BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kepemimpinan
2.1.1.1 Defenisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses dimana individu memengaruhi sekelompok
individu untuk mencapai tujuan bersama (Northouse, 2013:5). Kepemimpinan
melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi di antara
orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan, dan perubahan tersebut
mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya
(bawahan). Pengaruh dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan
pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan
timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian, kepemimpinan itu merupakan
proses yang saling mempengaruhi.
Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya
sejarah manusia yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa
orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam
bentuk apa kelompok manusia itu dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena
manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.
Menurut Robbins (2009:58), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk
kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan
tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Menurut Hasibuan
(2011: 170), pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan.
2.1.1.2 Unsur Pokok Kepemimpinan
Rumusan kepemimpinan dari sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa
dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang
mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa
yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu,
kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar
terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh
kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau
Pemimpin
Gambar 2.1 Unsur-unsur Pokok dalam Kepemimpinan
Pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian sebaliknya. Orang-orang
yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubahan sehingga
pemimpin diharapkan mampu menciptakan perubahan yang signifikan dalam
organisasi dan bukan mempertahankan status. Selanjutnya, perubahan tersebut
bukan merupakan suatu yang diinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan yang
diinginkan dan dimiliki bersama. Tujuan tersebut merupakan sesuatu yang
diinginkan, yang diharapkan, yang harus dicapai dimasa depan sehingga tujuan ini
menjadi motivasi utama visi dan misi organisasi. Pemimpin mempengaruhi
pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan bersama
(Anoraga, 2000:190). Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, yang
terjadi di antara orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk
orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut. Proses kepemimpinan juga Pengikut
Pengaruh
Tujuan
Keinginan / Niat
Tanggung Jawab Pribadi
melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan
pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik
pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi (personal
responbility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
Menurut Kielson (Anoraga:2000) ada Perubahan paradigma yang
muncul sehingga harus diadopsi oleh pemimpin dan organisasi. Paradigma ini
akan menentukan pola dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin sehari-hari,
selama pemimpin mengarahkan organisasi menuju kesuksesan di masa depan.
Dalam hal ini, secara umum paradigma diartikan sebagai pola pikir dan cara
pandang yang mencerminkan pemahaman dan penerimaan akan dunia.
Realitas Baru Bagi Pemimpin
Paradigma Lama Paradigma baru Masa Industri Masa Informasi
Stabilitas Kontrol
Kompetensi Kolaborasi
Barang Orang dan Hubungan
Sumber: Safaria (2004)
Gambar 2.2 Perbedaan orientasi atau Paradigma Lama dan Baru
Tugas seorang pemimpin pada garis besarnya ada tiga (Anoraga, 2000: 193) yaitu:
1. Memberikan struktur terhadap situasi
Tugas pemimpin memberikan struktur terhadap suatu situasi maksudnya
2. Mengendalikan tingkah laku kelompok
Mengawasi, memantau dan mengendalikan tingkah laku kelompok yang
mungkin dapat merugikan atau tingkah laku individu yang dapat
merugikan kemlompok.
3. Sebagai juru bicara kelompoknya.
Memberikan informasi yang benar, meluruskan informasi kepada
masyarakat tentang sesuatu yang diperlukan dalam rangka mengamankan
kelompoknya. Juga memberikan informasi ke bawahan tentang sesuatu
yang dibutuhkan bawahan.
Dalam kehidupannya sebagai pemimpin di dalam kelompok social
organisasi, seorang pemimpin akan dituntut oleh beberapa hal, yang
meliputisekumpulan peran yang kompleks, dan demikian pula dengan fungsinya.
Dalam kaitannya dengan fungsi dan peran, seorang pemimpin dapat
mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada para pembantunya sesuai
dengan kedudukan yang ada dan berlaku.
Peranan pemimpin yang dimaksud (Anoraga, 2000:194) adalah :
1. Pemimpin sebagai perencana
2. Pemimpin sebagai pembuat kebijakan
3. Pemimpin sebagai ahli
4. Pemimpin sebagai pelaksana
5. Pemimpin sebagai pengendali
6. Pemimpin sebagai pemberi hadiah dan hukuman
8. Pemimpin sebagai tempat menimpa segala kesalahan
9. Pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain
Kepemimpinan memiliki kaitan yang erat degan kekuasaan. Dalam hal ini
Boonedan Kurzt dalam Anoraga (2000,195) mengemukakan: “Apa pun bentuknya
kepemimpinan selalu melibatkan penggunaan kekuasaan. Mereka juga
mengemukakan defenisi kekuasaan sebagai : Kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi perilaku orang lain.”
2.1.2 Gaya Kepemimpinan Tranformasional
2.1.2.1 Defenisi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan seorang pemimpin merupakan hal yang ikut
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Dan penerapan
gayamemimpin antara satu organisasi dengan organisasi yang lain berbeda-beda
sesuai dengan kondisi organisasi dan pola kerja anggota organisasi, sehingga
dalam penerapannya gaya kepemimpinan ini akan meningkatkan kinerja para
anggota organisasi.
Menurut Hasibuan (2011 : 170), gaya kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja
secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins (2009), gaya
kepemimpinan adalah cara yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi
kelompok menuju tercapainya sasaran. Dalam hal ini usaha menselaraskan
persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang
Menurut Northouse(2013,176) Kepemimpinantransformasional
merupakan proses dimana orang terlibat dengan orang lain, dan menciptakan
hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas dalam diri pemimpin dan
pengikut. Jenis pemimpin ini memiliki perhatian pada kebutuhan dan motif
pengikut, serta mencoba membantu pengikut mencapai potensi terbaik mereka.
Menurut Tjiptono dan Syakhroza dalam Pramesti (2013) kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang mencakup upaya perubahan
organisasi (sebagai kepemimpinan yang dirancang untuk mempertahankan status
quo). Perubahan yang dilakukan organisasi ini dikarenakan cara-cara organisasi
lama sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi pada saat medatang.
Menurut Burns dalam Jandaghi et al., (2009) kepemimpinan transformasional
adalah proses di mana para pemimpin dan pengikutmempromosikan satu sama
lain untuk tingkat yang lebih tinggi moralitas dan motivasi . Pemimpin
transformasional membantu pengikut mereka untuk melihat masalah lama melalui
perspektif baru . Mereka merangsang pengikut mereka untuk mencoba lebih
tinggi dari tingkat biasanya. Pemimpin transformasional menginspirasi para
pengikutnya untuk berpikir lebih dari mereka sendiri bertujuan dan kepentingan
dan untuk fokus pada tim yang lebih besar , organisasi , tujuan nasional dan
global, memberikan perspektif masa depan , pemimpin seperti ini mempengaruhi
lebih dari pengikut mereka dengan cara menganggap bahwa perspektif sebagai
tujuan mereka sendiri dan menunjukkan upaya yang tinggi untuk mencapainya .
ideal dengan mengkoordinasikan karyawan dan mengintegrasikan semua sistem
komponen.
Bass dalam (Northouse, 2013:179) bahwa kepemimpinan transformasional
memotivasi pengikut untuk melakukan lebih dari yang di harapkan dengan:
a. Meningkatkan tingkat pemahaman pengikut akan kegunaan dan nilai dari
tujuan yang rinci dan ideal;
b. Membuat pengikut mengalahkan kepentingan sendiri demi tim atau
organisasi;
c. Menggerakan pengikut untuk memenuhi kebutuhan tingkatan yang lebih
tinggi.
Burn dalam (Anoraga, 2009) mengidentifikasi dua tipe kepemimpinan politik,
yaitu kepemimpinan tranformasional dan kepemimpinan transaksional.
Kepemimpinan Transformasional dicirikan sebagai pemimpin yang berfokus
padapencapaian perubahan nilai-nilai, kepercayaan, sikap, perilaku, emosional
dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang lebih baik di masa depan.
Pemimpin transformasional merupakan seorang agen perubahan yang berusaha
keras untuk melakukan transformasi ulang organisasi secara menyeluruh sehingga
organisasi bisa mencapai kinerja yang lebih maksimal di masa depan.
Menurut Bass, pemimpin transformasional ini mampu membawa organisasi
menuju kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemimpin transaksional.
Iklim dan akibat yang di peroleh bawahan dari pemimpin transformasional adalah
dengan meningkatnya motivasi kerja, antusiasme, komitmen, kepuasan kerja,
2.1.2.2 Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Dari hasil penelitiannya, Devanna dan Tichy dalam (Luthans : 2001)
mengemukakan beberapa karakteristik dari pemimpin transformasional yang
efektif, antara lain :
1. Mereka mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai agen perubahan.
2. Mereka mendorong keberanian dan pengambilan resiko.
3. Mereka percaya pada orang-orang.
4. Mereka dilandasi oleh nilai-nilai.
5. Mereka adalah seorang pembelajar sepanjang hidup (lifelongs learners).
6. Mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi kompleksitas, ambiguitas,
dan ketidakpastian.
7. Mereka juga adalah seorang pemimpin yang visioner.
Berhasil atau tidaknya sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh
kepemimpinan, karena pemimpin bertanggungjawab atas kegagalan pelaksanaan
pekerjaan, sebaliknya kesuksesan dalam memimpin sebuah organisasi merupakan
keberhasilan seseorang mempengaruhi orang lain untuk menggerakkan atau
menjalankan visinya, selain itu adanya koordinasi atau kerjasama yang baik antara
pimpinan dan bawahannya. Pernyataan tersebut sebagaimana diuraikan oleh
(Wahjosumidjo, 2001:172) kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan
motivasi karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada
kewibawaan, selain itu bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap
Berdasarkan uraian tersebut, maka kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi pengikutnya guna mencapai tujuan organisasi, oleh sebab itu
setiap pemimpin memiliki gaya (style) yang berbeda-beda dalam memimpin
perusahaan. Salah satu gaya kepemimpinan yang dibahas dalam penelitian ini
adalah gaya kepemimpinan transformasional. Berdasarkan uraian tersebut, maka
kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi pengikutnya guna mencapai
tujuan organisasi, oleh sebab itu setiap pemimpin memiliki gaya (style) yang
berbeda-beda dalam memimpin perusahaan. Salah satu gaya kepemimpinan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan tranformasional yaitu pemimpin yang mencurahkan perhatiannya
pada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para pengikutnya dan
kebutuhanpengembangan diri masing-masing pengikutnya dengan cara
memberikan semangat dan dorongan untuk mencapai tujuannya.
2.1.2.3 Faktor-faktor Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional peduli dengan perbaikan kinerja
pengikut, dan mengembangkan pengikut ke potensi maksimal mereka. Orang
yang menampilkan kepemimpinan transformasional sering sekali memiliki
kumpulan nilai serta prinsip internal yang kuat. Mereka efektif dalam memotivasi
pengikut untuk bertindak dalam cara yang mendukung kepentingan yang lebih
besar, daripada kepentingan mereka sendiri. Menurut Northouse dalam Jandaghi
et al,. (2009) ada beberapa faktor dalam kepemimpinan transformasional, yaitu :
a. Pengaruh Ideal
Pengaruh ideal mendeskripsikan pemimpin yang bertindak sebagai teladan
yang kuat bagi pengikut. Pengikut menghubungkan dirinya dengan pemimpin
ini dan sangat ingin menirukan mereka. Pemimpin ini biasanya memiliki
standar yang sangat tinggi akan moral dan perilaku yang etis, serta bisa
diandalkan untuk melakukan hal yang benar. Meraka sangat dihargai oleh
pengikut yang biasanya sangat percaya kepada mereka. Mereka memberi
pengikut visi dan pemahaman akan misi. Faktor ideal diukur dengan dua
komponen: komponen pengakuan yang merujuk pada pengakuan pengikut
kepada pemimpin yang didasarkan pada persepsi yang mereka miliki atas
pemimpin mereka, dan komponen perilaku yang merujuk pada observasi
pengikut akan perilaku pemimpin.
b. Motivasi yang Menginspirasi
Faktor ini menggambarkan pemimpin yang mengkomunikasikan harapan
tinggi pada pengikut, menginspirasi mereka lewat motivasi untuk menjadi
setia pada, dan menjadi bagian dari visi bersama dalam organisasi. Pada
praktiknya, pemimpin menggunakan symbol dan daya tarik emosional guna
memfokuskan upaya anggota kelompok, guna mencapai lebih daripada apa
yang akan mereka lakukan untuk kepentingan pribadi mereka. Semangat tim
ditingkat oleh jenis kepemimpinan inti. Contoh dari faktor ini bisa saja
seorang manajer penjualan yang memotivasi anggota tenaga penjual untuk
hebat dalam pekerjaan mereka. Mereka melakukannya lewat kata-kata yang
mengkomunikasikan peran penting yang mereka mainkan dalam pertumbuhan
perusahaan di masa depan.
c. Rangsangan Intelektual
Hal itu mencakup kepemimpinan yang merangsang pengikut untuk bersikap
kreatif dan inovatif serta merangsang keyakinan dan nilai mereka sendiri,
seperti juga nilai dan keyakinan pemimpin serta organisasi. Jenis
kepemimpinan ini mendukung pengikut ketika mencoba pendekatan baru dan
mengembangkan cara inovatif untuk menghadapi masalah organisasi. Hal itu
mendorong karyawan untuk memikirkan hal-hal secara mandirii dan terlibat
dalam pengambilan keputusan yang hati-hati. Suatu contoh dari jenis
kepemimpinan ini adalah manajer pabrik yang mengingkatkanupaya setiap
pekerja untuk mengembangkan cara unik, guna memecahkan masalah yang
telah menyebabkan kemerosotan dalam produksi.
d. Pertimbangan yang Diadaptasi
Faktor ini mewakili pemimpin yang memberikan iklim yang mendukung,
dimana mereka mendengarkan dengan seksama kebutuhan masing-masing
pengikut. Pemimpin bertindak sebagai pelatih dan penasihat, sambil mencoba
untuk membantu pengikut untuk benar-benar mewujudkan apa yang
diinginkan. Pemimpin ini mungkin menggunakan delegasi untuk membantu
pengikut tumbuh lewat tantangan pribadi. Sebagai contohnya seorang manajer
yang meluangkan waktu untuk memperlakukan setiap karyawan, dalam cara
yang unik dan peduli. Untuk sejumlah karyawan, pemimpin ini bisa memberi
tertentu dengan tingkatan struktur yang tinggi. Intinya kepemimpinan
transformasional memiliki dampak besar dan menghasilkan kinerja yang lebih
daripada yang diharapkan.
Gambar 2.3 Faktor-faktor Kepemimpinan Transformasional
Di dalam tahap pengembangan yang ada, pendekatan transformasional
memiliki sejumlah kekukatan (Northouse, 2013:189) yaitu :
1. Kepemimpinan transformasional telah secara luas diteliti dari banyak
perspektif berbeda, termasuk serangkaian penelitian kualitatif tentang
pemimpin dan CEO yang unggul di perusahaan besar yang terkenal.
2. Kepemimpinan transformasional memiliki daya tarik alami.
3. Kepemimpinan transformasional memperlakukan kepemimpinan sebagai
proses yang terjadi antara pengikut dan pemimpin. Motivasi yang
Menginspirasi Pengaruh Ideal
Rangsangan Intelektual
Pertimbangan yang Diadaptasi
4. Pendekatan transformasional memberi pandangan yang lebih luas tentang
kepemimpinan yang meningkatkan model kepemimpinan lain.
5. Kepemimpinan transformasional memberikan penekanan yang kuat pada
kebutuhan, nilai, dan moral pengikut.
2.1.3 Kecerdasan Emosional
2.1.3.1 Defenisi Kecerdasan Emosional
Dalam Sumiyarsih, dkk (2012) menjelaskan bahwa istilah kecerdasan
emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey
dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk
menerangkan kualitas-kualitas emo-sional yang tampaknya penting bagi
keberhasilan individu. Salovey danMayermendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain,
memilah–milah semuanya,dan menggunakan informasi ini untuk
mengembangkan pikiran dan tindakan. Definisi tersebut menjelaskan
bahwakecerdasan emosional berkaitan dengan pengarahan tindakan seseorang
dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Bar-On (Sumiyarsih dkk, 2012))
mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi,
emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi tututan dan tekanan lingkungan.
Individu perlu memiliki kecerdasan emosional karena kondisi emosional
dapat mempengaruhi pikiran, perkataan, maupun perilaku, termasuk dalam
mengetahui kondisi emosionalnya dan cara mengekspresikan emosinya secara
tepat sehingga emosinya dapat dikontrol dan memberikan banyak manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Banyak orang cerdas secara akademik tetapi kurang
mempunyai kecerdasan emosional, ternyata gagal dalam meraih kesuksesan di
tempat kerja. Kecerdasan emosional juga mampu menentukan potensi seseorang
untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis dan mendu-kung kinerja.
Menurut Goleman (Yanuarita, 2014:10), kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga
keselarasan emosi, dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Menurutnya
koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan social yang baik. Apabila
seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati orang lain atau dapat
berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan
lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan social serta lingkungannya.
Goleman juga mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuanlebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,
serta mengatur keadaan jiwa. Salovey dan Mayer dalam Naseer et al., (2011)
mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan untuk memonitor sendiri dan perasaan dan emosi orang
lain , untuk membedakan antara mereka dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan seseorang . model mereka termasuk fitur
Menurut Robbins dan Judge (2009, 335) Kecerdasan emosional
(emotional intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi serta
mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi emosional. Orang-orang yang
mengenal emosi-emosi mereka sendiri dan mampu dengan baik membaca emosi
orang lain dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka.
2.1.3.2 Kemampuan Utama Kecerdasan Emosional
Gardner dalam Yanuarita (2014:11-15) mendefenisikan kemampuan kecerdasan
emosional menjadi lima kemampuan utama, yaitu:
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, yakni kesadaran orang akan emosinya sendiri. Kesadaran
diri membuat seseorang lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran
tentang suasana hati, bila kurang waspada akan individu menjadi mudah larut
dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi.
Kesadaran diri tidak terbatas pada mengamati diri dan mengenali perasaan
akan tetapi juga menghimpun kosa kata untuk perasaan dan mengetahui hubungan
antara pikiran, perasaan, dan reaksi. Menurut Goleman kesadaran seseorang
terhadap titik lemah serta kemampuan pribadi seseorang juga merupakan bagaian
dari kesadaran diri. Kesadaran diri sangat penting dalam pembentukan konsep diri
yang positif. Konsep diri adalah pandangan pribadi terhadap diri sendiri, yang
1. Kesadaran emosi, yaitu tahu tentang bagaimana pengaruhnya emosi
terhadap kinerja, dan kemampuan menggunakan nilai-nilai untuk
memandu pembuatan keputusan.
2. Penilaian diri secara akurat, yaitu perasaan yang tulus tentang
kekuatan-kekuatan dan batas-batas pribadi, visi yang jelas tentang mana yang perlu
diperbaiki, dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman orang lain.
3. Percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangai
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali
merupakan kunci menuju kesejahteran emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat
dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan. Kemampaun ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditumbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menek
c. Memotivasi Diri Sendiri
Motivasi merupakan suatu energy yang dapat menimbulkan tingkat
antusiasme dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam
diri individi itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik). Istilah motivasi mengacu pada sebab atau mengapa, suatu organsisme
Dalam motivasi terkandung adanya keinginan, dorongan, harapan, kebutuhan,
tujuan, sasaran, dan insentif. Hal tersebut dapat dijelaskan menjadi beberapa
komponen utama yaitu :
a. Kebutuhan : hal ini terjadi jika individu merasa ada ketidakseimbangan
antara apa yang ia miliki dan apa yang ia harapkan.
b. Dorongan : kekuatan internal untuk melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan yang timbul sebagai hasil dari kebutuhan
biologis,seperti kebutuhan makan dan minum. Kondisi seperti ini akan
memotivasi pelaku untuk mengulangi kebutuhan tersebut.
c. Tujuan : hal yang ingin dicapai seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan perilaku dalam hal ini perilaku belajar. Kekuatan mental
atau kekuatan motivasi belajar dapat diperkuat dan dikembangkan.
Selain itu yang berkaitan dengan motivasi adalah optimisme. Menurut
Goleman, optimisme seperti harapan memiliki pengharapan yang kuat bahwa
secara umum, segala sesuatu dalam kehidupan akan sukses kendati ditimpa
kemunduran dan frustasi. Dari titik pandang kecerdasan emosional, optimisme
merupakan sikap yang menyangga orang agar jangan sampai jatuh dalam
keputusasaan atau depresi saat menghadapi kesulitan, karena optimisme
membawa keberuntungan dalam kehidupan.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli, menunjukan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
yang mengisyaratkan apa kebutuhan orang lain. Sehingga lebih mampu menerima
sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan dan lebih mampu
mendengarkan orang lain. Seseorang yang mampu membaca orang lain juga
mempunyai kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya
sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, orang tersebut
mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
Makna empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain serta berpikir
dengan sudut pandang mereka, menghargai perbedaan persasaan orang mengenai
berbagai hal. Menurut Goleman kemampuan indera perasaan seseorang sebelumn
yang bersangkutan mengatakannya merupakan intisari empati. Empati memahami
cara-cara komunikasi yang dibangun di atas kecakapan-kecakapan yang lebih
mendasar, khususnya kesadaran diri (self awareness) dan kendali diri (self
control).
e. Keterampilan Sosial
Keterampilan social, adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan
baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi
dan jaringan social, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan untuk
mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah, meyelesaikan perselisihan untuk
bekerjasama dalam tim.
Kemampuan ini dimulai dengan mengelola emosi diri sendiri dan berlanjut
pada kemampuan menangani emosi orang lain. Menurut Goleman, menangani
emosi orang lain merupakan seni yang mantap untuk menjalin hubungan,
diri dan empati. Dengan kedua landasan tersebut, keterampilan berhubungan
dengan orang lain akan matang. Ini merupakan kecakapan social yang mendukung
keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain.
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Yanuarita (2014, 15) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
emosional :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu:
1. Segi Jasmani : faktor pisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan
kesehatan seseorang terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses
kecerdasan emosinya.
2. Segi Psikologis : mencakup di dalamnya pengalaman, perasaan,
kemampuan berpikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi
berlangsung. Faktor eksternal meliputi :
1. Stimulus itu sendiri : kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan
2. Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi : objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan
kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
2.1.3.4 Pendukung dan Penentang Kecerdasan Emosional
Robbin dan Judge (2009, 336-337) menjelaskan bahwa kecerdasan
emosional memiliki beberapa hal pendukung, yaitu :
1. Daya Tarik Intuitif
Terdapat banyak daya tarik intuitif pada konsep kecerdasan emosional.
Sebagian besar orang akan setuju bahwa adalah baik untuk memiliki
kecerdasan jalanan dan kecerdasan sosial. Orang-orang yang dapat mendeteksi
emosi orang lain, dan mengendalikan emosi mereka sendiri, dan menangani
interaksi sosial dengan baik akan mempunyai kaki yang kuat untuk berdiri di
dalam dunia bisnis, jadi pemikiran ini berlanjut.
2. Kecerdasan Emosional Meramalkan Kriteria yang Penting
Terdapat banyak bukti yang memperkuat bahwa kecerdasan emosional tingkat
tinggi memengaruhi kinerja seseorang menjadi lebih baik dalam pekerjaannya.
Sebuah penelitian lainnya menemukan bahwa kemampuan mengenali emosi
pada ekspresi pada wajah orang lain dan secara emosional dapat meramalkan
peringkat rekan kerja terhadap seberapa berharga orang-orang tersebut untuk
organisasi mereka. Akhirnya, penelitian mengidentifikasi bahwa secara
keseluruhan EI berhubungan secara moderat dengan kinerja pada pekerjaan.
3. EI Berbasis Biologis
Satu penelitian telah menunjukan bahwa orang-rang dengan kerusakan
pada bagian otak yang mengatur pemrosesan emosioanl mempunyai nilai yang
secara siginifikan lebih rendah pada ujian-ujian EI. Meskipun orang-orang
dengan kerusakan otak tersebut tidak mempunyai nilai yang rendah ada
ukuran-ukuran standar kecerdasan dibandingkan orang-orang yabg tidak
memiliki kerusakan otak yang sama, mereka tetap terganggu dengan
pengambilan keputusan normal. Hal ini menyatakan bahwa EI berbasis secara
neurologi dalam sedemikian rupa yang tidak berhubungan dengan
ukuran-ukuran standar kecerdasan, dan orang-orang yang menderita kerusakan
neurologi tersebut memiliki nilai lebih rendah pada EI dan membuat
keputusan yang lebih burur dibandingkan orang-orang yang lebih sehat dalam
hal ini.
Dalam Robbin dan Judge (2009, 336-337) juga menjelaskan bahwa
kecerdasan emosional juga memiliki beberapa hal yang menentangnya, yaitu :
1. EI adalah Sebuah Konsep yang Samar
2. EI Tidak Dapat Diukur
2.1.4 Kepuasan Kerja
2.1.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Davis menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan
menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan
pekerjaannya maupun kondisi dirinya (Mangkunegara, 2001:34).
Sementara Handoko (2005:75) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Menurut
Robbins (2001:17), “kepuasan kerja adalah suatu variabel bergantung
yang didelinisikan sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima “.
Tiffin dalam As’ad (2001:104) mengemukakan bahwa kepuasaan
kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya
sendiri, situasi kerja, kerjasama pimpinan dengan sesama karyawan.
Martoyo (2004:35) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan
emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara
nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan
tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang
bersangkutan. Balas jasa karyawan ini, baik berupa “finansial” maupun
yang “non finansial”.
Anoraga (2001:49) menegaskan bahwa kepuasan kerja adalah
itu sendiri, situasi kerja, hubungan antara atasan dengan bawahan dan
hubungan sesama karyawan.
2.1.4.2
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan KerjaMenurut Robbins (2001:17), faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah :
a.Kerja yang secara mental menantang.
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang
memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.
b. Ganjaran yang pantas.
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi
yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris
dengan pengharapan mereka,Bila upah dilihat sebagai adil yang
didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan
kepuasan.
c. Kondisi kerja yang mendukung.
Karyawan peduli akan lingkungan kerja yang baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas
yang balk. Studistudi menunjukkan bahwa karyawani lebih menyukai
cahaya, keributan, dan faktor-faktor lingkungan lain seharusnya tidak
ekstrim.
d. Rekan sekerja yang mendukung.
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau
prestasi yang berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh
karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang
ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan penelitian ini. Kegunaannya untuk mengetahui hasil yang telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu, sebagai berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
2 I Gede Yogi (3,901) > t-tabel (1,6551) dan
Intelligence (X1) Business
Consultants (Y)
memberikan
Intelligence (X1) Team Performance kinerja tim yang sejalan dengan
Kepuasan Kerja (Y)
2.3 Kerangka Konseptual
Kepemimimpinan Transformasional merupakan proses dimana orang
terlibat dengan orang lain dan menciptakan hubungan yang meningkatkan
motivasi dan moralitas dalam diri pemimpin dan pengikut. Yang memiliki
perhatian pada kebutuhan dan motif pengikut, serta mencoba membantu pengikut
mencapai potensi terbaiknya (Northouse, 2013:176).
Hal-hal tersebut sangat diperlukan oleh seorang pemimpin perusahaan
dalam menjalankan perusahaan dan memimpin bawahannya. Pemimpinan yang
memiliki sifat transformasional akan memberikan arahan dan
memotivasibawahannya untuk melalukan pekerjaan dengan baik. Sehingga dapat
lebih berupaya dalam mencapai keberhasilan usaha.
Berdasarkan penelitian oleh Anggreini,Santosa (2009) menjelaskan bahwa
gaya kepemimpinan transformasional menunjukkan adanya pengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja. Pinos et al (2006) juga berpendapat bahwa
gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang positif terhadap
kinerja karyawan dalam mencapai kepuasan kerja. Sehingga apabila kinerja
karyawan dapat berjalan dengan maksimal, maka perusahaan dapat mencapai
keberhasilannya.
Goleman dalam (Yanuarita, 2014:10) mendefinisikan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan
inteligensi, menjaga keselarasan emosi, dan pengungkapannya melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
Kecerdasan emosional sangat diperlukan dalam mencapai kepuasan kerja
karyawan.Goleman dalam Yanuarita (2014:11-15) menyatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah seseorang yang mampu menangani dan mengelola perasaannya.
Sehingga di dalam dunia usaha suatu individu yang dapat mengelola dan
menangani perasaannya saat menjalankan usaha akan dapat berpengaruh dengan
baik terhadap performa individu tersebut dalam menjalankan usahanya. Dan juga
bagi setiap individu yang memiliki kecerdasan emosional dalam menjalankan
usaha, akan menumbuhkan motivasi diri untuk bekerja dengan baik dalam
mencapai keberhasilannya (Yanuarita, 2014)
Dalam penelitian Subudi (2015) dinyatakan bahwa kecerdasan emosional
wirausaha berpengaruh positif dan signikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Penelitian tersebut juga didukung oleh Naseer, et al (2011) bahwa kecerdasan
emosional memiliki dampak yang positif terhadap kinerja tim dalam mencapai
kepuasan kerja. Dalam penelitian Anggreini (2009) menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
dalam mencapai kepuasan kerja. Dengan kata lain semakin baik kepemimpinan
transformasional dan kecerdasan emosional maka dapat meningkatkan kinerja
karyawan. Sehingga dari peningkatan kinerja karyawan tersebut perusahaan dapat
mencapai kepuasan kerja dari perusahaan tersebut.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa gaya kepemimpinan
transformasional dan kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang positif dalam
mencapai kepuasan kerja. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
sumber:Anggreini,Santosa (2009), Pinos et al(2006), Subudi (2015), Naseer et al
(2011)
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
Gaya kepemimpinan transformasional dan kecerdasan emosional memiliki
pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan Goedang Coffee Medan. Gaya Kepemimpinan
Transformasional
X1
Kecerdasan Emosional
X2
Kepuasan Kerja