http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TAPPS
PENDEKATAN RME PADA PENCAPAIAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH KELAS VIII MATERI SPLDV
Lintang Pamor Alfi Mardani , Kartono
Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Gedung D7 Lt.1, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel:
Diterima Disetujui Dipublikasikan
Keywords:
Effectiveness,
Problem Solving Ability,
The Model TAPPSRME approach, Keefektifan,
KemampuanPemecahan Masalah, Model TAPPS pendekatan RME.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hasil belajar pada aspek kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP N 2 pada materi SPLDV dengan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME mencapai KKM, serta mengetahui rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME lebih tinggi dari pada model konvensional. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data daftar nama siswa kelas VIII SMP N 2 Wirosari tahun pelajaran 2013/ 2014 sebagai populasi dan nilai tengah semester 1 yang akan diuji normalitas dan homogenitasnya untuk menentukan anggota sampel. Sampel diambil secara random sampling,VIII E sebagai kelas eksperimen dan VIII F sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol karena telah mencapai ketuntasan belajar individual maupun klasikal. Simpulan(1). Hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME dapat mencapai KKM. (2). Rata – rata hasil kemampuan pemecahan masalah dengan pembelajaran menggunakan model TAPPS pendekatan RME lebih tinggi dari pada pembelajaran konvensional.
Abstract
The purpose of this study is to determine the learning outcomes in the aspect of problem solving ability grade eighth students of 2 Junior High School in Wirosari SPLDV material with TAPPS model learning by reached KKM RME approach , as well as knowing the student’s problem solving ability in average with TAPPS model learning implementation with higher RME approach than the conventional models. The documentation method used for obtain the data of grade eighth students of 2 Junior High School in Wirosari academic year 2013/ 2014 as population and the middle semester 1, who being tested for normality and homogeneity to determine the members of the sample. The Samples were taken by (random sampling), class E VIII as an experimental class, and VIII F as a grade control. The results showed that results of problem solving ability by grader’s experiment is better, than the control class caused of an individual has achieved mastery learning and classical. Conclusions (1). The Results of mathematical problem-solving ability of students who taught by the learning model TAPPS RME approach can increase of Minimum Completeness Ceriteria , (2).The results of the learning by using the model TAPPS RME approach showed that the averages of the problem solving ability of the students higher while the conventional class.
Alamat korespondensi: © 2014 Universitas Negeri Semarang
2
PENDAHULUAN
Mempelajari matematika sangat
dibutuhkan oleh siswa, karena begitu banyak aktivitas yang mereka lakukan melibatkan matematika. Dengan belajar matematika, kita dapat belajar berpikir secara logis, analitis,
kritis dan kreatif. Menurut PISA (Programme for
International Student Assessment) 2012
(OECD:2012), Indonesia menduduki peringkat ke-63 dari 64 negara pada pencapaian hasil belajar matematika. Predikat ini mencerminkan masih kurangnya minat dan motivasi siswa
dalam belajar serta anggapan bahwa
matematika merupakan mata pelajaran yang
sulit, kurang menarik, dan kurang
menyenangkan. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas belajar dalam pembelajaran matematika.
Salah satu tujuan dalam belajar matematika adalah memiliki kemampuan pemecahan masalah. Berarti siswa diharapkan mampu berpikir matematika tingkat tinggi karena dalam kegiatan pemecahan masalah terangkum kemampuan matematika lainnya seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian,
pemahaman konsep, dan komunikasi
matematika. Maka diperlukan banyak usaha untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika (NCTM :2010). Solusi soal pemecahan masalah memuat empat fase
penyelesaian,yaitu memahami masalah
(understand the problem), mendapatkan rencana dari penyelesaian (obtain eventually a plan of the solution), melaksanakan rencana (carry out the plan), dan memeriksa kembali penyelesaian pada pencapaian langkah yang telah dikerjakan (examine the solution obtained), (Polya:1973).
Untuk bisa memecahkan masalah perlu juga diketahui indikatornya, dan menurut
Peraturan Dirjen Dikdasmen No.
506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) indikator kemampuan pemecahan masalah antara lain: (1).Kemampuan menunjukkan pemahaman masalah, (2).Kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
pemecahan masalah, (3).Kemampuan
menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk, (4).Kemampuan memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah
secara tepat, (5).Kemampuan mengembangkan strategi pemecahan masalah, (6) Kemampuan membuat dan menafsirkan model matematika
dari suatu masalah, (7).Kemampuan
menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Untuk indikator efektif dalam
penelitian ini yaitu (1).Hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Wirosari pada materi SPLDV dengan menggunakan pembelajaran model TAPPS pendekatan RME mencapai KKM, (2).Rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah dengan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan observasi awal dalam
pelaksanaan pengajaran mata pelajaran
matematika di SMP Negeri 2 Wirosari belum dapat mencapai hasil secara maksimal. Dari data tahun pelajaran 2013/1014 didapatkan bahwa nilai ketuntasan minimal siswa untuk mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Wirosari adalah 75. Dari hasil tes
tengah semester genap tahun pelajaran
2013/1014 untuk mata pelajaran SPLDV yang belum mencapai hasil yang maksimal. Nilai rata-rata tes tengah semester gasal siswa kelas VIII adalah 65,00 dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). 62.50% siswa tuntas KKM dan 37,50% siswa belum tuntas KKM.
Dari keterangan diatas, maka peneliti
ingin melakukan penelitian dengan
menggunakan model pembelajaran yang
berbeda yaitu model TAPPS pendekatan RME pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah kelas VIII materi SPLDV. Melalui ini siswa diharapkan memperoleh ketuntasan belajar pada materi SPLDV sehingga terjadi
peningkatan kemampuan memecahkan
masalah pada siswa.
TAPPS merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif dengan
3
Maka TAPPS membutuhkan dua orang siswa, yang berperan sebagai problem solver dan listener, untuk berkerja sama dalam memecahkan masalah, mengikuti suatu aturan tertentu.
Demikian pula dengan pembelajaran matematika, seseorang anak akan berminat
belajar matematika bila anak tersebut
mengetahui manfaat matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bagi
diri dan kehidupannya. Pembelajaran
matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik
atau Realistic Mathematics Education (RME)
menurut Freudenthal (dalam Gravermeijer : 1994).
Model TAPPS pendekatan RME ini merupakan model pembelajaran baru yang
digabungkan antara model pembelajaran
TAPPS dengan pendekatan RME. Model ini
diharapkan bisa memberikan inovasi
pembelajaran baru dalam dunia pendidikan dan bermanfaat untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia. Berpikir keras secara berpasangan dalam penyelesaian masalah merupakan salah
satu model pembelajaran yang dapat
menciptakan kondisi belajar aktif. Dalam hal ini, model TAPPS diterapkan dengan cara membagi siswa dalam kelas menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari dua orang, ada yang berperan sebagai problem solver dan yang lainnya sebagai listener. Model TAPPS lebih ditekankan kepada kemampuan penyelesaian masalah (problem solving). Sedangkan pendekatan RME
sendiri merupakan salah satu model
pembelajaran untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak.
Penerapan TAPPS pada pencapaian
kemampuan pemecahan masalah siswa akan lebih baik jika digabungkan pendekatan RME.
Berdasarkan latar belakang di atas maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut (1). Apakah hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Wirosari pada materi SPLDV dengan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME mencapai KKM?. (2). Apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan model pembelajaran TAPPS
pendekatan RME lebih tinggi daripada
kemampuan pemecahan masalah dengan model konvensional?
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitiannya adalah (1). Mengetahui hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2
Wirosari pada materi SPLDV dengan
menggunakan pembelajaran model TAPPS
pendekatan RME mencapai KKM. (2).
Mengetahui rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah dengan model konvensional.
METODE
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian eksperimen. Dalam penelitian
ini terdapat dua kelas yang diberikan
perlakuan. Desain eksperimen ini terdapat dua kelompok, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol akan diberikan perlakuan yaitu diberikan model pembelajaran konvensional sedangkan kelas eksperimen
diberikan model pembelajaran TAPPS
pendekatan RME. Dua kelompok dalam penelitian ini hanya akan diberikan post-test (tes kemampuan pemecahan masalah). Pada kedua
kelompok tersebut akan dibandingkan
kemampuan pemecahan masalah siswa.Dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.
4
simpulan yang dihasilkan berlaku pada materi SPLDV.
Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelompok siswa. Hal ini didapatkan sampel kelas VIII F sebagai kelas kontrol dan kelas VIII E sebagai kelas eksperimen serta satu kelas sebagai kelas uji coba yaitu kelas VIII A.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu metode dokumentasi, tes, dan observasi. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data daftar nama siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Wirosari tahun pelajaran 2013/2014 sebagai populasi dan nilai tengah semester 1 yang akan diuji normalitas
dan homogenitasnya untuk menentukan
anggota sampel. Sampel dalam penelitian ini diambil secara random sampling,VIII E sebagai kelas eksperimen dan VIII F sebagai kelas
kontrol. Metode Tes digunakan untuk
memperoleh data kemampuan pemecahan masalah, sebelum dilakukan tes soal terlebih
dulu diuji cobakan. Metode Observasi
digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dan guru dalam mengelola pembelajaran. Desain penelitian
yang digunakan adalah true experiment dengan
Posttest-Only Control Design.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji normalitas data awal kelas populasi dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat
diperoleh nilai Chi Kuadrat hitung 6,184951
sedangkan Chi Kuadrat tabel 11,07. Karena 2hitung
< 2
tabel ,ini berarti keenam kelas yang akan
dipilih dan selanjutnya digunakan sebagai sampel dalam penelitian berdistribusi normal.
Uji homogenitas secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran 18. Dari hasil
perhitungan diperoleh bahwa
2
9
,
98624
dan dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang
1
dandk
k
1
9
1
8
.Didapatkan
20,95;4
12
,
5915
. KarenaX2
hitung< X 2
tabel, maka dapat disimpulkan bahwa keenam kelas populasi berasal dari kondisi awal yang sama atau homogen.
Uji kesamaan dua rata-rata data awal diperoleh hasil sebagai berikut thitung= 1,210612
sedangkan ttabel dengan α=5% dan dk=78 adalah
1,991. Karena thitung < t tabel, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata data awal dari kedua kelas yang akan dijadikan sampel. Kondisi awal dari kedua sampel ini diketahui dengan melakukan analisis data awal yaitu nilai UTS pada semester gasal Kelas VIII.
Analisis data tahap akhir ini meliputi uji normalitas, uji kesamaan dua varians, uji hipotesis 1 dan uji hipotesis 2. Dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui keadaan awal kelas apakah berdistribusi normal atau tidak. Dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
Berdasarkan tabel diatas hasil
perhitungan uji normalitas kelas kontrol dan
kelas eksperimen diperoleh bahwa 2
hitung <
2
tabel , ini berarti kedua kelas berdistribusi
normal.
Uji kesamaan dua variansi ini
dilakukan untuk mengetahui varians hasil akhir kedua sampel apakah sama atau tidak. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 30 diperoleh Fhitung= 0,635338837 dan Ftabel =
1,70447. Karena Fhitung< Ftabel, maka hasil akhir kedua kelas yang telah diberi perlakuan mempunyai varians yang sama.
Untuk uji ketuntasan klasikal
menggunakan uji proporsi satu pihak. Hipotesis
yang diajukan adalah �0:� 0,745 sedangkan
�1:�> 0,745. Kriteria yang digunakan yaitu
5
Berdasarkan hasil perhitungan uji proporsi satu
pihak diperoleh �ℎ� �� = 17,98. Dengan
�= 5% diperoleh � �� = 1,64. Karena
�ℎ� �� � �� maka H0 ditolak, artinya hasil belajar kelas VIII yang menggunakan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME dapat mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Uji hipotesis 2 ini dilakukan untuk mengetahui
adanya perbedaan rata-rata kemampuan
pemecahan masalah kelas kontrol dan kelas eksperimen. Berdasarkan dari hasil perhitungan pada Lampiran 35 diperoleh t hitung= 5,34788
dan t tabel dengan α=5% dan dk=78 adalah 1,665. Karena t hitung >t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME. Selain itu juga disimpulkan
bahwa rata-rata kemampuan pemecahan
masalah siswa kelas eksperimen lebih baik bila dibandingkan dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol.
Setelah melaksanakan penelitian dan
analisis hasil penelitian, diperoleh hasil
hipotesis yang dapat menjawab kedua
permasalahan pada bab 1. Uji hipotesis 1 untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran TAPPS pendekatan RME. Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis 1 menggunakan perhitungan uji proporsi satu pihak diperoleh
�ℎ� �� = 17,98. Dengan �= 5% diperoleh
� �� = 1,64. Karena �ℎ� �� � �� maka H0 ditolak, artinya hasil belajar kelas VIII yang
menggunakan pembelajaran TAPPS
pendekatan RME dapat mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.
Sedangkan hipotesis 2 yaitu rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari pada rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas kontrol. Setelah dilakukan analisis hasil penelitian uji hipotesis 2 diperoleh hasil bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen yaitu kelas dengan model pembelajaran TAPPS pendekatan RME lebih baik dari pada rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas kontrol yaitu kelas dengan model pembelajaran
konvensional. Hal ini dikarenakan
pembelajaran pada kelas eksperimen
menggunakan model pembelajaran TAPPS
pendekatan RME yang membuat suasana
belajar menjadi menyenangkan karena adanya
keterkaitan dengan kehidupan nyata.
Sedangkan, pada kelas kontrol yang
pembelajarannya konvensioanal dan
konstruktivisme, tetapi dalam proses
konstruktivisme tidak menggunakan benda-benda yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan implementasi model pembelajaran TAPPS pendekatan RME efektif hal ini ditunjukkan dengan adanya kriteria adalah sebagai berikut :
(1). Hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran TAPPS dengan pendekatan RME dapat mencapai KKM. (2). Rata – rata hasil
kemampuan pemecahan masalah dengan
pembelajaran menggunakan model TAPPS pendekatan RME lebih tinggi dari pada pembelajaran konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimin dkk. 2007. Dasar – Dasar Eevaluasi Pendidikan.. Jakarta : Bumi Aksara.
______,2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
______,2010.Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Yogyakarta:
Rineka Cipta.
Depdiknas.2004. Standa Kompetensi Kurikulum
2006 Mata Pelajaran Matematika Sekolah
Menengah Atas/ Madrasah Aliyah.
Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas.2008. Strategi Pembelajaran dan
Pemilihannya. Jakarta: Depdiknas. Dewiyani. 2008. Mengajarkan Pemecahan
Masalah dengan Menggunakan Langkah Polya. Jurnal Pendidikan Sistem Informasi dan Komputer, 12(2): 87-95. Lesh, Richard dan Lyn D. English. 2013.
6
learning and problem solving. Jurnal
penelitian pendidikan. ZDM
2005.Vol 37(6).
NCTM.2000.Principles and Standards for School
Mathematics.Amerika:The National
Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Nuharini, Dewi & Tri Wahyuni. 2008. Matematika konsep dan aplikasinya 2. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
OECD.2012.PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they can do with they know.
Stice, J. E. 1987. The Future Of Engineering Education IV Learning How To Teach. Chem.Engr.Education, 34(2), 118-127(2000).
Sudjana. 2005. Metoda statistika. Bandung:
Tarsito
_____, Nana. 2012. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdkarya.
Sugiyono. 2008. Metode Peneliotian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif Kuantitatif dan R & D . Bandung : Alfabet.
_____. 2010. Statistika untuk penelitian.
Bandung: Alfabeta
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning.
Surabaya: Pustaka Belajar
Pate, M. L., Wardlow, G. W., & Johnson, D. M. 2004. Effects of Thinking Aloud
Pair Problem Solving On The
Troubleshooting Performance of
Undergraduate Agriculture Students In A Power Technology Course. Journal of Agricultural Education. 45(4): 1-11. Polya, G. 1973. How to Solve It. New Jersey :
Princeton University Press.
Treffers, A. 2013. Wiskobas and Freudenthal
Realistic Mathematics Education.
Jurnal penelitian pendidikan. The
Legacy of Hans
Freudenthal,37(1),pp 89-108 (1993). Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka.