• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Demokrasi sebagai Strategi Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penguatan Demokrasi sebagai Strategi Pen"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Penguatan Demokrasi sebagai Strategi Pengelolaan Perbatasan Indonesia Harsen Roy Tampomuri

Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Politik Pemerintahan – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: harsen_ccc@yahoo.co.id, harsen.roy@mail.ugm.ac.id

Abstract

This paper discusses the importance of strengthening democracy in the border areas of Indonesia to realize the better management of Indonesian border area . By using a qualitative approach and literature study (data collection), this paper trying to explain the social and political conditions in the border areas of Indonesia, some problems such as the lack of government strategies in making contextual policy in border area . But the author's attention will more look at the portrait of democracy as a whole in the border regions of Indonesia. Referring to this argument , rightly considered the application of substantive democracy in the border area for the sake of better management . Through the strengthening of democracy is expected to grow a solid entity and integrated continuously . This will automatically bring up the spirit of nationalism that will strengthen the sense of belonging to the citizens of Indonesia . This approach is quite be the answer of political dynamics in the border.

Key Words:

Border Crossing Area of Indonesia, Border Management, Democracy, Indonesia Abstraksi

(2)

secara keseluruhan di daerah perbatasan Indonesia. Mengacu pada argument ini, sudah sepatutnya diperhatikan penerapan demokrasi secara substantif di daerah perbatasan demi pengelolaan yang lebih baik. Melalui penguatan demokrasi diharapkan dapat menumbuhkan sebuah entitas yang solid dan terintegrasi secara kontinyu. Hal ini secara otomatis akan memunculkan semangat nasionalisme yang akan memperkuat sense of belonging warga terhadap negara kesatuan Republik Indonesia. Pendekatan ini pun cukup menjadi jawaban di tengah-tengah dinamika politik di daerah perbatasan yang semakin hangat beberapa dekade terakhir.

Kata Kunci:

Perbatasan Indonesia, Pengeloaan Perbatasan, Demokrasi, Kajian Politik Indonesia

Pendahuluan

Tulisan ini mendiskusikan pentingnya penguatan demokrasi sebagai strategi pengelolaan perbatasan Indonesia sebagai negara kepualaun terbesar di dunia. Banyak hal yang dilakukan guna penataan daerah perbatasan namun tentunya kontekstualisasi menjadi hal yang perlu diperhatikan. Hal ini menjadi penting agar berbagai usaha yang dilakukan semakin menjawab setiap problematika yang menjadi paradoks dalam pengeloaan daerah perbatasan. Dalam mengelola perbatasan ada beberapa pendekatan yang digunakan antara lain pendekatan tradisional dan non tradisional (Barry Buzan, dkk, 1998:21 – 22).

(3)

berbeda-beda untuk mewujudkan tujuan negara. Strategi yang digunakan pun tentu beranjak dari cara pandang negara terhadap perbatasan, apakah perbatasan ditempatkan sebagai bagian terdepan ataukah ditempatkan sebagai bagian terbelakang negara. (Yohanes Sanak, 2012:27).

Untuk lebih lanjut lagi memahami perbatasan dalam konstelasi politik Indonesia maka perlu juga menempatkan demokrasi sebagai bagian yang penting untuk disandingkan dalam kajian-kajian perbatasan. Baik keterlibatan warga perbatasan dalam bentuk kontestasi maupun partisipasi akan sangat mempengaruhi stabilitas daerah-daerah perbatasan sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia. Semakin terlihat demokrasi di daerah perbatasan akan semakin memperkokoh keberadaaan daerah perbatasan dalam perhitungan politik secara nasional. Hal ini tentunya bukan semata-mata dilihat dari akumulasi suara atau dari segi kuantitas semata tetapi lebih dari pada itu yakni tetap menyatunya daerah perbatasan dalam kesatuan dan kedaulatan bangsa secara politik.

Pada dekade akhir abad 20 dan dekade awal abad 21, bangsa kita sebagaimana bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia, menghadapi gelombang besar berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi, desentralisasi, dan globalisasi. Kondisi seperti ini merupakan hal yang wajar, karena dalam sejarah kemanusiaan dan peradaban manusia tidak pernah stagnan, tidak pernah statis, tetapi selalu aktif dan progress. Maka hal ini layak menjadi tuntutan bagi kemajuan zaman. NKRI sebagai negara kepulauan memiliki lebih dari 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai lebih dari 80.290 km, dan berbatasan dengan 10 negara tetangga. Di wilayah darat Indonesia berbatasan dengan 3 negara, yaitu Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste, sedangkan di laut berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Namun pembangunan nasional belum tersebar secara merata hingga kepulau-pula terpencil di wilayah perbatasan. (Harsen Roy Tampomuri, 2010:1-2)

(4)

alam kebebasan dan berdemokrasi di bumi Indonesia. Karena itu demi menjaga keutuhan NKRI dan memelihara semangat kebangsaaan, sangatlah relevan dan penting bagi pemerintah agar memberikan perhatian khusus atas kawasan-kawasan perbatasan dan wilayah pulau-pulau kecil di wilayah terluar nusantara dengan demokrasi sebagai strategi mencapai tujuan bangsa melalui pengelolaan perbatasan.

Metode dan Terminologi Metode

Dalam mengelaborasi tulisan ini tidak ada daerah/wilayah perbatasan tertentu sebagai lokussatu-satunya tetapi wilayah-wilayah perbatasan secara keseluruhan di Indonesia yang menjadi lokus. Pendekatan kualitatif digunakan melalui pengumpulan data dan informasi untuk mengetahui dan memahami kasus serta fenomena yang berkaitan dengan pengelolaan perbatasan NKRI. Dengan pendekatan kualitatif walaupun mungkin ada data statistik yang disajikan bukanlah dimaksudkan untuk mengkuantitatifkan analisis atau pembahasannya.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yakni studi dokumentasi dan kepustakaan. Data dan informasi diperoleh melalui penelitian terdahulu, tulisan/berita di media masa, tesis/skripsi/disertasi, dokumen-dokumen lain yang menunjang akurasi tulisan ini. Dari data-data ini penulis menarasikan argumentasi sehingga menghasilkan tulisan yang semakin memperdalam kajian politik di perbatasan negara kesatuan Republik Indonesia.

Terminologi

(5)

dengan tangan besi otoriter dan totaliter. Di sisi lain banyak juga bentuk pemerintahan kerajaan (monarchy) yang gaya memimpinnya yakni cara-cara yang bijak serta aspiratif.

Berdasarkan realita tersebut maka demokrasi kemudian dipahami sebagai partisipasi masyarakat dalam berbagai proses pembuatan kebijakan negara. International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menyatakan terdapat enam kerangka utama dalam menilai demokrasi (Beetham, et al., 2009). Kerangka pertama berfokus pada seberapa besarnya upaya penegakan hak asasi manusia secara komprehensif. Hal ini terutama banyak dilakukan oleh Amerika Serikat dan organisasi-organisasi serta institusi seperti Amnesty dan Fredom House . Kerangka yang kedua menempatkan prioritasnya pada tata pemerintahan, termasuk pemilu, tetapi terutama pada upaya penegakan hukum (rule of law) dan akuntabilitas. Studi-studi semacam ini seringkali disponsori oleh lembaga pemerintah, lembaga-;embaga bantuan dan koleganya seperti Indonesia Partnership for Governance Reform, dalam rangka mengevaluasi dukungan mereka terhadap pembangunan kelembagaan.

(6)

untuk memfasilitasi penerapan di negara-negara Selatan. (Olle Törnquist, 2009:25 – 26 ).

Dalam perkembangannya demokrasi mengalami perubahan dalam hal makna dan penerapannya dalam percaturan politik. Konsep demokrasi sebagai bentuk pemerintahan berasal dari filsuf Yunani, namun pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat Barat pada akhir abad ke-18. Dalam rentang waktu yang panjang itu, konsep demokrasi diterjemahkan dalam berbagai khasanah pemikiran (Bahan Ajar UGM, 2012:Bab 9)

Teori Demokrasi Substantif.

Mendefinisikan demokrasi dengan istilah-istilah “kehendak rakyat (the will) of the people; kebaikan bersama dan kebajikan publik (the common good). Dengan demikian demokrasi dilihat dari sisi sumber dan tujuan . Demokrasi tidak akan efektif dan lestari tanpa adanya substansi demokrasi, berupa; jiwa, kultur atau ideology demokratis yang mewarnai pengorganisasian internal partai politik, lembaga-lembaga pemerintahan, serta perkumpulan – perkumpulan kemasyarakatan. Demokrasi akan terwujud apabila rakyat bersepakat mengenai makna demokrasi, paham dengan bekerjanya demokrasi dan kegunaan demokrasi bagi kehidupan mereka. Teori demokrasi substantive ini bersifat normative, rasionalistik, utopis dan idealistik.

Teori Demokrasi Schumpetarian.

(7)

institusional dan procedural. Karena menekankan procedural maka konsep demokrasi Schumpeter disebut juga demokrasi procedural.

Oleh Schumpetermetode demokrasi dirumuskan sebagai prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang di dalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka memperoleh suara rakyat. Konsep Schumpeter mendominasi teorisasi mengenai demokrasi sejak tahun 1970-an, serta mewarnai pemikiran ilmuan politik sperti di Palma, Robert Dahl, Przeworski, Samuel P Hatington, sampai dengan ilmuwan transitologis Diomond, Linz dan Lipset. Warna Schumpeterian misalnya nampak dari gagasan di Palma tentang demokrasi. Di Palma mengemukakan bahwa demokrasi ada ketika gagasan koeksistensi menjadi cukup menarik bagi kelompok-kelompok utama dalam masyarakat sebingga mereka bisa diajak bersepakat mengenai aturan-aturan dasar permainan politik.

Senada dengan itu muncul karya Robert Dahl (1973) yang merumuskan tatanan politik yang disebut Polyarchy. Polyarchy merupakan istilah yang dikemukakan oleh Dahl untuk mengerti kata Demokrasi. Bagi Dahl demokrasi mengandung dua dimensi yakni kontestasi dan partisipasi. Karena menekankan dua dimensi ini maka konsep demokrasi ini sering disebut demokrasi minimalis. Dalam melihat bagaimana demokrasi bekerja cukup dilakukan dengan dua ukuran minimal:

1. Seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang memungkinkan (Liberalisasi);

2. Seberapa banyak warganegara yang memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam kompetisi politik itu (inclusiveness).

Berdasarkan dua dimensi tersebut, Dahl membuat tipologi empat sistem politik: hegemoni tertutup (kompetisi dan partisipasi sama-sama rendah); oligarki kompetitif (kompetisi tinggi tapi partisipasi rendah); hegemoni inklusif (partisipasi tinggi – kompetisi rendah) dan Poliarki (partisipasi dan kometisi tinggi).

(8)

Penekanan demokrasi Schumpeter pada sisi prosedural membuahkan kritik; misalnya kritik dari Terry Karl tentang “kekeliruan elektoralisme” dimana demokrasi Schumpeterian mengistimewakan pemilu di atas dimensi – dimensi yang lain, dan mengabaikan kemungkinan yang ditimbulkan oleh pemilu multi partai dalam menyisihkan hak sebagian masyarakat tertentu untuk bersaing memperebutkan kekuasaan atau meningkatkan dan membela kepentingannya (seperti perlindungan pada kelompok-kelompok marginal dan minoritas). Kritik ini juga diarahkan pada munculnya quasi demokrasi (demokrasi semu).

Kritik ini menimbulkan konsep demokrasi procedural yang diperluas dengan

menambahkan dimensi jaminan kebebasan akses pada kelompok minoritas. Penekanan pada dimensi jaminan kebebaswan dan akses pada kelompok minoritas. Penekanan pada dimensi kebebasan dan jaminan pada minoritas nampak dari tulisan Diamond, yang menyebutkan sepuluh komponen khusu demokrasi:

1. Kontrol terhadap negara, keputusan dan alokasi sumberdaya dilakukan oleh pejabat publik yang terpilih;

2. Kekuasaan eksekutif dibatasi, secara konstitusional dan factual oleh kekuasaan otonom institusi pemerintahan yang lain.

3. Kebebasan untuk membentuk partai politik dan mengikuti pemilu;

4. Adanya kesempatan pada kelompok-kelompok minoritas untuk mengungkapkan kepentingannya;

5. Kebebasan bagi warga negara untuk membentuk dan bergabung dengan berbagai perkumpulan dan gerakan independen;

6. Tersedianya sumber informasi alternatif;

7. Setiap individu memiliki kebebasan beragama, berpendapat, berdiskusi, berbicara, publikasi, berserikat, berdemonstrasi dan menyampaikan pendapat.

8. Setiap warga negara mempunyai kedaulatan yang setara dihadapan hukum;

9. Kebebasan individu dan kelompok dilindungi secara efektif oleh sebuah peradilan yang independen dan tidak diskriminatif;

(9)

dalam kehidupan pribadi baik oleh warga negara maupun kekuata non – organisasi non – negara dan anti negara.

Teori Demokrasi Sosial

Konsep demokrasi procedural – liberal yang hanya menekankan dimensi politik

(demokrasi politik), mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, terutama Marxisme. Bagi Marxisme, demokrasi tidak hanya menyangkut dimensi persamaan dan kebebasan melaikan mengandung di dalamnya konsep keadilan sosial. Dalam pandangan Marxisme, demokrasi yang seusungguhnya tidak terwujud ketika kaum marginal (buruh) hanya diberi kebebasan politik namun secara structural mereka tetap berada dalam struktur penindasan (eksploitasi) yang dilakukan oleh kelas kapitalis. Oleh karena itu, demokrasi politik hanyalah demokrasi semu.Persoalan ketidakadilan sosial (ekonomi) inilah yang kemudian menimbulkan paradoks demokrasi di berbagai negara yang telah berhasil menerapkan konsep demokrasi minimalis. Misalnya: munculnya gerakan Zapatista di Mexico paska transisi dari rezim otoriter.

Daerah Perbatasan

(10)

Dr. Dave Lumenta dalam tabloid Diplomasi Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I. (08:2009) menyampaikan bahawa selama ini perbatasan diartikan sebagai kumpulan garis-garis imajiner di atas peta yang dianggap skral, baku dan memiliki kekuatan legal – formal untuk memisahkan kedaulatan territorial, politis, ekonomi dan hukum yang membedakan negara satu dari yang lainnya. Secara budaya, garis perbatasan dianggap sebagai pembeda identitas nasional masyarakat negara yang satu dari lainnya. Daerah perbatasan yang dimaksudkan dalam tulisan ini secara khusus melihat daerah perbatasan dalam kesatuan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia baik perbatasan laut maupun darat.

Pembahasan

Mengacu pada uraian latar belakang dengan beberapa argumentasinya, maka pembahasan ini meliputi 2 bagian yakni 1) Kondisi sosial politik di daerah perbatasan Indonesia, 2) Pentingnya demokrasi sebagai strategi pengelolaan perbatasan Indonesia.

Kondisi Sosial Politik di daerah Perbatasan Indonesia

Kawasan perbatasan memilki beberapa nilai strategis. Dari aspek politik, kawasan perbatasan tergolong rawan konflik politis dengan negara lain, karena adanya persinggungan batas territorial dan yuridiksi, terutama pada segmen batas yang belum disepakati. Dari aspek sosial budaya, kawasan perbatasan memiliki karakteristik khas dengan adanya mobilitas lintas –batas yang cukup tinggi, baik karena faktor sosial budaya maupun ekonomi. (Tampomuri, Harsen, 2010:16)

(11)

Menurut Riwanto Tirtosudarmo Ph.D (Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, LIPI) bahwa sebuah aspek penting dari wilayah perbatasan, adalah mobilitas penduduk yang berlangsung di sana. Mobilitas penduduk di wilayah perbatasan, sebagaimana sebuah lalulintas penduduk yang melintasi batas-batas negara, secara umum bisa dibedakan, yaitu antara penduduk yang memang telah secara turun – temurun tinggal menetap di kawasan perbatasan tersebut, dan kaum pendatang yang umumnya datang untuk mencari pekerjaan, baik mereka yang kemudian menetap di kawasan sekitar perbatasan, ataupun mereka yang hanya sekedar melintas kawasan perbatasn dengan tujuan menyeberang ke negara tetangga, atau kemudian menuju negara lain.

Terdapat beberapa isu penting yang dihadapi dalam melakukan pengelolaan daerah perbatasan. Satu hal yang menjadi paradoks ketika melihat perbatasan yakni kekayaan sumber daya alam dan kemapaman secara ekonomi masyarakat perbatasan yang ada dalam sebuah kontradiksi. Sumber daya alam yang melimpah seharusnya menjadi modal dalam melakukan pembangunan di daerah perbatasan. Selain itu digembar – gemborkannya pemerintah bahwa daerah perbatasan bukanlah daerah terkebelakang tetap menjadi beranda terdepan bangsa namun hal ini kembali menjadi sebuah gagasan utopis pemerintah.

Ketidak mampuan pemerintah dalam mengayomi daerah perbatasan mencuat sebagai sebuah dinamika yang membawa perubahan konstelasi politik di daerah perbatasan. Dari aspek kebijakan, arah kebijakan masih berorientasi pada ‘inward looking’, kawasan perbatasan tetap saja menjadi bagian belakang dari Indonesia. Hal ini terlihat pada kondisi secara umum masyarakat perbatasan yang hidup dalam keadaan miskin serta diperparah dengan minimnya sarana – prasarana umum.

(12)

Problema pokok wilayah perbatasan, barangkali soal-soal yang berkaitan dengan kekuasaan (border, ruang (state) dan jarak (distance). Konstruksi sosial kita tentang perbatasan, setelah secara hukum ditetapkan di anatara negara – negara yang memiliki wilayah, ditentukan oleh bagaimana kekuasaaan yang berada di pusat memandang dari jarak tertentu dan kemudian memberlakukannya sebagai sebuah ruang yang tidak hanya bersifat geografis tetapi juga bersifat sosial-politik, hubungan kekuasaan yang bersifat hirarkis, superior – inverior, pusat – pinggiran, juga persoalan inclusion – exclusion.Berangkat dari pandangan bahwa penduduk yang bermukim di wilayah perbatasan bukanlah sebuah masyarakat yang bersifat statis dan homogeny, melainkan sebuah masyarakat uang dinamis dan kompleks, kita perlu berupaya merangsang pemikiran baru yang memberikan empati terhadap mereka yang selama ini sering dipinggirkan.

Dinamika politik di daerah perbatasan terus berkembang menjadi isu yang menarik untuk dielaborasi. Kalahnya Indonesia dalam perebutan pulau Sipadan dan Ligitan, ketegangan di perairan Ambalat dan Karang Unarang, Kepulauan Natuna dengan kekayaan alamnya sebagai penghasil minyak dan gas serta letak geografisnya di jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan menjadikan Natuna sebuah isu baru yang mencuat di kawasan laut Cina Selatan. Berbagai hal muncul sebagai pemicu seperti wilayah dengan kandungan minyak mentah dan mineral yang tinggi, penjarahan kayu, illegal fishing, human trafficking, isu ketenaga kerjaan dan lainnya.

Ragam suku dan budaya di Indonesia menjadikan daerah perbatasan berdinamika secara

(13)

Miangas yang secara geografis sangat dekat dengan Filipina, percampuran budaya dan interaksi sosial menjadikan daerah ini perlu diperhatikan secara khusus.

Pulau Miangas yang awalnya berstatus desa dan berada di wilayah Kecamatan Nanusa pada akhirnya ditetapkan sebagai Kecamatan Khusus Miangas. Hal ini menjadikan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabuoaten dalam penanganan Pulau Miangas diatur secara khusus. Kecamatan selaku perangkat daerah kabupaten melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan Bupati meliputi bidang pemerintahan, bidang ekonomi dan pembangunan, bidang pendidikan dan kesehatan, bidang sosial dan kesejahteraan rakyat, serta bidang pertahanan dan urusan khusus Border Crossing Area (BCA) sebagaimana tersebut dalm lampiran keputusan Mendagri Nomor 158 tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan.

Peresmian Kecamatan Khusus Miangas berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11/2006 dengan SK Buoati Elly Lasut Nomor 78 tahun 2007. Yang unik dari Kecamatan Khusus Miangas yakni masih terdapat struktur pemerintahan adat juga masih dipelihara. Struktur pemerintahan adat dipimpin oleh seorang Ratumbanua atau Mangkubumi I dengan wakilnya Inanguana atau Mangkubumi II. Kemudian di bawahnya ada 12 kepala suku yang membawahi masing-masing kelompo keluarga besar. Pemimpin-pemimpin adat (Pentua Adat) ini tidak memiliki periode tetap, tetapi apabila melakukan kesalahan atau mengundurkan diri maka akan diganti, yang melakukan pergantian adalah masyarakat. Kepala suku diangkat oleh masyarakat dan anak-anak kepala suku, Ratumbanua tidak bisa memberhentikan kepala suku. Kalau kepala desa dipilih oleh masyarakat, dalam pemilihan kepala desa, warga lebih melihat figure calon kepala desa meskipun dari suku kecil.

(14)

Indonesia namun karena tidak adanya dokumen satupun yang dimiliki menjadikan mereka warga yang tak berkewarganegaraan. Mereka hidup secara turun temurun di atas perahu sebagai orang suku Bajo/Bajau dan populasi Suku Bajo di Indonesia tergolong banyak. Penanganan yang khusus serta kontekstual harus diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang bermartabat serta mengindarkan Indonesia dari disintegrasi bangsa perlu dikedepankan.

Demikian juga halnya dengan daerah Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini. Sebuah rangkaian historis yang panjang menjadikan daerah – daerah perbatasan terposisikan dalam keadaan yang mencekam serta terancam integrasinya dengan NKRI. Pemberian otonomi khusus (OTSUS) sedikit memberikan angin segar bagi kondusifnya daerah Papua walaupun tetap tidaklah sepi dari letupan-letupan pergolakan. Kekejaman pemerintahan Orde Baru yang otoriter meninggalkan kepedihan pelanggaran hak asasi manusia bagi masyarakat Papua. Ketertinggalan pembangunan terbingkai di bumi persada Papua yang sarat akan kekayaan alam yang melimpah. Hal ini menjadi sebuah kontradiksi yang perlu dijawab dengan sejumlah realisasi kebijakan dan pendekatan khusus.

Pentingnya Demokrasi Sebagai Strategi Pengelolaan Perbatasan Indonesia. Persoalan-persoalan terkait wilayah perbatasan negara tidak lepas dari ancaman – ancaman terhadap kedaulatan, warga negara atau penduduk negara, serta wilayah negara. Faktor kedaulatan terkait dengan ancaman terhadap otoritas yang dimiliki negara untuk mengatur dirinya sendiri, memanfaatkan sumber daya alam dan buatan yang dimiliki, dan mendapatkan pengakuan (recognition) internasional sebagai sebuah negara berdaulat. Sehingga segal upaya untuk menghilangkan dan melanggar kedaulatan tersebut harus dipandang sebagai ancaman terhadap negara. Factor warga negara terkait dengan ancaman atas keselamatan atau jaminan terpenuhinya hak dasar warga negara dan keutuhan wilayah. (Tampomuri, Harsen, 2010:87)

(15)

perbatasan melakukan perjalanan pulang-pergi menggunakan fasilitas angkutan tradisional milik pribadi yang tersedia di desa-desa pulau kecil yang sebenarnya masuk wilayah “Broder Crossing Agreement” (BCA) tanpa melakukan “checkpoint”. Situasi ini tentunya membutuhkan perhatian khusus untuk sebuah penataan daerah perbatasan melalui sebuah pemerintahan yang demokratis.

Penguatan demokrasi diperbatasan juga menjadi kebutuhan untuk pengelolaan perbatasan yang lebih baik. Mengacu dari argumentasi Robert Dahl yang melihat demokrasi dari dua dimensi yakni kontestasi dan partisipasi atau demokrasi minimalis maka ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni:

1. Seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang memungkinkan (Liberalisasi);

2. Seberapa banyak warganegara yang memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam kompetisi politik itu (inclusiveness).

Isu perbatasan merupakan isu nasional yang secara kontinyu menjadi topic pembahasan yang ramai diperbincangkan di Indonesia. Tingkat perhatian pemerintah juga semakin naik baik secara substantif maupun secara prosedural. Hal ini terlihat dari kebijakan pejabat eksekutif negara mulai dari presiden sampai kepada menteri. Tingkat kontetasi, kompetisi bahkan oposisi begitu terasa ketika membahas masalah perbatasan selain itu berbagai aktualisasi mereka dijadikan sebuah strategi politik untuk melanggengkan kekuasaan.

Bukan hanya eksekutif tetapi juga legislatif berlomba – lomba mengambil peran dalam memperhatikan daerah perbatasan. Hal ini bisa kita simak yang terjadi di Sulawesi Utara ketika warga Miangas, perbatasan Indonesia – Filipina melakukan aksi mogok makan dan belum mendapatkan respon dari Gubernur maka anggota DPRD menggunakan kesempatan untuk membantu sekaligus menarik simpati masyarakat perbatasan yang tidak luput dari pemberitaan media. Seperti yang dilansir Koran Tribun Manado Nov 16, 2013 – “30 Jam 30 Warga Miangas Kelaparan di Manado” Hal ini secara otomatis menaikkan elektabilitas dan public trust.

(16)

menyalurkan suaranya dalam Pilpres. Bahkan, ada tempat pemungutan

suara (TPS) yang belum buka, namun warga telah mengantre untuk

memilih. Kabupaten Kepulauan Anambas yang terdiri dari lima

kecamatan merupakan wilayah tapal batas Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia, Thailand dan Vietnam.

“Ada warga yang dah duduk menunggu di TPS pagi-pagi sekali

sedangkan kami belum siap.” Ujar Herman seorang petugas Panitia

Pemungutan Suara (PPS). Padahal, lanjut dia, TPS buka pukul 07.00 WIB,

sedangkan warga jauh sebelum pukul tersebut telah menunggu di TPS.

Hal ini memberikan sebuah gambaran bahwa antusias warga perbatasan begitu tinggi dalam menyalurkan aspirasi mereka melalui sebuah proses elektoral. Selain itu juga dalam berbagai pertemuan di daerah perbatasan dalam penentuan kebijakan terlihat antusias dan partisipasi aktif warga perbatasan. Sebagai contoh di Pulau Miangas tingkat partisipasi masyarakat begitu tinggi. “Setiap kali ada suatu kebijakan dari pemerintah maka selalu ada musyawarah, sharing, dengan melibatkan tokoh – tokoh masyarakat, pemuda, agama, adat, perangkat desa. Karena wilayah ini sangat sensitive, setiap kali ada kegiatan terus disosialisasikan atau disharingkan. Masyarakat sangat proaktif terhadap pemerintah secara khusus dalam memberikan masuka-masukan ataupun kritikan-kritian tajam.” Sior Lantaa – Kaur Pemerintahan Desa Miangas, 2010.

Dalam karya Dahl (1989), Dahl menyampaikan tujuh indikator dari sistem yang demokratis (Bahan Kuliah Fisipol UGM, 2012:Bab 9)

1. Kontrol pada pembuat kebijakan dilakukan oleh pejabat publik terpilih; 2. Pemilihan pejabat publik diselenggarakan melalui pemilu yang teratur,

fair, dan bebas;

3. Setiap warga negara mempunyai persamaan hak untuk dipilih dalam pemilu;

4. Jaminan kebebasan dasar dan politik;

5. Adanya saluran informasi alternative yang tidak dimonopoli pemerintah atau kelompok;

(17)

Senada dengan Dahl, Diamond, Linz dan Lipset merumuskan demokrasi senada dengan Dahl, Diamond, Linz dan Lipset merumuskan demokrasi sebagai: suatu sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat pokok:

1. Kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas di antara individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi (terutama partai politik) untuk memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan yang mempunyai kekuasaan efektif, pada jangka waktu yang regular dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa;

2. Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling tidak melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara regular dan adil, sedemikian rupa sehingga tidak satupun kelompok yang dikecualikan.

3. Kebebasan sipil dan politik; kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke dalam organisasi, yang cukup menjamin integritas kompetisi dan partisipasi politik.

Ruang – ruang aspirasi untuk masyarakat berpartisipasi tersedia namun dalam beberapa kebijakan tidak nampak kemampuan pemerintah dalam mengartikulasikan kepentingan masyarakat menjadi kebijakan yang kontraproduktif. Contoh dari sebuah kebijakan kontraproduktif terjadi di Pulau Miangas perbatasan Indonesia – Filipina yakni kebijakan untuk disediakannya tangki BBM (Bahan Bakar Minyak) tapi menjadi mubasir karena tidak ada kapal khusus untuk memuat BBM sedangkan kapal penumpang tidak diijinkan memuat BBM sehingga harga BBM bensin sekitar Rp. 12.000 – Rp. 15.000,- ribu sedangkan minyak tanah Rp. 7.500,-/botol kecil. (wawancara dengan tokoh masyarakat Pulau Miangas, 2010) Pemerintah tidak melakukan kajian yang matang serta infrastruktur pendukung sebelum sebuah kebijakan dilakukan, alhasil tangki BBM tidak digunakan dan rusak. Selain itu jika masyarakat berusaha membeli BBM dari Bitung, Manado dan Talaud dan menjadikan itu muatan untuk kapal penumpang maka akan dilarang oleh awak kapal sebab membahayakan keselamatan.

(18)

geografis. Hal yang demikian merupakan sesuatu yang mubasir karena tidak kompatibel dan pastinya tidak kontinyu. Bukannya sebuah kekaguman rakyat namun pada kenyataannya menjadi pijakan protes dan resistensi masyarakat. Kebijakan pemerintah sering menempatkan masyarakat perbatasan sebagai subjek bukan objek dari sebuah kepentingan nasional yang besar di wilayah perbatasan.

Pengelolaan perbatasan tanpa penguatan demokrasi akan memperparah daerah perbatasan di tengah – tengah isu disintegrasi. Ketika Kompetisi kebijakan dilakukan hanya untuk melanggengkan kekuasaan maka efek jangka panjang akan menciptakan dis – trust public terhadap pemerintah baik pejabat eksekutif maupun legislatif. Selain itu tersedianya ruang untuk berpartisipasi secara politik tapi tidak adanya perhatian dan kemampuan dari pemerintah akan membawa pada suasana politik yang tidak menguntungkan bagi para pejabat publik bahkan menghambat tercapainya tujuan negara.

Sebagai bagian dari Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara maka

Keberadaan Pulau Miangas ini mendapat perhatian oleh para pejabat publik terpilih baik ditingkat kabupaten maupun provinsi. Rantai koordinasi pemerintah tidak boleh hanya terputus di daerah juga tetapi dibutuhkan sinkronisasi dengan pejabat publik di tingkat pusat. Pejabat publik yang terpilih melalui pemilu sudah seharusnya memperhatikan kebutuhan konstituennya termasuk masyarakat yang ada di perbatasan negara. Kehadiran masyarakat perbatasan yang terus beraktualisasi mengikuti perkembangan pendidikan lambat laun akan menjadi bagian dari lembaga – lembaga formal dan diberikan mandate untuk mengatur daerah perbatasan tersebut.

(19)

perbatasan. Saluran informasi ini sudah seharusnya menjadi milik semua masyarakat dan tidak dikuasai oleh sekelompok masyarakat saja.

Walaupun secara geografis letaknya begitu jauh dan memiliki akses yang tergolong sulit namun sebagai beranda depan negara tidak boleh ada alasan apapun melatar belakangi tidak efektifnya penerapan demokrasi di daerah perbatasan. Masyarakat tetap harus terafiliasi pada organisasi termasuk partai politik dan kelompok kepentingan. Di sisi lain daerah perbatasan jangan sampai terjebak pada demokrasi secara prosedural semata tetapi harus diimbangi oleh demokrasi secara substansial.

Kesimpulan

Sebagai negara yang begitu kaya akan sumber daya alam perlu dikelolah dengan sumber daya manusia yang memadai sehingga tidak terjadi kontradiksi antara faktor pendukung dengan realita. Mengelolah negara kepulauan terbesar tentunya tidaklah semudah mengelolah daerah dengan wilayah yang kecil namun sebenarnya luas wilayah dan kekayaan alam Indonesia menjadi sebuah kekayaan dan modal besar untuk mewujudkan sebuah negara yang kuat, berdaya saing dan mapan secara ekonomi.

Stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia akan sangat ditentukan juga oleh terintegrasinya daerah – daerah perbatasan. Hal ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari sebuah wilayah kepulauan dengan ribuan pulau. Penguatan demokrasi diperlukan sebagai sebuah strategi dalam pengelolaan wilayah perbatasan. Demokrasi yang dimaksud tidak hanya secara substantif tapi juga secara prosedural. Meningkatnya dimensi kontestasi dan partisipasi serta pemaknaan demokrasi dengan lebih baik lagi akan membawa daerah perbatasan sebagai bagian kecil yang tidak akan terlupakan dan tersisihkan.

(20)

pandangan akan daerah perbatasan menjadi beranda depan negara kesatuan Republik Indonesia. Ketika ditempatkan sebagai beranda terdepan maka secara otomatis aspek-aspek pembangunan baik pembangunan fisik maupun mental masyarakat perbatasan akan mendapat perhatian khusus. Hal ini akan memberi pengaruh pada terwujudnya pemerintahan dan perpolitikan yang demokratis serta kehidupan masyarakat yang terus bersinergi.

Daftar Pustaka

(21)

Bahan Kuliah Fisipol UGM, 2012:Bab 9

Koran Tribun Manado Nov 16, 2013 – “30 Jam 30 Warga Miangas Kelaparan di Manado”

Lumenta, Dave, Dr. Tabloid Diplomasi Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I. (08:2009). Jakarta.

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor 17/PERMEN/M/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Kawasan Perbatasan,

REPUBLIKA.CO.ID. Masyarakat Perbatasan NKRI Antusias Salurkan Hak Politik. Rabu, 09 Juli 2014.

http://www.republika.co.id/berita/pemilu/berita-pemilu/14/07/09/n8gev9-masyarakat-perbatasan-nkri-antusias-salurkan-hak-politik

Masyarakat Perbatasan NKRI. Riwanto Tirtosudarmo Ph.D (Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, LIPI)

Tampomuri, Harsen Roy. 2010. Penerapan Good Governance dalam Mewujudkan Stabilitas Pemerintahan di daerah Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Suatu Studi di Kecamatan Khusus Miangas, Pulau

Perbatasan Indonesia – Filipina). Manado: Fisipol, Unsrat.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Melihat potensi bakteri endofit dalam menyediakan unsur hara fosfat untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan pentingnya ketersedian padi sebagai bahan makanan utama

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, perilaku menggosok gigi

Hal ini tidak lepas dari perkembangan Kota Pekanbaru yang sangat pesat terutama di sektor perekonomian yang ditandai dengan banyaknya pertumbuhan sentra-sentra kegiatan

<p align="justify">Fasilitas yang terdapat pada sekolah ini adalah gedung sekolah, kantor dan ruang laboratorium. Gedung sekolah terdiri dari: 15 ruangan belajar,

Matriks SWOT merupakan gambaran secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi pihak Sentul City dalam melaksanakan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati

Di Sekolah Dasar (SD) Negeri Harapan Baru 2, sampai saat ini kegiatan pengolahan data masih dilakukan oleh staf tata usaha tanpa bantuan aplikasi khusus dan media menyimpanan

Kualitas diri kamu sebagai remaja tercermin dari pengetahuan, sikap, dan perilakumu dalam menjaga kebersihan dan kesehatan diri, antara lain dengan mandi secara teratur