu Staphylococcus sp., Bacillus sp., Eubacterium sp.,

Pseudomonas sp., Micrococcus sp., (Feliatra dkk, 2004). Studi isolasi juga

dilakukan pada berbagai spesies ikan air tawar oleh Cai et al. (1999) menggambarkan kehadiran genus Lactobacillus sebagai mikrobiota usus paling dominan pada ikan mas (Cyprinus carpio).

2.2 Senyawa Antimikroba BAL

Bakteri asam laktat menghasilkan beberapa komponen antimikroba yaitu asam organik, karbondioksida, hidrogen peroksida, diasetil, reuterin, dan bakteriosin (Amezquita and Brashears, 2002). Karbondioksida (CO2) dapat menghambat

bakteri perusak dan patogen (Kimura et al. 1999). Karbondioksida memiliki sifat antimikrobia dengan menyebabkan lingkungan lebih anaerob, akumulasi karbondioksida pada lipida bilayer akan merusak permeabilitas membran sel (Nilsson et al. 2000).

BAL memproduksi hidrogen peroksida pada kondisi aerob dan

berkurangnya enzim-enzim seluler. Bakteri asam laktat mengekskresikan H2O2

(4)

bakterisidal. Hidrogen peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi bahkan virus (Ray and Bhunia, 2008).

Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan oksidator, bleaching agent dan anti

bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan. Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel

mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Perubahan kondisi lingkungan seperti pH

dan suhu mempengaruhi kecepatan dekomposisi H2O2. Peningkatan suhu dapat

meningkatkan keefisienan dalam menghancurkan bakteri, sehingga kecepatan terdekomposisinya juga semakin cepat (Branen, 1993). Kemampuan bakterisidal dari H2O2 beragam tergantung pH, konsentrasi suhu, waktu dan tipe serta jumlah

mikroorganisme. Pada kondisi tertentu, spora bakteri ditemukan paling resisten terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif, bakteri yang paling sensitif

terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Ouwehand and

Vesterlund, 2004).

Bakteriosin dalam pembentukan pori harus berinteraksi dengan membran sitoplasma sel target. Lipid membran plasma yang bermuatan negatif merupakan reseptor utama bakteriosin dalam proses pembentukan pori. Interaksi elektrostatik bakteriosin yang bemuatan positif yang bersifat hidrofobik dengan gugus fosfat bermuatan negatif pada membran sel target merupakan tahap awal pengikatan bakteriosin dengan membran target. Bagian hidrofobik bakteriosin masuk membentuk pori (Zhao, 2003).

Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam-asam organik berhubungan dengan keseimbangan asam-basa, penambahan proton dan produksi oleh energi sel. Keseimbangan asam-basa pada sel mikroba ditunjukkan dengan pH yang

(5)

dan fosfolipid dapat rusak oleh perubahan pH. Ketersediaan ion-ion logam akan mengganggu permeabilitas membran, karena membran kurang permeabel terhadap ion dibandingkan dengan molekul yang tidak bermuatan. Perubahan permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu transpor nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel (Davidson and Branen, 1993).

2.3 Biofilm Bakteri

Biofilm merupakan sel mikroorganisme yang menempel pada permukaan padat pada lingkungan berair yang bersifat irreversibel sehingga tidak mudah berpindah

tempat (Donlan, 2002). Biofilm tersusun atas 75-95% glycocalyx dan 5-25% sel bakteri (Pamp et al. 2007). Ketebalan biofilm berkisar antara 5-50 µ m, yang tersusun atas campuran polisakarida, substansi polimer lainnya dan air yang seluruhnya diproduksi oleh bakteri. Peningkatan ketebalan koloni bakteri hingga 100-200 µ m membentuk seperti tumpukan jamur (Mittelman dalam Paraje, 2011). Biofilm dapat terdiri dari satu spesies ataupun kumpulan dari banyak spesies mikroorganisme. Kumpulan mikroorganisme dalam bentuk biofilm memiliki perbedaan pola hidup dengan mikroorganisme yang planktonik. Perbedaan tersebut menyangkut kecepatan pertumbuhan dan kemampuan untuk bertahan pada kondisi perlakuan terhadap zat antimikroba (Donlan, 2001).

(6)

merupakan tahapan penting karena pada fase ini bakteri menghasilkan produk ekstraseluler di permukaan.

Matrik kompleks berupa produk ekstraselular polisakarida berfungsi sebagai pembatas (barrier) interaksi bakteri dengan permukaan padat. Interaksi ini dapat terjadi oleh satu jenis bakteri maupun kumpulan beberapa jenis bakteri. Bakteri bergabung dan saling dihubungkan oleh matrik ekstraseluler polisakarida yang diproduksi pada dinding sel. Matriks polisakarida yang dihasilkan bakteri dianalogikan sebagai perekat padat yang bersifat kohesif (berpadu) pada berbagai

permukaan padat di alam. Komponen inilah yang dikenal sebagai biofilm (Barner and Caskey, 2002).

Pembentukan biofilm tergantung pada interaksi antara tiga komponen

(7)

Faktor yang mempengaruhi penempelan bakteri pada permukaan meliputi ketersediaan nutrisi pada permukaan, konsentrasi nutrisi, pH, temperatur, konsentrasi elektrolit, aliran material, dan tipe permukaan seperti 1) material permukaan berenergi tinggi, bahan bermuatan negatif diubah menjadi material hidrofilik. Contoh: kaca, logam, mineral. 2) material permukaan berenergi rendah, muatan positif dan negatif diubah menjadi material hidrofobik seperti plastik dan produk polimer organik lainnya. Material permukaan berenergi tinggi menunjukkan aktivitas yang relatif besar terhadap penyerapan pelarut atau nutrisi, yang mempengaruhi angka kolonisasi bakteri pada permukaan (Marshall dalam

Kumar and Ramjee, 2006).

Mekanisme perlekatan biofilm pada permukaan diawali dengan perlekatan beberapa bakteri planktonik dan bergerak dengan flagel diantaranya telah diamati

pada beberapa bakteri patogen Escherichia coli dan Listeria monocytogenes mendekati permukaan hidup (biotik) maupun tak hidup (abiotik) dan membentuk lapisan pembatas (Pratt and Kolter 1998, Lemon et al. 2007) . Beberapa sel bersentuhan pada permukaan dalam waktu singkat. Proses ini disebut penyerapan reversibel (Marshall, 1992). Penempelan awal didasarkan daya tarik elektrostatik dan gaya fisika tetapi tidak sesuai dengan penempelan secara kimia. Beberapa penyerapan sel reversibel mulai untuk mempersiapkan penundaan beberapa lama oleh pembentukan struktur kemudian mengikat permanen lalu hingga ke permukaan dalam beberapa jam berikutnya, sel perintis terus memproduksi kembali sel anakan dalam bentuk mikrokoloni pada permukaan dan mulai untuk memproduksi matriks polimer yang mengitari koloni tersebut (Mayette, 1992). Tahapan selanjutnya adalah daerah tengah biofilm dibebaskan sel bakteri lalu diperluas menuju daerah lainnya dimana biofilm dapat dibentuk. Mikrokoloni merupakan kelompok kecil yang pada akhirnya akan membentuk biofilm yang bentuknya berlapis-lapis sehingga dapat diamati dengan mata telanjang. Matriks polisakarida berangsur-angsur saling berhubungan, oleh karena itu menguatkan

(8)

2.4 Motil Aeromonas Septicemia (MAS)

Genus Aeromonas merupakan mikroorganisme yang banyak ditemukan pada perairan tawar terutama yang mengandung bahan organik tinggi (Ayuningtyas, 2008) dan memiliki suhu optimum pertumbuhan yaitu 20 oC-30 o

Faktor-faktor virulensi muncul dalam dua bentuk yaitu struktur sel terkait dan produk ekstraseluler. Di antara struktur sel terkait adalah pili, flagela, protein luar membran, lipopolisakarida, dan kapsul. Produk ekstraseluler utama termasuk

cytotoxic, cytolytic, hemolytic dan protein enterotoksik. Secara struktural A. hydrophila memiliki fili, flagela, slayer, lipopolisakarida, dan protein membran

luar yang berperan sebagai faktor virulensi (EPA, 2006). Menurut Chopra et al. (2000) A. hydrophila termasuk kedalam bakteri patogen dengan virulensi yang

tinggi. Tingkat virulensi bakteri tersebut ditentukan oleh kemampuan bakteri menghasilkan enzim dan toksin yang berperan dalam proses invasi dan infeksi. Sebagai faktor-faktor virulensinya ialah kitinase, lesitinase dan hemolisin. Senyawa ini bekerja dengan mendegradasi jaringan target.

C. Bakteri ini dapat menginfeksi banyak jenis ikan air tawar seperti Catfish, Cyprinidae,

Cichlidae, Rainbow trout, Salmodae, katak, siput dan udang air. Kemampuan A. hydrophila dalam melakukan infeksi pada ikan terkait dengan kemampuan bakteri

dalam menghasilkan toksin, dikelompokkan sebagai bakteri berbentuk batang, motil, memiliki satu flagel di ujung, Gram negatif (Noga, 2000).

(9)

Terjadinya kematian ikan secara massal sering dihubungkan dengan terjadinya akumulasi bahan organik dan penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air menyebabkan menurunnya kondisi kesehatan ikan yang dibudi dayakan dan memungkinkan berkembangnya bakteri heterotrofik dan bakteri patogen pada perairan budidaya. Semua jenis ikan mempunyai potensi untuk terinfeksi oleh bakteri. Pada kondisi dan jumlah tertentu infeksi oleh bakteri dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian (Camus et al. 1998).

A. hydrophila mampu hidup di berbagai kondisi perairan tawar sehingga

memiliki potensi menjadi patogen bagi ikan air tawar. Bakteri ini juga dianggap sebagai ancaman bagi budi daya ikan air tawar dan merupakan problem besar bagi

ekonomi perikanan negara di dunia. Salah satunya sebagai agen penyebaran penyakit dengan gejala haemorragic septicaemia dan epizootic ulcerative

syndrome (UES) pada negara-negara di Asia (Yesmin et al. 2004). Gejala-gejala

yang ditimbulkan oleh serangan A. hydrophila menyebabkan kerusakan sistemik organ-organ pada ikan. Adapun gejala dan organ yang mengalami kerusakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kerusakan organ dan gejala yang ditimbulkan akibat serangan patogen primer A.

hydrophyla

Organ yang

diserang Gejala Referensi

kulit kemerahan, akumulasi cairan dan bisul. Yardimci and Aydin (2011)

otot Nekrosis Carrashi et al. (2012)

perut membesar akibat edema Carrashi et al. (2012)

insang terjadi pendarahan Carrashi et al. (2012)

sirip korosif Yardimci and Aydin (2011).

otot Nekrosis Carrashi et al. (2012)

hati cenderung kehijauan Afifi et al. (2000)

kantung empedu membesar dan dipenuhi butiran hijau Yardimci and Aydin (2011)

(10)

Infeksi ikan yang disebabkan oleh bakteri cepat sekali menyebar jika ikan yang sehat berada dalam areal kolam ikan yang sama dengan ikan yang enunjukkan gejala sakit. Beberapa gejala dapat dilihat secara visual terhadap ikan yang sakit pada kolam ikan budi daya UD. Samosir di Kec. Medan Sunggal. Gejala tersebut adalah pergerakan ikan lambat, berenang di permukaan air, kurang agresif terhadap pakan. Infeksi yang ditimbulkan A. hydrophila dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1. Infeksi A. hydrophila pada ikan nila merah a). kulit menjadi lebih gelap, sirip punggung dan sirip ekor mengalami kerusakan, b). hyperemia pada sirip pektoral c). gejala haemorrhagic pada hati d) bercak abu abu putih di hati, kantung empedu membesar dipenuhi dengan sekret butiran hijau (Yardimci and Aydin, 2011).

2.5 Pengendalian Biofilm Bakteri

(11)

Variasi pH media digunakan untuk melihat perbedaan penempelan bakteri patogen pada permukaan padat. Mafu et al. (2011) menjelaskan mengenai daya perlekatan bakteri pada permukaan dan pembentukan biofilm yang merupakan fenomena kompleks dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya strain bakteri, pH media serta tipe permukaan. A. hydrophila, E.coli dan Staphylococcus

auereus diujikan kemampuan penempelan pada media permukaan Polystyrene

dan kaca dipilih mewakili sifat hidrofobik dan hidrofilik. Perlakuan dilakukan dengan variasi pH 6, 7 dan 8. Pengamatan dilakukan dengan menghitung energi bebas (mJ/m2). Penurunan pH sebanding dengan peningkatan energi bebas yang

dibutuhkan pada perlekatan A. hydrophila pada permukaan polystyrene yaitu -38.0 mJ/m2, -37.7 mJ/m2 -35.9 mJ/m2 dan sedangkan energi yang dibutuhkan pada permukaan kaca konstan pada angka 18 mJ/m2

Hood and Zottola (1995) menjelaskan bahwa pengendalian mikroorganisme yang membentuk biofilm pada alat-alat pengolahan makanan serta proses pengolahan makanan telah dilakukan dengan menggunakan metode kontrol fisika dan kimia diantaranya perlakuan panas, high pressure sprays, perlakuan sanitasi kimia melibatkan senyawa hypochlorit, iodophors, amphoteric,

buguanides, aldehydes, peracetic acid, atau quaternary ammonium. Kedua cara

tersebut mengendalikan dan menonaktifkan mikroorganisme pada permukaan alat-alat pada proses pengolahan bahan makanan. Bal’a et al. (1999) telah melakukan pengujian melibatkan perlakuan fisik dan kimia yaitu panas dan

chlorine dalam mengendalikan biofilm A. hydrophila pada permukaan Stainless

Steel. Pengujian menunjukkan penggunaan suhu 60

pada variasi pH 6, 7 dan 8.

o

C selama 1 menit atau dengan pemberian 75 ppm chlorine selama 1 menit dapat menurunkan deteksi sel biofilm A. hydrophila yang terdapat pada permukaan padat. Pengendalian biofilm dengan menggunakan pembersih atau detergen telah diujikan pada beberapa tipe permukaan bahan seperti kaca, karet, polypropylene, stainless steel (Mafu et

Gambar

Tabel 1. Kerusakan organ dan gejala yang ditimbulkan akibat serangan patogen primer A
Gambar 1.  Infeksi A. hydrophila pada ikan nila merah a). kulit menjadi lebih gelap, sirip  punggung dan sirip ekor mengalami kerusakan, b)

Referensi

Dokumen terkait

DAFTAR PESERTA CPNS HONORER. Katagori 2

Pada proses pembakaran yang terjadi pada mesin crane ini adalah dari tangki bahan bakar kemudian, pompa penyalur, saringan bahan bakar, pompa injeksi, injector,ruang bakar,

Mengesahkan Postal Payment Services Agreement (Persetujuan Layanan Pembayaran Pos) yang naskah aslinya dalam Bahasa Perancis dan terjemahannya dalam Bahasa Inggris

Las Busur CO2 yang dipergunakan dalam Pengelasan Propeller Shaft tipe F-series menggunakan kawat elektroda dengan diameter 1,6 mm dan Las Busur CO2 yang dipergunakan dalam

Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Peraturan Umum dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dengan naskah aslinya dalam Bahasa Perancis

Based on the scope of works, assumptions, data and information acquired from the Company's management which was used in the preparation of this fairness opinion report,

Keunggulan software ini adalah bisa menghapus seluruh data yang ada didalam harddisk seperti, file, folder, direktori, tabel file, partisi, boot record dan virus jika ada,

Arah pembelajaran bahasa Jawa, adalah untuk (1) menyelaraskan keberadaan bahasa, sastra, dan aksara Jawa sebagai unsur kebudayaan Jawa untuk mewujudkan keadaan masyarakat yang