• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - METODE PENGEMBANGAN TOPIK DALAM WACANA ARGUMENTASI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SUARA MERDEKA EDISI FEBRUARIMARET 2017 - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - METODE PENGEMBANGAN TOPIK DALAM WACANA ARGUMENTASI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SUARA MERDEKA EDISI FEBRUARIMARET 2017 - repository perpustakaan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Relevan

Peneliti menemukan dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dhina Dwi Filiani (2013) dan Neneng Sulistianingrum (2015). Penelitian relevan tersebut mempunyai perbedaan dan persamaan dengan penelitian ini. Secara ringkas berikut uraian mengenai penelitian relevan itu.

Dhina Dwi Filiani Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2013, melakukan penelitian dengan judul Metode Pengembangan Topik Wacana Argumentasi Pada Rubrik Gaul Ilmiah (Tabloid Gaul Edisi 20-29 tahun 2012).

Tujuannya adalah mendeskripsikan metode pengembangan topik yang terdapat pada rubrik Gaul Ilmiah edisi 20-29. Hasil penelitian menunjukkan adanya metode pengembangan topik yang bervariasi. Beberapa metode pengembangan topik wacana argumentasi tersebut diantaranya yaitu metode genus dan definisi, metode pertentangan, metode perbandingan, metode persamaan atau analogi, metode sebab akibat, metode akibat sebab, metode generalisasi, metode keadaan atau sirkumstansi, metode kesaksian atau autoritas.

(2)

9

penelitian ini menggunakan data berupa wacana argumentasi pada tajuk rencana dan sumber data dari harian Suara Merdeka edisi Februari sampai Maret 2017.

Neneng Sulistianingrum mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, melakukan penelitian dengan judul Analisis Metode-Metode Pengembangan “Topik” Wacana Argumentasi Rubrik Opini Harian Kompas Edisi 13-22 Januari 2014. Tujuan

penelitian yang dilakukan adalah untuk mendeskripsikan metode pengembangan topik yang digunakan pada wacana argumentasi yang terdapat dalam rubrik Opini harian Kompas edisi 13-22 Januari 2014. Hasil penelitiannya yaitu menunjukkan bahwa

metode pengembangan topik wacana argumentasi rubrik Opini harian Kompas edisi 13-22 Januari 2014 terdapat lima metode pengembangan topik yang digunakan. Metode pengembangan topik tersebut diantaranya metode pertentangan, metode keadaan atau sirkumstansi, metode sebab akibat, metode perbandingan, metode akibat sebab.

Relevansi penelitian Neneng Sulistianingrum dengan penelitian ini adalah tentang metode pengembangan topik dalam wacana argumentasi, serta kesamaan jenis penelitian yaitu deskriptif kualitatif. Adapun perbedaan pada sumber data. Penelitian Neneng menggunakan sumber data dari harian Kompas edisi 13 sampai 22 Januari 2014 sedangkan penelitian ini menggunakan sumber data dari harian Suara Merdeka edisi Februari sampai Maret 2017.

(3)

10

argumentasi pada opini, sedangkan penelitian ini datanya berupa wacana argumentasi pada tajuk rencana. Sumber data dalam penelitian ini yaitu harian Suara Merdeka edisi Februari-Maret 2017, sedangkan penelitian terdahulu sumber datanya yaitu Tabloid Gaul edisi 20-29 tahun 2012 dan harian Kompas edisi 13-22 Januari 2014.

B. Wacana

1. Pengertian Wacana

Sobur (2009:10) mengartikan wacana sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya, dan komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur. Bentuk paparan lisan dan tulisan yang utuh berarti wacana tersebut berisi konsep, gagasan, pikiran atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar tanpa keraguan apapun (Chaer, 2007:267). Pada pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat (Eriyanto,2009:3). Menurut Kridalaksana (2008:259), berpendapat bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan gramatikal tertinggi berupa lisan maupun tulisan yang digunakan untuk menyampaikan ide agar dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar tanpa keraguan apapun.

2. Kedudukan Wacana

(4)

11

bentuk komunikasi. Pada bagan di bawah ini wacana mencakup semua aspek seperti fonem, morfem, kata, frasa, klausa dan kalimat (Mulyana, 2005:6).

Bagan di atas menunjukkan bahwa semakin ke atas, satuan kebahasaan akan semakin besar. Dari mulai aspek terkecil yaitu fonem hingga aspek terbesar yaitu wacana. Artinya, satuan kebahasaan yang ada di bawah akan tercakup dan menjadi bagian dari satuan bahasa yang ada di atasnya. Hal tersebut terjadi hingga mencakup satuan bahasa yang terbesar yaitu wacana. Jadi, wacana dianggap memiliki kedudukan tertinggi dalam aspek kebahasaan karena mencakup seluruh aspek yang berada di bawahnya.

3. Unsur-unsur Wacana

Wacana memiliki dua unsur pendukung, yaitu unsur internal dan unsur eksternal. Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat yang berposisi sebagai kalimat, atau juga bisa dikenal dengan sebutan „kalimat satu kata‟. Untuk menjadi satuan wacana yang besar, satuan kata atau kalimat tersebut akan bertalian dan bergabung membentuk wacana. Unsur eksternal wacana terdiri atas implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks. Kehadiran unsur eksternal

Wacana Kalimat Klausa

Frasa Kata Morfem

(5)

12

ini sebagai pelengkap dalam keutuhan wacana (Mulyana, 2005: 7-11). Menurut Tarigan (2008:24), terdapat enam unsur terpenting dalam wacana yaitu satuan bahasa, terlengkap dan terbesar atau tertinggi, di atas kalimat atau klausa, koherensi, lisan dan tulis, awal dan akhir yang nyata.

4. Keutuhan Struktur Wacana

Wacana yang utuh pada umumnya memiliki unsur kohesi dan koherensi. Jika ke duanya terdapat di dalam suatu wacana maka wacana tersebut dapat dikatakan sebagai wacana yang utuh. Kohesi merupakan kepaduan di bidang bentuk (Ramlan, 2001:10). Menururt Halliday dan Hasan (1985: 65) kohesi adalah perangkat sumber-sumber kebahasaan yang dimiliki sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk mengaitkan satu bagian teks dengan bagian lainnya. Menurut Mulyana (2005:26) kohesi memiliki arti sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kohesi adalah sumber kebahasaan yang berfungsi sebagai kepaduan untuk mengaitkan ikatan antara bagian teks.

(6)

13

5. Tema Wacana

Tema merupakan panduan motivasi pada satu perayaan atau kegiatan dan panduan wacana (Parera, 2004: 232). Menurut Mulyana (2005: 37) tema merupakan perumusan dan kristalisasi topik-topik yang akan disajikan landasan pembicaraan atau tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut. Tema adalah gambaran umum dari suatu teks, bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks (Eriyanto, 2009: 229). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide pokok yang menjadi dasar dalam sebuah pembahasan. Tema memiliki cakupan yang luas, oleh karenanya tema dapat diperinci menjadi topik. Topik juga dapat diperinci lagi menjadi topik-topik kecil yang nantinya akan menghasilkan judul pada sebuah wacana.

Topik berasal dari bahasa Yunani topio, yang artinya „tempat‟ ( Keraf, 2007:107). Secara mendasar, topik diartikan sebagai pokok pembicaraan (Mulyana, 2005:39). Menurut Alwi dkk (2003:435) topik merupakan proposisi yang berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa topik adalah bagian dari tema, namun cakupan topik lebih luas dari pada judul dalam sebuah wacana karena topik berisikan pokok yang diperbincangkan dalam sebuah wacana.

6. Jenis Wacana

(7)

14

yaitu wacana tulis dan wacana lisan. Berdasarkan jumlah penutur terdapat wacana monolog dan wacana dialog. Berdasarkan sifat terbagi dua wacana fiksi dan nonfiksi. Berdasarkan isi terdapat wacana politik, sosial, ekonomi, budaya, militer, hukum dan kriminalitas, serta wacana olahraga dan kesehatan. Berdasarkan gaya dan tujuan terdapat wacana iklan (Mulyana, 2005:47).

C. Wacana Argumentasi

1. Pengertian Wacana Argumentasi

Wacana argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembaca (Keraf, 2007:3). Menurut Marwoto (1987:174), wacana argumentasi adalah wacana yang isinya terdiri dari paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Pada wacana tersebut, argumentasi dibangun untuk meyakinkan kebenaran pendapat, gagasan, atau konsepsi sesuatu berdasarkan data dan fenomenaa – fenomena keilmuan yang dikemukakan. Argumentasi berarti mengemukakan

(8)

15

2. Ciri-ciri Wacana Argumentasi

Ciri khas dari argumentasi yang dikemukakan oleh Keraf (2007:120), yaitu usaha membuktikan suatu kebenaran sebagai yang digariskan dalam proses penalaran pembicara atau penulis. Menurut Tarigan (2008:116) dan Zainurrahman (2011: 51-52), ciri-ciri wacana argumentasi adalah sebagai berikut: Perlakuan terhadap suatu masalah dilakukan secara cermat, teliti, dan bernada faktual. Pokok permasalahan menjadi hal penting. Maksud dan tujuannya adalah memperjuangkan keadilan, kebenaran, dan kejujuran. Argumentasi menuntut orang-orang yang bertanggung jawab untuk menerima apa yang layak dan yang didasarkan pada fakta yang masuk akal. Sarana untuk berargumen mengenai suatu isu. Berfungsi untuk menjelaskan kepada pembaca alasan-alasan, argumen, ideologi, dan kepercayaan agar pembaca dapat mengadopsi posisi yang diambil oleh penulis. Berusaha membujuk, mengajak, atau mendesak pembaca agar mengubah pola pikir dan asumsi mereka mengenai sebuah isu kontroversial.

3. Proses Penalaran

(9)

16

4. Dasar dan Sasaran Wacana Argumentasi

Berdasarkan pendapat Keraf (2007: 101-102), dasar yang harus diperhatikan sebagai titik tolak argumentasi adalah: Pembicara atau pengarang harus mengetahui serba sedikit tentang subjek yang akan dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip-prinsip ilmiahnya. Bersedia mempertimbangkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Berusaha untuk mengemukakan pokok persoalannya dengan jelas, ia harus menjelaskan mengapa ia harus memilih topik tersebut. Menyelidiki persyaratan mana yang masih diperlukan bagi tujuan-tujuan lain yang tercakup dalam persoalan yang dibahas itu, dan sampai dimana kebenaran dari pernyataan yang telah dirumuskannya itu. Dari semua maksud dan tujuan yang terkandung dalam persoalan itu, maksud yang mana yang lebih memuaskan pembicara atau penulis untuk menyampaikan masalahnya.

(10)

17

5. Bagian Wacana Argumentasi

Menurut Rahayu (2007:169-170) bagian dalam sebuah wacana argumentasi terdiri dari tiga bagian yaitu pendahuluan, tubuh argumentasi, serta kesimpulan dan ringkasan. Bagian wacana argumentasi juga dikemukakan oleh Keraf (2007: 104) yang terdiri dari pendahuluan, tubuh argumen, serta kesimpulan dan saran. Pendapat ini didukung oleh (Alfiansyah, 2009), menurutnya dalam sebuah argumentasi terdapat tiga bagian yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa wacana argumentasi terdiri dari tiga bagian yaitu pendahuluan, isi atau tubuh argumen, dan kesimpulan atau penutup.

Bagian pertama adalah pendahuluan, bahwa penulis argumen harus yakin dengan apa yang akan disampaikan kepada pembaca karena untuk menarik perhatian pembaca sehingga harus menunjukkan dasar-dasar argumentasi (Keraf, 2007:104). Pengertian dari Rahayu (2007: 169) menyatakan bahwa pendahuluan merupakan bagian untuk menarik pembaca, memusatkan perhatian pembaca pada argumen-argumen yang akan disampaikan serta menunjukkan dasar-dasar mengapa argumen-argumen itu harus dikemukakan dalam kesimpulan tersebut. Fakta-fakta harus benar diseleksi supaya penulis tidak mengemukakan hal-hal yang justru bersifat argumentasi. Menurut Alfiansyah (2009), bagian pendahuluan berisi latar belakang masalah, dan permasalahan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendahuluan adalah bagian awal dalam wacana argumentasi berisi latar belakang masalah yang harus menunjukkan dasar-dasar argumen dengan tujuan untuk menarik perhatian pembaca.

(11)

18

(Alfiansyah, 2009). Tubuh Argumentasi juga berisi pembuktian untuk meyakinkan pembaca atau pendengar bahwa hal yang dikemukakan oleh pengarang itu merupakan hal yang benar, sehingga konklusi yang disimpulkan juga merupakan konklusi yang benar. Menurut Keraf (2007: 106), terdapat beberapa kemahiran yang dapat digunakan untuk mengungkap kebenaran dalam jalan pikiran dan konklusi yaitu kecermatan mengadakan seleksi fakta yang benar, penyusunan bahan secara baik dan teratur, kekritisan proses berpikir, penyuguhan fakta, evidensi, kesaksian, premis dengan benar. Menurut Rahayu (2007:170), tubuh argumentasi yaitu seluruh proses penyusunan argumen terletak pada kemahiran dan keahlian penulisnya dalam meyakinkan pembaca bahwa hal yang dikemukakan itu benar sehingga kesimpulannya juga benar. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagian tubuh argumentasi yaitu bagian yang berisi uraian untuk mengungkap kebenaran dan meyakinkan pembaca bahwa yang diungkapkan itu benar terjadi.

(12)

19

6. Metode Pengembangan Topik pada Wacana Argumentasi

Wacana argumentasi yang baik harus memiliki topik yang jelas, agar permasalahan yang disajikan dalam wacana dapat tersusun secara teratur dan terarah. Selain itu, penyajian topik yang jelas juga dapat membantu untuk mempengaruhi pembaca agar tertarik dan sependapat dengan argumen yang diungkapkan oleh penulis. Berdasarkan hal tersebut maka topik dalam sebuah wacana argumentasi harus dikembangkan dengan menggunakan metode pengembangan. Penggunaan metode dalam mengembangkan sebuah argumen harus tepat atau sesuai dengan tujuan. Pemilihan metode pengembangan topik yang sesuai dengan tujuan akan mempermudah pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampaikan oleh penulis.

(13)

20

topik wacana argumentasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada teknik atau cara yang digunakan untuk mengembangkan topik tersebut.

a. Genus dan Definisi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:473), genus berarti jenis, definisi berarti batasan arti, dapat pula diartikan sebagai keterangan singkat

(2008:330). Metode Genus terdapat semua argumen atau bukti yang dimiliki oleh semua anggota kelasnya. Disini pengarang harus mengajukan argumen-argumen atau fakta-fakta mengenai genus, sehingga dapat meyakinkan semua orang bahwa benar kelas itu memiliki ciri-ciri tersebut atau ciri-ciri tersebut merupakan ciri kelas itu. Semakin sempit kelasnya, argumen-argumen yang dikemukakan akan semakin mengandung pertentangan pendapat (Keraf, 2007:108). Menurut Rahayu (2007:170) mencontohkan penjelasan mengenai genus dan definisi, Manusia adalah makhluk fana. Dari pernyataan itu, diperoleh “semua orang India adalah manusia”. Jadi orang India adalah manusia yang berakal budi, bebas berpikir, bebas menentukan nasibnya sendiri. Penulis harus merangsang pembaca mempercayai dan menerima hal itu merupakan ciri manusia.

(14)

21

dan definisi memiliki hakikat yang sama, sebab keduanya mempergunakan wujud barang atau klasifikasi yang sudah ada.

b. Sebab dan Akibat

Topik yang didasarkan pada sebab-akibat selalu mempergunakan proses berpikir yang bercorak kausal. Proses berpikir ini menyatakan, bahwa suatu sebab tertentu akan mencakup sebuah sebab yang sebanding, atau sebuah akibat tertentu akan mencakup pula sebab yang sebanding. Sebab itu, bila terdapat sebuah sebab yang hebat, akan lahir pula sebuah akibat yang dahsyat, dan jika kita menghadapi suatu situasi yang sangat parah, maka harus dicari kembali pada sebuah sebab yang hebat Keraf (2007:110). Menurut Rahayu ( 2007:171) kekuatan retorika ini terletak pada persoalan, bagaimana kita menerima kebenaran hubungan sebab akibat yang dinyatakan oleh premis mayornya. Menurut Lesmana (2011), metode ini dilakukan dengan menggunakan proses berpikir kualitas, suatu sebab akan menimbulkan akibat, sebab menjadi ide pokok dan akibat sebagai penjelas. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode sebab akibat adalah hubungan antara sebab dan akibat dalam sebuah persoalan, apabila terdapat sebab yang hebat akan lahir pula akibat yang dahsyat.

(15)

22

c. Keadaan atau Sirkumstansi

Menurut Keraf (2007:111), keadaan atau sirkumstansi adalah suatu proses yang digolongkan dalam proses sebab-akibat, tetapi tindakan yang dilakukan seseorang tidak dapat dibenarkan melalui prinsip-prinsip logis. Ia terpaksa melakukan tindakan itu karena fakta-fakta yang tidak memungkinkan Ia berbuat lain. Penulis harus berusaha menyodorkan situasi yang terpaksa itu, untuk membenarkan tindakannya. Kalau penyajian keadaan itu tidak meyakinkan sebagai keadaan terpaksa, maka argumentasinya akan ditolak. Suasana terpaksa tidak boleh menghasilkan alternatif-alternatif, maka keadaan itulah yang akan dijadikan argumen. Keadaan adalah proses dalam sebab akibat, kalau penyajiannya tidak meyakinkan sebagai keadaan tidak terpaksa, argumen akan ditolak, suasana terpaksa tidak boleh menghasilkan alternatif. Sejauh tidak ada altenatif lain, maka keadaan itulah yang dijadikan argumen (Rahayu, 2007:171).

Berdasarkan penjelasan di atas terdapat tiga ciri-ciri dalam metode pengembangan topik keadaan atau sirkumstansi. Metode ini tergolong relasi kausal, sejauh tidak ada altenatif lain, maka keadaan itulah yang dijadikan argumen. Penulis harus berusaha menyodorkan situasi mendesak yang dialami pelaku untuk membenarkan tindakannya. Mampu menunjukkan bukti bahwa pelaku terpaksa melakukan hal tersebut karena situasi mendesak dan tidak ada yang bisa dilakukan.

d. Persamaan

(16)

23

kesamaan antara dua barang. Dalam analogi, sebagai suatau upaya logika, dikatakan bahwa jika dua barang atau hal mirip dalam sejumlah aspek tertentu, maka ada kemungkinan mereka mirip pula dalam aspek lainnya. Persamaan antara dua benda, kekuatannya terletak pada hubungannya dengan kebenaran yang terdapat dalam topik yang diperbandingkan. Kalau persamaannya itu lemah atau meragukan, maka kekuatan retorikanya juga lemah (Rahayu, 2007:171). Berdasarkan penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa metode persamaan adalah mengemukakan suatu pernyataan antara dua hal atau dua barang.

Metode persamaan digunakan untuk menyamakan antara dua barang. Hal yang dikemukakan harus disamakan berdasarkan fakta yang ada sehingga tidak dapat disangkal kebenarannya.Penulis menarik sebuah kesimpulan untuk mengungkapkan kemungkinan persamaan dari dua hal yang disamakan. Argumentasi yang ingin diungkapkan oleh pengarang harus mengandung fakta atau kebenaran atas hal yang dibandingkan.

e. Perbandingan

(17)

24

kemungkinan yang kedua (Keraf, 2007: 112). Jadi, dalam metode ini pengarang mengembangkan topik dengan memperbandingkan dua hal yang berlainan. Jika pengarang menyetujui kemungkinan pertama maka sudah pasti pengarang menyetujui kemungkinan yang kedua, sebab dalam metode perbandingan kemungkinan kedua memiliki tingkat kemungkinan yang lebih tinggi.

f. Pertentangan

Argumentasi dengan menggunakan metode pertentangan atau kebalikan berasumsi. Jika kita memperoleh keuntungan dari fakta atau situasi tertentu, maka fakta atau situasi yang bertentangan akan membawa bencana. Argumentasi yang menggunakan cara ini termasuk dalam argumnetasi yang didasarkan pada relasi antar berbagai fakta dan peristiwa, seperti halnya dengan persamaan dan perbandingan. Kegagalan atau ketidakpuasan sekarang mencakup keinginan akan situasi yang berlawanan dari situasi sekarang (Keraf, 2007: 113). Menurut Rahayu (2007:171), jika kita memperoleh keuntungan dari fakta dan situasi tertentu maka fakta dan situasi yang bertentangan akan memperoleh kelemahan atau sebaliknya. Metode ini dapat dilakukan dengan cara mengemukakan suatu hal atau pendapat kemudian diberikan hal atau pendapat yang sebaliknya (Lesmana, 2011). Jadi dalam metode ini, cara mempertentangkan dua hal atau pendapat yang berbeda untuk memperoleh simpulan fakta dan situasi yang menguntungkan dan yang merugikan.

g. Kesaksian atau Autoritas

(18)

25

proposisi yang digunakan merupakan pencerapan atau persepsi orang lain yang siap kita gunakan. Fakta-fakta bagi sumber tersebut harus kita gali sendiri, harus ditemukan sendiri, yang kemudian coba disusun dalam suatu proposisi yang menyingkapkan kebenaran yang nyata. Ia merupakan persepsi kita senidiri mengenai serangkaian fenomena. Kesaksian maupun autoritas tidak memiliki tenaga dalam dirinya sendiri (Intrinsik), tetapi tenaga yang ada padanya tergantung pada kepercayaan atas saksi dan kualitas autoritas. Kesaksian biasanya diterima baik, jika saksi dianggap tahu betul fakta dan kejadiannya, dan ia sendiri tidak mempunyai kepentingan dengan hasil argumen itu. Kesaksian atau autoritas tidak memiliki tenaga atau kekuatan dalam dirinya sendiri, tetapi kekuatannya tergantung pada kepercayaan atas saksi dan kualitas autoritas. Sebuah kesaksian dapat diterima dengan baik jika saksi dianggap tahu betul fakta dan kejadiannya, dan dia tidak mempunyai kepentingan dengan hasil argumen (Rahayu, 2007: 171).

D. Tajuk Rencana

(19)

26

E. Harian Suara Merdeka

(20)

27

F. Kerangka Berpikir

METODE PENGEMBANGAN TOPIK DALAM WACANA ARGUMENTASI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SUARA MERDEKA EDISI

FEBRUARI-MARET 2017

WACANA

CIRI-CIRI WACANA

WACANA ARGUMENTASI

METODE PENGEMBANGAN TOPIK WACANA ARGUMENTASI

Sebab Akibat

Keadaan atau Sirkumstansi Perbandingan

Genus dan Definisi Pertentangan

Referensi

Dokumen terkait