PERENCANAAN RUNNER DAN POROS TURBIN
CROSS FLOW PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
MIKRO HIDRO (PLTMH)
Safril
(1)(1)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang
ABSTRACT
Design of cross flow turbine is a tangible manifestation of creativity and provide appropriate alternatives for communities not reached by the State Electricity Company (PLN). Cross flow turbine design begins with the measurement of water discharge, the length of the carrier channel and the difference in height of water fall. From these measurements can be determined diameter of the turbine runner and shaft. Runners and shaft are made from carbon steel and S40C with the outside runner diameter (Do) 200 mm, the inside runner diameter (Di) 130 mm, 28 of number of blades, runner width (bo) 140 mm, 30 mm diameter shaft, and shaft length (ℓ), 342 mm. Making the runner and the shaft is done by the cutting process using a light cutting, drilling machines and lathes. The principle works to change the water potential energy to kinetic energy into mechanical work energy, rotating the turbine and generator to produce electrical power a small scale.
Keywords: PLTMH, Turbin.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam usaha meningkatkan mutu kehidupan dan pertumbuhan ekonomi pedesaan, energi listrik memiliki peranan yang sangat penting. Ketersediaan energi listrik di pedesaan sebagai salah satu bentuk energi yang siap pakai, selain untuk penerangan tentu saja akan mendorong peningkatan sarana pendidikan, kesehatan dan keamanan lingkungan serta dapat meningkatkan penyediaan lapangan kerja baru. Daerah pedesaan terpencil yang sebagian besar belum terjangkau jaringan listrik nasional (PLN) merupakan suatu masalah bagi pembangunan dan pengembangan masyarakat pedesaan. Kebutuhan energi masyarakat pedesaan terpencil untuk memasak, penerangan dll, umumnya berasal dari energi yang tidak dapat diperbaharui (seperti minyak). Adapun peralatan elektronik seperti radio, televisi dipenuhi dengan menggunakan baterai atau aki yang dalam jangka waktu tertentu harus diisi ulang (recharge). Umumnya daerah pedesaan terpencil yang terletak pada daerah pegunungan mempunyai potensi energi air yang besar, sehingga PLTMH merupakan salah satu sumber energi yang dapat dikembangkan.
Salah satu daerah di Sumatra Barat yang berpotensi untuk dijadikan sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) adalah saluran irigasi
Teresgenit yang terletak di Desa Batu Hampa,
Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok.
Teresgenit merupakan salah satu daerah yang belum
terjangkau oleh jaringan listrik PLN. Selain karena terletak di daerah dataran tinggi, keterbatasan daya listrik PLN yang di gerakkan dengan tenaga diesel merupakan salah satu penyebabnya. Sehingga,
dengan memanfaatkan sumber daya air yang terdapat pada saluran irigasi Teresgenit tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan daya listrik tersebut.
Teresgenit dan daerah-daerah sekitarnya memanfaatkan energi air tersebut hanya sebagai pengairan saja, sehingga perlu dilakukan pemanfaatan energi untuk dapat menghasilkan energi listrik, meningkatkan taraf hidup dan sumber daya masyarakat agar tidak tertinggal dengan daerah-daerah lainnya yang sudah dialiri jaringan listrik PLN.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari tulisan ini adalah merencanakan diameter
runner, luas pemasukan aliran air ke turbin cross flow dari data perencanaan dan menghitung kecepatan air yang masuk ke sudu-sudu turbin cross
flow, diameter poros yang akan dipergunakan pada runner, serta sebagai pengabdian kepada masyarakat,
yang masih belum terjangkau oleh energi listrik dari PLN.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang telah dirancang ini menghasilkan energi listrik dapat dimanfaaatkan oleh masyarakat desa untuk peningkatan perekonomian dan kesejahteraan di tempat tersebut serta laboratorium bagi mahasiswa nantinya.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Turbin Cross Flow
Sebagai suatu turbin aliran radial atmosferik, yang beraarti bekerja pada tekanan atmosfir, turbin cross flow menghasilkan daya dengan mengkonversikan energi kecepatan pancaran air. Meninjau karakteristik
Jurnal Teknik Mesin Vol.7, No.1, Juni 2010 ISSN 1829-8958
kecepatan spesifiknya, ia berada diantara turbin pelton dan francis aliran campur.
Turbin cross flow terdiri atas dua bagian utama, nozel dan runner. Dua buah piringan sejajar disatukan pada lingkar luarnya oleh sejumlah sudu membentuk konstruksi yang disebut runner. Nozel berpenampang persegi, mengelurkan pancaran air ke selebar runner dan masuknya dengan sudu 160 terhadap garis singgung lingkar luar runner. Bentuk pancaran adalah pesegi, lebar dan tidak terlalu tebal. Air masuk ke sudu-sudu pada rim runner mengalir di atasnya, keluar memintas ruang kosong diantara bagian dalam rim, dan akhirnya keluar dari runner.
Dengan demikian, ia merupakan turbin pancaran kedalam. Dan karena pada dasarnya alirannya adalah radial, diameter runner tidak tergantung pada besarnya tumbukkan air sedang panjang runner dapat ditentukan tanpa tergantung sejumlah air.
Dengan menganggap pusat pancaran memasuki runner di titik A “Gambar (1)” dengan sudut 1 terhadap garis singgung lingkar luar runner, kecepatan air sebelum masuk adalah[1]:
Gambar 1 Alur Air Memintas Turbin
c1 = (2gH)½ (m/det) ... (1) dimana:
= koefisien, harganya tergantung nozel
Setelah kecepatan keliling U1 diketahui, kecepatan relatif aliran disisi masuk W1dapat ditentukan. Sudut yang diapit dua kecepatan terakhir ini dinamai sudut 1. Agar diperoleh efesiensi maksimum, sudut sudu dititik A harus sama dengan 1. Lengkung AB menunjukan suatu sudu. Kecepatan nisbi W2 dan kecepatan keliling U2 di sisi keluar, mengapit sudut 2 dititik itu. Kecepatan mutlak aliran C2 dapat ditentukan dari W2,2atau U2. Sudut yang dibentuk dua kecepatan C2atau U2adalah
Alur mutlak lintasan air diatas lengkung sudut AB bisa ditentukan seperti halnya titik senyatanya tempat air meninggalkan sudu. Dengan menganggap kecepatan mutlak C2tidak mengalami perubahan titik C tempat air kembali masuk rim dapat ditemukan. Dititik ini C2menjadi C3dan alur lintasan air diatas lengkung sudut CD bisa dipastikan pula.
Maka: 3=2 3=2 1=4
Karena semua sudut itu saling berkaitan pada sudu yang sama.
Tentu tidak keseluruhan (garis arus-pent) pancaran dapat mengikuti alur mutlak ini, beberapa alur partikel air cenderung saling bersilangan di dalam runner seperti pada “Gambar (2)” dengan memperlihatkan pendekatan keadaan sebenarnya. Sudut-sudut perpotongan dan 1 mencapai maksimum di masing-masing sisi terluar pancaran.
Gambar 2 Persilangan Aliran Memintas turbin
2.2 Pengambaran Alur Aliran Mutlak
Alur aliran melintasi runner dapat digambarkan berdasarkan segitiga kecepatan dan rumus-rumus yang telah dipaparkan pada bahasan terdahulu. Demikian pun bahasan di bawah ini akan menjabarkan secara rinci alur aliran mutlak melintasi tingkat pertama runner, sebagai dasar studi selanjutnya.
Sementara suatu elemen air mengalir disepanjang sudu dari sisi masuk ke sisi keluar, runner turbin berputar. Untuk memastikan titik sebenarnya tempat keluar suatu garis arus mutlak, harus memperhitungkan sudut putar runner yang terjadi selama selang waktu elemen air bergerak menempuh tingkat pertama itu. Dibuat segitiga-segitiga kecepatan perantara di seksi antara titik masuk dan keluar sudu runner.
Kecepatan masuk ditetapkan sebagai berikut: C1= 1
3 µ1 opt= = 0,48063
1= 30 0
opt= = = 0,55498
Jari-jari luar dan dalam runner masing-masing ditandai dengan lambang R1 dan R2. Sedangkan sembarang jari-jari diantara keduanya ditandai dengan R1 selanjutnya u1, u2, dan u masing-masing menunjukkan kecepatan keliling dijari-jari yang bersangkutan.
Kecepatan nisbi disembarang titik diantara jari-jari luar dan dalam dirumuskan sebagai[1]:
... (2) dengan pengganti ... (3) dengan: u1= 0,48063 m/det w1= 0,55498 m/det diperoleh: K = 0, 0770
Sudut kecepatan relatif disembarang titik diantara jari-jari luar dan dalam runner dirumuskan sebagai[1]:
... (4)
dan dengan pengganti :
sin1u1 2
= sin 1= ... (5) dengan1= 300
u1= 0, 48063 diperoleh = 0,155
komponen kecepatan mutlak pada arah bujur disembarang titik antara jari-jari luar dan dalam merupakan hasil kali kecepatan nisbi dengan sinus sudut kecepatan nisbi titik itu.
… (6)
Komponen kecepatan mutlak rata-rata pada arah bujur diantara jari-jari luar dan dalam serta sembarang jari-jari diantara kedua jari-jari itu, berbanding dengan integral komponen kecepatan mutlak pada arah bujur yang bersangkutan.
= ... (7)
Sudut putaran runner selama pergerakan elemen air dari jari-jari luar ke jari-jari dalam runner, atau ke sembarang jari-jari diantaranya, dihitung dengan :
° = ... (8)
dimana :
0 = sudut putaran runner, dalam derajat Perhitungan kecepatan mutlak rata-rata pada arah bujur cmi membutuhkan penerapan metode integral numerik.
2.3 Geometri Sudu
Untuk memungkinkan perencanaan runner dengan benar, geometri sudu harus ditentukan. Dalam pelaksanaannya, besar-besaran berikut ditetapkan atas dasar pertimbangan hidrolis dan segitiga-segitiga kecepatan yang dimulai:
R1jari-jari lingkar luar runner
R2 jari-jari lingkar dalam runner, tempat kedudukan salah satu ujung kerangka sudu 1sudut sudu sisi masuk
2sudut sudu sisi ke luar
Sumbu penampang lintang atau garis kerangka sudu merupakan bagian dari lingkaran seperti lazimnya pada turbin aliran silang. Parameter geometris laninnya adalah:
rb jari-jari kelengkungan sudu rp jari-jari lingkaran tusuk sudut kelengkungan sudu
Untuk menyatakan hubungan geometris antara besaran-besaran R1, R2,1,2danb,p, diperlukan adanya parameter tambahan lain “Gambar (3)” yaitu
,,, c,dan d.
Gambar tersebut juga memberikan penyelesaian grafis atas persoalan: sudu (1 + 2) yang digambarkan dari pusat runner sedemikian hingga satu sisi pengapitnya memotong jari-jari R1, sedangkan sisi lainnya memotong R2, garis penghubung kedua titik potong tadi mempunyai panjang. Garis ini memotong lingkaran berjari-jari R2 sepanjang 2d dari titik potongnya dengan lingkar luar
runner.
Menarik garis bagi atas jarak 2d ini menghasilkan garis tempat kedudukan pusat kelengkungan sudu didapatkan merupakan titik potong antara garis bersudut 1 yang ditarik dari titik potong atas lingkaran berjari-jari R1, dengan garis bagi tersebut tadi pusat jari-jari sudu terletak sejauh jari-jari lingkaran tusuk rp dari sumbu runner. Jari-jari rb
Jurnal Teknik Mesin Vol.7, No.1, Juni 2010 ISSN 1829-8958
digambarkan sampai juga memotong lingkar dalam
runner berjari-jari R2. Bila kedua titik potong dikedua lingkaran runner dihubungkan berturut-turut dengan pusat jari-jari rbdan sumbu runner diperoleh sudut dan sudut dengan demikian lainnya pundapat dibuat seperti tampak pada gambar.
Rumus-rumus berikut disusun dengan urutan yang diperlukan untuk menghitung harga , rb dan r p berdasarkan besaran R1, R2, 1 dan 2 yang sudah diketahui. Konstruksi grafis geometri sudu dapat digunakan untuk memeriksa harga-harga besaran hasil perhitungan. C = ε = arc = 1800– ( 1+2+) = 1+2- (1800- 2) d = δ = 1800– 2 ( 1+) = rp= -2
Gambar 3 Konstruksi Geometri Sudu dan Bentuk Penampang Disk Runner
2.4 Lengkung Pemasukan
Air dialirkan masuk turbin melalui pipa pesat berpenampang bulat adaptor, tempat perubahan penampabg lingkaran menjadi persegi, menjelang masuk rumah turbin sebelum mencapai runner sekali lagi aliran disesuaikan agar masing-masing memenuhi dengan tepat persyaratan spesifik seperti :
a. Kecepatan masuk mutlak, c0yang benar
b. Sudut masuk mutlak,0yang benar. Pada “Gambar (3) terlihat penampang aliran yang berbeda-beda disepanjang lintasannya dari pipa pesat sampai rumah turbin. Sisi pemasukan turbin melayani penyesuaian aliran diakir adaptor persegi menjadi pola aliran yang optimal diluasan masuk runner.
Kecepatan air memasuki runner adalah: Co= (2gH)
1/2
... (9)
2.4.1 Penstok
a. Bahan Penstok
Saat ini, bahan utama pipa pesat adalah pipa-pipa baja/besi st 37, pipa-pipa ductile dan pipa FRPM (Fibri Reinforeed Plastic Multi-unit). Sedangkan pembangkit tenaga air skala kecil menggunakan pipa-pipa hard vinyl chloride, pipa-pipa howell atau pipa-pipa spiral welded dapat dipertimbangkan karena diameternya kecil dan tekanan internal relatif rendah.
b. Menentukan diameter penstock
Pada umumnya diameter pipa pesat ditentukan berdasarkan perbandingan dengan biaya pipa pesat dan biaya kehilangan head pipa pesat. Diameter penstock dapat ditentukan berdasarkan “sudut rata-rata“ (lihat gambar berikut) dan “Disain Debit (Q)”. Rumus diameter penstock
d =1,273 × …. (10) keterangan:
Qd = debit
2.5 Diameter dan Lebar Runner
Luas pemasukan aliran adalah hasil kali lebar raner, bo, dengan panjang busur pemasukan, L
A = … (11) L di tentukan oleh busur pemasukan, °, dan diameter raner, D1= 2 R1.
L = … (12)
Dengan tinggi terjun tertentu, luas pemasukan tergantung kepada kebutuhan debit aliran.
Q = A. v … (13) dimana:
Q = debit air masuk turbin [m3/ det] A = luas pemasukan aliran [m2]
5 V = kecepatan aliran [m/det], tegak lurus
terhadap luas pemasukan
Komponen kecepatan yang berarah tegak lurus terhadap luasan pemasukan adalah komponen kecepatan mutlak diarah bujur, cm. Sehingga dengan demikian maka:
Q = A. cm ... (14) Komponen kecepatan di arah bujur ini dpat dinyatakan sebagai:
Cm= c. Sin ... (15) dimana:
c = kecepatan mutlak α = sudut kecepatan mutlak
Bila dikecepatan pancar bebas, dengan mengabaikan kerugian tinggi terjun akibat gesekan aliran, menggantikan kecepatan mutlak, maka:
C = ... (16) dimana:
g = percepatan gravitasi H = tinggi terjuan bersih
Menggunakan hubungan tersebut diatas, debit air masuk turbin dapat dinyatakan dengan:
Q = A. cm Q = bo. L. cm Q = bo. 2R1. . o . cm 360o Q = bo. 2R1..o.c sin 360o Q = … (17)
Persamaan ini memuat semua besaran yang berpengaruh terhadap debit aliran masuk turbin, yaitu:
Lebar Pemasukan Jari-Jari Raner
Sudut Busur Pemasukan akar tinggi terjun netto
sinus sudut kecepatan mutlak disisi masuk raner
Juga menjadi jelas bahwa baik lebar pemasukan maupun jari-jari raner berpengaruh secara linier terhadap besar debit aliran. Dengan kata lain, suatu
turbin dengan lebar pemasukan, = 250 mm dan diameter raner, D = 300 mm mempunyai debit yang sama besar dengan turbin berdiameter, D = 250 mm dengan lebar pemasukan, = 300 mm. ini menyebabkan kedua turbin bekerja dengan tinggi terjun dan busur pemasukan bersih yang sama. Walau kecepatan kedua turbin sama, akan tetapi karena berbeda diameter maka kecepatan masing-masing tidak sama.
Gambar 4 Luasan Pemasukan
2.6 Perencanaan Sabuk dan Pully
Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan tetoron atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V dibelitkan disekeliling alur Pully yang berbentuk-V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada pully ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baja,yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sabuk-V dibandingkan dengan sabuk rata.
Perancanaan sabuk ditentukan dengan mengikuti persamaan-persamaan sebagai berikut:
2.6.1 Menentukan Profil Alur Sabuk-V
Berdasarkan diameter nominal atau diameter lingkaran jarak bagi (dp), maka profil alur sabuk-V dapat ditentukan berdasarkan tabel[1].
2.6.2 Menentukan Reduksi (i) atau perbandingan putaran
… (18)
Keterangan:
n1= Putaran pully penggerak (rpm) n2= Putaran pully yang digerakkan (mm) dp= Diameter pully penggerak (mm) Dp= Diamter pully yang digerakkan (mm)
Jurnal Teknik Mesin Vol.7, No.1, Juni 2010 ISSN 1829-8958
2.6.3 Menentukan Panjang Sabuk
Untuk menentukan panjang sabuk antara sumbu poros ranner dengan sumbu poros pully generator direncanakan jarak antara sumbu adalah 20 inchi, maka panjang sabuk dapat ditentukan dengan rumus:
L = …. (19)
L = Panjang keliling sabuk r1= Jari-jari pully runner r2= Jari-jari pully generator x = Jarak sumbu poros
2.6.4 Pemasangan Sabuk Pada Pully
Tidak terlampau kendor atau regang maka perlu direncanakan jarak sumbu poros sebenarnya (C)
Cx= … (20)
b = 2L – 3, 14 (Dp+ dp)
2.7 Perencanaan Poros Runner
2.7.1 Menentukan Momen Bengkok Maksimal (MB max)
Dimana momen bengkok maksimum dapat ditentukan dengan mencari momen bengkok itu sendiri.
2.7.2 Menentukan Tegangan Bengkok yang Diizinkan (σb)
σb= …. (21) Keterangan:
σmax= Kekuatan tarik maksimum dari bahan poros (kg/mm2)
V = Faktor keamanan untuk beban dinamis berulang = 5
Tegangan bengkok yang terjadi: σb= Mb
2.7.3 Menentukan Diameter Poros (ds)
ds … (22)
Keterangan:
σb= Tegangan bengkok izin Mb= Momen bengkok
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Dasar Perencanaan
Dari hasil survey lapangan didapat data-data sebagai dasar perencanaan Runner dan Poros pada Turbin
Cross Flow, yaitu sebagai berikut:
debit disain (Qd) = 80 l/dt = 0,08 m3/dt tinggi air jatuh (Hnet) = 8m
Hlosses = 1/3 . Hnet = 1/3 . 8 m = 2,64 m Heff = Hnet- Hlosses
= 8m – 2,64 = 5,36 m Ditetapkan: Grafitasi (g) = 9.8 m/dt2 Efisiensi Total (ή) = 75 % Efisiensi Turbin (ήt) = 75 % = 0.75 Efisiensi Generator (ήg) = 82%
3.2 Daya Keluaran Turbin
Pa = Q . H . g . ήt = 0,08 . 8 . 9,8 . 0,75 = 4,704 kW Pt = Pa × 75 % = 4,704 × 0,75 = 3,258 ~ 3,26 kW - PI = Pt . 82 % = 3,26 . 0,82 = 2,67 kW dimana: Pa = Power air (kW) Pt = Daya Turbin (kW) PI = Daya Listrik (kW) 3.3 Perencanaan Runner
Runner merupakan komponen utama pada turbin air, yang proses operasinya berupa putaran. Putaran pada runner ini dihasilkan akibat adanya gaya dorong air yang menumbuk kuat pada sudu-sudu runner. Berdasarkan faktor-faktor yang terjadi pada saat runner beroperasi, maka hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bahan runner adalah:
Runner dapat bekerja apabila adanya gaya dorong air yang menumbuk kuat, maka bahan yang digunakan harus tahan terhadap tekanan.
Putaran yang terjadi pada saat runner bekerja mengakibatkan terjadinya puntiran pada runner, maka bahan yang dipilih adalah bahan yang tahan terhadap puntiran.
7 Runner hanya dapat bekerja pada saat kondisi basah
oleh air. Agar runner dapat berumur panjang jadi bahan yang digunakan haruslah tahan terhadap korosi.
Runner terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
Sudu berfungsi untuk menerima energi tekan dan kecepatan fluida kerja yang masuk.
Blade adalah tempat kedudukan sudu, berfungsi
untuk meneruskan daya dan putaran yang diterima dari sudu ke poros lain.
Poros berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran diterima dari runner keluar turbin dan juga berfungsi untuk mendukung momen yang terjadi.
Tabel 1 Kriteria pemilihan bahan runner
Sifat Aluminium Besi Cor Baja Karbon Baja Krom Tahan tekanan 4 6 8 8 Tahan puntir 4 7 8 8 Tahan korosi 9 5 7 8 Biaya murah 5 8 7 4 Jumlah 22 26 30 28
Bahan dengan kualitas kurang baik diberi nilai (0-3) Bahan dengan kualitas sedang diberi nilai (4-7) Bahan dengan kualitas baik diberi nilai (8-10)
Berdasarkan analisis penilaian terhadap pemilihan bahan runner maka bahan yang dipilih adalah baja karbon dan faktor keamanannya (V) = 5. Dalam perencanaan runner turbin cross flow (turbin aliran silang) terlebih dahulu harus menghitung diameter terluar dan lebar pemasukan aliran air pada runner berdasarkan debit air dilapangan (di ukur pada saat musim kemarau), yaitu:
3.3.1 Diameter Runner (D)
Bila sudut ditetapkan α = 160 dan φ = 0.98 D =
Ditentukan kecepatan spesifik maximum turbin cross
flow: ns-max = 650 . H-0.5= 650 x 8-0.5= 229,45 m/ kW N = (nsx H5/4) / P1/2 N = =1569.74 Rpm D = D = = 190, 14 mm
Jadi diameter terluar runner dibulatkan menjadi = 200 mm.
Untuk diameter dalam runner (Di) direncanakan perbandingan Di/Do = 2/3. Hal ini sesuai dengan perencanaan pabrik turbin Ossberger Jerman dimana dengan asumsi ini akan didapat efisiensi turbin yang paling baik, maka selanjutnya:
Do = 0,2 m = 200 mm R1= 100 mm
Di = 2/3. 0,20 m = 0.13 m = 130 mm R2= 50 mm
Jumlah sudu = 28 buah
3.3.2 Geometri sudu
Untuk memungkinkan perancangan runner dengan benar, geometri sudu harus ditentukan (dalam pelaksanaannya, besaran-besaran berikut ditetapkan atas dasar pertimbangan hidrolis), yaitu sebagai berikut:
R1= 100 mm R2= 50 mm Ditetapkan:
β1= 300(sudut sisi masuk) β2= 900(sudut sisi keluar) Jumlah sudu-sudu = 28 buah
Jurnal Teknik Mesin Vol.7, No.1, Juni 2010 ISSN 1829-8958 a. Jarak (c) = = 114,4 mm b. Sudut (ε) ε = arc ] = arc ] = 23,41° c. Sudut (ξ) ξ = 180° = 180° -= 36,59° d. Teta (Φ) Φ = = 30 + 90 -= 13,18°
e. Lebar setengah sudu (d) d =
=
= 28,69 mm f. Sudut lengkung sudu (δ)
δ = 180°-2 = 180 - 2 = 73,18°
g. Jari-jari kelengkungan sudu (
=
=
= 48,13 mm h. Pusat jari-jari sudu (
= 110,95 mm~ 111 mm
3.3.3 Perencanaan sudu runner
A. kecepatan air masuk sudu-sudu (V): V = = = 14,01 m/dt B. putaran runner (n): n = 1569,74 rpm C. Momen puntir (T) T = 9,74.105. = 9,74.105. = 1656,695 N/mm
D. Diameter pipa untuk bahan sudu-sudu
Menetukan ukuran diameter pipa yang akan dipakai untuk sudu-sudu, yaitu sebagai berikut:
R1= 100 mm = 10 cm R2= 50 mm = 5 cm Rp = = = Rp= 4,21 cm
D = 9,62cm=3 ~ pipa besi yang tersedia dipasaran 4”
3.3.4 Lebar Runner
Gambar 6 Luasan Pemasukan Aliran
A. Luasan pemasukan aliran (bo) Data yang diperoleh dilapangan:
Debit desain (Qd) = 80 ltr/dt = 0.08m3/dt Tinggi jatuh air (H) = 8 m
bo = 3,623
9 = 0.10
= 101 mm2~ 100 mm2
Jadi dari effisiensi yang ada bo ditetapkan menjadi 100 mm2
B. Panjang busur pemasukan air (L) Data perencanaan: = 100 = 90° L = = = 157 mm2
Jadi besarnya luas pemasukan aliran (A) A = bo . L
= 100 . 157 = 15700
3.4 Perencanaan Poros
Poros (shaft) adalah suatu bagian stationer yang berputar, biasanya berpenampang bulat, dimana terpasang elemen-elemen seperti roda-gigi, pulli, roda gigi,engkol,gigi jentera (sprocket) dan elemen pemindah-daya lainnya.Poros bisa menerima beban-beban lenturan, tarikan, tekan, atau puntiran, yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan yang lainnya. Bila beban tersebut tergabung, kita bisa mengharapkan untuk mencari kekuatan statis dan kekuatan lelah yang perlu untuk pertimbangan perencanaan, karena suatu poros tunggal bisa diberi tegangan-tegangan statis, tegangan bolak-balik lengkap, tegangan berulang, yang semuanya bekerja pada waktu yang sama.
3.4.1 Menentukan Momen Bengkok
Gaya-gaya yang bekerja pada poros dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini:
Gaya-gaya yang bekerja pada poros
Vr = {2 + 28 } = { 2( .1002.10 mm) + 28(1/3. .502. 5 mm)} = 6649704,8 mm3= 6,6497048 dm3 Fr = Vr. ρ = 6,6497048 dm3. 7,86 N /dm3. = 52,2 N Fa = Qd. t . ρ = 80 dm3/ dt.1dt.1 N /dm3 = 80N dimana: F1 = Fr + Fa = 52,2 + 80 N = 132,2 N F2 = W pully = 16,3 N ΣMA= 0 Sjj + F1. 95 – RB. 190 + F2.342 132,2 . 95 + 16,3 . 342 = RB. 190 18133,6 = RB. 190 RB = = 95,4 N ΣFY= 0 + - RA +F1– RB+ F2= 0 RA= 132,2 + 16,3 – 95,4 = 53,1 N Momen Bengkok
Jurnal Teknik Mesin Vol.7, No.1, Juni 2010 ISSN 1829-8958
Momen bengkok yang terjadi sebagai berikut: Sjj + X = 0 MA = 0 X = 95 MC= RA . 95 = 53,1 N .95 mm = 5044,5 N.mm X =190 MB = RA . 190 – F1. 95 = 53,1. 190 – 132,2 . 95 = 2470 N.mm X = 342 MD= RA . 342 – F1. 274 + RB . 149 = 53,1. 342 – 132,2 . 274 + 95,4 . 149 = 0
3.4.2 Tegangan Bengkok yang Diizinkan
= dimana = 37 kg/ 5 = = 7,4 kg/ 3.4.3 Diameter Poros = = = 14,68 mm
Dengan faktor momen lentur pada beban steady adalah 2 maka besar poros didapat = 14, 68 mm × 2 = 29, 36 ~ 30 mm.
5. KESIMPULAN
Pada perencanaan Runner dan poros maka dapat disimpulkan:
1. Runner
A. Dimensi dari Runner:
a. Diameter luar (Do) = 200 mm b. Diameter dalam (Di) = 130 mm c. Jumlah sudu = 28 buah
d. Lebar Runner (bo) = 140 mm B. Putaran Runner:
Putaran Runner (n) = 1569,74 rpm C. Momen punter (T) = 1656,695 N/mm 2. Poros Runner
Dimensi poros Runner:
a) Diameter poros Runner (Dp) = 30 mm b) Panjang poros (ℓ;) = 342 mm c) Momen bengkok (MB max) = 2470 kg.mm
d) Teganganbengkok (τb) = 7,4 kg/mm2
3. Menjaga runner supaya tetap belance, maka proses perakitan runner harus dikerjakan pada mesin bubut dengan teliti, hati-hati, karena akan mempengaruhi kelurusan sudu terhadap blade dan bentuk runner, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap daya pada keluaran turbin.
PUSTAKA
a. Arter. Alek, Meier. Ueli, Pedoman Rekayasa
Tenaga Air, SKAT (Pusat Teknologi Tepat
Guna; Swiss, 1991.
b. Sato.G. Takeshi, H.N.Sugiarto, Menggambar
Mesin, Paradnya Paramita; Jakarta, 1994.
c. Stolk.Jack, Ir, Kros.C, Ir. Elemen Konstruksi
Bangunan Mesin. Erlangga; Jakarta. ,(1994)
d. Nieman.G, Budiman. Anton, Dipl.ing, Priambodo, Bambang, Elemen Disain dan
Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan dan Poros,
Erlangga, Jakarta, 1999.
e. Popov.E.P, Mekanika Teknik, edisi kedua, Erlangga, Jakarta, 1996.