• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Khan (dalam Schaufeli, 2012) menyatakan work engagement dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Khan (dalam Schaufeli, 2012) menyatakan work engagement dalam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Work Engagement

2.1.1 Definisi Work Engagement

Khan (dalam Schaufeli, 2012) menyatakan work engagement dalam pekerjaan di konsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional di dalam bekerja. Schaufeli, dkk (dalam Konermann, 2010) mengatakan bahwa keterlibatan kerja sebagai pekerjaan, memiliki pemikiran yang positif di tandai dengan semangat dedikasi dan penyerapan. Hewitt (dalam Schaufeli, 2012) mendefinisikan employee work engagement sebagai sikap positif pegawai dan perusahaan (komitmen, keterlibatan dan keterikatan) terhadap nilai-nilai budaya dan pencapaian keberhasilan perusahaan.

Hewitt (dalam Sridevi, 2010) menyatakan karyawan yang memiliki work engagement mendemonstrasikan 3 perilaku umum, yaitu: (a) Berbicara (Say) secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial dan juga kepada pelanggan. (b) Bertahan (Stay) Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain. (c) Berjuang (Strive) Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi.

(2)

Schmidt (dalam Mujiasih & Ratnaningsih, 2012) mengartikan work engagement sebagai gabungan antarakepuasan dan komitmen, dan kepuasan tersebut lebih mengacu kepada elemen emosional atau sikap, sedangkan komitmen lebih melibatkan pada elemen motivasi dan fisik. Meskipun kepuasan dan komitmen adalah dua elemen kunci, secara individu mereka tidak cukup untuk menjamin work engagement, terdapat tema berulang yang menunjukkan work engagement yang melibatkan pekerja yaitu “going extra mile” (akan bekerja ekstra) dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yangbiasanya diharapkan (dalam Mujiasih& Ratnaningsih, 2012)

Sedangkan menurut Gallup (dalam Sridevi, 2010) mendefinisikan Work engagement adalah ketika seorang karyawan memiliki antusiasme di dalam bekerja. Menurut Harter dkk. (dalam Wulandari, 2011) mendefinisikan employee engagement sebagai keterlibatan individual dan kepuasannya sebagai wujud antusiasme kerja. Robinson, dkk (dalam Sridevi, 2010) menyatakan keterlibatan karyawan sebagai “sikap positif yang dimiliki karyawan terhadap organisasi dan nilainya seorang karyawan”.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian teori beberapa di atas bahwa work engagement merupakan sikap dan perilaku karyawan dalam bekerja dengan mengekspresikan dirinya secara total baik secara fisik, kognitif, afektif dan emosional. Karyawan menemukan arti dalam bekerja, kebanggaan telah menjadi bagian dari organisasi tempat ia bekerja, bekerja untuk mencapai visi dan misi keseluruhan sebuah organisasi. Karyawan akan bekerja ekstra dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang diharapkan baik dalam waktu dan energi.

(3)

2.1.2 Dimensi Work Engagement

Secara ringkas Schaufeli, dkk (dalam Chungtai & Buckley, 2008) menjelaskan dimensi atau komponen yang terdapat di dalam work engagement adalah : (a) Vigor, merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga kemauan untuk menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan. (b) Dedication, merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan tantangan. (c) Absorption, dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.

2.1.3 Ciri-Ciri Karyawan yang Memiliki Work Engagement

Didalam suatu perusahaan di temukan berbagai macam karakteristik karyawan, menurut Federman (dalam Mujiasih& Ratnaningsih, 2012) ada 4 ciri ciri karakteristik karyawan yang memiliki work engagement, yaitu: (a) Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada pekerjaan yang berikutnya. (b) Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri. (c) Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat sebuah lompatan dalam pekerjaan. (d) Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah laku yang dewasa.

(4)

2.1.4 Indikator Work Engagement

Menurut Gallup (dalam Nusatria, 2011) Employee engagement diukur dengan menggunakan 12 indikator yang dikembangkan oleh Gallup Inc,yaitu :

(a) Mengetahui apayang diharapkan dari1 pekerjaan; (b) Memiliki peralatan dan materi-materi yangdibutuhkan untukmengerjakan pekerjaandengan baik; (c) Memiliki kesempatandalam bekerja,untuk mengerjakan apa yangdikerjakan secara baik setiap hari; (d) Menerima penghargaan atau pujian karena mengerjakan pekerjaandengan baik; (e) Adanya kepedulian supervisor atau seseorang dalam lingkungan kerjadengan saya sebagai individu; (f) Adanya orang dalam lingkungan kerja mendorong perkembangan individu; (g) Pendapat didengar dalam lingkungan kerja; (h) Misi dantujuan perusahaan membuat pekerjaan nya penting; (i) Perasaan rekan sejawat atau rekan kerja memiliki untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas; (j) Mempunyai teman baik di lingkungan kerja; (k) Seseorang menanyakan/membicarakan tentang; (l) Memiliki keuntungan untuk belajar dan tumbuh dalam lingkungan kerja.

2.2 Motivasi

2.2.1 Teori Motivasi

Herzberg (dalam Hollyforde & Whiddett, 2003) menyatakan ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha menjauhkan diri dari ketidakpuasan dan mencapai kepuasan. Dua faktor itu adalah faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene (faktor ekstrinsik) memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah

hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan kerja, administrasi dan supervisi.

(5)

Faktor motivator (faktor intrinsik) adalah faktor yang memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achivement atau pencapaian yang berhubungan dengan kepuasan kerja, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, tanggung jawab dan penghargaan itu sendiri (Robbins &Judge, 2008) .

Motivasi berasal dari kata move yang artinya bergerak dan definisi motivasi masih sering diperdebatkan (Irianto, 2005). Diantaranya berbunyi : ”motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan atau mendorong seseorang atau kelompok orang, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Irianto, 2005). Salah satu unsur dari motivasi adalah motif (motif, alasan, atau sesuatu yang memotivasi). Motivasi dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu eksternal dan internal (Irianto, 2005)

Shadarae, dkk (dalam Manzoor,2011) Motivasi karyawan merupakan salah satu kebijakan dari manajer untuk meningkatkan kinerja karyawan di dalam organisasi. Seorang pegawai termotivasi apabila ia memiliki tujuan, dan dia harus mencapai tujuan tersebut.

Menurut I Gusti Ngurah Gorda (dalam Wardani, 2009) motivasi adalah serangkaian dorongan yang dirumuskan secara sengaja oleh pimpinan perusahaan yang ditunjukkan kepada karyawan agar mereka bersedia secara ikhlas melakukan perilaku tertentu yang berdampak kepada peningkatan kinerja dalam rangkaian pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kesimpulan dari motivasi adalah serangkaian dorongan yang dirumuskan secara sengaja oleh pimpinan perusahaan yang ditujukkan kepada karyawan agar mereka bersedia secara ikhlas melakukan perilaku tertentu yang berdampak kepada peningkatan kinerja dalam rangkaian pencapaian tujuan perusahaan yang telah

(6)

ditetapkan sebelumnya dan agar mendorong seorang karyawan agar melakukan sesuatu.

2.2.2 Jenis Motivasi

Ada dua jenis motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi (Santrock, 2003). Motivasi intrinsik adalah keinginan dari dalam diri untuk menjadi competen dan melakukan sesuatu demi usaha iru sendiri dan motivasi eksrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan penghargaan eskternal atau menghindari hukuman eksternal (Santrock, 2003). Jika anda bekerja keras di universitas karena ada suatu standar pribadi yang penting bagi anda maka disitu ada motivasi intrinsik. Namun apabila anda giat di universitas karena anda tahu bahwa anda akan di bayar dengan gaji yang tinggi ketika anda lulus, maka itulah motivasi eksrtinsik (Santrock, 2003).

Pullins, dkk (dalam Setyawan, 2005) menyatakan konsep motivasi dalam berbagai literatur seringkali ditekankan pada rangsangan yang muncul dari seseorang baik dari dalam diri (intrinsic motivation), maupun dari luar diri (extrinsic motivation). Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari institusi, sifat pekerjaan yang dilakukan, kemajuan dalam berkarir, serta pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Cooke (dalam Setyawan, 2005) menyatakan apabila para pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaannya, ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik atau yang bersumber dari luar, seperti kebijaksanaan organisasi, pelayanan administrasi, supervisi dari atasan, hubungan dengan teman sekerja, kondisi kerja, gaji yang diperoleh, dan ketenangan bekerja.

(7)

Dari sudut pandang motivational, penghargaan internal didapat oleh individu ketika mereka mempelajari (pengetahuan akan hasil), bahwa mereka sendiri (mengalami tangung jawab), telah bekerja dengan baik untuk suatu tugas yang mereka pedulikan (mengalami kepenuhan arti) (Robbins &Judge, 2008). Semakin tersedianya ketiga keadaan psikologis ini, semakin besar motivasi, kinerja dan kepuasan para karyawan, serta semakin rendah ketidakhadiran dan kecenderungan mereka untuk meninggalkan organisasi (Robbins &Judge, 2008). Menurut Gallup (dalam Nusatria, 2011) Employee engagement diukur dengan menggunakan 12 indikator yang dikembangkan oleh Gallup Inc salah satunya adalah memiliki kesempatan dalam bekerja, untuk mengerjakan apa yang dikerjakan secara baik setiap hari.

2.2.3 Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap prestasi dan semangat kerja

Hezberg (dalam Hong & Waheed, 2011) membedakan dua faktor yang mempengaruhi semangat para pekerja, yaitu hygiene factor dan motivation factors. Hygiene factor merupakan faktor-faktor ketidakpuasaan (dissatifaction), sedang motivation factors merupakan faktor-faktor sumber kepuasaan (satisfaction). Herzberg menekankan pada faktor-faktor sumber pencapaian prestasi, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kesempatan untuk berkembang. Bila semua itu dapat diperolehnya, maka akan diperoleh pula kepuasan.

Herzberg (dalam Astrini, 2012) yang termasuk motivator factors adalah (a) Keberhasilan (Achievement) Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari prestasi yang diraihnya Agar sesorang pegawai dapat berhasil dalam melakasanakan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai

(8)

hasil yang baik. Bila bawahan terlah berhasil mengerjakan pekerjaannya, pemimpin harus menyatakan keberhasilan itu (b) pengakuan/penghargaan (Recognition) Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan, pimpinan harus memberi pernyataan pengakuan trhadap keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu: Langsung menyatakan keberhasilan di tempat pekerjaannya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang lain (c) Pekerjaan itu sendiri (Work it self) Pimpinan membuat uasaha-usaha ril dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan usaha berusaha menghindar dari kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya

Dimensi berikutnya adalah (d) Tanggung jawab (Responsibility) Agar tanggung jawab benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pimpinan harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisispasi membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya (e) Pengembangan (Advencement) Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Faktor pengembangan ini benar-benar berfungsi sebagai motivator, maka pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. Bila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin member rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya, dikirim mengikuti pendidikan dan pelatihan lanjutan.

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang yang dikenal dengan teori hygiene factor. Menurut Herzberg (dalam Astrini, 2012), yang tergolong

(9)

sebagai hygiene factor antara lain ialah berikut (a) Kebijakan dan administrasi (Policy and administration) yang menjadi sorotan disini adalah kebijaksaan personalia. kantor personalia umumnya dibuat dalam bentuk tertulis. Biasanya yang dibuat dalam bentuk tertulis adalah baik, karena itu yang utama adalah bagaimana pelaksanaan dalam praktek. Pelaksanaan kebijakasanaan dilakukan masing masing manajer yang bersangkutan. Dalam hal ini supaya mereka berbuat seadil-adilnya (b) Supervisi (Quality supervisor) dengan technical supervisor yang menimbulkan kekecewaan dimaksud adanya kurang mampu dipihak atasan, bagaimana caranya mensupervisi dari segi teknis pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya atau atasan mempunyai kecakapan teknis yang lbih rendah dari yang diperlukan dari kedudukannya. Untuk mengatasi hal ini para pimpinan harus berusaha memperbaiki dirinya dengan jalan mengikuti pelatihan dan pendidikan.

(e) Hubungan antar prbadi (Interpersonal relation) inteprsonal relation menunjukkan hubungan perseorangan antara bawahan dengan atasannya, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak dapat bergaul dengan atsannya. Agar tidak menimbulkan kekecewaaan pegawai, maka minimal ada tiga kecakapan harus dimiliki setiap atasan yakni: a. Technical skill (kecakapan terknis). Kecakapan ini sangat bagi pimpinan tingkat terbawah dan tingkat menengah, ini meliputi kecakapan menggunakan metode dan proses pada umumnya berhubungan dengan kemampuan menggunakan alat b. Human skill (kecakapan konsektual) adalah kemampuan untuk bekerja didalam atau dengan kelompok, sehinnga dapat membangun kerjasama dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan c. Conseptual skill (kecakapan konseptual) adalah kemampuan memahami kerumitan organisasi sehingga dalam berbagai tindakan yang diambil tekanan selalu dalam uasaha merealisasikan tujuan organisasi keseluruhan (d) Kondisi kerja (working condition) Masing-masing manejer dapat

(10)

berperan dalam berbagai hal agar keadaan masing-masing bawahannya menjadi lebih sesuai. Misalnya ruangan khusus bagi unitnya, penerangan, perabotan suhu udara dan kondsi fisik lainnya. Menurut Hezberg seandainya kondisi lingkungan yang baik dapat tercipta, prestasi yang tinggi dapat tercipta, prestasi tinggi dapat dihasilkan melaluikosentrasi pada kebutuhan-kebutuhan ego dan perwujudan diri yang lebih tinggi (e) Gaji (wages) pada umumnya masing-masing manajer tidak dapat menentukan sendiri skala gaji yang berlaku didalam unitnya. Namun demikian masing-masing manajer mempunyai kewajiban menilai apakah jabatan-jabatan dibawah pengawasannya mendapat kompensasi sesuai pekerjaan yang mereka lakukan. Para manajer harus berusaha untuk mengetahui bagaimana jabatan didalam kantor diklasifikasikan dan elemen-elemen apa saja yang menentukan pengklasidikasian itu

Kondisi lingkungan melingkungi, pekerjaan seperti berkualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijakan perusahaan, kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan oleh Hezberg sebagai faktor-faktor hygiene (hygine factors). Ketika factor-faktor-faktor tersebut memadai, orang orang akan merasa puas (Robbins&Judge, 2008), dengan kata lain faktor hygiene harus terpenuhi terlebih dahulu agar karyawan menjadi termotivasi dalam bekerja.

2.3 Kerangka Berfikir dan Hipotesis

Melakukan pekerjaan dengan baik dan benar merupakan suatu kewajiban karyawan, namun pada faktanya tidak semua karyawan melakukan pekerjaan dengan baik. Karyawan yang dapat melakukan tugasnya dengan baik, mengerjakan pekerjaan dengan tangung jawab dan memiliki komitmen terhadap pekerjaan nya merupakan karyawan yang memiliki work engagement. Pada fenomena yang terjadi karyawan PT. X memiliki kadar work engagement yang berbeda beda, namun di sisi

(11)

lain mereka harus mengerjakan tugas mereka dengan baik. Penulis memprediksi yang mendorong seorang karyawan dalam bekerja adalah motivasi. Maka pentingnya memotivasi karyawan agar memiliki rasa work engagement agar karyawan dapat memiliki kinerja dan kontribusi yang besar bagi perusahaan.

Berikut terpapar diagram singkat maupun penjelasan deskriptif mengenai proses kerangka berpikir.

Gambar 2.1 Kerangka berfikir

Motivasi karyawan PT. X Motivasi Intrinsik Motivasi Entrinsik Work Engagement karyawan PT. X

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional Studi yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian musculoskeletal disorders pada

Terdapat hubungan yang signifikan konsentrasi dengan hasil penalty stroke pada permainan hoki field, bahwa korelasi antara konsenrasi dengan penalty stroke

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa LKS yang telah dikembangkan memiliki beberapa kelebihan yaitu: (a) LKS yang dikembangkan adalah LKS eksperimen

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga