• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGAGAS KURIKULUM UNSIQ YANG TRANSFORMATIF, HUMANIS DAN QUR’ANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MENGGAGAS KURIKULUM UNSIQ YANG TRANSFORMATIF, HUMANIS DAN QUR’ANI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGAGAS KURIKULUM UNSIQ YANG TRANSFORMATIF, HUMANIS

DAN QUR’ANI

H. Zainal Sukawi

Dosen tetap UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo yang sekarang diberi tambahan tugas sebagai Wakil Rektor I UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo

Abstrak

Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang memiliki andil besar dalam meningkatkan mutu peserta didiknya dalam meningkatkan kemampuan dan keunggulan komparatif serta keunggulan kompetitif. Dalam upaya mewujudkan keunggulan komparatif sangat ditentukan bagaimana pengelolaan lembaga pendidikan itu bisa dilakukan secara optimal dengan penyediaan aset pendidikan baik secara mental, material maupun sosial. Sedangkan keunggulan kompetitif sangat dipengaruhi bagaimana kometmen dan kualifikasi sumberdaya manusia dalam mempersiapkan, memproses dan mengontrol atau mengevaluasi keseluruhan tindakannya. Hal ini perlu dilakukan karena pendidikan merupakan investasi paling mahal yang dapat menentukan masa depan generasi bangsa yang lebih baik.

Kata Kunci: Kurikulum, Transformatif, Humanis, Qur’ani

A.

Pendahuluan

Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo sebagai sub sistem pendidikan nasional, pendidikan Islam sekaligus juga pendidikan kontemporer, memiliki peran dan posisi yang sangat strategis dalam pembangunan peradaban Indonesia modern. Sebagai sub sistem pendidikan nasional, UNSIQ telah melakukan pengawalan, pendampingan dalam membantu pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang cerdas dan kreatif. UNSIQ sebagai sub sistem pendidikan Islam berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kedalaman pengalaman spiritual, implementasi nilai-nilai dan moralitas keislaman dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagai sub sistem pendidikan kontemporar UNSIQ melakukan berbagai inisiasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan sekaligus kesiapan memenuhi tuntutan dan kebutuhan kehidupan kekinian dan yang akan datang.

(2)

sinergitas pendidikan dan pertimbangan berbagai aspek tersebut semakin memperkuat posisi UNSIQ sebagai universitas transformatif, humanis dan Qur’ani.

UNSIQ sebagai fenomena kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan ,dan kemodernan telah memiliki berbagai model kolaborasi, sinergi dan integrasi. Diantara integrasi tersebut adalah:

1. integrasi pendidikan pesantren dengan pendidikan modern,

2. pengembangan potensi spiritual, emosional, intelektual, social, adversity dan skil, tradisi Timur/oksidental dan Barat/oriental,

3. keislaman, kenegaraan dan keindonesiaan,

4. Kyai dengan pesantrennya, birokrasi/pemerintahan derngan kekuasaannya, akademsi dengan ilmu, intelektual dan kecendekiawannya, dunia usaha dan industry/pengusaha dengan kekayaan dan finansialnya.

Sinergi dan kolaborasi tersebut dipandu dengan prinsip “al muhaafadhotu ‘ala al qodiim al shaleh wa al akhdu bi al jaded al ashlah” .Dalam rangka mengawal trend perkembangan dengan berbagai model sinergitas diatas, diperlukan langkah–langkah renewbelitas dan vitalitas antara lain adalah :

1. Capacity building, sumber daya manusia menjadi pilar penting yang harus selalu dikembangkan dan diberdayakan sesuai dengan potensi, spesifikasi dan keahlian masing-masing.

2. Institutional Impowerring, dengan melakukan penerapan dan penguatan managemen1

dan tatakelola kelembangaan secara sinergis, transparan dan humanis. Sehingga komponen pimpinan pendidikan dapat memerankan diri sebagai leader, manager, interpreneur dan innovator.

3. Leraning Proccess Development, komponen-komponen yang ada perlu dikelola dan dioptimalkan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

4. Networking building, selalu menguatkan dan membangun jaringan pada semua stake houlders sebagaimana empat pilar UNSIQ diatas. Dan

5. Image building, dalam hal ini tentu jangan hanya berorientasi pada penciteraan semata tapi melupakan subtansi dan nilai-nilai luhur dan tujuan inti dalam institusi2.

Salah satu diantara langkah-langkah yang akan dilakukan khusus dalam kajian ini adalah Pengembangan Kurikulum UNSIQ yang Transformatif, Humanis dan Qur’ani. Dalam kajian ini terdapat beberapa problem akademik antara lain adalah: Apa makna kurikulum dalam pendidikan dan pembelajaran? Bagaimana dinamika kurikulum pendidikan nasional dari jaman kemedekaan dampai sekarang? Bagaimana pengembangan kurikulum UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo dalam mewujudkan keunggulannya ? Bagaimana format kurikulum UNSIQ yang

1 Diperlukan TQM dengan lima pilar kekuatannya yaitu : Tujuan, proses, organisasi, pemimpin dan komitmen.

2Lihat, Zainal Sukawi, Dasar-Dasar Kebijakan Pengembangan Akademik UNSIQ Jawa Tengah di

(3)

transformative, humanis dan Qur’ani ? Kajian dan tulisan ini akan memberikan jawaban dan penyelesaian secara solutif terhadap problematika tersubut.

B.

Makna Kurikulum dalam Pendidikan dan Pembelajaran

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. 3 Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang memiliki andil besar dalam meningkatkan mutu peserta didiknya dalam meningkatkan kemampuan dan keunggulan komparatif serta keunggulan kompetitif. Dalam upaya mewujudkan keunggulan komparatif sangat ditentukan bagaimana pengelolaan lembaga pendidikan itu bisa dilakukan secara optimal dengan penyediaan aset pendidikan baik secara mental, material maupun sosial. Sedangkan keunggulan kompetitif sangat dipengaruhi bagaimana kometmen dan kualifikasi sumberdaya manusia dalam mempersiapkan, memproses dan mengontrol atau mengevaluasi keseluruhan tindakannya. Hal ini perlu dilakukan karena pendidikan merupakan investasi paling mahal yang dapat menentukan masa depan generasi bangsa yang lebih baik.

Dalam merancang kurikulum pendidikan, David Orr telah memperkenalkan empat mitos yang dapat mempengaruhi para pendidik, khalayak umum dalam mengarahkan pencapaian tujuan pendidikan yang tertuang dalam kurikulu.4 Keempat mitos tersebut adalah: Pertama, bahwa

pendidikan dan rancangan kurikulum yang benar dapat melenyapkan ketidaktahuan; kedua, pendidikan dan kurikulum yang dirancang dengan baik dapat menyediakan segala pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengatur masyarakat dan dunia; ketiga, kurikulum pendidikan meningkatkan kebaikan manusia : Kurikulum yang dirancang dengan baik menyiapkan kebijaksanaan; dan keempat, pendidikan adalah sarana utama yang memungkinkan para peserta didik dapat naik secara social dan dapat sukses secara finansial.5

Kemudian rancangan kurikulum yang baik memerlukan perangkaian bagian-bagian dasar yang meliputi tujuan-tujuan, isi, pengalaman belajar dan evaluasi. Rancangan kurikulum tersebut biasanya mencakup isu-isu filosofis, teoritis, dan praktik. Dalam pandangan Ronald Doll, menjelaskan bahwa rancangan kurikulum sebagai induk dari rancangan instruksional. Dimana dijelaskan bahwa kalau kurikulum menyusun tujuan, muatan, instruksi, dan evaluasi; sedangkan rancangan instruksional merancang dengan rinci secara pedagogis dan teknologis metode pembelajaran, materi pembelajaran, aktifitas edukasional yang dapat dipertahankan dengan cara melibatkan para peserta didik dalam pembelajaran muatan kurikulum.6

Ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam membangun rancangan kurikulum yang efektif antara lain adalah: Pertama, merefleksikan asumsi-asumsi filosofis, edukasional, dan kurikulum dengan memperhatikan tujuan institusi. Kedua, Mempertimbangkan kebutuhan

3 Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada Press, 2009), hal. 3.Lihat juga dalam

UU No 20 tahun 2003 pasal 19 ayat 1.

4 David W. Orr, Earth in Mind : On Education, Environment, and the Human Prospecst (Washington DC : Island Press, 2004)

5 Radjasa Mu’tashim Fuad (Ed)., Kurikulum Kajian dan Antologi (Yogyakarta ; Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2011), hal. 2

(4)

dan aspirasi peserta didik. Ketiga, Mempertimbangkan berbagai komponen rancangan dan organisasi mereka. Keempat, Mendeskripsikan secara singkat berbagai komponen rancangan kurikulum tersebut untuk diimplementasikan. Kelima, Meneliti ulang komponen-komponen rancangan yang dipilih (tujuan, muatan, pengalaman pembelajaran, dan pendekatan evaluasi) terhadap misi institusi. Keenam, Menuangkan rancangan kurikulum yang dibuat dengan kolega. Kemudian rancangan kurikulum dari sisi pertimbangan ruang lingkup meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dan perlu ditambahkan adalah aspek mental dan spiritual.

C.

Dinamika Kurikulum Pendidikan Nasional

Dalam perjalanan sejarah pendidikan nasional semenjak Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu : Pertama, kurikulum tahun 1947 dengan istilah Leer Plan dalam bahasa Belanda yang artinya Rencana Pelajaran, kurikulum ini masih banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda. Kurikulum ini mulai dilaksanakan tahun 1950. Kedua, kurikulum tahun 1952 dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai, sebagai upaya penyempurnaan kurikulum 1947 dengan ciri yang ditekankan adalah isi pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Ketiga, kurikulum tahun 1964 dengan istilah Rencana Pelajaran 1964 yang menekankan pada pengetahuan akademik. Keempat, kurikulum tahun 1968 sebagai perobahan kurikulum 1964 yang penekanannya pada pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus. Kelima, kurikulum tahun 1975 dengan istilah pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) yang orientasi utamanya adalah tercapainya tujuan spesifik yang dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Pada saat inilah mulai dikenal adanya istilah TIU dan TIK. Keenam, kurikulum tahun 1984 dengan istilah Process Skill Approach melalui model Student Active Learning (SAL) yang kemudian dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Ketujuh, kurikulum tahun 1994 sesuai dengan UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinamakan Content Base Education atau Kurikulum Pendidikan Berbasis Isi.

Kemudian pada era reformasi pendidikan nasional telah melakukan perobahan kurikulum yang kedelapan, pada tahun 2004 yang disebut dengan Competent Base Curiculum atau Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum KBK ini meiliki banyak kontropersi karena belum banyak mengakomodir UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan belum dapat dilaksanakan secara massif namun sudah diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Selanjutnya kurikulum baru yang masih mendapat tanggapan pro dan kontra yaitu kurikulum 2013 yang lebih menekankan capacity base and character building education.

(5)

bertanggung jawab (know to be), (5) dapat hidup bermasyarakat dengan bekerjasama, saling menghormati dan menghargai nilai-nilai pluralisme, dan kedamaian (to live together)7.

Kenapa pengembangan kurikulum diperlukan? Ada beberapa alasan mendasar yang dapat dijadikan argumentasi diantaranya adalah: Pertama, Argumentasi yang bersifat paradigmatik dengan sasaran untuk mengembangkan mutu dan relevansi penyelenggaraan program studi, pemberdayaan masyarakat secara lebih mandiri, santun dan bertanggung jawab, sebagai upaya mewujudkan akuntabilitas proses penyelenggaraan pendidikan tinggi yang terbuka dan demokratis, serta mengembangkan kebudayaan dan peradaban yang menumbuhkan sikap saling mempercayai dan kredibel yang biasanya melalui proses evaluasi diri yang dilakukan secara sistematis sebagai kebutuhan untuk menjaga kualitas dan keberlangsungannya. Kedua, Argumentasi yang bersifat strategis dengan sasaran yang dilakukan untuk memiliki kemampuan dalam mengakses tenaga kerja yang tersedia dalam masyarakat sesuai dengan persyaratan kompetensi yang diperlukan dan diberlakukan secara internasional, juga dalam meningkatkan peran intelektual (intelectual capital) dengan kemampuannya sebagai human capital, structural capital dan relational or customer capital. Disamping juga untuk meningkatkan mobilitas yang tinggi baik secara vertikal, horisontal maupun diagonal dalam mengakses lapangan kerja yang bersifat volatile, kompetitif, dan tidak menentu keberadaannya.

Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo dengan akan diberlakukannya kurikulum 2013 ini, menanggapi secara responsif dan apresiatif. Tanggapan responsif ini dilakukan dengan alasan bahwa perobahan, pembaharuan pendekatan dan proses pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan itu sebagai sunnatullah yang mesti dilakukan sehingga sangat alamiah dan manusiawi, justru sangat tidak alamiah dan manusiawi jika harus mempertahankan status qua dengan alasan apapun. Dengan tanggapan apresiatif karena secara internal UNSIQ sebagai lembaga pendidikan tinggi telah berupaya secara maksimal untuk mempersiapkan instrumen-instrumen pendidikan yang sudah dituangkan dalam visi, misi, tujuan, strategi dan langkah-langkah antisipatif demi perbaikan kualitas umat manusia kini dan masa yang akan datang. Atas dasar sikap dan tanggapan itulah maka akan diadakan penelusuran secara eksploratif melaui kajian kurikulm yang transformative, humanis dan Qur’ani.

D.

Kurikulum UNSIQ dalam Membangun Keunggulan

Pengembangan kurikulum dalam membangun keunggulan UNSIQ perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain adalah : Visi dan misi UNSIQ, trend perkembangan, model universitas dalam membangun serta penajaman keunggulan UNSIQ.

Pertama, kaitannya dengan visi dan misi UNSIQ dalam dinamika dan perkembangannya, telah menetapkan visinya sebagai Universitas Trasformatif, Humanis dan Qur’ani, dengan misinya sebagai berikut:

(1) Mentransformasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan,

(2) Mamadukan mutiara pesantren dengan pendidikan modern dalam dinamika budaya, sosial dan politik kebangsaan,

7 Bandingkan dengan empat pilar bembelajaran yang diaplikasikan secara sinergis dan berkelanjutan yaitu :

(6)

(3) Membudayakan proses pembelajaran yang integratif, dinamis, inovatif dan kondusif dalam suasana diniyah, ilmiah dan ukhuwah,

(4) Responsif , konstruktif dalam menyikapi perubahan dan kemajuan sainstek,

(5) Mengaktualisasikan mutiara luhur pesantren dan keungulan universitas modern dalam implementasi rahmatan lil’alamni8.

Kedua, perlunya merespons berbagai trend dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan. Apabila dimulai dari dekade tahun delapan puluhan trendnya pada “Cost”, yang merupakan sinergi antara (product-market-finance). Kemudian disusul dengan decade tahun sembilanpuluhan trendnya pada “Quality” yang merupakan sinergi antara (Product-Market-Finance and Productivity). Dekade awal abad 21 sepuluh tahun pertama trendnya pada ”Speed”. Yang merupakan sinergi antara (Cost-Quality-Time). Dan pada dekade sekarang memasuki trend baru yaitu “Creativity”, yang berarti harus melakukan sinergi antara (Quality, Human-Resources Managemen and Technology) 9.

Ketiga, UNSIQ sebagai universitas model transformasi pesantren melalui konsep memadu tradisi dengan modernitas. Sebagaimana diketahui bahwa pesantren selama ini disimbolkan sebagai benteng moral, etika dan cultur masyarakat Indonesia, sehingga konstalasinya banyak mendapatkan perhatian baik dari dalam maupun luar negeri terutama para ilmuwan Barat. Dalam kajian tentang pesantren ternyata sarat dengan kepentingan dan interpensi baik politik, ekonomi, keilmuan maupun kekuatan budaya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan, kalau pendidikan yang terkenal di dunia sekarang ini sebenarnya berawal dari tradisi pesantren atau kependetaan. Agar mendapatkatn pemahaman yang akurat diperlukan ketajaman analisis dan prediksi secara simultan dari berbagai dimensi melaui santri, kyai maupun tradisinya.

Upaya pemaduan mutiara tradisi pesantren dengan pendidikan modern ini10 dilakukan dengan berpegang pada prinsip : (1) Al Muhafadhatu ala al qadim al saleh wa al akhdhu bi al jadidi al aslah atau dibalik menjadi al akhdhu ala al jadidi al aslah wa al muhafadhatu ala al qadimi al saleh (mentransfer nilai-nilai baru yang lebih baik dengan tetap mempertahankan nilai-nilai lama yang yang baik). (2) Tafaqquh fi al din wa al takhalluq bi al akhlaqul karimah. (3) Talabu al ilmi faridhatun ala kulli muslimin wa muslimatin (fardlu ain), secara proporsional sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Dari ketiga prinsip diatas, maka pesantren memiliki peluang besar dalam pengembangan yang sekaligus akan mampu memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan dan tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitasnya. Inklusifitas dan keterbukaan pesantren yang tetap berada pada jatidiri yang dimilikinya, akan dapat memproklamirkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang berbasis pada kecerdasan internal (local genius).

Ada beberapa point keunggulan pesantren yang dapat diamati antara lain adalah : (a) Sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi dahsyatnya gelombang budaya dan peradaban yang

8 Rincian detai visi dan misi UNSIQ ini dapat dilihat; Rencana Strategis (RENSTRA UNSIQ}, tahun 2011-2021.

9Zainal Sukawi, Building Learning Commetment (BLC) dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,

(Wonosobo ; Al Kalam – Jurnal Kependidikan, ISSN 1829-765X, 2013).

10 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta ;

(7)

tidak sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah. (b) Sebagai benteng pertahanan nilai-nilai religious. (c) Sikap inklusifisme, tasammuh, toleran dan moderat. (d) Kesederhanaan, (e) kemandirian (f) keperdulian dan keperpihakan pada masyarakat lingkungan dengan daya dukung masyarakat pedesaan dan masyarakat akar rumput. (g) kuatnya jaringan antar pesantren melalui pertalian darah. (h) adanya kekuatan batin. Dan tentunya masih banyak lagi mutiara yang masih terpendam, yang selama belum banyak dikaji oleh para ilmuwan Barat maupun Timur.

Sementara itu keunggulan pada pendidikan modern adalah : (a) Confidence : feeling able to do it (motivasi : ingin melakukannya), (b) motivation : wanting to do it ( usaha ingin mengerjakannya), (c) effort : being welling to work hard (usaha : ingin bekerja keras), (d) responsibility : doing whot’s right (tanggung jawab : melakukan apa yang benar), (e) initiatif : moving into action (inisiatif : bergerak ketindakan), (f) Caring : showing concern for other (perduli :menunjukkan perhatian pada orang lain), (g) team work : working with ather (tim kerja : bekerja dengan orang lain, (h) common sense : using good judgement (akal sehat : menggunakan penilaian yang baik), (I) problem solving : putting whot you know and whot you can do into action (pemecahan masalah : menerapkan yang anda ketahui kedalam tindakan.

Pemaduan mutiara tradisi pesantren dengan pendidikan modern ini melalui proses harmonisasi, kolaborasi dan diversifikasi secara sinergis. Sinergisitas ini perlu dilakukan untuk mengadakan dialog interaktif antara keunggulan mutiara pesantren dengan keunggulan pendidikan modern. Simbol-simbol keunggulan itu bisa diamati melalui sikap, mentalitas, moralitas, rendah hati dan kekuatan spiritual untuk pesantren. Sementara keunggulan pendidikan modern meliputi ; ilmu pengetahuan dan teknologi, penguasaan bahasa, kedalaman metodologi, kepercayaan diri dan semangat yang pantang menyerah dalam memenuhi kebutuhan dan koriositasnya,

Upaya ini diharapkan dapat menghilangkan dikotomi kehidupan (lahir-batin, dunia-akhirat, agama dan skuler). Disamping itu akan tercipta penggabungan yang harmonis antara lain : (1) Sciences for the sake science human progresively, dan (2) to exchange the quality of human life and human being11. Dalam hal ini sangat diperlukan adanya sikap keteladanan para penyelenggara, pengelola, pimpinan dan segenap civitas akademika dalam persiapan dan proses pembelajaran yang terarah dan terencana. Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional dengan pola keilmuan dan ciri khusus yang telah dikembangkan harus selalu berinteraksi dan beriterelasi dengan perobahan, tuntutan dan kebutuhan umat manusia baik secara personal, komunal, sosial, maupun institusional. Usaha ini menjadi sangat penting dalam rangka menjaga keberlangsungan tugas dan kewajiban untuk membangun peradaban dan kebudayaan masyarakat, keislaman dan keindonesiaan.

Keempat, Mentransformasikan nilai-nilai Al Qur’an dalam kehidupan nyata. Implikasi pelaksanaannya adalah sebagai ujud komitmen pengelola dan segenap civitas akademika UNSIQ dalam mewujudkan harapan untuk membumikan Al-Qur’an dimuka bumi ini. Memang komitmen ini merupakan cita-cita ideal yang berupaya untuk mendekatkan kehendak ilahiyah dengan keinginan insaniyah dan perkembangan alamiyah yang ada. Upaya ini dilakukan untuk

11 Lihat ; Zainal Sukawi, Orientasi Perkembangan Ilmu Dakwah dalam Persfektif Filsafat Ilmu, (Yogyakarta ;

(8)

menata dan mengantisipasi kehidupan yang lebih harmonis, seimbang baik secara personal, sosial, institusional, nasional maupun global. Harapan ini sejalan dengan fenomena diturunkannya Al-Qur’an yaitu dalam rangka memberikan jawaban dan solusi terhadap berbagai persoalan yang bersipat pluralitas.

Dalam menelusuri model ini diperlukan adanya reposisi peran yang lebih, bukan saja sebagai pengkaji (islamolog) tetapi juga sebagai pelaksana dan pengamal ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an (Agamawan yang taat). Oleh karena itu Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang selalu dijadikan sebagai sumber inspirasi, motivasi dan evaluasi dalam melaksanakan kewajiban dan tugas kehidupan manusia yang kualifikasinya sebagai Khalifah Allah di bumi sekaligus sebagai hamba-Nya.

Namun kita tidak mungkin dapat menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan secara sembarangan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kita masing-masing tanpa memiliki alat dan kemampuan. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya pemahaman, pemaknaan, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Al-Qur’an baik secara substantif, tekstual dan kontekstual sesuai dengan tuntutan dan perkembanagan jaman yang selalu berkembang. Upaya ini sekaligus juga membuktikan bahwa Al-Qur’an itu sebagai pedoman hidup yang abadi dan selalu sesuai dengan keadaan, tempat dan waktu.

Pemaknaan dan pemahaman Al-Qur’an sangat erat kaitannya dengan penafsiran. Sebagaimana diketahui karena begitu tingginya tingkat interpretabelitas yang terkandung dalam Al-Qur’an dan adanya kecenderungan manusia yang berbeda-beda, maka diperlukan adanya standar dan pedoman penafsiran yang benar. Kecenderungan diatas tidak dilarang tapi tentu saja dengan persyaratan misalnya kapasitas keilmuan, bahasa, ketajaman berfikir dengan logika, historical critisisme dan kemampuan metodologi. Dalam penafsiran Al-Qur’an diperlukan kolaborasi dari berbagai pendekatan secara proporsional, baik pendekatan tekstual maupun kotekstual dan

sosial 12 . Kolaborasi ini bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) mendudukkan berbagai istilah dalam Al-Qur’an secara proporsional sesuai dengan ide moral diturunkannya ayat-ayat dalam Al-Qur’an. (2) Prinsip pemahaman kolaboratif bahwa Al-Qur’an itu diperuntukkan semua umat disegala zaman bukan hanya untuk orang arab, dan juga bukan hanya untuk orang-orang terdahulu saja. (3) Al-Qur’an telah memiliki ketelitian redaksi, oleh karena itu yang sampai pada kita sekarangpun sama dengan yang diterima nabi. Dan redaksi Al-Qur’an ini pula telah banyak mengandung mu’jizat dalam kehidupan.

Kemudian dalam memahami Al-Qur’an juga diperlukan adanya pola pikir sebagai berikut : (1) Pengembangan penafsiran sosial dan struktural ketimbang individual dan parsial. (2) Merobah cara berfikir yang hanya semata-mata subyektif kepada corak berfikir yang bersifat obyektif. (3) Ayat tidak hanya difahami secara normatif tetapi juga secara teoritik, paradigmatik, empirik dan historis13.

Sementara itu kesadaran dan penghayatan Al-Qur’an diperlukan adanya keterlibatan nalar, rasa dan emosi yang tepat, sehingga dapat menerima kemahakuasaan, adilan, kemaha-esaan, kemaha-sempurnaan dan kemaha-indahan Allah melalui ciptaan-Nya. Dari sini

12 Lihat, Fazlurrahman, Neo Modernisme Islam...

(9)

diharapkan akan muncul kerinduan dan semangat yang tinggi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan mahabbah maupun ma’rifah. Sehingga dalam proses pengkajian Al -Qur’an ini juga akan menambah kematangan dan kedewasaan diri dengan meningkatnya kemampuan bayaniyah, irfaniyah burhaniyah melalui tafakkur, tazdakkur dan tadzabbur. Kemudian proses dan hasilnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan empirik di dunia.

Kelima, mengembangkan Kemampuan Intelektual, Emosional Spiritual secara Integral Berdasarkan survey jangka panjang yang dilakukan secara komprehensif tentang faktor-faktor yang menentukan dan dapat menciptakan bintang-bintang kinerja atau etos kerja diperusahaan diperoleh 20 % ditentukan oleh IQ, dan 80 % ditentukan oleh EQ atau kecerdasan emosional (Daniel Goleman, Executive Intelegence). Hasil survey ini mengandung maksud bahwa keberhasilan seseorang maupun institusi dengan EQ ternyata ada pengaruh secara signifikan dalam setiap pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang ditempuhnya.

Sebagaimana dimaklumi bahwa kemampuan dasar seperti technical skill, umumnya lebih mudah diajarkan, berbeda dengan ketika menyangkut persoalan integritas, kreatifitas, komitmen, konsistensi dan persistensi (daya tahan), sincerity (ketulusan), visi dan leadership, maka institusi atau perusahaan akan menghadapi kesulitan yang amat pelik. Padahal justru sikap-sikap seperti inilah yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan tantangan agar kontinuitas kehidupan tetap terjaga dengan baik.

Banyak institusi yang memprioritaskan programnya dengan ploating dana yang cukup besar, untuk mengirimkan manajer dan stafnya agar mendapatkan pelatihan-pelatihan dengan harapan akan terjadi perobahan sikap yang dapat memacu kinerja dan etos kerja. Ternyata hasilnya tidak berpengaruh secara signifikan, sehingga apa yang diharapkan tidak sebanding dengan biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan. Meskipun dengan berbagai jenis pelatihan yang diikuti, mereka hanya mendapatkan “angin energi baru” yang hanya berlangsung sesaat. Karena setelah itu para peserta pelatihan kembali pada kebiasaan semula. Sejalan dengan ini Richard Bawatzis juga mendiskripsikan bahwa umumnya memang pelatihan ada pengaruhnya terhadap kepercayaan diri para peserta meskipun hanya beberapa waktu saja (Richard Bawatzis, Research in Organizational Change and Development IX, 1993).

Disamping itu muncul fenomena terjadinya pemisahan antara semangat spiritualitas ketuhanan dengan asketisme duniawi, sehingga terjadi sekularisasi dua kutub duniawi versus spiritual. Oleh karena itu muncul kesan dimana salah satu sisi justru bisa melemahkan sisi lainnya, yang ujung-ujungnya akan berbuntut pada krisis value (makna). Akhirnya tidaklah mencengangkan apabila timbul rasa kebosanan dan kegelisahan dalam menjalankan tugasnya. Karena sebagian mereka menganggap bahwa bekerja seolah-olah hanya untuk mencari uang belaka, tanpa memahami makna besar yang lebih mulia dibalik semua itu. Oleh karena itu tidaklah salah kalau ada yang mengatakan kejujuran lebih penting ketimbang keahlian, meskipun kurang tepat. Karena antara kejujuran dan keahlian keduanya sangat penting dalam menjalankan tugas yang diemban.

(10)

yang menarik meskipun banyak tantangan, karena implikasinya adalah dalam setiap langkah dan tahapan yang ditempuhnya harus selalu mempertimbangkan berbagai aspek dan potensi kemanusiaan dalam berbagai dimensi ruang dan waktu secara komprehensif. Dengan semangat, ketekunan dan komitmen penyelenggara, pengelola, pimpinan dan segenap civitas akademika UNSIQ akan mampu memberikan jawaban terhadap berbagai masalah, keluhan dan keresahan manusia masa kini dan yang akan datang14.

Keenam, dari beberapa pemikiran dan langkah-langkah diatas, kemudian dirumuskan tiga keunggulan yaitu : Keunggulan spesifik, keunggulan kompetitif, dan keunggulan komplementatif. Dimaksud dengan keunggulan spesifik tersebut adalah upaya penguatan dan pengembangan identitas UNSIQ sebagai Universitas model transformasi pesantren; pengkajian, pengembangan dan implementasi Al Qur’an dalam kehidupan; serta penguasaan kompetensi sesuai bidang studi yang ada. Sementara keunggulan kompetitif berorientasi pada penguasaan dan pengembangan bahasa serta teknologi modern. Sedangkan keunggulan komplementatif berusaha memberikan pembekalan dan pengalaman interpreneur dan kewira-usahaan para mahasiswa. Hal ini sangat dibutuhkan bangsa Indonesia dalam meningkatkan kemandiriannya..

E.

Implementasi Kurikulum

Transformatif, Humanis dan Qur’ani

Kaitannya dengan pengembangan Kurikulum UNSIQ baik pada tingkat unversiter, fakulter, program studi maupun program pengembangan atau konsentrasi agar dapat berjalan dengan baik diperlukan perumusan tujuan pembelajaran. Adapun tujuan pembelajaran di UNSIQ adalah: Meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa, mengembangkan potensi mahasiswa secara holistik dan komprehensif, mengmbangkan krakter dan kepribadian mahasiswa, responebelitas, toleran dan peduli pada sesama, mengembangkan idealitas dan kemandirian mahasiswa, dan membangun kesuksesan, keagungan dan kebesaran dalam kehidupan.

Dalam proses penyusunan dan pengebangan kurikulum UNSIQ perlu mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut : (1) Arah perkembangan trend kedepan dengan melakukan studi futristik15, (2) penggalian potensi, jatidiri dan identitas institusi, (3) tuntutan dan kebutuhan, dan (4) kegelisahan yang dirasakan dan masalah yang dihadapi. Kemudian perlunya melibatkan pemangku kepentingan dan stakeholders dalam proses penyusunan dan penetapan kurikulum. Komponen stakeholders dan pemangku kepentingan tersebut meliputi : Akademisi dan pakar keilmuan, alumni, pengguna jasa pendidikan tinggi baik pemerinyah maupun swasta, dan perwakilan pengamat dan pemehati pendidikan.

Kemudian dalam proses penyusunan kurikulum diperlukan manajemen dan evaluasi yang diterapkan secara efektif. Diantara prinsip-prinsip manajemen kurikulum adalah prinsip produktivitas, demokratisasi, kooperatif, efektifitas dan efisiensi, dan mengarahkan visi misi dan

tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum.16Kenapa manajemen kurikulum ini diperlukan? Ada beberapa fungsi manajemen kurikulum yang dapat meningkatkan kinerja, efektivitas dan

14Implementasi dan teknisnya lihat QSB UNSIQ (Qur’anic Spiritual Building} sebagai model pelatihan

pengembangan spiritual berdasar pada Al Qur’an.

15 Eleonora B. Masini, Studi Futuristik Kebutuhan, Perkembangan dan Metode Mengarahkan Masa Depan (Yogyakarta ; Kreasi Wacana, 2004)

(11)

efisisensi antara lain : (1) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, (2) meningkatkan keadilan / equety dan kesempatan pada siswa peserta didik untuk mencapai hasil yang maksimal, (3) meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesua dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitarnya, (4) meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktifitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, (5) meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran, (6) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membantu mengembangkan kurikulum.

Kaitannya dengan penerapan evaluasi kurikulum, ada tiga persoalan mendasar yang perlu disikapi yaitu : Pertama, evaluasi kurikulum sebagai bidang kajian akademik yang dilakukan oleh civitas akademika perguruan tinggi, meliputi aspek filosofis, tujuan, pendekatan, prosedur, model evaluasi kurikulum. Kedua, evaluasi kerikulum sebagai profesi, dalam hal ini berkaitan dengan evaluasi murni yang menekuni bidang kurkulum di lapangan, baik melalui kajian filosofis, tujuan, pendekatan, prosedur, model dan etika kurikulum. Ketiga evaluasi kurikulum sebagai kebijakan publik meliputi kajian landasan yuridis dan penetapan kebijakan lain yang berkaitan17.

UNSIQ sebagai universitas model tramsformasi pesanten dalam penyusunan dan penetapan kurikulum perlu memperatikan tiga pilar utama secara lebih mendalam antara lain adalah : Pertama, greater autonomy yaitu penerapan otonomi secara luas dan bertanggung jawab bukan saja dalam hal pengelolaan secara manajerial, tetapi juga dalam hal penentuan atau pemilihan kurikulum dalam rangka penyesuaian dengan dunia usaha dan dunia kerja sebagaimana kebutuhan pasar. Oleh karena itu UNSIQ sangat diharapkan oleh masyarakat untuk meningkatkan SDM yang menguasai sains dan teknologi, ilmu-ilmu sosial, humaniora dengan jaminan moralitas spiritualitas yang tinggi dan selalu mendasarkan pada data, fakta dan kenyataan hidup manusia. Meskipun terkadang otonomi itu dimaknai secara tidak wajar.

Agar pelaksanaan otonomi ini dapat berjalan dengan baik, perlu memperhatikan catatan Berdahl bahwa dalam otonomi terdapat distingsi antara otonomi prosedural dengan otonomi substansial disatu pihak dan kebebasan akademik (academic freedom) pada pihak lain. Otonomi prosedural artinya kekuasaan dan kewenangan UNSIQ secara kelembagaan dalam menentukan cara-cara (means) untuk mencapai tujuan. Otonomi substansial adalah kekuasaan dan kewenangan UNSIQ dalam menentukan tujuan dan program-program yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Sedangkan kebebasan akademik adalah kebebasan dosen atau ilmuwan secara personal dalam pengajaran dan penelitian untuk menemukan kebenaran tanpa adanya kekawatiran, ketakutan dan keterpaksaan.

Pengembangan otonomi pendidikan yang semakin luas ini, tentu saja harus dikaitkan dengan tanggung jawab (responsibility) dan akuntabilitas (accountability).Sehingga setinggi apapun yang namanya otonomi harus dibarengi dengan tanggung jawab baik secara ilmiah, profesional, sosial dan moral.

Kedua, greater accountability akuntabilitas dan tanggung jawab ini bukan hanya dalam hal pemanfaatan sumber-sumber keuangan dan material melainkan juga dalam hal pengembangan keilmuan sesuai dengan kandungan fakultas dan program-program yang telah diselenggarakan.

(12)

Akuntabilitas ini tidak hanya kepada pemerintah, yayasan atau pemberi dana dan sumber daya lainnya, tetapi juga kepada masyarakat dan stakeholder lain yang memakai dan memanfaatkan jasa pendidikan baik tentang lulusan / alumninya, pengembangan keilmuan dan teknologi maupun temuan-temuan yang bersifat konseptual teoritik dan terapan-aplikatif . Kemudian kaitannya dengan akuntabilitas profesi dan masyarakat secara luas. Hal ini diperlukan kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah, akademisi, pengusaha dan masyarakat secara sinergis.

Ketiga, Greater quality assurance, adanya jaminan kualitas proses maupun produknya, melalui evaluasi internal yang dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan. Disamping itu juga evaluasi eksternal yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasionan (BAN). Tentu semuanya ini diperlukan adanya standar baku yang mengikat dan tidak bersifat elastis sesuai dengan kepentingan. Apalagi sekarang ini diperlukan adanya akuntabilitas publik agar perguruan tinggi tetap kredibel. Dalam mendesain kurikulum UNSIQ yang efektif, unggul dan kompetitif ditentukan banyak factor antara lain yang paling mendasar adalah tingkap kinerja universitas, tingkat kompetensi dan kapasitas para pengelola. Dengan mempertimbangkan identitas, karakter dan kearifan local UNSIQ, tuntutan kebutuhan, keresahan dan persoalan serta trend yang berkembang, maka model bangunan pengembangan kurikulumnya harus bersifat integrative non dikotomik, holistic partisipatif dan komulatif. Berdasarkan beberapa factor, model bangunan kurikulum diatas, maka konsep pengembangan dan implementasi kurikulum transformative, humanis, dan Qur’ani dapat wujudkan.

Dimaksud dengan kurikulum transformative adalah kurikulum yang mampu memberikan pencerahan, pengembangan dan pemberdayaan secara berkelanjutan. Konsep pelaksanaan kurikulum transformative ini menurut Freire perlu diawali dengan pembebasan diri, kritis, kemudian transformatif dengan menekankan pentingnya pengharapan (hope) dan impian (dream). Karena mimpi dan harapan memberi kita energi untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Dengan statemen tidak ada perubahan tanpa impian, begitu pula tidak ada impian tanpa harapan. Hanya saja harapan dan impian harus ditindak lanjuti dengan aktualisasi dan implikasi. Ke depan, terbentang tugas dan pekerjaan berat yang harus dihadapi misalnya tentang perubahan simultan baik mengenai sistem, perangkat aturan legal, maupun pergeseran paradigma.

Kurikulum transformative kaitannya dengan paradigm Islam harus berlandaskan padsa iman yang kuat, ketulusan dan keikhlasan, serta teologi taihid yang lurus. Adapun indicator kurikulum transformative ini adalah (1) idealis yang memiliki pengaruh yang kuat dan massif baik dalam proses, hasil dan aplikasinya dalam masyarakat. (2) Inspirasional motivations, yang mampu memberikan inspirasi dan motivasi untuk selalu berfikir, berbuat, pengembangan dan keberlangsungannya. (3) Intelektual stimulation, yang memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai masalah, tantangan dan rintangan kemudian dapat menyelesaikan dan member solusi dalam kehidupan. (4) Individual attitude, yaitu munculnya individu atau personal yang menebarkan kedamaian, kasih sayang yang mampu memberikan teladan bagi manusia yang lain.

(13)

hkalifah-Nya. Dengan optimalisasi fungsi dan peran tersebut menjadi faktor pemicu munculnya

peradaban baru 18. Humanisme ini akan dapat menjunjung menjunjung tinggi nilai dan

kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu19. Dalam hal ini Lorens Bagus mendefinisikan humanisme sebagai suatu filsafat yang (a) memandang individu rasional sebagai makhluk tertinggi; (b) memandang individu sebagai nilai tertinggi; (c) bertujuan membina perkembangan kreatif dan moral individu dengan cara yang bermakna dan rasional

tanpa merujuk pada konsep-konsep adi kodrati20.

Pemaknaan humanisme telah mengalami perluasan pemahaman sebagaimana ditulis Frederick Edward dalam What is Humanism, yang dikutip Zaenal Abidin telah memetaan humanisme kedalam humanisme renaisans, literer, budaya dan filosofis. Humanisme filosofis terbagi menjadi dua yaitu humanisme kristiani dan humanisme modern, humanisme skuler atau global, dan humanisme religious21. Sementara itu Muhammad Arkoun menggolongkan humanisme kedalam

tiga tipologi yaitu humanisme literer, humanisme religious, dan humanisme filosofis22.

Adapun indicator kurikulum yang humanis antara lain adalah : (1) Memposisikan manusia/ mahasiswa sebagai mkhluk sempurna dengan kemampuan luar biasa. (2) Pemegang mandate konsep tasykhir dari Allah yang harus dilaksanakan dengan amanah dan akuntabel yang tinggi. (3) melibatkan pribadi yang unggul penuh pesona.

Sedangkan kurikulum yang Qur’ani adalah memberikan pendasaran, mengawal proses dan aktivitas, mengarahkan orientasi dan tujuan pembelajaran. Menjadikan Al Qur’an sebagai sumber rujukan, inspirasi, motivasi, evaluasi dan stimulasi dalam proses pembelajaran, pengembangan dan keberlangsungannya. Indikator pembelajaran yang Qur’ani penerapan dan pengembangan fungsi-fungsi Al-Qur’an dalam kehidupan dengan berbagai dimensinya dunia dan akhirat secara integrative.

Kaitannya dengan perobahan dan perkembangan kurikulum yang ada, maka kurikulum UNSIQ secara substantive meramu dan memadu beberapa kurikulum dengan potensi, identitas, karakter dan kearifan local. Namun secara formal dan structural mengikuti kurikulum terbaru. Jika diperhatikan tiga decade kurikulum nasional memiliki orientasi kecenderungan sebagai berikut : Kurikulum 1994 yang menekankan pada content base education, kurikulum 2004 menekankan competent base education, dan kurikulum 2013 penekannya pada capacity base and character building.

Daftar Pustaka

Abdurrahman Mas’ud, MA., Ph.D., Intelektual Pesantren, LKIS, Yogyakarta, 2004.

18 Paul Edwards (ed), Encyclopedia, hal 69

19 Ibid.,

20 Lorens Bagus, dalam Tim Penulis Penerbit Rosda , Kamus Filsafat (Bandung : Rosda Karya, 1999), hal. 140.

(14)

---‘ Menuju Paradigma Islam Humanis, Gama Media, Yogyakarta, 2003.

Agus Germanto, Ir., Quantum Quetient – Cara Praktis Menciptakan IQ, EQ dan SQ yang Harmonis, Yayasan Nuansa, Bandung,2002.

Ahmad Baiquni, Al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT Dana Bhakti Wakaf, Ypgyakarta, 1995.

Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Arga, Jakarta Indonesia, 2001.

Azra, Azyumardi, Paradigma Baru Perguruan Tinggi : Jalan Panjang Menuju Keunggulan Kompetitif, Makalah Seminar Nasional Reposisi dan Reorientasi Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad XXI, APTISI Pusat di Semarang, 15 Juli 2000.

David W. Orr, Earth in Mind : On Education, Environment, and the Human Prospecst Washington DC : Island Press, 2004.

Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi,Bandung ; Penerbit Mizan,1991,

Muhammad Arkoun, dalam Baidhowi, Humanisme Islam Kajian Terhadap Pemikiran Filosof Muhammd Arkoun Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

Lorens Bagus, dalam Tim Penulis Penerbit Rosda , Kamus Filsafat Bandung : Rosda Karya, 1999.

Eleonora B. Masini, Studi Futuristik – Kebutuhan Perkembangan dan Metode Pengarahan Masa Depan, BKF Multimedia dan Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2004.

Karel A. Stenbrink, Pesantren, Madrasah Sekolah, LP3ES., Jakarta, 1994.

Mamad Sa’bani S. Memahami Agama Post Dogmatik, Semarang : Aneka Ilmu, 2002).

Muhammad Shahrur, Ir. Dr., Al Kitab wa al Qur’an; Qira’ah Mu’asharah (terjemahan), El Saq Press, Yogyakarta, 2004.

M. Quraish Shihab, MA. Dr. Prof., Wawasan Al-Qur’an, Penerbit Mizan, Bandung, 1996.

Radjasa Mu’tashim Fuad (Ed)., Kurikulum Kajian dan Antologi Yogyakarta ; Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2011,

Robert T. Kiyosaki, Rich Dad’s The Bussiness School, Gramedia, Jakarta, 2002

Rusman Dr., Manajemen Kurikulum, Jakarta ; Rajawali Pers, 2009.

Samsul Arifin, dkk., Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa depan, SIPRESS, Yogyakarta, 1996.

Sayyed Hossein Nasr, The Heart of Islam ; Enduring Values for Humanity (terjemahan), Mizan, Bandung, 2003.

Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neorosains dan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 2003.

Wahbah Juhaili, Al-Qur’an al-Karim Bunyatuhu al Tasyri’at wa al Khasa’ishuhu al Khadariyat (terjemah), Risalah Gusti, Surabaya, 1995.

Z. Sukawi, Menggagas Foprmat Pendidikan Tinggi Abad XXI, Prosiding Seminar Nasional; Reposisi dan Reorientasi Pendidikan Tinggi Abad XXI, APTISI Pusat, Semarang 15 Juli 2000.

(15)

---, Building Learning Commetment (BLC) dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,Wonosobo ; Al Kalam – Jurnal Kependidikan, ISSN 1829-765X, 2013).

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren – Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1994.

---, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa,Yogyakarta ; Pesantren Nawesea Press, 2009.

Referensi

Dokumen terkait