• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDERITAAN YESUS KRIS US. Lima Puluh Alasan Mengapa Dia Datang untuk Mati JOHN PIPER. Penerbit Momentum Copyright momentum.or.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDERITAAN YESUS KRIS US. Lima Puluh Alasan Mengapa Dia Datang untuk Mati JOHN PIPER. Penerbit Momentum Copyright momentum.or."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENDERITAAN

YESUS KRIS

US

Lima Puluh Alasan Mengapa Dia Datang untuk Mati

JOHN PIPER

Penerbit Momentum 2005

(2)

Penderitaan Yesus Kristus:

Lima Puluh Alasan Mengapa Dia Datang untuk Mati

Oleh: John Piper

Penerjemah: Stevy Tilaar Editor: Irwan Tjulianto

Pengoreksi: Jessy Siswanto dan Irenaeus Herwindo Tata Letak: Djeffry

Desain Sampul: Ricky Setiawan Editor Umum: Solomon Yo

Originally published in English under the title,

The Passion of Jesus Christ

Copyright © 2004 by Desiring God Foundation Published by Crossway Books

A division of Good News Publishers 1300 Crescent Street

Wheaton, Illinois 60187 All rights reserved.

Hak cipta terbitan bahasa Indonesia © 2005 pada

Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)

Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275

e-mail: momentum-cl@indo.net.id

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)

Piper, John, 1946-

Penderitaan Yesus Kristus: lima puluh alasan mengapa Dia datang untuk mati / John Piper, terj. Stevy Tilaar – cet. 2 – Surabaya: Momentum, 2006.

ix + 115 hlm.; 14 cm. ISBN 979-3292-28-8

1. Yesus Kristus – Penderitaan

2006 232.96–dc22 Cetakan pertama: Desember 2005

Cetakan kedua: Februari 2006

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.

(3)

DAFTAR ISI

?

PENDAHULUAN 1

Kristus, Penyaliban, dan Kamp-kamp Konsentrasi

LIMA PULUH ALASAN MENGAPA

KRISTUS MENDERITA DAN MATI

1. Untuk Menanggung Murka Allah 10

2. Untuk Menyenangkan Bapa-Nya yang di Sorga 12

3. Untuk Belajar Taat dan Disempurnakan 14

4. Untuk Mendapatkan Kebangkitan-Nya Sendiri dari Kematian 16 5. Untuk Menunjukkan Kekayaan Kasih dan Anugerah Allah

bagi Orang Berdosa 18

6. Untuk Menunjukkan Kasih-Nya kepada Kita 20 7. Untuk Membatalkan Tuntutan Hukum Taurat terhadap Kita 22 8. Untuk Menjadi Tebusan bagi Banyak Orang 24

9. Untuk Pengampunan Dosa-dosa Kita 26

10. Untuk Memberikan Dasar bagi Pembenaran Kita 28 11. Untuk Menggenapkan Ketaatan yang Menjadi Kebenaran Kita 30

12. Untuk Menghapus Hukuman Kita 32

13. Untuk Menghapus Sunat dan Seluruh Ritual yang Dijadikan

Dasar Keselamatan 34

14. Untuk Membawa Kita kepada Iman dan Menjaga Kita

agar Tetap Beriman 36

(4)

viii

15. Untuk Menjadikan Kita Kudus, Tak Bercacat, dan Sempurna 38 16. Untuk Memberi Kita Hati Nurani yang Murni 40 17. Untuk Mendapatkan Segala Hal yang Baik bagi Kita 42 18. Untuk Menyembuhkan Kita dari Penyakit Moral dan Fisik 44 19. Untuk Memberikan Hidup Kekal bagi Semua Orang

yang Percaya kepada-Nya 46

20. Untuk Menyelamatkan Kita dari Zaman yang Jahat Ini 48

21. Untuk Mendamaikan Kita dengan Allah 50

22. Untuk Mendekatkan Kita kepada Allah 52

23. Agar Kita Bisa Menjadi Milik-Nya 54

24. Untuk Memberi Kita Jalan Masuk ke Tempat Kudus-Nya 56 25. Untuk Menjadi Tempat Kita Bertemu dengan Allah 58 26. Untuk Mengakhiri Keimaman Perjanjian Lama dan

Menjadi Imam Besar yang Kekal 60

27. Untuk Menjadi Imam yang Dapat Merasakan

Kelemahan-kelemahan Kita dan Menolong Kita 62 28. Untuk Membebaskan Kita dari Kesia-siaan

Cara Hidup Nenek Moyang Kita 64

29. Untuk Membebaskan Kita dari Perbudakan Dosa 66 30. Agar Kita Mati terhadap Dosa dan Hidup dalam Kebenaran 68 31. Agar Kita Mati terhadap Hukum Taurat dan

Menghasilkan Buah bagi Allah 70

32. Untuk Memampukan Kita Hidup bagi Kristus,

dan Bukan bagi Diri Kita Sendiri 72

33. Untuk Menjadikan Salib-Nya sebagai Dasar Kita Bermegah 74 34. Untuk Memampukan Kita Hidup Beriman dalam Dia 76

(5)

ix

35. Untuk Memberi Arti Terdalam bagi Pernikahan 78 36. Untuk Menciptakan Suatu Umat yang Rajin

Melakukan Kebajikan 80

37. Untuk Memanggil Kita untuk Meneladani Kerendahan Hati

dan Kasih yang Rela Berkorban seperti Diri-Nya 82 38. Untuk Membentuk Pengikut yang Mau Memikul Salib 84 39. Untuk Membebaskan Kita dari Ketakutan terhadap Kematian 86 40. Agar Kita Bisa Bersama-Nya Segera setelah Kematian 88 41. Untuk Menjamin Kebangkitan Kita dari Kematian 90 42. Untuk Melucuti Penguasa-penguasa dan Pemerintah-pemerintah 92 43. Untuk Menyatakan Kuasa Allah dalam Injil 94 44. Untuk Menghancurkan Permusuhan antarras 96 45. Untuk Membebaskan Orang-orang dari Setiap Suku

dan Bahasa dan Bangsa 98

46. Untuk Mengumpulkan Seluruh Domba-Nya

dari Segenap Penjuru Dunia 100

47. Untuk Menyelamatkan Kita dari Penghakiman Akhir 102 48. Untuk Mendapatkan Sukacita-Nya dan Sukacita Kita 104 49. Agar Dia Bisa Dimahkotai dengan Kemuliaan dan Hormat 106 50. Untuk Menunjukkan bahwa Kejahatan yang Paling Kejam

Diizinkan Allah bagi Kebaikan 108

DOA 111

BUKU-BUKU mengenai Keandalan Historis Catatan Alkitab 113 SUMBER-SUMBER dari Desiring God Ministries 114

(6)

P e n d a h u l u a n

KRISTUS, PENYALIBAN,

DAN KAMP-KAMP KONSENTRASI

?

ertanyaan yang paling penting di abad kedua puluh satu ini adalah: Mengapa Yesus Kristus mau menjalani penderitaan yang begitu dahsyat? Tetapi kita tidak akan pernah memahami arti penting dari pen-deritaan-Nya jika kita tidak bisa melihat alasan yang melampaui pemikir-an mpemikir-anusia. Jawabpemikir-an ultimat untuk pertpemikir-anyapemikir-an, “Siapa ypemikir-ang menyalibkpemikir-an Yesus?” adalah: Allah. Pemikiran ini sangat mengejutkan. Yesus adalah Anak-Nya. Penderitaan-Nya tidak tertara. Tapi seluruh pesan Alkitab menggiring kita kepada kesimpulan tersebut.

P

ALLAH MERANCANG HAL INI BAGI KEBAIKAN

Nabi Yesaya berkata, “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia

de-ngan kesakitan” (Yesaya 53:10). Perjanjian Baru berkata, “Ia [Allah], yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua” (Roma 8:32). “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian melalui iman, dalam darah-Nya” (Roma 3:25).

Tapi apa hubungan tindakan ilahi tersebut dengan tindakan mengeri-kan yang dilakumengeri-kan oleh orang-orang yang membunuh Yesus? Jawaban Alkitab diungkapkan dalam sebuah doa jemaat mula-mula: “Sebab sesungguhnya telah berkumpul … Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu” (Kisah Para Rasul 4:27-28). Kedalaman dan lingkup kedaulatan ilahi ini mem-buat kita terkesima. Tapi semua itu merupakan kunci keselamatan kita. Allah yang merencanakannya, dan melalui orang-orang fasik ini, kebaik-an ykebaik-ang begitu besar telah datkebaik-ang ke dalam dunia. Jika kita boleh mem-parafrasakan sebuah kalimat dari Taurat Yahudi: Orang-orang tersebut

(7)

2

telah mereka-rekakan yang jahat, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan (Kejadian 50:20).

Karena Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, kita harus melihat melampaui penyebab manusia kepada tujuan ilahi. Isu sentral kematian Yesus bukanlah sebabnya, tetapi tujuannya – maknanya. Manu-sia pasti memiliki alasan mengapa mau menyingkirkan Yesus. Tetapi ha-nya Allah yang bisa merencanakan semuaha-nya itu untuk kebaikan seluruh dunia. Sebenarnya, tujuan Allah bagi dunia dalam kematian Yesus adalah tak terselami. Saya hanya bisa memberi tahu Anda kulit luarnya saja dalam buku kecil ini, memperkenalkan kepada Anda lima puluh tujuan-nya. Tujuan saya adalah membiarkan Alkitab sendiri yang berbicara. Melalui Alkitablah kita mendengar Firman Allah. Saya berharap poin-poin tersebut bisa mendorong Anda mengarungi perjalanan panjang untuk semakin mengenal rancangan Allah yang agung dalam kematian Anak-Nya.

APA ARTI KATA PASSION ?

Kita mengasosiasikan kata passion dengan paling sedikit empat arti: hasrat seksual, semangat yang berkobar-kobar dalam melakukan suatu tu-gas, sebuah oratorio karya J. S. Bach, dan penderitaan Yesus Kristus. Kata tersebut berasal dari sebuah kata Latin yang berarti penderitaan. Arti inilah yang saya gunakan dalam buku ini – penderitaan dan kematian Yesus Kristus. Tetapi arti ini juga memiliki hubungan dengan arti-arti yang lainnya. Kata ini juga memperdalam makna seks, memberi inspirasi kepada musik, dan mendorong tindakan terbesar di dalam dunia.

MENGAPA PENDERITAAN YESUS UNIK?

Mengapa penderitaan dan penghukuman terhadap seorang manusia yang didakwa, diadili, dan ditetapkan sebagai penipu yang ingin menjadi kaisar Romawi bisa menimbulkan, di dalam jangka waktu tiga abad setelah itu, suatu kekuatan untuk menanggung derita dan kasih yang mengubah Ke-kaisaran Romawi, dan sampai sekarang terus membentuk dunia? Jawab-annya adalah bahwa penderitaan dan kematian Yesus benar-benar unik, dan kebangkitan-Nya dari kematian tiga hari kemudian merupakan suatu tindakan Allah untuk meneguhkan apa yang telah dicapai Yesus melalui kematian-Nya tersebut.

(8)

3

Penderitaan-Nya unik karena Dia lebih dari manusia biasa. Dia bukan kurang dari manusia sejati, melainkan seperti pernyataan Pengaku-an ImPengaku-an Nicea, Dia juga adalah “Allah sejati dari Allah sejati.” Ini meru-pakan kesaksian dari orang-orang yang mengenal Dia dan yang kemudian diilhami-Nya untuk menjelaskan tentang siapa diri-Nya sebenarnya. Rasul Yohanes menyebut Yesus sebagai “Firman” dan menulis, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia [anugerah] dan kebenaran” (Yohanes 1:1-3, 14).

Di samping keilahian-Nya ini, kita juga perlu menambahkan bahwa Dia sama sekali tidak bersalah dalam penderitaan-Nya. Bukan hanya tidak bersalah atas tuduhan penghujatan, tapi juga atas semua dosa. Salah satu murid terdekat-Nya berkata, “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya” (1 Petrus 2:22). Selain keunikan tersebut, kita per-lu menekankan bahwa Dia menerima kematian-Nya sebagai yang memi-liki otoritas absolut. Salah satu pernyataan Yesus yang paling mengejut-kan mengenai kematian dan kebangkitan-Nya adalah: “Aku memberimengejut-kan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambil-nya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikanmengambil-nya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kem-bali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku” (Yohanes 10:17-18). Per-debatan mengenai siapakah sebenarnya yang membunuh Yesus bukanlah hal utama. Dia memilih untuk mati. Bapa-Nya telah menetapkannya. Dia menaati-Nya.

PENDERITAAN-NYA DITERIMA OLEH ALLAH DENGAN BUKTI KEBANGKITAN-NYA

Oleh karena penderitaan-Nya yang tidak ada bandingannya, Allah mem-bangkitkan Yesus dari antara orang mati. Ini terjadi tiga hari setelah ke-matian-Nya. Pada Minggu pagi, Dia bangkit dari kematian. Selama empat puluh hari Dia berkali-kali menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sebelum naik ke sorga (Kisah Para Rasul 1:3).

(9)

4

Para murid lambat dalam mempercayai bahwa kebangkitan ini be-nar-benar telah terjadi. Mereka bukannya orang-orang naif yang mudah ditipu. Mereka adalah pedagang yang tidak mudah ditipu. Mereka tahu bahwa manusia tidak bisa bangkit dari kematian. Pada sebuah peristiwa Yesus meminta ikan untuk dimakan untuk membuktikan kepada mereka bahwa Dia bukan hantu (Lukas 24:39-43). Ini bukan bangkitnya kembali sesosok mayat. Ini adalah kebangkitan Sang Allah-Manusia, kepada hidup baru yang tidak lagi dapat binasa. Gereja mula-mula menyebut Dia Tuhan Semesta Alam. Mereka berkata, “Setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar” (Ibrani 1:3). Yesus telah menyelesaikan tugas yang Allah berikan kepada-Nya dan peristiwa kebangkitan merupakan bukti bahwa Allah telah dipuaskan. Buku ini berbicara mengenai apa yang telah dicapai Yesus bagi dunia melalui penderitaan-Nya.

PENDERITAAN KRISTUS DAN PENDERITAAN DI AUSCHWITZ

Merupakan sebuah tragedi bahwa kisah penderitaan Kristus menghasilkan sikap antisemitisme melawan orang Yahudi dan kekerasan terhadap orang Muslim. Kita, orang Kristen, malu terhadap banyak tindakan leluhur kita yang tidak sejalan dengan prinsip Kristus. Tidak diragukan lagi bahwa memang masih ada sisa-sisa dari sikap ini di dalam jiwa kita sendiri. Tetapi Kekristenan sejati – yang sangat berbeda dari budaya Barat, dan yang mungkin tidak ditemukan pada sebagian besar gereja – menolak penyebaran agama melalui cara-cara kekerasan. “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini,” kata Yesus. “Jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan” (Yohanes 18:36). Jalan salib adalah jalan pen-deritaan. Orang Kristen dipanggil untuk mati, bukan untuk membunuh, supaya menunjukkan kepada dunia betapa Kristus mengasihi mereka.

Pada masa kini, kasih ini dengan berani dan rendah hati menyatakan kepada semua orang, tidak peduli apa pun akibatnya, bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan kepada Allah. “Kata Yesus kepa-danya, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’” (Yohanes 14:6). Tapi jangan salah: Orang Kristen tidak boleh menghina atau mengejek atau merendahkan atau menindas melalui kesombongan, atau pembunuh-an terencpembunuh-ana, atau perpembunuh-ang salib, atau kamp-kamp konsentrasi. Semua hal

(10)

5

itu jelas merupakan ketidaktaatan kepada Yesus Kristus. Berlawanan de-ngan para pengikut-Nya, Dia berdoa saat terpaku di salib, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34).

Penderitaan Yesus Kristus merupakan peristiwa paling penting da-lam sejarah, dan merupakan isu politik dan isu personal terbesar di abad kedua puluh satu. Menolak fakta bahwa Yesus telah disalib sama seperti menolak fakta bahwa peristiwa Holocaust memang terjadi. Bagi sebagian orang, peristiwa tersebut terlalu menakutkan untuk diakui. Bagi sebagian lainnya, peristiwa tersebut merupakan sebuah konspirasi yang disengaja untuk menimbulkan suatu simpati agama. Tetapi para penyangkal ini hidup dalam dunia mimpi. Yesus Kristus mengalami penderitaan yang luar biasa dan mati. Demikian juga yang dialami orang-orang Yahudi.

Saya bukan orang pertama yang menghubungkan peristiwa di Kal-vari dengan kamp-kamp konsentrasi – penderitaan Yesus Kristus dan penderitaan orang-orang Yahudi. Di dalam bukunya yang menegangkan, menggetarkan, dan memilukan yang berjudul Night, Elie Wiesel menulis-kan pengalamannya sebagai seorang remaja yang bersama dengan ayah-nya berada dalam kamp-kamp konsentrasi di Auschwitz, Buna, dan Buchenwald. Selalu saja ada ancaman “penyeleksian” – mengambil yang lemah untuk dibunuh dan dibakar di oven.

Pada suatu bagian – hanya satu bagian itu saja – Wiesel menghu-bungkan Kalvari dengan kamp-kamp tersebut. Dia bercerita mengenai se-orang rabi yang sudah tua, Akiba Dumer.

Akiba Dumer telah meninggalkan kami, menjadi korban penyeleksian. Beberapa saat terakhir ini, dia berkeliling di antara kami, matanya ber-kaca-kaca, mengatakan kepada semua orang mengenai kelemahannya: “Saya tidak bisa bertahan.… Semua sudah berakhir.…” Sudah tidak mungkin lagi menguatkan semangatnya. Dia tidak lagi mendengar apa pun yang kami katakan kepadanya. Dia hanya mengulangi kata-kata di atas, bahwa dia tidak bisa lagi menahan semua ini, tidak lagi memiliki kekuatan, ataupun iman. Tiba-tiba matanya menjadi kosong, menjadi seperti dua luka yang menganga, seperti dua lobang yang mengerikan.1

1

Elie Wiesel, Night (New York: Bantam Books, 1982, pertama terbit 1960), hlm. 72.

(11)

6

Selanjutnya, Wiesel melontarkan komentar yang provokatif ini: “Akiba Dumer yang malang; andaikata dia bisa terus mempercayai Allah, andaikata dia bisa melihat bukti Allah di Kalvari, dia tidak akan dibunuh dalam penyeleksian.”2 Saya tidak ingin berandai-andai mengenai perkata-an Elie Wiesel ini. Saya tidak mengetahui secara pasti apa maksudnya. Tetapi perkataan tersebut mendorong sebuah pertanyaan: Mengapa meng-hubungkan Kalvari dengan kamp konsentrasi?

Saat saya merenungkan pertanyaan ini, saya tidak berpikir mengenai penyebabnya atau siapa yang harus disalahkan. Saya memikirkan menge-nai makna dan harapan. Apakah mungkin penderitaan orang-orang Ya-hudi bisa mendapatkan makna sejati, bukan penyebabnya, melainkan makna finalnya di dalam penderitaan Kristus? Apakah mungkin memikir-kan, bukan dari penderitaan Kristus kepada peristiwa Auschwitz, tapi dari peristiwa Auschwitz kepada pengertian akan penderitaan Kristus? Apa-kah hubungan antara Kalvari dan kamp konsentrasi merupakan sebuah hubungan empati yang tak terselami? Mungkin hanya Yesus yang bisa mengetahui apa yang terjadi selama “malam panjang”3 penderitaan orang-orang Yahudi itu. Dan mungkin satu generasi orang Yahudi, di mana kakek-kakek mereka telah mengalami peristiwa “penyaliban” me-reka sendiri yang penuh kesengsaraan, bisa memahami apa yang telah dialami oleh Sang Anak Allah di Kalvari. Saya membiarkan hal ini tetap sebagai pertanyaan. Saya sendiri tidak tahu.

Tapi saya tahu satu hal: Orang-orang “Kristen” munafik, yang mem-buat kamp-kamp tersebut, tidak pernah mengenal kasih yang menggerak-kan Yesus Kristus menuju Kalvari. Mereka tidak pernah mengenal Kristus, yang bukannya membunuh untuk menyelamatkan sebuah budaya tetapi justru memilih mati untuk menyelamatkan manusia. Tetapi ada sejumlah orang Kristen – orang-orang Kristen sejati – yang telah melihat makna dari penderitaan Yesus Kristus, dan telah diremukkan dan diren-dahkan melalui penderitaan-Nya. Mungkinkah mereka ini, lebih dari orang-orang lain, bisa melihat dan memahami penderitaan orang-orang Yahudi?

Suatu ironi besar kalau orang Kristen bersikap anti-Yahudi! Yesus dan seluruh pengikut mula-mula adalah orang Yahudi. Orang-orang dari berbagai golongan di Palestina terlibat dalam penyaliban-Nya (bukan

2

Ibid., hlm. 73.

3

(12)

7

nya orang-orang Yahudi), dan orang-orang dari semua golongan juga menentang penyaliban-Nya (termasuk orang-orang Yahudi). Allah sendiri merupakan Aktor utama dalam kematian Anak-Nya, sehingga pertanyaan utama bukanlah, Siapa sebenarnya yang membunuh Yesus? melainkan, Apa yang diberikan kematian Yesus kepada umat manusia – termasuk di dalamnya orang Yahudi, Muslim, Buddha, dan Hindu serta orang-orang sekuler yang tidak beragama – dan semua orang di mana saja?

Ketika semua hal telah dikatakan dan dilakukan, pertanyaan terpen-ting adalah: Mengapa? Mengapa Kristus menderita dan mati? Bukan me-nanyakan penyebabnya, melainkan tujuannya. Apa yang dicapai Kristus melalui penderitaan-Nya? Mengapa Dia harus mengalami penderitaan yang begitu dahsyat? Hal agung apa yang telah terjadi di Kalvari bagi du-nia?

Inilah isi buku ini. Saya telah mengumpulkan lima puluh alasan dari Perjanjian Baru mengapa Kristus menderita dan mati. Bukan lima puluh sebab, tetapi lima puluh tujuan. Yang jauh lebih penting daripada per-tanyaan siapa sebenarnya yang membunuh Yesus adalah perper-tanyaan: Apa

yang telah Allah capai bagi orang-orang berdosa seperti kita ini dengan mengutus Anak-Nya untuk mati? Hal inilah yang akan menjadi perhatian

Referensi

Dokumen terkait