• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan berbagi peristiwa dan kegiatan. Hal tersebut memberikan stimulus yang berbeda-beda, sehingga menuntut manusia untuk memiliki dan mengembangkan kemampuan mengorganisasikan, serta memberikan kategori berbagai stimulus yang mereka hadapi tersebut menjadi sebuah konsep.

Konsep difahami sebagai suatu abstraksi yang mewakili objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mewakili atribut yang sama, sehingga konsep merupakan fondasi dasar berpikir. Jean Piaget menyatakan bahwa dalam proses belajar, anak akan membangun sendiri skemanya serta konsep-konsep melalui pengalaman-pengalamannya. Hal tersebut menjadikan pemahaman terhadap konsep dalam pembelajaran adalah penting karena konsep-konsep merupakan building block berpikir dan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi (Dahar, 1996: 5). Prinsip dan generalisasi dalam pemahaman konsep diperlukan serta berguna dalam mengembangkan potensi intelektual peserta didik. Sebab dengan adanya konsep dapat menyederhanakan kerumitan lingkungan sehingga dapat membantu mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju. Adanya konsep juga dapat memungkinkan pelaksanaan pengajaran, dan mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama (Hamalik, 2001: 164-165).

(2)

Dengan demikian pemahaman konsep yang telah dimiliki peserta didik berfungsi sebagai building block yang dapat dijadikan dasar untuk proses pembelajaran berikutnya. Apabila peserta didik tidak memahami beberapa konsep, terlebih konsep-konsep tersebut menjadi prasyarat dalam memahami konsep lain, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai atau dapat dikatakan pembelajaran tidak berhasil.

Pentingnya belajar konsep seperti yang diuraikan di atas memberikan implikasi bahwa pola pengajaran harus mengantarkan peserta didik untuk dapat memahami konsep yang diajarkan, karena konsep awal yang telah dimiliki oleh peserta didik berdasarkan pemahaman terhadap ciri-ciri objek atau fenomena, dapat digunakan untuk mempelajari sesuatu hal yang lebih luas, dan menentukan tindakan-tindakan apa yang selanjutnya perlu dikerjakan dalam memecahkan masalah atau respon terhadap objek atau fenomena yang terjadi.

Sejalan dengan filosofis di atas maka pembelajaran harus dapat memberikan kesempatan yang lebih bagi peserta didik memahami konsep untuk meningkatkan keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan belajar konsep akan mengembangkan kemampuhan berpikir peserta didik yang meliputi jenjang: (C1) pengetahuan, (C2) pemahaman, (C3) aplikasi, (C4) analisa, (C5) evaluasi, dan (C6) kreatif (Anderson, 2001: 66). Sehingga pengetahuan dan keterampilan berpikir merupakan suatu kesatuan yang saling menunjang.

Secara umum keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks (Liliasari, 2001: 79). Proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang

(3)

mengandung sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks sedangkan proses berpikir kompleks dikenal sebagai proses berpikir tingkat tinggi (Novak, 1979: 86). Proses berpikir kompleks dapat dikategorikan dalam 4 kelompok yang meliputi, pemecahan masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif (Costa, 1989: 59).

Pada saat ini, pengembangan kemampuan berpikir kreatif sangat penting. Kreativitas berkaitan dengan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan hal fundamental yang ada pada setiap manusia, sehingga kreativitas merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia, baik dalam mengembangkan diri maupun dalam aktivitas sehari-hari. Seseorang akan memiliki keuntungan kompetitif jika dapat mengembangkan kemampuan untuk memunculkan ide-ide baru sebagai hasil belajarnya (Adair, 2009: 6).

Geografi sebagai salah satu mata pelajaran, memiliki kontribusi untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pokok-pokok bahasan geografi yang bersifat teoritis yang digali dari konsep-konsep geografi harus dapat memberikan pengetahuan praktis bagi peserta didik dalam mengarungi kehidupan (Sumaatmadja, 1997: 32).

Sesuai dengan pernyataan Piaget di atas, konsep-konsep geografi tersebut dapat diperoleh dari fenomena-fenomena di permukaan bumi, bersentuhan langsung dengan dunia nyata, yang dapat dirasakan, dan dilakukan sebagai kegiatan sehari-hari, membentuk pengalaman. Termasuk didalamnya aktifitas manusia dalam ruang serta dampak dari aktifitas tersebut, sehingga geografi juga berkaitan dengan cara alam mempengaruhi manusia dan manusia pada gilirannya

(4)

akan memodifikasi, merubah, yang kemudian diadaptasi sebagai kegiatan manusia.

Geografi juga berkaitan dengan tempat, tidak hanya mengenai fenomena alam tetapi melalui geografi berusaha untuk memahami sifat dan penyebab perbedaan-perbedaan dalam pola-pola distribusi manusia. Keterkaitan antara masyarakat manusia dan lingkungan fisik, dalam ruang dan waktu, dan bagaimana perbedaan ini terkait dengan budaya masyarakat serta ekonomi (Semple, 2004: 2).

Hal tersebut tentu saja menghasilkan wawasan keruangan bagi individu, dalam hal ini adalah peserta didik. Peserta didik yang memiliki wawasan keruangan luas akan mampu mengaktualisaikan dirinya dengan dapat berinteraksi secara harmonis, mendapatkan kenyamanan hidup, memiliki kemampuan pengambilan keputusan keruangan, untuk mengelola secara lebih baik dan arif.

Kemampuan berpikir kreatif peserta didik juga harus dapat digali dan ditingkatkan melalui pembelajaran geografi, sebab butuh kreativitas dalam memecahkan permasalahan keruangan. Dalam hal ini geografi dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan kreatifitas peserta didik sebab tindakan kreatif dari dalam diri seseorang muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Sebagaimana dinyatakan Hulbeck (dalam Munandar, 2009: 20) bahwa “crative action is an imposing of one’s own whole personality on the environtment in an uniqe and characteristic way”. Berdasarkan uraian di atas maka pemahaman konsep dan pengembangan kemampuan berpikir kreatif harus menjadi tujuan dalam pembelajaran geografi.

(5)

Namun pada kenyataannya pembelajaran geografi saat ini masih berjalan secara konvensional, pendekatan pembelajaran ini pula yang paling disukai oleh para guru. Berdasarkan observasi awal terhadap guru-guru geografi yang tergabung dalam MGMP Geografi SMA di Kabupaten Sumedang, hampir 80% guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional, dimana guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima, dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan (Wallace dalam Warpala 2009).

Sebagian besar guru geografi masih menjadikan buku sebagai sumber belajar yang dominan di dalam proses pembelajaran. Penjelasan guru (verbalisme) cenderung bias karena tidak disertai dengan contoh-contoh konkrit dan aktual

yang berhubungan dengan materi pelajaran (kontekstual). Akibatnya

pembelajaran geografi sering membosankan dan dirasakan kurang bermakna. Para peserta didik menganggap belajar geografi identik dengan menghafal baik nama-nama tempat, istilah, dan pengertian dari suatu fenomena atau proses yang terkesan hanya memindahkan jawaban dari buku atau LKS, selain itu banyak peserta didik yang memperoleh nilai geografi kurang memuaskan.

Permasalahan lainnya, geografi dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak menarik oleh peserta didik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryani (2007: 31) yang mengatakan bahwa masalah pembelajaran geografi di sekolah dianggap tidak menarik untuk dipelajari antara lain karena:

1) Guru kurang memahami tujuan dan hakikat pembelajaran geografi,

2) Keterbatasan mengaplikasikan media pembelajaran yang relevan termasuk

(6)

3) Kualitas pembelajaran yang rendah akibat rendahnya kualitas guru seperti kurangnya kreativitas, wawasan keilmuan rendah, kurang peka terhadap masalah lingkungan, keterbatasan mengakses media informasi, tidak relevannya antara mata ajar dan keahlian guru, terlalu berorientasi pada pencapaian materi, dan sebagainya,

4) Tidak berorientasi pada pemecahan masalah aktual yang terjadi di lingkungan sekitar,

5) Tidak mengefektifkan lingkungan sekitar sebagai laboratorium geografi

Sehingga diharapkan pada saat pembelajaran guru geografi menggunakan pola pengajaran yang lebih bervariasi dan tidak monoton, agar mampu merangsang peserta didik untuk terus bereksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuannya (Mulyasa, 2004: 53).

Berdasarkan uraian diatas maka dalam pembelajaran geografi diperlukan model pembelajaran yang relevan dengan karakteristik mata pelajaran. Model pembelajaran tersebut harus mampu memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk memahami bagaimana fakta atau konsep tersebut diperoleh, sehingga dapat

meningkatkan pemahaman konsep sekaligus kemampuan berpikir peserta didik. Model pembelajaran tersebut harus menciptakan suatu proses pembelajaran yang dapat memasilitasi peserta didik agar mampu memahami masalah, melakukan identifikasi faktor penyebab, dan merumuskan temuannya dalam bentuk deskripsi maupun penarikan kesimpulan.

Model itu pula harus dapat menciptakan situasi yang kondusif agar terjadi konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. Perlu diingat bahwa pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak sekedar dihafal secara verbal dari penjelasan guru tetapi perlu keterlibatan peserta didik secara aktif dalam merekonstruksi pengetahuannya sendiri (Kamarga dalam Yani, 2010: 5).

(7)

Selanjutnya pembelajaran geografi di sekolah tidak boleh hanya berorientasi pada hasil belajar dalam bentuk nilai tes atau rapot melainkan harus memiliki kebermaknaan bagi peserta didik. Fenomena dan proses dalam suatu ruang tidak cukup dijelaskan dengan hanya menyebutkan nama-nama atau istilah-istilah fenomena dan proses yang terjadi, tetapi sifat kajian geografi membutuhkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir untuk melakukan analisis sebab akibat dan penelusuran faktor penyebab dari sesuatu kejadian dan proses, dengan contoh yang nyata, sehingga pembelajaran geografi dapat mentransfer karakter ilmu geografi dalam turut mengembangkan kemampuan peserta didik.

Berdasarkan kajian literatur, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan pengembangan kemampuhan berpikir kreatif adalah model pembelajaran POE (Predict, Observe, Explain). Model ini termasuk kedalam kelopmpok model pengajaran memproses informasi model berfikir induktif Joyce (2006). Model POE ( Predict-Observe-Explain) pertama kali diperkenalkan oleh White dan Gunstone pada tahun 1992 dalam bukunya Probing Understanding. Model pembelajaran POE ini memiliki keunggulan diantaranya untuk menggali serta meningkatkan pemahaman konsep dan melatih keterampilan berpikir kreatif peserta didik.

Model POE membelajarkan peserta didik dengan membuat prediksi atas suatu kejadian berdasarkan konsepsi mereka sendiri, kemudian mengobservasi kejadian tersebut secara nyata, dan yang terakhir menjelaskan hasil pengamatan mereka serta menjelaskan ketidaksesuaian prediksi mereka dengan keadaan yang sebenarnya. Dengan model POE peserta didik dituntut aktif dan

(8)

sebanyak-banyaknya mengeluarkan apa yang mereka ketahui dan pada akhirnya mereka mengrekonstruksi serta mengkombinasikan pengetahuan awal mereka dengan pengetahuan yang baru mereka dapatkan.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian eksperimen pembelajaran pada mata pelajaran geografi menggunakan model

pembelajaran POE dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran POE

(Predict, Observe, Explain) Terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik”. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

gambaran tentang pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif dengan penerapan model pembelajaran POE pada mata pelajaran geografi.

Variabel pemahaman konsep yang diamati, terdiri dari tiga kategori, yaitu menterjemahkan (translation), menafsirkan (interpretation), dan mengekstrapolasi (extrapolation), serta keterampilan berpikir kreatif yang dibatasi pada aspek kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan penguraian (elaboration).

Materi geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah erosi yang merupakan pokok bahasan pada kelas X SMA. Pemilihan materi tersebut dilakukan karena pokok bahasan erosi ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Namun tidak jarang peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan erosi. Selain itu, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari materi ini memungkinkan untuk pengembangan kemampuhan berpikir. Pada penelitian ini untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, fenomena-fenomena yang berkaitan dengan erosi disajikan dalam bentuk multimedia.

(9)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah; “Apakah model pembelajaran POE (Predict, Observe, Explain) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik terhadap konsep erosi?

Supaya pelaksanaan penelitian dapat lebih terfokus maka rumusan masalah dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan pre test dan post test dalam pemahaman konsep erosi pada kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran POE?

2. Apakah terdapat perbedaan pre test dan post test dalam pemahaman konsep erosi pada kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat perbedaan hasil pemahaman konsep erosi pada kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran POE dengan kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional?

4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif pada kelompok

eksperimen yang menggunakan model pembelajaran POE dengan kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional?

C. Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan diatas maka tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran

(10)

POE terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik, sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut;

1. Mengetahui perbedaan pemahaman konsep pada kelompok eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran POE.

2. Mengetahui perbedaan pemahaman konsep pada kelompok kontrol yang

menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Mengetahui perbedaan perbedaan pemahaman konsep pada kelompok

eksperimen yang menggunakan model pembelajaran POE dengan kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

4. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif pada kelompok

eksperimen yang menggunakan model pembelajaran POE dengan kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk mengatasi kesulitan yang dialami peserta didik dalam pembelajaran geografi, dengan melakukan eksperimen pembelajaran menggunakan model pembelajaran POE yang secara teoritis serta merujuk pada penelitian sebelumnya memiliki keunggulan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir peserta didik.

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoretis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris pengaruh model pembelajaran POE pada materi erosi dalam mengembangkan pemahaman

(11)

2. Dapat dijadikan dasar kajian bagi penelitian berikutnya.

3. Dapat dijadikan alternatif pilihan guru dalam pembelajaran geografi untuk mengembangkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik.

4. Bagi peserta didik memberikan nuansa baru dalam pembelajaran.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya ambivalensi pengertian dan pemaknaan terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka diberikan penjelasan sebagai berikut;

1. Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain)

Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) dilakukan melalui tiga tugas utama, yaitu memprediksi (predict), mengamati (observasi) dan menjelaskan (explain). (White dan Gunstone, 1992:44). Pada penelitian ini model POE digunakan untuk mengungkap pemahaman konsep erosi dan kemampuhan berpikir kreatif peserta didik dengan menuntut peserta didik untuk melakukan tiga tugas yaitu pertama harus memprediksi suatu kejadian atau peristiwa erosi; kedua, mengamati kejadian erosi dalam multimedia dan menjelaskan apa yang telah mereka amati tersebut; dan ketiga, menjelaskan kesesuaian dan ketidaksesuaian antara apa yang mereka prediksikan dengan hasil pengamatan. Pembelajaran dengan model POE dilaksanakan di kelas eksperimen.

(12)

2. Model Pembelajaran Konvensional

Mode pembelajaran konvensional adalah proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan materi kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima (Wallace 1992: 13 dalam Warpala 2009).

Model pembelajaran ini pula yang sering digunakan guru geografi di SMA Negeri Darmaraja Kabupaten Sumedang yang menjadi tempat penelitian. Pembelajaran ini didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab, dimana guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi peserta didik, dan peserta didik cenderung pasif dalam menerima informasi. Guru berperan lebih banyak dalam hal menerangkan materi pelajaran, memberi contoh-contoh penyelesaian soal, serta menjawab semua permasalahan yang diajukan peserta didik, kemudian peserta didik diberi tugas untuk mengisi LKS. Pembelajaran dengan model konvensional diamati pada kelas kontrol.

3. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan kemampuan menangkap arti dari materi seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, dan memberikan interpretasi dengan kata-kata sendiri. (Bloom, 1978; Baharudin, 1982; Alwi, 2005; Yulaelawati, 2004).

Pemahaman konsep yang diukur terdiri dari tiga kategori, yaitu menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi (Bloom, 1978:90).

(13)

Pemahaman konsep peserta didik diukur dengan menggunakan instrumen pemahaman konsep berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang mencakup indikator-indikator pemahaman konsep tersebut.

4. Kemampuan berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir kreatif didefinisikan sebagai kemahiran atau kecakapan peserta didik dalam menggunakan berbagai operasi mental, yaitu kelancaran, kelenturan, keaslian, dan pengungkapan idea untuk menghasilkan sesuatu dalam bentuk barang atau gagasan. Keterampilan berpikir kreatif peserta didik diperoleh dari penilaian LKS sesuai dengan indikator keterampilan berpikir kreatif dari Munandar (2009:54) yang dibatasi pada kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan penguraian (elaboration).

F. Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri atas lima bab. Bab I berisi gambaran umum mengenai penelitian ini, terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi dan manfaat penelitian, penjelasan istilah, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tentang landasan teoretik mengenai model POE, pemahaman konsep dan kemampuhan berpikir kreatif, serta posisi teoritik penelitian ini. Bab III mengupas metodologi penelitian, bab IV memaparkan hasil penelitian dan analisisnya; temuan dan pembahasan; implikasi, keunggulan dan keterbatasan penelitian. Bab V berisikan jawaban terhadap masalah yang dikemukakan pada Bab I, yang terdiri atas kesimpulan, dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Informasi Home Input Data Anak Pilih Karakteristik Proses Diagnosa Menggunakan Metode Dempster Shafer Hasil Diagnosa Informasi Artikel Informasi Tentang Sistem Input Usename

AMIKOM Cipta Darma Surakarta juga telah memiliki akreditasi dari BAN PT, dimana segala proses atau kegiatan yang dilakukan harus telah sesuai dengan penerapan

(1) Pemanfaatan rencana tata bangunan dan lingkungan Kawasan Glagah berupa kegiatan panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang

Sedangkan, responden yang bekerja sebagai buruh hanya diperoleh pada kepemilikan lahan strata III dengan nilai curahan waktu kerja laki-laki yaitu 1,04 HOK/bulan

Berdasarkan hasil tes yang diberikan kepada peserta didik pada akhir siklus I, maka diperoleh hasil analisis deskriptif kuantitatif untuk nilai tes hasil belajar Fisika

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan daerah kota Medan nomor 2 tahun 2014 tentang retribusi daerah di bidang perhubungan sudah terimplementasi, hal

Berdasarkan Analisis SWOT, terdapat beberapa hal yang telah teridentifikasi sebagai kondisi eksisting IKM dalam Sentra Industri Rajut Binong Jati. • W3: Tidak adanya

Berdasarkan data hasil kuesioner tersebut, dapat dijelaskan bahwa karakter investor pasar modal di Kota Palembang didominasi oleh investor pengambil risiko menengah