• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Manajemen Risiko (Riskmanagement) Dalam Tugas Dan Tanggung Jawad Direksi Bank Berdasarkan Peraturan Perundang- Undangan Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Manajemen Risiko (Riskmanagement) Dalam Tugas Dan Tanggung Jawad Direksi Bank Berdasarkan Peraturan Perundang- Undangan Di Indonesia"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MANAJEMEN RISIKO KAITANNYA DENGAN PERAN DIREKSI BANK

A. Pengertian, Fungsi dan Ruang Lingkup Manajemen Risiko

Peranan bank dalam aktifitas perekonomian sangat besar, karena ia berfungsi

sebagai intermediari antara pihak yang surplus dana kepihak yang defisit. Di dalam

menjalankan fungsi intermediasinya, bank menghimpun dan menyalurkan dana

masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkannya dalam bentuk kredit

kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Mengingat besarnya peran dana

masyarakat, maka sudah merupakan suatu keharusan bagi pengurus bank untuk

mengelola banknya dengan hati-hati. Motivasi masyarakat mempercayakan dananya

di bank tentunya selain mengharapkan mendapatkan keuntungan, juga mengharapkan

adanya jaminan keamanan atas simpanan masyarakat secara hukum.

Bank sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan sangat berperan dalam

peningkatan perekonomian suatu negara kearah peningkatan kesejahteraan rakyat

banyak.49

49

Ismail, Management Perbankan dan Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta: Kencana, 2010) hlm v.

Bank sebagaimana lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam

menjalankan kegiatan guna mendapatkan hasil usaha atau return selalu dihadapkan

pada risiko. Keberhasilan sebuah organisasi salah satunya bergantung pada kualitas

manajemen. Manajemen yang buruk akan menimbulkan risiko dan menyebabkan

(2)

Untuk itu, bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul

dalam melaksanakan kegiatan usahanya.50

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan

pengendalian upaya anggota organisasi serta menggunakan semua sumber daya

organisai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Operasi suatu badan usaha

atau perusahaan biasanya berhadapan dengan risiko usaha dan risiko non usaha.

Risiko usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk

menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham.

Sedangkan risiko non usaha adalah risiko lainnya yang tidak dapat dikendalikan oleh

perusahaan.

1. Pengertian Manajemen Risiko

51

Risk adalah peluang kemungkinan terjadinya bencana atau kerugian. Oleh

karena itu, risk dari sudut pandang bank didefinisikan sebagai peluang dari

kemungkinan terjadinya situasi yang memburuk (bad outcome).52

50 Ferry N. Idroes dan Sigiarto, Management Resiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan

Basel dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006) hlm 6.

51

Ibid

52 Idroes N Ferry, Manajemen Risiko Perbankan, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008)

hlm 4.

sehingga

manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik

(3)

melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau

proses.53

Risk management is a rational attempt to reduce or avoid the consequences of loss or injury (Manajemen risiko adalah suatu usaha

secara rasional untuk menghindari atau mengurangi kerugian atau

cidera).

Pengertian manajemen risiko telah dirumuskan di dalam Pasal 1 angka (5)

Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan

Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum, yang menyatakan bahwa “Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi

dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan

mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh usaha bank”.

Rumusan lain mengenai pengertian manajemen risiko juga dapat ditemukan

menurut pendapat para sarjana, antara lain:

a. Williams A. Numan

54

Manajemen risiko didefinisikan sebagai metode logis dan sistematik

dalam indentifikasi, kualifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, b. Ferry N. Idroes

53

Masyud Ali, Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 3

(4)

serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada

setiap aktivitas atau proses.55

Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui,

menganalisa serta mengendalikan risiko dalam setiap perusahaan

dengan tujuan memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

Maka dari itu perlu diketahui makna cakupan yang lebih tinggi untuk

memahami proses manajemen risiko. c. Herman Darmawi

56

Risiko tidak cukup dihindari tapi harus dihadapi dengan cara-cara yang dapat

memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian, maka demikian risiko harus

dikelola dengan baik yaitu dengan beberapa langkah-langkah sebagai berikut

57

55 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, (Graha Ilmu, 2006), hlm. 5 56

Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 17

57

Masyud Ali, Op.Cit hlm 16

:

1). Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah rangkaian proses pengenalan yang seksama atas

risiko dan komponen risiko yang melekat pada suatu aktivitas atau

transaksi yang diarahkan kepada proses pengukuran serta pengelolaan

risiko yang tepat. Identifikasi risiko adalah pondasi dimana tahapan lainnya

(5)

2). Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan

untuk memahami signifikansi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu

risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat

kesehatan dan kelangsungan usaha. Pemahaman yang akurat tentang

signifikansi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang

terarah dan berhasil guna.

3). Pengelolaan Risiko

Pengelolaan risiko pada dasarnya adalah rangkaian proses yang dilakukan

untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai pada batas yang

dapat diterima secara kuantitatif upaya untuk meminimalisasi risiko ini

dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah yang diarahkan pada

turunnya (angka) hasil ukur yang diperoleh dari proses pengukuran risiko.

Aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak dapat

dilepaskan dari aktivitas mengelola risiko. Sehingga penerapan manajemen risiko

(6)

2. Fungsi Manajemen Risiko

Dalam pengadaan manajemen risiko di dunia perbankan dan perseroan

terbatas, penerapan manajemen risiko memiliki beberapa fungsi penting di dalam

perusahaan antara lain fungsi dari manajemen risiko tersebut adalah58

a. Menemukan risiko potensial;

:

b. Mengevaluasi risiko potensial; dan

c. Memilih teknik/ cara yang tepat atau menentukan kombinasi dari

teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian

Menemukan kerugian potensial artinya berupaya untuk menemukan/

mengidentifikasi seluruh risiko murni yang dihadapi oleh perusahaan. Proses ini juga

harus mengupayakan untuk mengidentifikasi potensi risiko-risiko baik yang dalam

kendali organisai maupun diluar organisasi. Proses ini dimulai dengan

mengidentifikasi secara komperhensif, ekstensif dan intensif mengenai risiko apa saja

yang dapat terjadi, dimana dan bilamana. Selanjutnya mengevaluasi kerugian

potensial artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian

potensial yang dihadapi oleh perusahaan.

Proses evaluasi risiko akan menentukan risiko-risiko mana yang memerlukan

perlakuan dan bagaimana prioritas perlakuan atas risiko-risiko tersebut. Hasil

evaluasi risiko akan menjadi masukan bagi proses perlakuan risiko. Kemudian setelah

58

(7)

menemukan potensi risiko dan mengevaluasinya maka selanjutnya adalah memilih

teknik/ cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang

tepat guna menanggulangi kerugian. Maka tugas dari manajer risiko memiliki

peranan dalam hal ini yaitu memilih salah satu cara yang paling tepat untuk

menanggulangi suatu risiko atau memilih suatu kombinasi dari cara-cara yang paling

tepat untuk menanggulangi risiko tersebut, apakah menghindari kemungkinan

terjadinya kerugian, mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, memindahkan

kerugian potensial pada pihak lain (mengasuransikan) atau akan menerima dan

memikul kerugian yang timbul.

Manajemen risiko pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk mengetahui,

menganalisa serta mengendalikan risiko dalam setiap perusahaan dengan tujuan

memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.59

59 Herman Darmawi, Op.Cit., hlm. 17

Di sisi lain, manajemen

risiko yang meliputi peningkatan fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan dan

pengendalian risiko dimaksudkan agar aktivitas usaha yang dilakukan oleh bank tidak

menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu

kelangsungan usaha bank. Dengan memperoleh dan efisiensi yang tinggi tentu akan

mendukung pencapaian tujuan bank yang bersangkutan dan pada gilirannya akan

(8)

3. Ruang Lingkup Manajemen Risiko

Dewan direksi setiap bank mempunyai tugas untuk menetapkan bahwa risiko

perbankan dalam menjalankan bisnis diatur dalam suatu tata cara yang efektif. Dalam

pelaksanaan tugas tersebut dibutuhkan60

a. Pengawasan aktif dari dewan komisaris, dewan direksi dan oleh personil

manajemen risiko yang terkait yang dipilih oleh bank. :

Dewan komisaris dan direksi bertanggung-jawab atas efektivitas penerapan

manajemen risiko di bank. Untuk itu dewan komisaris dan direksi harus

memahami risiko-risiko yang dihadapi bank dan memberikan arahan yang

jelas, melakukan pengawasan dan mitigasi secara aktif serta mengembangkan

budaya manajemen risiko di bank. Selain itu dewan komisaris dan direksi juga

harus memastikan struktur organisasi yang memadai, menetapkan tugas dan

tanggung jawab yang jelas pada masing-masing unit, serta memastikan

kecukupan kuantitas dan kualitas SDM untuk mendukung penerapan

manajemen risiko secara efektif.

b. Penetapan kebijakan prosedur untuk menentukan batas untuk risiko yang

dilaksanakan oleh bank.

Penerapan manajemen risiko yang efektif harus didukung dengan kerangka

yang mencakup kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta limit risiko

yang ditetapkan secara jelas sejalan dengan visi, misi, dan strategi bisnis bank.

60

(9)

Penyusunan kebijakan dan prosedur manajemen risiko tersebut dilakukan

dengan memperhatikan antara lain jenis, kompleksitas kegiatan usaha, profil

risiko, dan tingkat risiko yang akan diambil serta peraturan yang ditetapkan

otoritas dan/atau praktek perbankan yang sehat. Selain itu, penerapan

kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang dimiliki bank harus didukung

oleh kecukupan permodalan dan kualitas SDM. Dalam rangka pengendalian

risiko secara efektif, kebijakan dan prosedur yang dimiliki bank harus

didasarkan pada strategi manajemen risiko dan dilengkapi dengan toleransi

risiko dan limit risiko. Penetapan toleransi risiko dan limit risiko dilakukan

dengan memperhatikan tingkat risiko yang akan diambil dan strategi bank

secara keseluruhan.

c. Penetapan prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan

mengendalikan resiko.

Identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko merupakan

bagian utama dari proses penerapan manajemen risiko. Identifikasi Risiko

bersifat proaktif, mencakup seluruh aktivitas bisnis bank dan dilakukan dalam

rangka menganalisa sumber dan kemungkinan timbulnya risiko serta

dampaknya. Selanjutnya, bank perlu melakukan pengukuran risiko sesuai

dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha. Dalam pemantauan

terhadap hasil pengukuran risiko, bank perlu menetapkan unit yang

independen dari pihak yang melakukan transaksi untuk memantau tingkat dan

(10)

manajemen risiko perlu didukung oleh pengendalian risiko dengan

mempertimbangkan hasil pengukuran dan pemantauan risiko. Dalam rangka

mendukung proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian

risiko, bank juga perlu mengembangkan sistem informasi manajemen yang

disesuaikan dengan karakteristik, kegiatan dan kompleksitas kegiatan usaha

bank.

d. Penetapan dari suatu struktur pengawasan intern untuk mengatur resiko.

Proses penerapan manajemen risiko yang efektif harus dilengkapi dengan

sistem pengendalian intern yang handal. Penerapan sistem pengendalian intern

secara efektif dapat membantu pengurus bank menjaga aset bank, menjamin

tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya,

meningkatkan kepatuhan bank terhadap ketentuan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian,

penyimpangan dan pelanggaran aspek kehati-hatian. Terselenggaranya sistem

pengendalian intern bank yang handal dan efektif menjadi tanggung jawab

dari seluruh satuan kerja operasional dan satuan kerja pendukung serta satuan

kerja audit intern.

B. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi Bank.

1. Tugas Direksi

Keabsahan suatu perbuatan hukum sangatlah bergantung pada kewenangan

(11)

oleh kalangan ahli hukum digolongkan kedalam kewenangan yang berdasarkan

pada:61

a. Kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi.

b. Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi

kuasa.

c. Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku

yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut.

Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi penting terutama jika

dihubungkan dengan konsekunesi hukum dan tidak terpenuhinya syarat subjektif

sahnya suatu perjanjian. Hukum perjanjian dan lazimnya peraturan

perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi

syarat subjektif ini dengan ancaman batal (dapat dibatalkan) setiap saat selama masa

daluwarsa masih belum terlewati dan atau dalam hal perjanjian ini tidak diratifikasi

lebih lanjut. Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata, hak untuk membatalkan

perjanjian yang demikian diberikan kepada mereka yang syarat subjektifnya tidak

terpenuhi.

Dalam memenuhi kewajibannya sebagai direksi, tugas dan tanggung jawab

direksi adalah sebagai berikut62

1). Merumuskan dan mengusulkan kebijaksanaan umum bank untuk masa yang akan datang yang disetujui oleh dewan komisaris serta disahkan

:

61 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, (Jakarta:

Rajawali Pers, 1999), hlm. 118

(12)

dalam RUPS agar tercapai tujuan serta kontinuitas operasional perusahaan;

2). Menyusun dan mengusulkan Rencana Anggaran Perusahaan dan rencana kerja untuk tahun buku yang baru disetujui oleh dewan komisaris;

3). Mengajukan neraca dan laporan laba rugi tahunan serta laporan berkala lainnya kepada dewan komisaris untuk mendapatkan penilaiannya; 4). Turut menandatangani surat-surat saham yang telah diberi nomor urut

sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perusahaan;

5). Menyetujui pemindah tanganan saham-saham kepada pembeli baru yang ditunjuk dan dipilih oleh pemegang saham lama setelah mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam anggaran dasar tentang pemindah tanganan saham-saham tersebut;

6). Bertanggung-jawab atas pengeluaran duplikat surat saham tanda penerimaan keuntungan dan talon yang hilang serta mengumumkan di surat kabar resmi yang terbit di tempat kedudukan perseroan;

7). Mengundang para pemegang saham untuk menghadiri rapat pemegang saham;

8). Mengajukan kepada dewan komisaris, jenis pelayanan baru yang dapat diberikan peseroan kepada masyarakat untuk disetujui;

9). Memberi persetujuan atas penggunaan formulir-formulir dan dokumen-dokumen lainnya dalam transaksi perseroan;

10). Menyetujui pinjaman yang diberikan kepada pegawai bank;

11).Mengangkat pejabat-pejabat bank yang akan diberi tanggung jawab mengawasi kegiatan perseroan;

12).Menyetujui besarnya gaji dan tunjangan lainnya yang harus dibayarkan kepada para pejabat dan pegawai perseroan;

13).Mengamankan harta kekayan perseroan agar terlindungi dari bahaya kebakaran, pencurian, perampokan dan kerusakan.

2. Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi

Tanggung jawab adalah kewajiban seorang direksi untuk melaksanakan

aktivitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai dengan

kemampuannya.63

63 Winardi, Asas Asas Manajemen, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 98

Dalam perseroan biasanya antara wewenang dan tanggung jawab

(13)

wewenang seorang direksi memberikan kepadanya kekuasaan untuk membuat serta

menjalankan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan bidang tugasnya yang

telah ditetapkan, dan tanggung jawab dalam bidang tugasnya tersebut menimbulkan

kewajiban baginya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan jalan

menggunakan wewenang yang ada untuk mencapai tujuan perseroan.

Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

dalam Pasal 1 ayat (5) menyatakan direksi adalah Organ perseroan yang berwenang

dan bertanggung-jawab penuh atas pegurusan perseroan untuk kepentingan perseroan,

sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam

maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Definisi tersebut

menjelaskan bahwa perseroan bergantung kepada direksi sebagai organ yang

dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan. Selanjutnya adanya perseroan

merupakan sebab keberadaan direksi atau dengan perkataan lain tanpa perseroan,

tidak ada direksi.64

64

Gunawan Wijaya, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 24

Sedangkan untuk menjalankan tugasnya, direksi harus

diperlengkapi dengan wewenang yang cukup, tentu saja tanggung jawab atas

pelaksanaan wewenang tersebut. Pelimpahan wewenang yang cukup besar juga

mencerminkan bahwa direksi merupakan organ perseroan yang mewakili perseroan

untuk mengambil segala macam tindakan hukum dalam rangka mencapai tujuan dan

(14)

Menurut Pasal 92 ayat 1 UUPT, wewenang dan tanggung jawab direksi

adalah mengurus perseroan antara lain pengurusan sehari-hari perseroan. Dan di pasal

92 ayat 2 UUPT, direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan

kebijakan yang dipandang tepat65

Berdasarkan Pasal 97 ayat 1 UUPT yang menentukan bahwa, direksi

bertanggung- jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal

92 ayat 1. Pengurusan sabagaimana dimaksud wajib dilaksanakan dengan itikad baik

dan penuh tanggung jawab. Itikad baik yang dimasud dapat meliputi

dalam batas undang-undang dan/ atau anggaran

dasar. Sehingga apabila direksi dalam menjalankan pengurusan tidak untuk

kepentingan perseroan dan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan,

perbuatan direksi tersebut merupakan perbuatan yang ultra vires. Perbuatan yang

ultra vires tidak mengikat perseroan tetapi mengikat pribadi anggota direksi. Frasa

“untuk kepentingan perseroan” dan “sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan”

dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT tidak boleh disikapi terpisah secara sendiri-sendiri,

artinya sekalipun direksi melaksanakan pengurusan untuk kepentingan perseroan

tetapi tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana ditetapkan

dalam anggaran dasar, perbuatan direksi juga tidak mengikat perseroan tetapi

mengikat pribadi.

66

65

Kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. Artinya, kebijakan yang dapat mendatangkan keuntungan bagi perseroan, kebijakan yang berguna bagi kepentingan perseroan terbatas. Sehingga memberikan penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan lalai atau bersalah menjalankan tugasnya sendiri.

66

M. Yahya Harahap., Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 283-284

(15)

a) Wajib dipercaya (fiduciary duty) yakni selamanya dapat dipercaya dan selamanya harus jujur;

b) Wajib melaksanakan pengurusan perseroan untuk tujuan yang wajar dan tujuan yang layak (duty to act for a profer purpose);

c) Wajib menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty);

d) Wajib loyal terhadap perseroan, tidak menggunakan dana dan aset perseroan untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala informasi (loyality duty);

e) Wajib menghindari tejadinya benturan kepentingan pribadi dengan

kepentingan perseroan (avoid conflict of interest), dilarang

mempergunakan harta kekayaan perseroan, dilarang menggunakan informasi perseroan, tidak menggunakan posisi untuk kepentingan pribadi, tidak mengambil atau menahan sebahagian keuntungan perseroan untuk pribadi, tidak melakukan transaksi antara pribadi dengan perseroan, tidak melakukan persaingan dengan perseroan, juga wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan penuh tanggung jawab yang meliptui aspek:

1. Wajib seksama dan berhati-hati melakukan pengurusan yakni

kehati-hatian yang biasa dilakukan orang dalam kondisi dan posisi yang demikian yang disertai dengan pertimbangan yang wajar;

2. Wajib melaksanakan pengurusan dengan tekun yakni secara

terus-menerus secara wajar menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan; dan

3. Ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian

sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Ketentuan Pasal 97 ayat (2) jo. Pasal 92 ayat (1) UUPT tentang tugas dan

tanggung jawab direksi menekankan direksi wajib menjalankan tugasnya dengan

kehati-hatian. Perlu ditekankan bahwa itikad baik itu merupakan suatu kewajiban

direksi. Kewajiban utama direksi ditujukan kepada perusahaan itu sendiri secara

keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun

kelompok67

67 Bismar Nasution (I)., “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan

Perseroan Terbatas Bank”, Makalah yang Disampaikan pada Seminar Sehari “Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang Perbankan Menurut

(16)

Dalam Pasal 98 ayat (3) UUPT menentukan bahwa kewenangan direksi untuk

mewakili perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan

tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UUPT, anggaran dasar, atau keputusan

RUPS. Sesuai dengan asas hukum, pembatasan yang ditentukan oleh Anggaran Dasar

(sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) UUPT) tidak boleh bertentangan

dengan UUPT, artinya anggaran dasar tidak dapat “memasung” kewenangan anggota

direksi yang telah diberikan oleh UUPT. Dengan demikian berdasarkan ketentuan

Pasal 98 ayat (3) UUPT, direksi berwenang melakukan tindakan apa pun sepanjang

dalam batas yang ditentukan dalam UUPT, Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dan

RUPS.

Batas pertama adalah direksi dalam menjalankan pengurusan semata-mata

hanya untuk kepentingan perseroan (Pasal 92 ayat (1) UUPT), apabila Pasal 92 ayat

(1) UUPT dihubungkan dengan ketentuan Pasal 97 ayat (5) huruf c UUPT dan Pasal

99 ayat (1) UUPT huruf b tentang larangan direksi mewakili perseroan apabila

mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan, maka direksi dalam

menjalankan kepengurusan semata-mata untuk kepentingan perseroan; Artinya, tidak

boleh untuk kepentingan pribadi.

Keberhasilan direksi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai pengurus dan yang mewakili perseroan tergantung pada kebebasan yang

dimilikinya dalam koridor kepercayaan yang diamanatkan kepadanya. Dalam

(17)

menjalankan tugasnya direksi harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip

tanggung jawab direksi dalam menjalankan perseroan yakni duty of skill and care

(prinsip kehati-hatian dalam tindakan direksi), duty of loyalty (itikad baik dari direksi

semata-mata demi tujuan perseroan) dan no secret profit rule doctrine of corporate

opportunity (tidak menggunakan kesempatan pribadi atas kesempatan milik atau

peruntukan bagi perseroan) serta memiliki tugas-tugas dan kewajiban yang

berdasarkan undang-undang (statutory duty).68 Selain itu Prinsip-prinsip manajemen

perseroan yang baik (Good Corporate Governance) juga merupakan tugas direksi

yang harus dikembangkan olehnya dalam kepengurusan perseroan. Good Corporate

Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip

keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggung-jawaban

(responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).69

C. Pentingnya Manajemen Risiko Bagi Direksi Bank

Modal dasar perbankan sebagai lembaga intermediary adalah kepercayaan

masyarakat, dan dapat dikatakan itu merupakan “harga mati”, oleh karena itu

perbankan hendaknya selalu berpegang teguh terhadap prinsip kehati-hatian, karena

hilangnya kepercayaan masyarakat juga dapat melenyapkan eksistensi perbankan itu

sendiri dan imbasnya segala aspek akan terpengaruh atas dampaknya. Bertitik tolak

68 Robert J.P, Lebih Jauh tentang Kepailitan, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas

Hukum Universitas Pelita Harapan, 1998), hlm. 5

69

(18)

dari prinsip kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko, maka perlu ditekankan

tanggung jawab penuh dari direksi bank.

Manajemen risiko dimulai dengan adanya kesadaran manajemen menyadari

bahwa risiko pasti ada di dalam suatu perusahaan, oleh karena itu risiko tersebut

harus dapat dikendalikan70

1. Direksi Sebagai Pemegang Amanah (Trustee) dari Bank

. Tidak mungkin dalam menjalankan kinerjanya suatu

perusahaan tidak menemui risiko, karena risiko erat kaitannya dengan keberhasilan

juga kegagalan. Disinilah perlu kesadaran dari pihak manajemen suatu perusahaan

untuk dapat mengenali, memantau dan mengendalikan risiko tersebut.

Dalam melakukan pengelolaan perusahaan yang baik, maka peran direksi

sebagai ujung tombak perusahaan merupakan faktor penentu maju atau mundurnya

perusahaan. Komisaris dan direksi adalah sebagai pemegang amanah (fiduciary) yang

harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Direksi mempunyai

posisi dan kekuasaan yang besar dalam mengelola perusahaan, oleh karena itu untuk

mengontrol perilaku para direksi sangatlah penting, termasuk menentukan standar

perilaku (standart of condact) untuk melindungi pihak-pihak yang dirugikan apabila

direksi bertindak tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.

Kebutuhan untuk melindungi pemegang saham pada akhirnya sangat mempengaruhi

konsep pengelolaan perusahaan, dimana konsep tersebut dititik beratkan pada

70 Husein Umar, Manajemen Risiko Bisnis (Pendekatan Finansial dan Non Finansial),

(19)

tanggung jawab direksi berdasarkan fiduciary duty dan perlindungan terhadap

pemegang saham.71

Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh dua prinsip penting

yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh perseroan

berdasarkan fiduciary duty. Fiduciary duty merupakan suatu tugas dari seseorang

yang disebut Trustee yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee dengan

pihak lain yang disebut beneficiary. Pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang

tinggi kepada trustee, dan sebaliknya pihak trustee memiliki kewajiban untuk

melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dengan itikad baik yang lebih tinggi

dan penuh tanggung-jawab.72

Untuk membebankan pertanggung-jawaban terhadap direksi, maka harus

dibuktikan adanya pelanggaran terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang

dimilikinya. Direksi dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith

yang dipercayakan padanya dalam menjalankan perusahaan, sebagaimana diatur

dalam prinsip fiduciary duty. Sementara disatu sisi dalam mengelola perusahaan Berdasarkan prinsip ini, seorang anggota direksi

memiliki tanggung jawab yang sangat tinggi. Tidak hanya dia bertanggung-jawab

atas ketidakjujuran yang disengaja, tetapi dia bertanggung juga secara hukum

terhadap tindakan mismanagement, kelalaian atau gagal atau tidak melakukan sesuatu

yang penting bagi perusahaan.

71 Bismar Nasution, “Pengelolaan Stakeholder Perusahaan”, Disampaikan pada Pelatihan

Mengelola Stakeholder, yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantata III Persero Tanggal 17 Oktober 2008 di Sei Karang, Sumatera Utara, hlm. 2

72 Munir Fuady, “Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law (Eksistensi dalam Hukum

(20)

direksi dituntut dapat mengambil keputusan bisnis yang tepat dan cepat. Hal ini

dikarenakan kondisi bisnis yang cepat dan berubah dan persaingan yang ketat dari

perseroan lain. Namun tuntutan tersebut tidak mengurangi pelaksanaan kewajiban

fiduciary duty oleh direksi, meskipun bukan tidak mungkin keputusan yang diambil

direksi membawa kerugian bagi perseroan.

Jika keputusan tersebut bukan merupakan hasil dari pertimbangan yang

matang oleh direksi, tanpa memperhatikan kewajiban fiduciary yang dibebankan

padanya pula, maka dengan timbulnya kerugian bagi perseroan tersebut, dapat

menghilangkan sifat pertanggung-jawaban terbatas dari perseroan dan menimbulkan

tanggung-jawab pribadi dari direksi. Sebaliknya, apabila suatu keputusan yang

diambil oleh direksi merupakan keputusan yang diambil dengan memperhatikan

prinsip fiduciary duty tetapi tetap menimbulkan kerugian bagi perseroan, maka

direksi tidak dapat dituntut dan dimintai pertanggung-jawaban secara pribadi.

Dikaitkan dengan penerapan prinsip piercing the corporate veil kedalam

tindakan suatu perseroan, menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya

dimintakan dari perseroan tersebut, tetapi pertanggung-jawaban hukum dapat juga

dimintakan terhadap pemegang sahamnya. Bahkan dalam pengembangannya juga

membebankan tanggung jawab hukum kepada organ perusahaan yang lain seperti

direksi atau komisaris. Akan halnya tanggung jawab direksi akibat penerapan

piercing the corporate veil tersebut, dari segi lain dapat juga dilihat sebagai akibat

(21)

Pasal 97 ayat 2 menyatakan “setiap anggota direksi sebagaimana dimaksud

pada ayat 1, wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab”. Apabila direksi bersalah (sengaja) atau lalai dalam menjalankan

kewajiban fiduciary duty tersebut, yakni tidak dengan itikad tidak baik dan

bertanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseronya maka direksi

bertanggung jawab secara pribadi.73

a. Kerugian tersebut bukan kesalahan atau kelalaiannya;

Berdasarkan Pasal 97 ayat (2) dan (3) UUPT direksi tidak dapat dimintakan

pertanggungjawaban atas kerugian perseroan apabila tindakan direksi terhadap

perseroan memenuhi ketiga syarat yuridis yaitu itikad baik, penuh tanggung jawab

dan untuk kepentingan dan usaha perseroan. Maka diberlakukan teori business

judgement rule merupakan salah satu teori untuk menjamin keadilan bagi para direksi

yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk

mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam

melakukan suatu keputusan bisnis, artinya tidak terdapat kepentingan pribadi yang

dilakukan oleh direksi dalam menjalankan perusahaan.

Prinsip business judgment rule telah diatur dalam UUPT pada pasal 97 ayat 5,

disebutkan bahwa seorang direksi bebas dari tanggung-jawab atas kerugian perseroan

apabila dapat membuktikan:

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian

untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

(22)

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian

Prinsip Bussiness Judgment Rule melindungi direksi atas keputusan bisnis

yang merupakan transaksi perusahaan, selama hal tersebut dilakukan dalam

batas-batas kewenangan yang dimilikinya dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik,

direksi tidak dapat dimintakan pertanggung-jawaban atas konsekuensi yang timbul

dari putusan bisnisnya. Sehingga jika dikaitkan dengan prinsip fiduciary duty maka

prinsip business judgment rule merupakan reaksi atas pembatasan direksi yang timbul

karena adanya kewajiban-kewajiban fiduciary bagi direksi dalam mengurus

perusahaan. Dengan adanya prinsip business judgment rule memberikan kelegaan

kepada direksi di dalam menjalankan roda kepemiminan yang berbadan hukum

perseroan terbatas.

2. Tanggung Jawab Direksi Atas Kerugian Bank

Direksi merupakan badan perseroan yang paling tinggi, karena direksi berhak

dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk dan atas nama

perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan) dan bertanggung jawab atas

pengurusan dan jalannya perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan.74

74

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op. Cit. hlm 97

Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku, sejauh merupakan

(23)

Dalam hal ini, pihak direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 (tiga) kategori sebagai

berikut:

a. Tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan.

b. Melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan.

c. Melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan

oleh perundang-undangan.75

Pada pasal 97 Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) mengatur tentang tanggung

jawab anggota direksi atas kerugian perseroan yang timbul dari kelalaian

menjalankan tugas pengurusan perseroan, yang dapat diklasifikasikan sebagai:

a. Anggota direksi bertanggung-jawab penuh secara pribadi.

Anggota direksi bertanggung-jawab penuh secara pribadi (persoonlijk

aansprakelijk, personally liable) atas kerugian yang dialami perseroan apabila:

1) Bersalah (schuld, guilt or wrongful act); dan

2) Lalai (culpoos, negligence) menjalankan tugasnya melaksanakan

pengurusan perseroan.

b. Anggota direksi bertanggung-jawab secara tanggung renteng atas kerugian

perseroan

Dalam hal anggota direksi terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, maka Pasal 97

Ayat (4) menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara tanggung renteng.

75 Munir Fuady (Munir Fuady II), Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : Citra

(24)

Ketentuan Pasal 97 Ayat (4) UUPT tersebut adalah, “Dalam hal direksi terdiri atas 2

(dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud pada

Ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi”. Berdasarkan

bunyi dari Pasal 97 Ayat (4) ini, dengan demikian, apabila anggota direksi lalai atau

melanggar kewajibannya mengurus perseroan secara itikad baik dan penuh tanggung

jawab sesuai dengan lingkup aspek-aspek itikad baik dan pertanggung-jawaban

pengurusan yang disebut diatas, maka setiap anggota direksi sama-sama ikut

memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami

perseroan.

c. Pembebasan anggota direksi dari tanggung jawab secara tanggung renteng.

Pasal 97 Ayat (4) UUPT menganut prinsip penegakan tanggung jawab secara

tanggung renteng terhadap setiap anggota direksi atas kesalahan, dan kelalaian

pengurusan yang dijalankan oleh anggota direksi yang lain. Namun, penerapan

prinsip itu dapat disingkirkan oleh anggota direksi yang tidak ikut melakukan

kesalahan dan kelalaian. Hal ini sehubungan dengan bunyi Pasal 97 Ayat (5)76

76 Pasal 97 ayat (5) UUPT: Anggota Direksi tidak dapat dipertanggung-jawabkan atas

kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut

, pada

huruf d UUPT. Direksi yang telah melakukan pengelolaan dengan itikad baik, dan

penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan

(25)

bahwa apabila direksi telah menjalankan fiduciary duty, duty of care, dilligence and

prudence secara benar dan dapat dibuktikan serta didokumentasikan dengan baik

tentunya direksi akan terhindar dari tuntutan dan sanksi hukum, terutama sanksi

pidana korupsi. Itikad baik direksi itu, wajib dilakukan dalam Business Judgment

Rule.77

Tanggung jawab pribadi direksi adalah keadaan dimana direksi tidak

melakukan fiduciary duty dalam kepemimpinannya sehingga merugikan perseroan

dan pemegang saham, dan dalam hal ini ukuran saham tidak lagi menjadi patokan

batasan nilai tanggung jawab tersebut, sehingga harta-harta milik pribadi direksi

dapat juga terikut untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya.

78

Perkembangan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami

perkembangan pesat serta diikuti oleh semakin kompleksnya risiko bagi kegiatan

usaha perbankan, semakin kompleksnya risiko tersebut akan meningkatkan

kebutuhan praktek tata kelola yang sehat (good governance) dan fungsi identifikasi,

pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko bank. Perbankan dituntut untuk Ketika

kesalahan atau kelalaian itu datang, maka resiko harus dapat

dipertanggung-jawabkan.

3. Manajemen Risiko Diperlukan Untuk Menjaga Kepercayaan Masyarakat

Terhadap Bank

77

78

(26)

mengembangkan suatu proses manajemen risiko yang sistematis dan secara

transparan dapat dipertanggung-jawabkan efektivitasnya.

Masalah paling berat yang dihadapi industri perbankan dan badan pengawas

bank adalah kelalaian pengurus bank serta penipuan dan penggelapan yang mereka

lakukan. Hal ini dapat dilihat dari praktik para bankir antara lain berupa besarnya

kredit yang disalurkan kepada kelompok usahanya sendiri. Pemberian kredit kepada

kelompok usaha sendiri tersebut sering kali tidak diiringi dengan analisis pemberian

kredit yang sehat. Padahal praktik seperti ini pada dasarnya dapat dikategorikan

sebagai penipuan. Untuk mendapatkan dan atau mempertahankan kepercayaan

masyarakat, industri perbankan harus diatur dan diawasi dengan ketat baik melalui

peraturan langsung (direct regulation) maupun peraturan tidak langsung (indirect

regulation).

Indonesia pernah mangalami dampak sistemik pada tahun 1997, hilangnya

kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan menyebabkan penarikan dana

besar-besaran secara bersamaan pada lembaga keuangan bank yang lebih dikenal

dengan “rush” konsekuensi logis berdampak dengan diikutiya krisis moneter yang

meluluh lantakkan korporasi-korporasi serta berimbas pada masyarakat luas. Dampak

sistemik adalah potensi penyebaran masalah (contagion effect) dari satu bank

(27)

berpotensi menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan

mengancam stabilitas sistem keuangan.79

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank

dilandasai oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Setiap bank perlu Risiko yang berdampak sistemik dipengaruhi oleh berbagai aspek dan situasi

yang terdapat atau terjadi disekitar sektor perbankan dan/ atau keuangan itu sendiri

baik dilingkungan internal maupun eksternal. Aspek psikologis/ sentimen pasar juga

merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Sehingga

pengukuran dampak sistemik sifatnya sangat situasional dan bervariasi sehingga

sangat sulit menentukan batasannya.

Lembaga perbankan merupakan suatu lembaga yang sangat tergantung kepada

kepercayaan masyarakat. Tanpa adanya kepercayaan masyarakat, mustahil suatu bank

mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Tidaklah berlebihan apabila di

dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan masyarakat dengan

memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama

kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dengan demikian maka

manajemen risiko adalah penting untuk diterapkan untuk menghindari segala risiko

risiko kerugian yang mungkin akan timbul pada perseroan.

79 Lihat Pasal 1 ayat (8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/31/PBI/2008 tentang Fasilitas

(28)

menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan

masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di

bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat

diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang

diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Hubungan antara bank dan nasabah

penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitor (bank) dan

kreditor (nasabah penyimpan dana) yang dilandasi oleh asas kepercayaan.80

Dalam menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia

perbankan, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap

kemungkinan terjadinya kerugian, prinsip kehati-hatian mutlak diperlukan.

Dengan kata lain, bahwa menurut UU perbankan hubungan antara bank dan

nasabah penyimpan dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitor

dan kreditor yang diliputi oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga

hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Hubungan antara bank dan

nasabah debitor juga bersifat sebagai hubungan kepercayaan yang membebankan

kewajiban-kewajiban kepercayaan (fiduciary obligation) kepada bank terhadap

nasabahnya.

81

80

Sutan Remy Sjahdeini dalam Rachmad Usman, Op.Cit, hlm 16

81 Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 144.

(29)

kehati-hatian (prudential principle) digunakan sebagai perlindungan secara tidak

langsung oleh pihak perbankan terhadap kepentingan-kepentingan nasabah

penyimpan dana dan terhadap kepentingan bank itu sendiri atas risiko kerugian yang

timbul dari suatu tindakan atau timbul dari kebijaksaan dan kegiatan usaha yang

dilakukan oleh bank.

Stabilitas sistem keuangan merupakan upaya yang ditujukan untuk

menciptakan lembaga dan pasar keuangan yang stabil guna menghindari terjadinya

krisis keuangan yang dapat mengganggu tatanan perekonomian nasional. Dalam

menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas yang

membahayakan kelangsungan usahanya dan berdampak sistemik sehingga berpotensi

mengakibatkan krisis yang membahayakan stabilitas sistem keuangan.

Penerapan prinsip kehati-hatian merupakan suatu upaya dan tindakan

pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan. Penerapan prinsip

kehati-hatian bila dipahami lebih jauh, sangat menguntungkan baik bagi pihak

perusahaan perbankan maupun bagi pihak nasabah itu sendiri. Transaksi-transaksi

yang dikelola perusahaan yang menerapkan prinsip tersebut dapat dipastikan

merupakan transaksi yang bersih dan berimbas pada kepercayaan nasabah terhadap

bank semakin tinggi serta keuntungan bank itu makin meningkat. Perusahaan bank

tersebut juga dapat menjadi perantara yang baik bila nasabahnya bertransaksi dengan

(30)

untuk memenuhi kepentingan bank dan nasabah, tapi lebih jauh lagi bahwa penerapan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian maka hipotesis dalam penelitian ini yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan positif signifikan antara Self-Efficacy Akademik dengan Prestasi

Analisis ekonomi pada usahatani kentang yaitu jenis biaya yang digunakan, jumlah produksi dan nilai produksi, pendapatan, kelayakan usahatani kentang hingga

Paloh, Kalbar, Jubi - Sebanyak 21 Penyu hijau dan sisik mati sepanjang bulan Februari hingga April 2018, yang diduga karena keracunan sejenis tar aspal di kawasan perairan

Penelitian ini merupakan action research yang berfujuan untuk mengungkapkan apakah pembelajaran melalui program terpadu (test kecil (kolaborasi test), tatap muka

Banyak tanaman herbal yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai larvasida alami, di antaranya adalah tanaman maja ( Aegle marmelos ). Tanaman maja atau yang dikenal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol daun iler ( Coleus scutellarioides L. Benth) terhadap pertumbuhan bakteri

Peneliti didampingi guru kelas (Hanny,S.Pd) ikut mengamati dikelas. Adapun tema yang diajarkan adalah alam sekitar dan tubuh. Pada pembelajaran diberikan cerita/dongeng dengan

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang bertujuan untuk mengetahui: 1) Gambaran motivasi dan hasil belajar fisika siswa yang diajar