• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbedabeda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbedabeda."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda. Bahkan yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat-sifat berbeda jika dibandingkan bagian ujung dengan pangkalnya. Perlu sifat-sifat kayu diketahui terlebih dahulu, dan disesuaikan sebelum kayu dipergunakan sebagai bahan bangunan, industri, maupun untuk pembuatan perabot rumah tangga (Haygreen and Bowyer, 1996).

Sifat Utama

Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Diperkirakan pada abad-abad yang akan datang kayu masih tetap selalu digunakan manusia. Dari segi manfaatnya bagi kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama, yaitu sifat-sifat yang menyebabkan kayu tetap selalu dibutuhkan manusia.

Sifat-sifat utama tersebut antara lain:

• Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis, apabila dikelola/diusahakan dengan cara-cara yang baik. Artinya apabila pohon-pohon ditebang (di hutan) untuk diambil kayunya, segera tanah hutan harus ditanami kembali, supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan juga sebagai renewebleresources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui/diadakan lagi).

(2)

• Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah sudah diproses menjadi barang lain. Barang-barang seperti tekstil yang terbuat dari kayu.

• Kayu mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan-bahan lain. Misal kayu mempunyai sifat elastis, ulet, mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya dan masih ada sifat-sifat lain lagi. Sifat-sifat seperti ini tidak dipunyai oleh bahan-bahan baja, beton, atau bahan-bahan lain yang bisa dibuat manusia (Frick, 1990).

Kekuatan kayu ialah kemampuan kayu menahan muatan dari luar berupa gaya-gaya dari luar benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan dimensi. Kekuatan kayu memegang peranan penting dalam penggunaannya sebagai bahan bangunan, perkakas, dan penggunaan-penggunaan lainnya (Damanauw, 1999).

Penggunaan bahan baku kayu untuk kontruksi mempunyai keuntungan-keuntungan pada umumnya antara lain:

• Bahan ringan,

• Bahan murah terutama di daerah-daerah hutan,

• Bahan mudah dikerjakan sehingga biaya pembangunan juga rendah,

• Pelaksanaan cepat dan dapat dikerjakan oleh tenaga yang terdapat dimana saja (Frick, 1986).

(3)

Ciri Umum Kayu Damar Laut

Warna bagian teras umumnya berwarna kuning kecoklatan bila segar, lambat laun berubah menjadi coklat kekuning-kuningan sampai coklat tua, kayu damar laut memiliki batasnya tegas dengan gubal yang berwarna lebih muda. Corak: polos atau berjalur-jalur warna agak gelap dan terang bergantian pada bidang radialnya. Tekstur berkisar dari halus sampai kasar, umumnya agak halus. Arah serat: lurus sampai terpilin atau berpadu, kilap: agak mengkilap sampai mengkilap. Kesan raba pada bidang tangensial licin, pada bidang radial antara licin, dan kesat bergantian, disebabkan oleh arah serat yang berpadu. Kekerasan: keras sampai sangat keras.

Sifat dan Kegunaan Kayu Damar Laut

Berat jenis kayu dmaar laut 0.88-1.13, kelas awet I-II, kelas kuat I-II. Adapun kegunaannya sebagai bahan kontruksi berat sampai jembatan, dermaga, tiang telepon dan telegram, bangunan kapal dan pertambangan, juga untuk berbagai keperluan di dalam rumah seperti ambang, penyangga lantai, balok, tiang, rangka pintu, dan jendela; disamping itu digunakan juga untuk pengikat kapal-kapal berlabuh (Pandit dan Ramdan, 2000).

Sifat Keawetan Kayu

Secara alami, kayu sudah mempunyai keawetan sendiri-sendiri, yang berbeda untuk tiap-tiap jenis kayu. Yang dimaksud dengan keawetan disini ialah lamanya kayu dapat dipakai (umur pemakaian kayu). Berdasarkan keawetannya jenis kayu digolongkan ke dalam kelas-kelas awet. Dalam dunia internasional dipergunakan 3 tingkat awet, yaitu: I durable, II semi durable, dan III general

(4)

utility. Kelas awet kayu di Indonesia diadakan lima kelas, yaitu: Sangat baik, II baik, III cukup, IV kurang, dan V jelek.

Adapun yang menentukan tingkat keawetan kayu ialah daya tahan kayu terhadap pengaruh organisme perusak oleh rayap-rayap, serangga, dan binatang-binatang kecil lainnya, dan pengaruh alami seperti panas matahari, air, dan sebagainya.

Keawetan Kayu

Tabel 1. Keawetan Alam (Wiryomartono, 1976)

Keadaan Penempatan Jangka Waktu Pemakaian Berdasarkan Kelas Awet (Tahun)

I II III IV V

Selalu berhubungan dengan tanah lembab

8 tahun 5 tahun 3 tahun sangat pendek

sangat pendek Hanya dipengaruhi cuaca,

tetapi dijaga supaya tidak terendam air dan tidak kekurangan udara 20 tahun 15 tahun 10 tahun beberapa tahun sangat pendek

Dibawah atap tidak

berhubungan dengan tanah lembab dan tidak

kekurangan udara tidak terbatas tidak terbatas sangat lama beberapa tahun pendek

Seperti diatas tetapi

dipelihara dengan baik dan dicat dengan teratur

tidak terbatas tidak terbatas tidak terbatas 20 tahun 20 tahun

Serangan rayap tanah tidak jarang cepat sangat cepat

sangat cepat Serangan bubuk kayu

kering

tidak tidak hampir tidak

tidak berarti

sangat cepat

(5)

Kekuatan Kayu

Tabel 2. Kekuatan Kayu (Wiryomartono, 1976)

Keawetan tergantung pada penempatan kayu. Kayu yang dilindungi terhadap hujan dan sinar matahari tidak akan cepat rusak tetapi kalau ditempatkan di ruangan terbuka, dibiarkan terkena panas dan hujan, maka kayu akan cepat rusak. Dalam hal ini dapat diusahakan cara-cara lain untuk meningkatkan keawetan kayu, misalnya melaburnya dengan karbolium, minyak, kerosot, dan dengan pengawet lainnya.

Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan perusak kayu dapat terjadi oleh berbagai faktor baik biologis, fisik, mekanis maupun kimia. Kenyataan menunjukkan bahwa dari keempat faktor tersebut, ternyata yang paling banyak menimbulkan kerusakan terhadap kayu adalah faktor biologis. Faktor-faktor biologis perusak kayu yang terpenting adalah jamur, bakteri, serangga, dan binatang laut. Organisme tersebut merusak kayu karena mereka menjadikan kayu sebagai tempat tinggal atau makanannya. Kerugian yang terjadi akibat kerusakan kayu oleh faktor biologis tiap tahunnya mencapai milyaran rupiah. Kerusakan tersebut terjadi baik pada pohon yang masih berdiri, balok segar, kayu gergajian, mapun produk-produk kayu lain baik dalam penyimpanan dan pemakaian. Oleh

Kelas kuat Berat jenis Keteguhan lentur mutlak (kg/cm2)

Keteguhan tekan mutlak (kg/cm2) I lebih dari 0,90 lebih dari 1100 lebih dari 650

II 0,60 - 0,90 725 - 1100 435 - 650

III 0,40 - 0,60 500 - 725 300 - 425

IV 0,30 - 0,40 360 - 500 215 - 300

(6)

karena itu upaya pengendalian terhadap jasad hidup perusak kayu tersebut telah sejak lama dilakukan baik secara fisik, mekanik, kimia, maupun secara hayati.

Kayu Sebagai Tiang Labuh (Fender)

Dalam bentuk yang sederhana, kontruksi terdiri dari sederet tiang-tiang yang sama jaraknya dan tertanam sebagian di dalam tanah. Pada kayu yang tidak terlalu tinggi, tiang-tiang itu ditanam tegak lurus. Jaraknya kira-kira 1 atau 1,5 meter. Untuk pemakaian tetap (dipakai selama bertahun-tahun), dipakai tiang-tiang dari kayu jati atau dari kayu besi. Untuk penggunaan sementara dapat dipergunakan kayu kelas awet rendah dan kelas kuat rendah atau batang kelapa. Tiang-tiang kayu bundar dipergunakan untuk dermaga yang kecil, dan untuk demaga yang besar dipakai tiang-tiang kayu berbentuk segi empat (Honing, 2003).

Bila ditanam dalam tanah berpasir, pada ujung bawahnya dibuat satu titik tumpul yang panjang 1½ - 2 kali tebalnya dari tiang-tiang itu, dan sebuah muka tombak sebesar 16 hingga 25 cm2 (lihat gambar 1a). Pada tanah lunak, tiang itu dapat dipotong biasa. Jika disangga dan di dalam tanah akan terkikis, maka pada ujung-ujung tiang itu dapat dipasang sepatu tiang dari baja (lihat gambar 1b).

(7)

Gambar 1. a) Tiang Labuh b) Tiang Labuh dengan Sepatu

Adapula baiknya terlebih dahulu tiang-tiang labuh dilakukan pengawetan dengan cara melabur karbolium sebelum ditancapkan ke dalam air. Tiang pelabuhan harus dilengkapi dengan alat-alat supaya kapal atau perahu dapat ditambatkan (berlabuh) ke dermaga. Adapun ukuran tiang labuh ini ± 4 m dijangkar pada tembok. Tiang-tiang labuh ini dapat dipasang secara mendatar maupun tegak lurus. Untuk mencegah terjadinya pergesekan antara kapal dan tembok pada waktu berlabuh. Adapun lebar tiang labuh tergantung pada tinggi, berat jenisnya, bahan yang akan dipakai, dan dari bentuknya (Honing, 2003).

Energi dan Gaya Bentur

Pada saat kapal akan berlabuh pada dermaga, maka baik kapal maupun dermaga perlu dilindungi agar tidak terjadi kerusakan akibat benturan. Akibat benturan ini sebagian energinya diserap oleh tiang labuh (fender) dan sisanya ditahan kontruksi. Sistem tiang labuh (fender) ini dibagi atas tiga bagian, yaitu : fender pelindung (protective), fender gantung, dan fender bentur (impact fender).

Fender berguna untuk menyerap sebagian tenaga (energi) sebagai akibat benturan kapal pada dermaga. Sebagian tenaga ini harus diserap oleh sistem

4 – 5 cm 1½ - 2d cm d 4 – 5 cm 1½ - 2d cm d

(8)

fender, sedang sisanya dipikul oleh kontruksi dermaga, sehingga kapal, dermaga bebas dari kerusakan-kerusakan yang mungkin terjadi.

Sistem Tiang Labuh (Fender) Prinsip dasar kontruksi meliputi: a. Fender Pelindung Kayu (Protective)

Fender jenis ini semakin kurang penggunaannya, dikarenakan makin langkanya mendapatkan kayu panjang. Di bawah ini diberikan beberapa contoh sistem pelindung kayu (Gambar 2.)

b. Fender Gantung

Bentuk fender ini dari yang sederhana sampai yang lebih sulit dalam pelaksanaannya. Biasanya digunakan untuk kontruksi dermaga untuk menampung kapal-kapal jenis kecil. Dikenal beberapa jenis, yaitu :

1. Rantai dilindungi karet

2. Berbobot (suspendel gravity fender) c. Fender Benturan (impact fender)

1. Fender bentur (impact fender) 2. Fender per baja (steel springs) 3. Fender karet (rubber fender)

(9)

Gambar 2. Fender Pelindung (Kramadibrata,1985) MHWS (Mean High Water Spring) = Air tinggi MLWS (Mean Low Water Spring) = Air terendah Organisme Perusak

Kayu yang digunakan pada bangunan, lama-kelamaan akan rusak, apalagi bila digunakan di luar dan bahkan berhubungan langsung dengan tanah lembab. Faktor perusak digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor non biologis antara lain faktor mekanis, udara, cahaya, angin, air, suhu, alkali, asam, garam, dan bahan kimia lainnya. Faktor perusak biologis (organisme perusak) sangat beragam, antara lain:

a) Jamur

Jamur termasuk salah satu jasad renik perusak kayu. Jamur adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau (chlorophyll). Detiorasi

tiang pancang tiang fender (kayu) kapal MLWS MHWS

(10)

oleh jamur dimulai ketika spora jamur menempel pada permukaan kayu karena terbawa udara, air, serangga atau bahan-bahan yang sudah terkena infeksi. Sel-selnya berbentuk benang halus yang disebut misellium, sering kali tebalnya lebih kecil dari 2 micron sehingga tidak dapat dilihat dengan mata biasa.

Adapun faktor-faktor biologis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur, diantaranya :

a. Temperatur

Jamur perusak dapat berkembang pada kisaran suhu yang cukup besar, tetapi pada kondisi-kondisi alami perkembangan yang paling cepat terjadi selama periode-periode yang lebih panas (dan lebih lembab) dalam setiap tahun. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap spesies, tetapi pada umumnya terletak antara 22 °C sampai dengan 35 °C. Suhu maksimumnya berkisar antara 27 °C sampai dengan 39 °C, dengan suhu minimum kurang dari 5 °C.

b. Oksigen (O2)

Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Sebaliknya untuk pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari udara. Tanpa adanya oksigen tidak ada jamur yang dapat hidup.

c. Konsentrasi Hidrogen (pH)

Pada umumnya jamur akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari tujuh (dalam suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimal akan dicapai pada pH 4.5 sampai 5.5.

(11)

d. Kelembaban

Kebutuhan jamur akan kelembaban berbeda-beda, akan tetapi hampir semua jenis jamur dapat hidup pada subtrat yang belum jenuh air. Kadar air subtrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. Hal ini terutama berlaku pada jamur yang tumbuh pada kayu di tanah. Kayu dengan kadar air kurang dari 20 % umumnya tidak diserang jamur perusak, sebaliknya kayu berkadar air 50 % sangat disukai jamur.

e. Bahan Makanan

Jamur memerlukan bahan makanan dari zat yang terkandung di dalam kayu seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat isi sel lainnya (Hunt and Garrat, 1967), menyebutkan bahwa selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang menyusun bahan baku terdapat sebagai molekul yang besar dan tidak larut dalam air untuk disimilasi langsung oleh cendawan.

Klasifikasi Jamur

a. Jamur Pelapuk Kayu (Brown Rot)

Jamur ini berasal dari kelas Basidiomycetes, mempunyai kemampuan untuk merombak selulosa dan lignin .yang menjadi komponen utama dinding sel kayu, sehingga kekuatan kayu menjadi berkurang. Beberapa jenis jamur hanya merombak selulosa, sehingga warna kayu berubah coklat dan disebut brown rot. Jenis lainnya merombak selulosa dan lignin, sehingga warna kayu menjadi putih pucat dan disebut white rot. Sifat mekanis kayu seperti keteguhan pukul, keteguhan lentur, keteguhan tekan, kekerasan dan elastisitas akan berkurang bila terserang jamur pelapuk kayu. Pada umumnya jamur brown rot lebih cepat menurunkan kekuatan kayu daripada white rot. Jamur ini terdapat dimana-mana,

(12)

banyak menyerang kayu bangunan dan representatif bagi Indonesia antara lain Schizophylum commune (Fr), Pycnoporus sanguineus (Fr). Karst dan Dacryopinax spatularia (Schw) Mart (Nurul, 2005).

Hypa brown rot tumbuh terutama di lamina sel kayu dan di tahap awal dari hypa tunggal masuk hampir ke seluruh sel (Wilcocx, 1973). Selama tahap-tahap selanjutnya dari pembusuk, hypa lumen tidak dimungkin sangat banyak karena penyebaran terbatas. Jamur brown rot menyerang permukaan longitudinal dari kayu melalui jalur dan hypa kemudian memasuki sistem sel axial (trakeid dan fiber). Sobekan lubang dengan mudah dirusak tetapi hypa bisa mampu masuk dengan cara pelubangan-pelubangan. Pelubangan dibentuk langsung dengan mengirim cairan melalui dinding sel kayu oleh hypa jamur. Lubang-lubang ini dapat meluas sesuai pertumbuhan jamur tetapi pada serangan berat, kerusakan dinding sel dikaitkan dengan perbanyakan hypa dalam lamina dan permukaan lamina (Eaton and Hale, 1984).

b. Jamur Pewarna Kayu (White Rot)

Jamur pewarna kayu berasal dari kelas Basidiomycetes dan dapat menimbulkan pewarna pada kayu yang masih basah. Jamur ini tidak merombak dinding sel dan hidup dari zat pengisi sel, sehingga tidak menurunkan kekuatan kayu. Namun dapat merugikan karena pewarnaan pada kayu menyebabkan penurunan kualitas kayu. Jamur pewarna kayu yang terdapat di daerah tropis antara lain jenis jamur yang termasuk jenis Cerotocystis dan Diplodia (Nurul, 2005).

Jamur white rot tumbuh terutama di lamina sel kayu dan di tahap awal dari pembusuk, hypa bisa banyak. Pada tahap-tahap selanjutnya dan pembusuk, hypa

(13)

dapat terlihat sedikit karena beberapa penyebaran hypa terbatas tetapi umumnya didapatkan bahwa hypa pada lumen sangat banyak dan pembusuk kayu pada jenis jamur white rot daripada jamur brown rot. Awal penyerangan pada kayu keras terjadi melalui jalur parenkim dan pembuluh sedangkan pada kayu lunak terjadi melalui jalur parenkim dan saluran getah. Jalur parenkim dapat disebarkan pembusuk tetapi pembuluh di beberapa kayu keras dapat sedikit diserang sama pada tahap-tahap akhir pembusuk (Blanchette et al., 1988).

c. Jamur Pelunak Kayu (Soft Rot)

Golongan jamur ini berasal dari kelas Ascomycetes dan terutama menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah atau air. Jamur pelunak kayu hanya menyerang lapisan tengahnya saja (middle lamela). Salah satu jenis yang terkenal dan terdapat dimana-mana adalah Chaetomium globosum Kunze (Nurul, 2005).

Jamur soft rot sering dikaitkan dengan mold dan blue stain. Daripada white rot dan brown rot, soft rot sering dihubungkan dalam keadaan sangat lembab. Hal ini dipengaruhi pada kebusukan dari tiang-tiang di dalam tanah yang sangat lembab (dimana kerusakan ditandai secara perlahan-lahan), tetapi tidak dipengaruhi pada kerusakan bangunan di atas tanah (Carll and Highley, 1999).

Mold kurang berpengaruh pada kerusakan kayu jika dibandingkan dengan jamur blue stain dan jamur dari kelas Basidiomycetes yang merupakan rangkaian serangan tinggi. Blue stain menyerang dengan sangat cepat pada proses pengerjaan kayu di awal, pengerjaan kayu hingga akhir yang rata dengan kelembaban karena proses pengeringan dan pengerjaan di lakukan di ruangan terbuka (Eaton and Hale, 1984).

(14)

b) Binatang laut

Jenis-jenis binatang yang biasa menyebabkan kerusakan pada kayu di dalam lingkungan air laut pada umumnya disebut marine borer atau binatang laut. Binatang laut ini hidup tersebar hampir di seluruh bagian dunia, tetapi kerusakan yang besar terutama di daerah-daerah berair hangat (Tambunan dan Nandika, 1989). Nicholas (1987) menyatakan kerugian akibat serangan-serangannya cukup besar. Sebagai contoh, di daerah pantai Amerika setiap tahunnya menderita kerugian yang ditaksir $ 50 juta setiap tahunnya akibat serangan jasad hidup ini terhadap kontruksi-kontruski kayu di pantai. Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan di daerah perairan tropis seperti Indonesia dimana terdapat banyak spesies binatang laut, kerugian yang ditimbulkannya belum dapat diantisipasi secara pasti. Binatang laut ini hidup dari kayu dicernanya dengan bantuan enzim selulosa dan dari plankton yang banyak terdapat dalam air laut (Hunt dan Garrat, 1986). Nicholas (1987) menyatakan setelah mengalami perkembangan yang singkat, mereka dapat meletakkan diri pada kayu dan mulai menggerek. Sekali binatang ini menggerek kayu dan masuk ke dalamnya, maka kayu tidak pernah ditinggalkannya. Kecepatan dan besarnya kerusakan oleh binatang ini sangat tergantung pada jumlah dan jenis spesies penggerek, intensitas penggerek, banyaknya bahan makanan yang tersedia, kondisi suhu, kadar air garam dan faktor-faktor lain yang mendukung. Cacing-cacing penggerek biasanya masuk ke dalam kayu dengan arah tegak lurus arah serat, kemudian membentuk saluran dalam arah longitudinal, selanjutnya dengan arah tidak beraturan. Akibatnya dari pelubang kayu berupa sarang, maka kekuatan struktural kayu menjadi sangat berkurang (Damanik, 2006).

(15)

Kayu yang digunakan di tempat yang berhubungan dengan air laut banyak dirusak oleh binatang laut yang pada umumnya termasuk ke dalam kelas mollusca dan crustacea. Dari kedua kelas tersebut yang terpenting diantaranya berasal dari genus Teredo, Bankia, Martesia, Spaeroma, dan Chelura (Nurul, 2005).

Walaupun tidak ada serangga, beberapa organisme laut diantaranya teredo dan cacing kapal, yang paling dikenal, bertanggung jawab atas kehilangan berat kayu dipakai di air garam. Intensitas serangan oleh variasi cacing kapal pada daerah yang berbeda, tetapi secara umum lebih hebat lagi di daerah tropis daripada di daerah iklim sedang. Spesies yang kebal secara alami greenheart dan brilian mungkin mempunyai kehidupan yang sangat pendek di beberapa perairan tropis. Kerusakan berakhir dengan membentuk terowongan baik secara vertikal maupun horizontal di kayu yang mungkin begitu luas seperti merusak ketahanan bagian kayu.

Bentuk kedua pada kerusakan disebabkan oleh organisme laut yang dikenal sebagai ‘gribble’ yang secara akrab menyerupai kutu kayu darat. Binatang ini membuat terowongan dangkal sekitar 1 mm di garis tengah di lapisan-lapisan permukaan kayu terbuka. Dikombinasikan dengan jamur pembusuk dan pelapuk, kerusakan mungkin sangat cepat. Beberapa kayu yang digunakan di air payau (air garam yang tinggi untuk perkembangan yang tinggi dari teredo) kerusakan menyerang, dan hanya di situasi dimana serbuan dikenal menjadi kecil adalah itu secara ekonomis untuk bergantung di atas kayu yang awet secara alami. Pelakuan tekanan dengan penyerapan kapasitas cairan ter kayu atau bahan pengawet baik yang lain, sudah dirasakan efektif di perairan sedang, tetapi logam yang berupa penyarung mungkin ternyata lebih ekonomis digunakan, kemanapun marine borer

(16)

terutama aktif. Ada banyak kayu, tetapi tidak semua kayu yang awet atau tahan terhadap serangan marine borer, yang ditemukan berisi silica di jaringan kayu (Desch, 1986).

Gambar

Tabel 1. Keawetan Alam (Wiryomartono, 1976)
Tabel 2. Kekuatan Kayu (Wiryomartono, 1976)
Gambar 1. a) Tiang Labuh  b) Tiang Labuh dengan Sepatu
Gambar 2. Fender Pelindung (Kramadibrata,1985)  MHWS (Mean High Water Spring) = Air tinggi  MLWS (Mean Low Water Spring)  = Air terendah  Organisme Perusak

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan grading yang dilakukan di kebun produksi Cibodas bertujuan untuk menentukan kualitas bunga potong lily dengan menggolongkannya berdasarkan parameter

Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) mata diklat program produktif di SMK Negeri 1 Petang adalah (1) Keterlambatan dana pelaksanaan

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar

003/Menkes/ 2010 lebih ditujukan untuk intervensi sisi hilir (dokter) dalam menjamin penelitian berbasis pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik jamu) maka diperlukan

terintegrasinya negara2 miskin ke dalam sistem perekonomian dunia/ global, tetapi justru karena terlalu intensifnya negara2 maju terintegrasi ke dalam sistem. ekonomi dunia

Adapun judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Efektivitas Intensifikasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Kontribusinya

Just like what the teacher and colaborator have done in the first cycle, in Cycle II, they still gave them narrative reading texts. However, now the texts were in the form

Karena pada dasarnya, pendidikan Amerika mengikuti konsep desentralisasi pendidikan, sebagaimana yang terjadi di Indonesia sekarang ini, yang memberikan kewenangan