• Tidak ada hasil yang ditemukan

BPSL BLOK BUKU PANDUAN SKILLS LAB PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III (ILMU BEDAH MULUT) SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK NAMA NIM KLP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BPSL BLOK BUKU PANDUAN SKILLS LAB PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III (ILMU BEDAH MULUT) SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK NAMA NIM KLP"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

BPSL

BUKU PANDUAN SKILLS LAB

PEMULIHAN SISTEM

STOMATOGNATIK III

(ILMU BEDAH MULUT)

SEMESTER VI

TAHUN AKADEMIK 2013-2014

BLOK 3.6.11

NAMA

KLP

NIM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

BUKU PANDUAN SKILLS LAB

BLOK 3.6.11

PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III

(ILMU BEDAH MULUT)

SEMESTER VI

TAHUN AKADEMIK 2013-2014

Penyusun :

Tim SL Blok 3.6.11

Editing :

Sekretariat Blok

Desain & Layout :

Tim Sekretariat Blok

Cetakan : Februari, 2014

PSPDG FK UB

(3)

ORGANISASI MATERI ANESTESI LOKAL

Persiapan alat dan bahan

Persiapan penderita

Prosedur umum anestesi lokal

Melakukan teknik anestesi lokal

di rahang atas

di rahang bawah

Mengevaluasi hasil anestesi lokal

yang telah dilakukan

(4)

KRITERIA PENILAIAN

Kriteria penilaian diberikan dengan pedoman sebagai berikut:

Nilai huruf Nilai mutu Rentang skor A 4 75 - 100 B+ 3,5 70 – 74,99 B 3 65 – 69,99 C+ 2,5 60 – 64,99 C 2 55 – 59,99 D 1 40 – 54,99 E 0 1 – 39,99 Nilai batas lulus adalah B+

Kriteria yang dinilai

Afektif = 10% Kognitif = 15%

Psikomotor = 75% Keterangan:

Afektif : disiplin pakaian, presensi, kebersihan dan sopan santun Kognitif : pemahaman teori tentang anestesi lokal di rongga mulut Psikomotor : keterampilan melakukan prosedur anestesi lokal, aspek yang

dinilai adalah: persiapan alat dan bahan untuk anestesi lokal, persiapan penderita sebelum tindakan anestesi lokal, prosedur umum anestesi lokal, teknik anestesi lokal di rahang atas, teknik anestesi lokal di rahang bawah.

(5)

BORANG PENILAIAN ANESTESI LOKAL

No Aspek yang dinilai Rincian aspek yang dinilai Nilai

A Persiapan alat dan bahan untuk anestesi lokal

1. Semua peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk anestesi lokal telah dipersiapkan dengan lengkap

B Prosedur umum

anestesi lokal 2. memanipulasi dengan baik spuit injeksi di dalam pembungkusnya sebelum digunakan 3. memanipulasi dengan baik dan mampu

mematahkan leher ampul cairan anestesi lokal yang akan digunakan

4. mengisi spuit dengan cairan anestesi lokal dan memanipulasi dengan baik cairan anestesi lokal di dalam spuit injeksi

5. mengeringkan dan mengulasi daerah kerja dengan cairan antiseptik

6. melakukan tusukan jarum dengan cara yang benar (arah bevel jarum dan aspirasi sebelum injeksi)

C Teknik anestesi lokal di rahang atas

7. menyebutkan dengan benar struktur anatomi dan persarafan sensorik yang harus dianestesi 8. menyebutkan dengan benar teknik anestesi lokal

yang diperlukan pada rencana perawatan 9. melakukan teknik anestesi lokal dengan benar

sesuai jenis perawatan yang akan dilakukan 10. mengevaluasi keberhasilan teknik anestesi lokal

yang telah dilakukan D Teknik anestesi

lokal di rahang bawah

11. menyebutkan dengan benar struktur anatomi dan persarafan sensorik yang harus dianestesi 12. menyebutkan dengan benar teknik anestesi lokal

yang diperlukan pada rencana perawatan 13. melakukan teknik anestesi lokal dengan benar

sesuai jenis perawatan yang akan dilakukan 14. mengevaluasi keberhasilan teknik anestesi lokal

yang telah dilakukan Catatan:

1. tidak dapat menjelaskan atau tidak melakukan: nilai 0

2. dapat menjelaskan atau dapat melakukan tidak dengan benar atau tidak lengkap : nilai 1 3. melakukan dengan benar: nilai 2

(6)

ANESTESI LOKAL DI RONGGA MULUT ALAT DAN BAHAN

Alat-alat (gambar 1): 1. kaca mulut 2. pinset dental 3. sonde 4. cotton stick

5. disposable injection syringe (semprit injeksi) 6. sarung tangan

Bahan-bahan (gambar 1):

1. larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)

2. larutan anestesi lokal (lidocaine 2% dengan adrenaline 1:80.000) dalam ampul 2 cc

Gambar 1. Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan pada prosedur anestesi lokal di rongga mulut: neer bekken yang berisi kaca mulut, pinset, sonde dan cotton stick, sepasang sarung tangan, botol yang berisi bahan antiseptic, disposable syringe, ampul yang berisi larutan anestesi lokal

PERSIAPAN PENDERITA dan PROSEDUR UMUM ANESTESI LOKAL

PERSIAPAN PENDERITA

1. Pastikan bahwa penderita sudah makan, atau setidaknya tidak sedang merasa lapar, sebelum tindakan anestesi lokal

2. Dudukkan penderita pada posisi semi supine, pada posisi demikian penderita akan merasa lebih nyaman, prosedur anestesi lebih mudah dilakukan, dan kemungkinan terjadinya vasovagalsyncope dapat dikurangi (gambar 2).

(7)

Gambar 2. Penderita didudukkan pada posisi semi supine selama prosedur anestesi lokal

PROSEDUR UMUM ANESTESI LOKAL

1. Ambil sebuah disposable syringe, pastikan hal-hal berikut ini:

a. Masih tersimpan pada pembungkus dan tidak terdapat cacat atau robekan b. Periksa tanggal kadaluwarsa

c. jarum pada barrel dieratkan terlebih dahulu sebelum membuka pembungkusnya dengan memutar hub searah jarum jam, kemudian handle pada syringe didorong sehingga plunger menyentuh ujung barrel, baru kemudian pembungkus syringe dibuka (gambar 3)

2. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, periksa keterangan pada dinding ampul yang mencantumkan: kandungan, konsentrasi, dan volume larutan anestesi lokal, kandungan dan konsentrasi bahan vasokonstriktor, dan tanggal kadaluarsa cairan anestesi lokal tersebut (gambar 4)

Gambar 3. Cara membuka disposable syringe

Jarum pada barrel dieratkan terlebih dahulu sebelum membuka pembungkusnya dengan memutar hub searah jarum jam (kiri), kemudian handle pada syringe didorong sehingga plunger menyentuh ujung barrel (tengah), baru kemudian pembungkus syringe dibuka (kanan)

(8)

Gambar 4. Cara membuka ampul. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, sebelum membukanya periksa terlebih dulu apakah seluruh cairan berada di bawah leher ampul, apabila ada cairan yang masih berada di atas leher ampul (kiri) lakukan ketukan pada dinding ampul dengan jari tangan (tengah) atau putar ampul dengan gerakan sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul (kanan)

3. Sebelum mematahkan leher ampul pastikan bahwa seluruh cairan berada di bawah leher ampul, apabila ada cairan yang masih berada di atas leher ampul lakukan ketukan pada dinding ampul dengan jari tangan atau putar ampul dengan gerakan sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul (gambar 4) 4. Leher ampul dipatahkan, lalu penutup jarum pada disposable syringe dibuka,

kemudian larutan anestesi lokal di dalam ampul tersebut dihisap dengan jarum injeksi sampai seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel tanpa ujung jarum menyentuh dinding ampul (gambar 4)

5. Setelah semua cairan telah terhisap ke dalam barrel penutup jarum dipasang kembali dengan hati-hati jangan sampai ujung jarum menyentuh penutupnya, kemudian diperiksa apakah ada gelembung udara di dalam cairan di dalam barrel tersebut, apabilaterdapat gelembung udara dilakukan ketukan pada dinding barrel sampai semua gelembung udara keluar dari cairan yang ada kemudian dorong handle sampai terlihat ada cairan yang keluar dari ujung jarum (gambar 5)

(9)

Gambar5. Ampul dipatahkan pada bagian lehernya (a & b), larutan anestesi lokal di dalam ampul tersebut dihisap dengan jarum sampai seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel tanpa ujung jarum menyentuh dinding ampul(c), kemudian handle pada syringe ditarik perlahan-lahan dan dinding barrel diketuk-ketuk untuk mengeluarkan gelembung udara di dalam cairan (d), handle kemudian didorong dengan perlahan-lahan sampai cairan anestesi mengisi seluruh barrel dan terlihat ada tetesan cairan keluar dari ujung jarum (e) ---

Gambar 6. Daerah tempat tusukan jarum dikeringkan dengan kasa steril lalu diulasi dengan cairan antiseptik menggunakan cotton stick (kiri), ujung jarum ditusukkan pada mukosa dengan perlahan-lahan, perlu diperhatikan bahwa bevel pada ujung jarum selalu menghadap ke arah tulang (kanan)

d

c

c

e

e

b

a

(10)

6. Keringkan daerah yang akan menjadi tempat tusukan jarum dengan kasa steril lalu ulasi daerah tersebut dengan cairan antiseptik secukupnya (gambar 6)

7. Jarum ditusukkan pada mukosa di daerah yang dituju secara perlahan-lahan, perlu diperhatikan bahwa bevel pada ujung jarum selalu menghadap ke arah tulang (gambar 6); sebelum cairan anestesi lokal diinjeksikan mutlak dilakukan aspirasi

(gambar 7); apabila terlihat darah masuk ke dalam barrel maka tariklah jarum keluar dari mukosa. Catatan: (1) Tempat insersi jarum dan kedalaman tusukan jarum pada mukosa disesuaikan dengan gigi yang akan dianestesi dan teknik anestesi yang digunakan; (2) Aspirasi adalah tindakan menarik sedikit handle pada syringe sesaat untuk mengetahui kemungkinan masuknya ujung jarum ke dalam pembuluh darah

Gambar7. Setelah ujung jarum sampai pada daerah sasaran maka sebelum cairan anestesi diinjeksikan harus dilakukan aspirasi terlebih dahulu dengan cara menarik handle selama beberapa saat (kiri), bila tidak ada darah yang masuk ke dalam barrel maka cairan anestesi diinjeksikan dengan cara mendorong handle perlahan-lahan menggunakan palmar manus (kanan)

8. Apabila pada aspirasi tidak terlihat terhisapnya darah maka injeksikan cairan anestesi lokal secara perlahan-lahan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul selama injeksi dan menghindari terjadinya toksisitas cairan anestesi lokal

9. Setelah injeksi cairan anestesi lokal selesai tariklah jarum dari daerah kerja secara perlahan-lahan dan bertahap untuk mencegah timbulnya perdarahan di tempat tusukan jarum, efek anestesi mulai terasa beberapa detik sampai beberapa menit setelah injeksi, pada umumnya efek anestesi lokal sudah tercapai dalam waktu 5 menit

(11)

TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG ATAS

Infiltrasi Lokal pada Membran Mukosa (submucosal injection)

1. saraf yang teranestesi: ujung cabang saraf terminal

2. daerah yang teranestesi: terbatas pada tempat di mana larutan anestesi lokal diinjeksikan

3. pedoman anatomis: tidak ada pedoman khusus karena cairan anestesi diinjeksikan langsung pada tempat yang dituju

4. indikasi: untuk menganestesi membran mukosa dan jaringan submukosa pada daerah yang akan dilakukan tindakan, misalnya: pada insisi mukosa atau gingivektomi

5. teknik: jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan (gambar 8)

6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Gambar 8. Infiltrasi lokal dengan teknik submucosal injection pada mukosa bukal rahang atas. Jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan

Field Block (paraperiosteal injection)

1. saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik

2. daerah yang teranestesi: pulpa gigi rahang atas yang bersangkutan, ligamen periodontal, tulang alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial atau bukal dari gigi tersebut

3. pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang akarnya, tulang alveolaris,mucolabial fold atau mucobuccal fold gigi yang bersangkutan 4. indikasi:

a. untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang atas misalnya: sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau ekstirpasi jaringan pulpa

(12)

b. untuk pencabutan sebuah gigi di rahang atas, dalam hal ini perlu ditambahkan anestesi pada mukosa palatal

5. teknik:

a. jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial atau mucobuccal fold dari gigi yang bersangkutan, jarum diinsersikan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang setinggi apeks gigi yang bersangkutan, jarum ditarik sedikit kemudian dilakukan aspirasi, bila tidak ada darah yang masuk ke dalam barrel cairan anestesi lokal diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml dengan perlahan-lahan (gambar 9a)

b. khusus untuk gigi molar pertama rahang atas tusukan jarum dan injeksi cairan anestesi dilakukan dua kali yakni pada mucobuccal fold apeks gigi premolar kedua dan apeks mesiobukal gigi molar kedua rahang atas (gambar 9b) c. khusus untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas, penderita diminta

untuk sedikit menutup mulutnya dan pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum dapat dilakukan semaksimal mungkin ke arah medial pada mucobuccal fold apeks gigi molar kedua rahang atas (gambar 9c)

6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Gambar 9a. Field Block dengan teknik paraperiosteal injection pada gigi insisif sentral rahang atas kanan (atas) dan gigi premolar pertama rahang atas kanan (bawah); jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial fold atau mucobuccal fold dengan arah jarum membentuk sudut sedemikian rupa sehingga ujung jarum akan menyentuh tulang setinggi apeks akar gigi yang bersangkutan.

(13)

Gambar 9b. Field block untuk menganestesi gigi molar pertama rahang atas kanan; injeksi dilakukan dua kali yaitu pada mucobuccal fold apeks gigi premolar kedua rahang atas kanan (kiri) dan mucobuccal fold apeks gigi molar kedua rahang atas kanan (kanan);

Gambar 9c. Field block untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas kanan; penderita diminta untuk sedikit menutup mulutnya dan pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum dapat dilakukan semaksimal mungkin ke arah medial pada mucobuccal fold apeks gigi molar kedua rahang atas (kanan)

Nasopalatine Nerve Block

1. Saraf yang teranestesi: nervus nasopalatinus yang keluar dari foramen incisivus 2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum sepertiga anterior palatum durum dan

mukosa palatal gigi-gigi anterior rahang atas

3. Pedoman anatomis: gigi insisif sentral rahang atas dan papilla incisivus

4. indikasi: untuk menganestesi mukosa sepertiga anterior palatum durum di antara kedua kaninus rahang atas, misalnya: pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang atas

5. Teknik: jarum ditusukkan pada batas lateral papilla incisivus sedalam kira-kira 5 mm, kemudian cairan anestesi diinjeksikan sekitar 0,25 ml dengan perlahan-lahan (gambar 10)

6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian anterior apabila dirasakan dengan lidah

(14)

Gambar 10. jarum ditusukkan pada batas lateral papilla incisivus sedalam kira-kira 5 mm, kemudian cairan anestesi diinjeksikan sekitar 0,25 ml dengan perlahan-lahan Anterior Palatine Nerve Block

1. Saraf yang teranestesi: nervus palatina anterior atau nervus palatinus majus yang keluar dari foramen palatinus majus

2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum dan mukosa palatal duapertiga posterior palatum durum, mulai dari pertengahan kaninus atas sampai dengan batas posterior palatum durum

3. Pedoman anatomis: gigi molar kedua dan ketiga rahang atas, gingival marginalis bagian palatal dari molar kedua dan ketiga, garis median palatum durum

4. Indikasi: untuk menganestesi mukosa duapertiga posterior palatum durum misalnya: pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang atas

5. Teknik: jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen palatinus majus yang secara klinis terletak di antara gigi molar kedua dan ketiga rahang atas sejauh kira-kira 10 mm dari gingival marginal bagian palatal gigi tersebut, kemudian injeksikan cairan anestesi sebanyak 0,25 sampai 0.5 ml dengan perlahan-lahan. (gambar 11) 6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian posterior apabila

dirasakan dengan lidah

Gambar 11. jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen palatinus majus terletak di antara gigi molar kedua dan ketiga rahang atas sejauh kira-kira 10 mm dari gingival marginal bagian palatal gigi tersebut, kemudian injeksikan cairan anestesi sebanyak 0,25 sampai 0.5 ml dengan perlahan-lahan

(15)

TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG BAWAH

Infiltrasi Lokal pada Membran Mukosa (submucosal injection)

1. saraf yang teranestesi: ujung cabang saraf terminal

2. daerah yang teranestesi: terbatas pada tempat di mana larutan anestesi lokal diinjeksikan

3. pedoman anatomis: tidak ada pedoman khusus karena cairan anestesi diinjeksikan langsung pada tempat yang dituju

4. indikasi: untuk menganestesi membran mukosa dan jaringan submukosa pada daerah yang akan dilakukan tindakan, misalnya:

a. pada insisi mukosa, gingivektomi, atau eksisi lesi pada jaringan lunak

b. untuk menganestesi gingiva sisi lingual pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang bawah untuk menganestesi gingival sisi bukal pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang bawah

5. teknik: jarum ditusukkan pada membran mukosa sampai sedalam jaringan submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan (gambar 12) 6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Gambar 12. Infiltrasi lokal dengan teknik submucosal injection pada mukosa bukal rahang bawah (kiri) dan mukosa alveolaris lingual rahang bawah (kanan), jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan dengan perlahan-lahan

Gambar13. Field Block dengan teknik paraperiosteal injection untuk gigi anterior rahang bawah. Ujung jarum ditusukkan pada cekungan terdalam mucolabial fold gigi insisif sentral rahang bawah kanan, arah jarum membentuk sudut sedemikian rupa sehingga ujung jarum akan menyentuh tulang setinggi apeks akar gigi tersebut

(16)

Field Block (paraperiosteal injection)

1. saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik

2. daerah yang teranestesi: pulpa gigi yang bersangkutan, ligamen periodontal, tulang alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial

3. pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang akarnya, tulang alveolaris,mucolabial fold gigi yang bersangkutan

4. indikasi:

a. untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang bawah anterior misalnya: sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau ekstirpasi jaringan pulpa

b. untuk pencabutan sebuah gigi anterior rahang bawah, dalam hal ini perlu ditambahkan infiltrasi lokal pada mukosa alveolaris sisi lingual untuk menganestesi gingiva bagian lingual gigi tersebut

5. teknik: jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial fold, kemudian jarum diinsersikan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang setinggi apeks gigi yang bersangkutan, jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian cairan anestesi lokal diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml dengan perlahan-lahan (gambar 13)

6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Inferior Alveolar Nerve Block

1. saraf yang teranestesi: nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu: rami dentalis, nervus mentalis dan nervus incisivus

2. daerah yang teranestesi: corpus mandibula dan bagian inferior ramus ascendens pada sisi yang dianestesi, seluruh gigi rahang bawah termasuk jaringan penyangga dan processus alveolaris pada sisi yang dianestesi, mukoperiosteum dan gingiva sisi bukal atau labial mulai dari foramen mentalis sampai dengan linea mediana, mukosa bibir bawah dan kulit dagu pada sisi yang dianestesi

3. pedoman anatomis: linea oblique externa, linea oblique interna, bagian anterior ramus ascendens, dan coronoid notch

4. indikasi: untuk menganestesi jaringan pulpa gigi-gigi posterior rahang bawah misalnya: sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau ekstirpasi jaringan pulpa

5. teknik (gambar 14):

a. penderita diminta untuk membuka mulut dengan lebar selama dilakukan prosedur anestesi lokal ini, pertama-tama dilakukan perabaan dengan jari telunjuk pada mucobuccal fold gigi-gigi molar rahang bawah, kemudian tulang ditelusuri sampai teraba linea oblique externa dan batas anterior ramus ascendens, dari situ ujung jari telunjuk digeser ke posterior sejauh kira-kira 10 mm untuk mendapatkan cekungan yang disebut dengan coronoid notch,

(17)

untuk tindakan pada sisi kiri perabaan di atas menggunakan ibu jari kiri (gambar 15); catatan: coronoid notch terletak pada garis horizontal yang sama dengan foramen mandibularis yang merupakan tempat sasaran prosedur anestesi ini

b. jarum diarahkan dari sisi berlawanan yakni antara premolar pertama dan kedua rahang bawah kontralateral dengan bevel menghadap kea rah tulang, kemudian jarum ditusukkan tepat di pertengahan ujung jari telunjuk tadi sampai ujung jarum menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-gigi posterior rahang bawah pada sisi yang sama, kemudian jarum dimasukkan ke arah posterior sejauh kira-kira 10 mm sambil menyusuri tulang linea oblique interna, kemudian syringe diubah lagi posisinya dengan arah kontralateral, langkah terakhir masukkan lagi jarum ke dalam jaringan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang

(18)

Gambar 14. Inferior alveolar nerve block pada sisi kanan. Jari telunjuk meraba coronoid notch (kiri atas); jarum ditusukkan pada pertengahan ujung jari telunjuk dari arah kontralateral sampai ujung jarum menyentuh tulang (tengah atas); jarum ditarik sedikit kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-gigi posterior rahang bawah pada sisi yang sama (kanan atas); jarum dimasukkan ke arah posterior sejauh kira-kira 10 mm sambil menyusuri tulang linea oblique interna (kiri bawah); kemudian syringe diubah lagi posisinya dari arah kontralateral (tengah bawah); langkah terakhir jarum dimasukkan lagi ke dalam jaringan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian cairan anestesi diinjeksikan dengan perlahan-lahan sebanyak 1,0 – 1,5 ml (kanan bawah)

a. jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian larutan anestesi lokal diinjeksikan secara perlahan-lahan sebanyak 1,0 – 1,5 ml, setelah selesai jarum ditarik ke luar dari mukosa dengan perlahan-lahan

6. gejala subyektif: terasa kebas pada bibir bawah dan kulit dagu pada sisi yang sama

Gambar 15. Inferior alveolar nerve block sisi kiri. Untuk melakukan teknik ini pada sisi kiri digunakan ibu jari kiri untuk meraba coronoid notch dan jarum ditusukkan pada pertengahan ujung ibu jari tersebut, tahap-tahap selanjutnya dari teknik ini sama seperti pada sisi kanan pada gambar 15 tersebut diatas

(19)

Mandibular Anesthesia

Mandibular anesthesia adalah gabungan teknik inferior alveolar nerve block dan lingual nerve block dalam satu kesatuan prosedur tindakan

1. saraf yang teranestesi: nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu: rami dentalis, nervus mentalis dan nervus incisivus, dan nervus lingualis beserta cabang-cabangnya

2. daerah yang teranestesi: sama dengan daerah yang teranestesi oleh teknik inferior alveolar nerve block tersebut di atas, ditambah dengan daerah yang dilayani oleh nervus lingualis yaitu: dua pertiga anterior lidah, mukosa dasar mulut, dan mukosa gingiva dan alveolaris sisi lingual mulai region retromolar sampai dengan linea mediana

3. pedoman anatomis: sama dengan pedoman anatomis pada teknik inferior alveolar nerve block

4. indikasi: digunakan pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang bawah, perlu ditambah dengan teknik lain untuk menganestesi mukosa gingiva sisi bukal gigi yang akan dilakukan pencabutan

5. teknik: diawali dengan teknik yang sama dengan teknik inferior alveolar nerve block, tetapi setelah selesai dilakukan injeksi pada nervus alveolaris inferior, maka selanjutnya dilakukan lingual nerve block yakni dengan menarik jarum sejauh kira-kira 10 mm kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi nervus lingualis, setelah injeksi selesai jarum ditarik keluar dari jaringan dengan perlahan-lahan (gambar 16)

6. gejala subyektif: rasa kesemutan pada ujung lidah pada sisi yang dianestesi

Gambar 16. Lingual nerve block sebagai bagian dari mandibular anesthesia. Setelah inferior alveolar nerve block selesai dilakukan maka jarum selanjutnya ditarik sejauh kira-kira 10 mm, kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan untuk menganestesi nervus lingualis

(20)

PENCABUTAN GIGI Teknik Pencabutan Gigi

Gerakan utama yang dilakukan untuk mencabut gigi adalah :

- Gerakan rotasi; gigi diputar ke arah mesiolingua/palatinal dan distolingual/palatinal dengan sudut putar sekitar 10° guna merobek membran periodontal yang melekatkan akar gigi dengan tulang alveolar.

- Gerakan luksasi : gigi digoyang dengan arah buko/labio-linguo/palatal untuk melebarkan alveolus.

- Gerakan menarik : untuk melepaskan gigi dari alveolus.

No Tahapan Nilai Paraf Instruk-tur Ket 0 1 1

Persiapan alat dan bahan :

a. Pemakaian masker b. Pemakaian sarung tangan c. Persiapan alat

2

Pencabutan gigi insisif sentral rahang atas :

- Bentuk akarnya lurus, mengkerucut dan penampangnya oval.

- Paruh tang cabut diletakkan sedikit mengarah ke apikal dari

cemento-enamel junction.

- Cukup dilakukan dengan rotasi saja, kemudian dilakukan

gerakan penarikan gigi.

3

Pencabutan gigi insisif kedua rahang atas :

- Bentuk akarnya ramping, mengkerucut dan penampangnya

oval, serta seringkali ujung akarnya melengkung ke arah distal.

(21)

- Dapat dicabut dengan gerakan luksasi, kemudian diakhiri

dengan rotasi ke mesial sebelum ditarik.

4

Pencabutan gigi kaninus rahang atas :

- Akarnya berpenampang segitiga dan ujung akarnya seringkali

melengkung ke arah disto-labial.

- Gerakan utamanya adalah luksasi, kemudian diakhiri dengan

rotasi ke mesial sebelum ditarik.

- Gerakan luksasi yang berlebihan beresiko patahnya puncak

alveolar labial, karena lebih tipis dibanding di bagian palatal.

5

Pencabutan gigi premolar pertama rahang atas

- Seringkali memiliki akar bercabang dua (bukal dan palatal)

dengan ujung akara yang ramping. - Geraka pencabutannnya hanya luksasi sebelum ditarik.

- Gerakan rotasi merupakan kontra indikasi untuk gigi ini.

(22)

6

Jika terjadi fraktur ujung akar, maka dapat diatasi dengan menggunakan elevator/bein.

7

Pencabutan gigi premolar kedua rahang atas

- Akarnya pendek dan berpenampang oval. - Gerakan utamanya adalah luksasi, kemudian diakhiri dengan

rotasi ke mesial sebelum ditarik.

- Gerakan luksasi yang berlebihan beresiko perforasi sinus Maksilaris.

8

Pencabutan gigi molar pertama dan kedua rahang atas :

- Akar palatal adalah paling kuat dan seringkali divergen dibanding akar-akar bukalnya.

(23)

- Ujung akar seringkali berbatas sangat tipis dengan dasar sinus

maksilaris, sehingga beresiko tinggi untuk terjadinya perforasi sinus.

- Gerakan pencabutannya adalah luksasi, dengan arah ke bukal

lebih banyak karena puncak alveolar bukal jauh lebih tipis dibanding palatal. - Gigi ditarik keluar mengarah kebukal mengikuti kurva dari akar palatal.

9

- Pada kasus dimana gigi telah kehilangan mahkota, sehingga sulit dilakukan pencabutan dengan tang cabut, maka perlu dilakukan separasi ketiga akar gigi tersebut.

- Separasi menggunakan bor dan yang pertama diseparasi adalah akar palatal dari kedua akar bukalnya dengan arah separasi mesio-distal.

- Setelah akar palatal terpisah, maka separasi akar mesiobukal dengan akar distobukal dan arah preparasinya buko-palata

(24)

10

- Pertama ungkit akar distobukal dengan elevator/bein di daerah distopalatal akar gigi tersebut dan menggunakan akar palatal sebagai tumpuan.

- Kemudian akar gigi distobukal yang telah goyah dicabut dengan tang sisa akar. - Akar mesiobukal dikeluarkan dengan elevator dari daerah mesial mengarah ke distal, yakni ke ruang kosong yang ditinggalkan oleh akar distobukal.

- Penggunaan elevator/bein pada pengungkitan kedua akar tersebut harus hati-hati karena beresiko masuknya akar ke dalam rongga sinus maksilaris.

11

Resiko terdorongnya akar gigi ke rongga sinus maksilaris dengan menggunakan elevator adalah paling tinggi saat mengeluarkan aklar palatal.

- Oleh karenanya yang terbaik adalah menggunakan tang sisa akar berparuh lancip dengan gerakan rotasi disertai penarikan secara hati-hati.

- Prediksi kemungkinan tersebut secara cermat pada rontgent foto sebelum dilakukan pencabutan.

(25)

12

Pencabutan molar bungsu rahang atas :

- Bentuk, ukuran dan jumlah akarnya sangat bervariasi, tetapi paling sering adalah berakar satu berbentuk kerucut dan ujung akarnya melengkung ke distal.

- Letak gigi ini adalah pada tiberositas maksila yang merupakan bagian tulang paling lunak, hingga semestinya mudah pula untuk dicabut, tetapi mudah pula terjadi komplikasi fraktur tulang dan perforasi sinus maksilaris.

- Gerakan pencabutannya adalah luksasi dan penarikannya dilakukan sedikit ke arah distaL

- Jika jumlah akarnya tiga atau lebih, maka cara pencabutannya dengan separasi akar seperti pada pencabutan molar pertama dan kedua rahang atas.

13

Pencabutan gigi insisif rahang bawah :

- Gigi ini memiliki bentuk akar yang pipih dan ukuran kecil hingga mudah fraktur saat pencabutan.

- Tidak dilakukan gerakan rotasi pada saat pencabutan karena beresiko fraktur akar. - Gerakan luksasi juga hanya sedikit karena resiko fraktur tulang alveolar.

- Pada saat pencabutan dilakukan sedikit gerakan luksasi yang dikombinasikan dengan gerakan “ellips”.

- Gerakan “ellips” adalah : pada saat luksasi ke arah labial gerakan disertai

(26)

luksasi ke arah lingual disertai dengan gerakan menarik ke arah superior.

14

Pencabutan gigi kaninus rahang bawah

- Meskipun gigi ini memiliki bentuk akar yang pipih, akan tetapi ukurannya lebih besar dari gigi insisif dan lebih kuat

- Gerakan pencabutannya serupa dengan gigi insisif, yakni diawali dengan gerakan luksasi dan diakhiri dengan gerakan “ellips”.

15

Pencabutan gigi premolar pertama rahang bawah :

- Premolar pertama rahang bawah memiliki akar yang kuat dan berpenampang oval. - Gigi ini dicabut dengan gerakan luksasi yang kemudian dikombinasikan dengan gerakan “ellips” dan pada saat penarikan gigi dari socket dikombinasikan dengan gerakan rotasi.

(27)

16

Pencabutan gigi premolar kedua rahang bawah :

- Akarnya berpenampang sirkuler, mengkerucut dan relatif pendek.

- Pada saat pencabutan dilakukan dengan sedikit gerakan luksasi, kemudian rotasi sebelum gigi tersebut ditarik keluar dari socket.

17

Pencabutan gigi molar rahang bawah :

- Gigi molar rahang bawah tertanam kuat, terutama karena ketebalan tulang alveolar di daerah bukal.

- Akarnya kuat dan lurus dalam arah mesiodistal, serta kemungkinan sedikit melengkung ke arah distal.

- Gerakan utamanya adalah luksasi yang lebih banyak ke arah lingual dan diakhiri dengan penarikan ke arah bukal.

18

- Gigi molar yang mahkotanya rusak berat sebaiknya dicabut dengan menggunakan tang berparuh lancip (“Horn tang”) dimana paruhnya dijepitkan di daerah bifurkasi.

- keuntungan dari jenis tang cabut ini adalah memberikan pegangan yang lebih

(28)

maka tang ini dapat memecah bifurkasi dan akar gigi dapat diangkat satu demi satu. - Gerakan pada saat pencabutan serupa dengan penggunaan tang molar biasa.

19

- Jika pencabutan dengan menggunakan “Horn tang” masih Sulit dilakukan, maka perlu dilakukan separasi akar gigi dengan bor.

- Arah separasi adalah buko-lingual hingga akar gigi terpisah.

20

- Setelah kedua akar mesial dan distal terpisah, masukkan elevator/cryer ke celah yang paling dalam pada akar distal, kemudian akar tersebut diungkit keluar dari socket.

(29)

21

-Akar mesial dikeluarkan dengan cara meletakkan cryer ke dalam socket kosong yang ditinggalka oleh akar distal.

- Cryer ditekan kuat dengan arah rotasi mesio-superior guna menghancurkan tulang septum bifukarsi.

- Jika sulit karena tulang septum bifurkasi tebal, maka tulang tersebut dapat dipotong dengan menggunakan knobel tang (“Rongeur”).

- Selanjutnya ulangi gerakan cryer sebagaimana sebelumnya, guna mengungkit akar mesial keluar dari socket.

- Jika semua prosedur tersebut tadi tidak berhasil, maka dibuat insisi flap dan membuka tulang bukal untuk mengeluarkan akar gigi yang tertinggal.

(30)

ELEMEN PENILAIAN PROFESIONALISME No. KEGIATAN YANG DINILAI

SKORING

NILAI CATATAN 0 1 2

1. Disiplin:

- Kehadiran tepat waktu -Kelengkapan atribut (jas

lab, name tag)

-Kerapian penampilan

2. Sikap:

-Jujur

-Menghormati instruktur dan

teman dalam satu kelompok 3. Tanggung Jawab

- Mengerjakan pekerjaannya

sendiri

- Menjaga kebersihan dan

memelihara peralatan yang disediakan oleh fakultas. Catatan:

 Nilai 0 bila tidak melakukan atau asal melakukan

 Nilai 1 bila melakukan dengan sungguh-sungguh namun ada point yang tidak diperhatikan

 Nilai 2 bila melakukan dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan seluruh prosedur yang telah disampaikan

TANDA TANGAN INSTRUKTUR

_____________________

Gambar

Gambar 1. Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan pada prosedur anestesi  lokal di rongga mulut: neer bekken yang berisi kaca mulut, pinset, sonde dan  cotton  stick,  sepasang  sarung  tangan,  botol  yang  berisi  bahan  antiseptic,  disposable syringe, ampul yang berisi larutan anestesi lokal
Gambar 2.  Penderita  didudukkan  pada  posisi  semi  supine   selama  prosedur  anestesi lokal
Gambar 4. Cara membuka ampul. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal,  sebelum membukanya periksa terlebih dulu apakah seluruh cairan berada di bawah leher  ampul, apabila ada cairan yang masih berada di atas leher ampul ( kiri ) lakukan ketukan  pada  dinding  ampul  dengan  jari  tangan  ( tengah )  atau  putar  ampul  dengan  gerakan  sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul ( kanan )
Gambar 6. Daerah tempat tusukan jarum dikeringkan dengan kasa steril lalu diulasi  dengan cairan antiseptik menggunakan  cotton stick  ( kiri ), ujung jarum ditusukkan pada  mukosa dengan perlahan-lahan, perlu diperhatikan bahwa  bevel  pada ujung jarum selalu  menghadap ke arah tulang ( kanan )
+7

Referensi

Dokumen terkait