• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI KABUPATEN NGAWI MENGGUNAKAN GENERALIZED EXTREME VALUE DAN GENERALIZED PARETO DISTRIBUTION. Wahyudi 1 dan Sutikno 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI KABUPATEN NGAWI MENGGUNAKAN GENERALIZED EXTREME VALUE DAN GENERALIZED PARETO DISTRIBUTION. Wahyudi 1 dan Sutikno 2"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI KABUPATEN NGAWI MENGGUNAKAN GENERALIZED EXTREME VALUE DAN GENERALIZED PARETO DISTRIBUTION

Wahyudi1 dan Sutikno2

1

Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya 2

Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika, ITS, Surabaya [email protected]; [email protected]

Abstrak

Dampak kejadian ekstrem dari unsur cuaca dan iklim seperti curah hujan merupakan bagian permasalahan yang paling serius bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam mengidentifikasi kejadian ekstrem. Adanya informasi kejadian ekstrem lebih awal dapat dijadikan salah satu cara dalam meminimalkan kerugian akibat kejadian tersebut. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ngawi yang merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Jawa Timur. Metode statistika yang dikembangkan dan berkaitan dengan kejadian ekstrem adalah Extreme Value Theory (EVT). Identifikasi kejadian ekstrem pada EVT di bagi menjadi dua metode yaitu dengan metode Block Maxima (BM) yang memiliki Generalized

Extreme Value (GEV) dan metode Peaks Over Threshold (POT) yang memiliki Generalized Pareto Distribution (GPD). Pada penelitian ini, GEV dan GPD digunakan untuk menentukan

nilai return level atau nilai maksimum yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai return level GPD memberikan hasil yang lebih sesuai daripada GEV berdasarkan kriteria Root Mean Square Error (RMSE).

Kata kunci : Curah Hujan, Extreme Value Theory, Return Level 1. PENDAHULUAN

Dampak perubahan cuaca dan iklim ekstrem merupakan bagian permasalahan yang paling serius bagi kehidupan masyarakat di dunia (WMO, 2009). Kejadian ekstrem akan lebih sering terjadi, lebih luas atau meningkat intensitasnya pada abad ke-21 (IPCC, 2007). Berbagai masalah timbul akibat iklim dan cuaca ekstrem mulai dari wabah penyakit, gangguan kesehatan, nelayan yang tidak berani melaut akibat ombak tinggi sampai petani yang gagal panen dan kerawanan sosial lainnya. Berkaitan dengan masalah di bidang pertanian (ketahanan pangan) yang melanda belahan dunia, produksi padi merupakan tanaman yang rentan terhadap kejadian ekstrem: El-Nino dan La-Nina (Naylor et al., 2001). Dengan demikian dibutuhkan informasi dan pengetahuan khususnya dalam faktor cuaca dan iklim tentang perilaku nilai-nilai ekstrem. Dengan mempelajari perilaku nilai-nilai ekstrem, petani dan stakeholder akan mempunyai pengetahuan yang bagus tentang iklim, terutama kejadian iklim ekstrem agar produksi tanaman pangan bisa dimaksimalkan dan kerugian bisa diminimalkan guna keberlangsungan pembangunan ekonomi.

Jawa Timur merupakan provinsi yang patut diperhitungkan dalam memberikan hasil produksi padi nasional. Sekitar 17 persen produksi padi nasional berasal dari Jawa Timur terutama daerah sentra produksi padi yang meliputi Kabupaten Jember, Bojonegoro, Lamongan, Banyuwangi dan Ngawi atau sekitar 32 persen terhadap produksi di Jawa (Berita

Resmi BPS, 2010). Luas panen padi di Jawa Timur tahun 2009 mencapai 1.904.830 ha dengan produksi 11.259.085 ton. Namun berdasarkan Dinas Pertanian Jawa Timur pada kwartalan pertama tahun 2010 lahan padi akibat dampak kebanjiran mencapai nilai yang cukup signifikan yaitu sebesar 6.972,49 ha.

Pendekatan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak kerugian produksi pertanian akibat iklim yaitu melalui pengembangan metode dan pengetahuan teknologi dalam pemanfaatan informasi iklim model dan data. Salah satu penanganan dampak kerugian produksi pertanian akibat iklim dengan memodelkan nilai ekstrem dan menentukan return

level (nilai maksimum) dalam periode waktu ulang

tertentu sehingga dapat menentukan waktu tanam yang sesuai.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menggunakan extreme value theory untuk mengidentifikasi iklim ekstrem (curah hujan) di daerah sentra produksi pertanian. Kabupaten Ngawi dipilih karena salah satu Kabupaten sentra produksi tanaman pangan (padi) di Jawa Timur dengan memberikan kontribusi sebesar 5,74% atau 647.264 ton padi dari total 17% produksi Jawa Timur untuk nasional (Berita Resmi BPS, 2010). Disamping wilayah Ngawi sebagian besar terletak di sekitar wilayah pinggiran Bengawan Solo dan Kali Madiun, Kabupaten Ngawi juga merupakan daerah yang curah hujannya tinggi pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau (Hasan and Utomo, 2009). Karenanya kedua faktor inilah yang menyebabkan seringnya kejadian

(2)

2 banjir di wilayah Ngawi. Berkaitan dengan faktor penyebab banjir yang kedua di kabupaten Ngawi, memberikan informasi bahwa di wilayah ini sering adanya kejadian ekstrem (maksimum).

Metode statistika yang dikembangkan berkaitan dengan analisis kejadian ekstrem adalah extreme value

theory (EVT). Metode yang digunakan dalam EVT

adalah Block Maxima-Generalized Extreme Value dan

Peaks Over Threshold-Generalized Pareto Distribution. Extreme Value Theory bermanfaat dalam

melihat karakteristik nilai ekstrem karena berfokus pada perilaku ekor (tail) distribusi dalam menentukan probabilitas nilai-nilai ekstrem (Coles dan Tawn, 1996 dalam Sadik, 1999). Kajian mengenai perilaku ekor distribusi menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus iklim (curah hujan, suhu, kecepatan angin, kelembaban) memiliki ekor yang gemuk (heavy-tail) artinya ekor distribusi menurun secara lambat, akibatnya peluang terjadinya nilai ekstrem yang dihasilkan pun besar.

Penerapan metode extreme value theory sebelumnya juga pernah dilakukan Gilliland and Katz (2006) dengan mengidentifikasi temperatur ekstrem di wilayah United States dengan generalized extreme

value. Li et al (2004) mengidentifikasi curah hujan

ekstrem di wilayah Australia dengan generalized

pareto distribution, Prang (2006) mengidentifikasi

curah hujan ekstrem di wilayah Bogor, Sadik (1999) mengidentifikasi curah hujan ekstrem di wilayah Jawa Barat.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Extreme Value Theory

Kejadian ekstrem merupakan hal yang penting untuk dikaji, seperti dibidang climatology, hydrology,

economics, insurance dan finance (Coles, 2001).

Pengkajian di bidang tersebut digunakan dalam menentukan probabilitas (maximum dan minimum level). Umumya kejadian semacam ini disebabkan adanya data perilaku ekor (tail). Extreme value theory (EVT) merupakan salah satu metode statistika untuk mempelajari perilaku ekor (tail) distribusi. Metode ini memperhatikan pada perilaku ekor suatu distibusi untuk dapat menentukan probabilitas nilai-nilai ekstremnya. Studi tentang EVT umumnya diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu antara lain hydrology (Katz, 1999), climatology dan realibility theory. Selanjutnya terus berkembang dan digunakan di bidang climatology dan keuangan. Identifikasi nilai ekstrem dengan EVT dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode block maxima dan metode peaks

over threshold (McNeill, 1999).

Metode Block Maxima adalah metode yang dapat mengidentifikasi nilai ekstrem berdasarkan nilai tertinggi data observasi yang dikelompokan berdasarkan periode tertentu. Metode ini membagi data dalam blok-blok periode waktu tertentu, misalnya bulanan, triwulanan, semester atau tahunan. Setiap

blok periode yang terbentuk selanjutnya ditentukan nilai yang paling tinggi. Data yang paling tinggi dimasukkan dalam sampel karena nilai inilah yang merupakan nilai ekstrem pada suatu periode tertentu.

Prang (2006) menyatakan bahwa metode block

maxima mengaplikasikan teorema Fisher-Tippet,

Gnedenko (1928) bahwa data sampel nilai ekstrem yang diambil dari metode block maxima akan mengikuti distribusi generalized extreme value (GEV) yang memiliki cumulative distribution function (cdf) sebagai berikut. 𝐻𝐻(𝑥𝑥) = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧exp�−�1 + 𝜉𝜉 �𝑥𝑥 − 𝜇𝜇 𝜎𝜎 �� −1𝜉𝜉 � , 𝜉𝜉 ≠ 0 exp �−exp � − �𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎 ��� , 𝜉𝜉 = 0 (1) dengan dengan 1 + 𝜉𝜉 �𝑥𝑥−𝜇𝜇 𝜎𝜎 � > 0; −∞ < 𝜇𝜇 < ∞; 𝜎𝜎 > 0; −∞ < 𝜉𝜉 < ∞. Jika 𝜉𝜉 <0 maka −∞ ≤ 𝑥𝑥 < 𝜇𝜇 − 𝜎𝜎/𝜉𝜉, jika 𝜉𝜉 =0 maka −∞ ≤ 𝑥𝑥 < ∞ dan jika 𝜉𝜉 >0 maka 𝜇𝜇 − 𝜎𝜎/𝜉𝜉 ≤ 𝑥𝑥 < ∞. 𝜇𝜇 adalah parameter lokasi, 𝜎𝜎 parameter skala dan 𝜉𝜉 adalah parameter bentuk (shape) / tail index.

Generalized extreme value dibedakan menjadi

tiga tipe jika dilihat dari nilai parameter bentuk (𝜉𝜉) yaitu: Tipe 1 berdistribusi Gumbel jika nilai 𝜉𝜉=0, Tipe 2 berdistribusi Frechet jika nilai 𝜉𝜉>0, dan Tipe 3 berdistribusi Weibull jika nilai 𝜉𝜉<0.

Nilai 𝜉𝜉 menjelaskan jika 𝜉𝜉<0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang terbatas sebaliknya jika 𝜉𝜉 ≥0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang tidak terbatas. Semakin besar nilai 𝜉𝜉, maka distribusi akan memiliki ekor yang semakin berat (heavy tail) sehingga akan berdampak peluang terjadinya nilai ekstrem akan semakin besar. Oleh karena itu, diantara ketiga tipe distribusi GEV yang memiliki ekor yang paling gemuk adalah distribusi Frechet (Juliastuti, 2007).

Metode peaks over threshold (POT) yaitu metode EVT yang dalam mengidentifikasi nilai ekstrem dengan menggunakan patokan atau disebut threshold (u). Data yang melebihi patokan tersebut akan diidentifikasi sebagai nilai ekstrem.

GPD merupakan aplikasi teorema Picklands, Dalkema dan Denhaan (Gilli and Kellezi, 2003) yang menyatakan semakin besar nilai threshold (u) maka fungsi distribusi akan mendekati generalized pareto

distribution yang memiliki cumulative distribution function (cdf) sebagai berikut.

𝐺𝐺(𝑦𝑦) = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧ 1 − �1 +𝜉𝜉𝑦𝑦𝜎𝜎 �−1𝜉𝜉, 𝜉𝜉 ≠ 0 1 − exp �−𝑦𝑦𝜎𝜎� , 𝜉𝜉 = 0 (2) dengan 1 +𝜉𝜉𝑦𝑦 𝜎𝜎 > 0; y= x- u; x>u; 𝜎𝜎>0; −∞ < 𝜉𝜉 < ∞

(3)

3 jika 𝜎𝜎>0, 𝜉𝜉 ≥0 maka 0 ≤ 𝑦𝑦 < ∞ dan jika 𝜉𝜉 <0 maka 0 ≤ 𝑦𝑦 < −𝜎𝜎/𝜉𝜉. 𝜎𝜎 adalah parameter skala 𝜉𝜉= parameter bentuk (shape) / tail index

Generalized pareto distribution juga dibedakan

menjadi tiga tipe jika dilihat dari nilai parameter bentuk (𝜉𝜉) yaitu: Tipe 1 berdistribusi Eksponensial jika nilai 𝜉𝜉=0, Tipe 2 berdistribusi Pareto jika nilai 𝜉𝜉>0, dan Tipe 3 berdistribusi Pareto tipe 2 /Beta jika nilai 𝜉𝜉<0.

Nilai 𝜉𝜉 pada GPD juga menjelaskan jika 𝜉𝜉<0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang terbatas sebaliknya jika 𝜉𝜉 ≥0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang tidak terbatas. Semakin besar nilai 𝜉𝜉, maka distribusi akan memiliki ekor yang semakin berat (heavy tail) sehingga akan berdampak peluang terjadinya nilai ekstrem akan semakin besar. Sehingga dari ketiga tipe distribusi GPD yang memiliki ekor yang paling gemuk adalah distribusi Pareto (Juliastuti, 2007).

Ada beberapa cara dalam menentukan threshold antara lain dengan metode persentase data dan Means

Residula Life Plot (MRLP). Metode persentase

umumnya lebih mudah bila dibandingkan dengan MRLP (Juliastuti, 2007). Berdasarkan Chaves-Dermoulin (2004) dalam Juliastuti (2007) merekomendasikan bahwa data yang berada dalam

threshold yaitu sekitar 10% dari keseluruhan data yang

sudah diurutkan dari yang paling besar sampai terkecil. Hal ini dikarenakan berdasarkan kajian analisis sensitivitas, menyatakan bahwa apabila ada sedikit pergeseran terhadap threshold maka taksiran parameter yang dihasilkan tidak akan terpengaruh oleh pergeseran tersebut.

2.2 Penaksir Parameter Generalized Pareto Distribution dan Generalized Extreme Value Penaksir parameter metode generalized extreme

value (GEV) dan generealized pareto distribution

(GPD) dapat ditaksir dengan menggunakan metode

Maximum Likelihood Estimation (MLE). Secara

umum GEV memiliki probability density function (pdf) sebagai berikut. 𝑓𝑓(𝑥𝑥, 𝜇𝜇, 𝜎𝜎, 𝜉𝜉) = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧1 𝜎𝜎�1 + 𝜉𝜉 𝑥𝑥 − 𝜇𝜇 𝜎𝜎 � −1𝜉𝜉−1 exp �− �1 + 𝜉𝜉 �𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎 ��−1𝜉𝜉� 𝜉𝜉 ≠ 0 1 𝜎𝜎 exp�− � 𝑥𝑥 − 𝜇𝜇 𝜎𝜎 �� exp �−exp�− � 𝑥𝑥 − 𝜇𝜇 𝜎𝜎 ��� 𝜉𝜉 = 0 (3)

dimana m merupakan banyaknya data ekstrem dengan metode BM dan dari pdf diperoleh fungsi ln likelihood sebgai berikut. GEV dengan 𝜉𝜉 ≠ 0 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿(𝜇𝜇, 𝜎𝜎, 𝜉𝜉) = −𝑚𝑚 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝜎𝜎) − �1𝜉𝜉 + 1� � 𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 + 𝜉𝜉𝑥𝑥𝑖𝑖𝜎𝜎 � +− 𝜇𝜇 𝑚𝑚 𝑖𝑖=1 − � �1 + 𝜉𝜉 �𝑥𝑥𝑖𝑖𝜎𝜎 ��− 𝜇𝜇 −1𝜉𝜉 𝑚𝑚 𝑖𝑖=1 (4)

GEV dengan 𝜉𝜉 = 0 adalah

𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿(𝜇𝜇, 𝜎𝜎) = −𝑚𝑚 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝜎𝜎) − � �𝑥𝑥𝑖𝑖𝜎𝜎 � +− 𝜇𝜇 𝑚𝑚 𝑖𝑖=1 − � exp �− �𝑥𝑥𝑖𝑖𝜎𝜎 �� (5)− 𝜇𝜇 m i=1

Probability density function untuk GPD adalah

𝑓𝑓(𝑦𝑦, 𝜉𝜉, 𝜎𝜎) = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧1 𝜎𝜎 �1 + 𝜉𝜉𝑦𝑦 𝜎𝜎� −1𝜉𝜉−1 , 𝜉𝜉 ≠ 0 1 𝜎𝜎exp �− 𝑦𝑦 𝜎𝜎� , 𝜉𝜉 = 0 (6)

k merupakan banyaknya data ekstrem dengan metode POT dan fungsi ln likelihood sebagai berikut.

GPD dengan 𝜉𝜉 ≠ 0 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿(𝜉𝜉, 𝜎𝜎) = −𝑘𝑘 ln(𝜎𝜎) − �1𝜉𝜉 + 1� � 𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 +𝜉𝜉𝑦𝑦𝜎𝜎 � 𝑖𝑖 𝑘𝑘 𝑖𝑖=1 (7) GPD dengan 𝜉𝜉 = 0 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿( 𝜎𝜎) = −𝑘𝑘 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝜎𝜎) −1𝜎𝜎 � 𝑦𝑦𝑖𝑖 𝑘𝑘 𝑖𝑖=1 (8)

Selanjutnya dari persamaan yang diperoleh diturunkankan terhadap paramater yang hendak ditaksir. Berdasarkan persamaan yang dibentuk merupakan bentuk yang tidak closed form, maka dibutuhkan analisis numerik lebih lanjut dengan paket program Toolkit R.

2.3 Pemeriksaan Kesesuaian Distribusi

Pemeriksaan kesesuaian distribusi dilakukan untuk menunjukkan adanya kesesuaian distribusi teoritis. Pemeriksaan distribusi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan Quantile Plot dan

Probability Plot atau dengan pengujian Kolmogorov- Smirnov.

a. Quantile Plot dan Probability Plot

Pemeriksaan distribusi dengan Quantile Plot dan

Probability Plot pada umumnya mudah dilakukan

karena hanya melihat pola sebaran nilai-nilai ekstrem yang mengikuti garis linier. Jika quantile plot dan

probability plot mengikuti garis lurus atau linier maka

distribusi tersebut sudah sesuai (Mallor et al., 2009). b. Uji Kolmogorov- Smirnov

Selain melalui Quantile Plot dan Probability Plot pemeriksaan distribusi juga dilakukan dengan uji

Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini dilakukan dengan

menyesuaikan fungsi distribusi empiris S(x) dengan distribusi teoritisnya F0(x).

Uji Hipotesis:

H0: F(x) = F0 (x) (Data mengikuti distribusi teoritis F0(x))

H1: F(x) ≠ F0 (x) (Data tidak mengikuti distribusi teoritis F0(x))

(4)

4 Statistik Uji:

Dhitung = maks |S(𝑥𝑥) − F0 (𝑥𝑥)| (9)

Keterangan:

S(𝑥𝑥) : nilai kumulatif distribusi empiris F0 (𝑥𝑥) : nilai kumulatif distribusi teoritis

Kemudian membandingkan nilai Dhitung dengan nilai Dα pada tabel Kolmogorov-Smirnov. Jika Dhitung>Dα maka tolak H0 (Daniel, 1989).

Untuk mengetahui tipe distribusi dari GEV dan GPD maka dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut.

Uji hipotesis tipe GEV: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Gumbel) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

Statistik Uji: Λ = 𝐿𝐿(𝜇𝜇̂, 𝜎𝜎�)

𝐿𝐿�𝜇𝜇̂, 𝜎𝜎�, 𝜉𝜉̂� (10) 𝐿𝐿(𝜇𝜇̂, 𝜎𝜎�): fungsi likelihood dengan melibatkan parameter 𝜇𝜇̂, 𝜎𝜎�

𝐿𝐿�𝜇𝜇̂, 𝜎𝜎�, 𝜉𝜉̂�: fungsi likelihood dengan melibatkan parameter 𝜇𝜇̂, 𝜎𝜎�, 𝜉𝜉̂ Jika nilai −2 ln Λ > χ1;α2 maka tolak H0 (Coles, 2001).

Uji hipotesis tipe GPD: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Eksponensial) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

Statistik Uji: Λ = 𝐿𝐿(𝜎𝜎�)

𝐿𝐿�𝜎𝜎�, 𝜉𝜉̂� (11) 𝐿𝐿(𝜎𝜎�): fungsi likelihood dengan melibatkan parameter 𝜎𝜎�

𝐿𝐿�𝜎𝜎�, 𝜉𝜉̂�: fungsi likelihood dengan melibatkan parameter 𝜎𝜎�, 𝜉𝜉̂. Jika nilai −2 ln Λ > χ1;α2 maka tolak H0 (Coles, 2001). χ1;α2 merupakan nilai chisquare tabel dengan derajat bebas (v)= 1 dan α merupakan taraf signifikansi.

2.4 Return Level

Return level merupakan nilai maksimum yang

diharapkan akan dilampaui satu kali dalam jangka waktu tertentu (Gilli and Kellezi, 2003). Persamaan

return level untuk GEV dan GPD dapat dinyatakan

pada persamaan 12 berikut.

𝑥𝑥𝑘𝑘= ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧μ� − 𝜎𝜎� 𝜉𝜉̂�1 − �−𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 − 1 𝑘𝑘�� −𝜉𝜉 � 𝜉𝜉 ≠ 0 μ� − 𝜎𝜎� 𝑙𝑙𝑙𝑙 �−𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 −1𝑘𝑘�� , 𝜉𝜉 = 0 (12)

Penetuan return level pada GPD selain melibatkan nilai parameter 𝜉𝜉, 𝜎𝜎 juga melibatkan nilai 𝑢𝑢 (threshold) dan persamaan return level untuk GPD sebagai berikut. 𝑥𝑥𝑚𝑚= �𝑢𝑢 + 𝜎𝜎� 𝜉𝜉̂�(𝑚𝑚𝛿𝛿𝑢𝑢)−𝜉𝜉− 1� , 𝜉𝜉 ≠ 0 𝑢𝑢 + 𝜎𝜎� 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝑚𝑚𝛿𝛿𝑢𝑢) , 𝜉𝜉 = 0 (13)

nilai 𝑥𝑥𝑚𝑚 atau nilai ekstrim yang terjadi satu kali pada jangka waktu m pengamatan dan nilai 𝛿𝛿𝑢𝑢 dapat ditaksir dengan 𝛿𝛿̂𝑢𝑢 = 𝑙𝑙𝑢𝑢/𝑙𝑙 dengan 𝑙𝑙𝑢𝑢= banyaknya data yang melebihi threshold dan n banyaknya data (Mallor et al., 2009).

2.5 Kriteria Pemilihan Metode yang Sesuai

Kriteria pemilihan metode yang sesuai menggunakan RMSE (Root Mean Square Error). RMSE digunakan untuk mengetahui akar kesalahan rata-rata kuadrat dari setiap metode.

RMSE = �1𝑡𝑡 �(𝑥𝑥𝑖𝑖− 𝑥𝑥�𝑖𝑖 )2 𝑡𝑡 𝑖𝑖=1 (14) dimana : 𝑥𝑥𝑖𝑖 = Nilai aktual 𝑥𝑥�𝑖𝑖 = Nilai Dugaan

t = banyaknya nilai yang diduga 2.6 Curah Hujan

Curah hujan dapat diartikan sebagai ketinggian air yang tekumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Untuk mengukur curah hujan, digunakan alat yang disebut

Observarium dan umumnya curah hujan dinyatakan

dalam milimeter. Curah hujan satu milimeter artinya pada luasan satu meter persegi dalam tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Sifat curah hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori antara lain di atas normal (AN) terjadi jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya, normal (N) terjadi jika nilai curah hujan antara 85% sampai 115% terhadap rata-ratanya dan di bawah normal (BN) jika curah hujan kurang dari 85% (BMKG, 2011).

Selain itu curah hujan juga dibedakan menjadi tiga jika ditinjau besarnya intensitasnya yang meliputi: 1. Curah hujan rendah (150-200 mm/bulan) 2. Curah hujan sedang (200-250 mm/bulan) 3. Curah hujan tinggi (250-300 mm/bulan) (LAPAN, 2006)

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Karangploso Malang. Data ini berupa data curah hujan dasarian di beberapa pos pengukuran di Kabupaten Ngawi pada periode 1989 sampai 2010. Kabupaten Ngawi memiliki 23 pos curah hujan yang terbagi dalam 2 Zona Musim (ZOM). Pos yang dipilih untuk penelitian ini ada 2. Pos Mantingan dipilih untuk mewakili ZOM 1 dan untuk pos Ngale dipilih untuk mewakili ZOM 2.

(5)

5 3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan dasarian. Data di bagi menjadi dua bagian yaitu data yang digunakan untuk analisis (learning) dan data yang digunakan untuk validasi (testing). Data yang digunakan untuk proses analisis yaitu data tahun 1989 sampai tahun 2009 dan data yang digunakan untuk validasi data tahun 2010. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu periode tahunan (Januari sampai Desember) dan periode musim hujan (Oktober sampai Maret).

3.3 Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul dan variabel penelitian ditentukan maka langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan data curah hujan dengan statistika deskriptif dan pola sebaran curah hujan di Kabupaten Ngawi.

b. Mengidentifikasi data curah hujan untuk mengetahui adanya data berekor gemuk dan nilai ekstrem dengan histogram dan normallity plot c. Pengambilan sampel data ekstrem dengan metode

block maxima dan peaks over threshold

i. Block Maxima dengan membuat blok periode

waktu yaitu periode tahunan yang dibagi menjadi 3 bulanan Desember-Januari-Februari (DJF), bulan Maret-April-Mei (MAM), bulan Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-November (SON) dan periode musim hujan (bulan Oktober sampai bulan Maret) yang kemudian dibagi menjadi satu bulanan (Oktober, November, Desember, Januari, Februari, dan Maret). Setelah blok terbentuk maka dapat menentukan nilai-nilai yang paling tinggi setiap blok yang digunakan untuk analisis.

ii. Peaks over threshold dengan menentukan nilai

patokan (threshold) dengan metode persentase baik pada periode tahunan maupun periode musim hujan. Setelah threshold ditentukan maka dipilih data curah hujan yang melebihi nilai threshold untuk analisis.

d. Menaksir parameter menggunakan Maximum

Likelihood Estimation (MLE) baik untuk metode block maxima dan metode peaks over threshold.

e. Pemeriksaan kesesuaian distribusi menggunakan

quantile plot, probability plot dan pengujian

hipotseis dengan uji Kolmogorov-Smirnov. f. Menentukan nilai return level (tingkat

pengembalian) terjadinya curah hujan ekstrem pada periode waktu ulang tertentu.

g. Membandingkan nilai RMSE data testing antara metode generalized extreme value (GEV) dengan

generalized pareto distribution (GPD).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Curah Hujan Pos Mantingan dan Ngale

Gambaran umum curah hujan untuk pos Mantingan dan Ngale perlu dilakukan sebagai informasi awal untuk mengetahui karakteristik dan pola curah hujan yang digunakan untuk analisis berikutnya. Gambaran umum curah hujan kedua pos disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai Rata-Rata, Standard Deviasi, Nilai Minimal dan Maksimal Curah Hujan Pos Mantingan dan Ngale Pos Hujan Rata-rata (mm/bln) Std Dev Min (mm/bln) Max (mm/bln) Mantingan 168,750 111,613 32 313 Ngale 160,386 107,668 17 297

Tabel 1 menunjukkan bahwa pos Mantingan dan pos Ngale memiliki rata-rata curah hujan yang hampir sama dengan nilai rata-rata masing-masing pos yaitu 168,750 mm dan 160,386 mm. Sementara untuk nilai terendah pos Ngale memiliki nilai minimum 17 mm sedangkan untuk pos Mantingan memiliki nilai minimum sebesar 32. Untuk nilai tertinggi pos Mantingan memiliki nilai maksimum sebesar 313 mm dan pos Ngale sebesar 297 mm.

Selain nilai maksimum dan minimum kedua pos, dapat dilihat juga bahwa nilai standard deviasi yang digunakan untuk menyatakan keragaman curah hujan menunjukkan bahwa standard deviasi untuk pos Ngale sebesar 107,668 dan untuk pos Mantingan sebesar 111, 613

Gambar 1 Pola Curah Hujan di Pos Mantingan. Gambar 1 menunjukkan pola curah hujan di Pos Mantingan dari tahun 1989 sampai 2010 adalah berpola monsun. Pola monsun merupakan pola curah hujan yang membentuk huruf U atau dengan kata lain memiliki satu puncak musim hujan (unimodal). Pola monsun pada pos Mantingan memiliki puncak tepatnya pada bulan Februari karena jumlah curah hujannya paling tinggi diantara bulan-bulan lainnya. Selain menunjukkan pola curah hujan, Gambar 1 juga dapat diketahui periode musim hujan dan musim kemarau yaitu musim hujan yang umumnya terjadi

0 50 100 150 200 250 300 350 Ja n Feb Mar Apr Mei Jun Ju l A gu st Sep t Ok t N ov Des

(6)

6 antara bulan Oktober sampai Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai November.

2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990 1989 400 300 200 100 0 D a ta DES NOP OKT SEPT AGS JUL JUN MEI APR MAR PEB JAN 400 300 200 100 0 D a ta

Gambar 2 Boxplot Curah Hujan Pertahun (a) dan Perbulan (b) di Pos Mantingan.

Gambar 2a menunjukkan sebagian besar dalam kurun waktu 22 tahun curah hujan di pos Mantingan terdapat nilai ekstrem (maksimum). Adanya nilai ekstrem mengindikasikan terdapat curah hujan yang sangat tinggi di periode-periode waktu tertentu dan untuk mengetahui adanya nilai ekstrem perbulan, pada Gambar 2b menunjukkan bahwa adanya nilai ekstrem tidak hanya terjadi pada bulan-bulan musim hujan namun juga terjadi pada bulan-bulan musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pada bulan-bulan tersebut merupakan musim kemarau namun masih juga sering terjadi hujan.

Gambar 3 Pola Curah Hujan di Pos Ngale.

Seperti halnya di Pos Mantingan pola curah hujan di Pos Ngale juga memiliki pola curah hujan yang terdiri hanya satu puncak curah hujan (unimodal) yang

berbentuk huruf U atau disebut pola monsun. Puncak curah hujan pada pos Ngale yaitu terjadi pada bulan Februari karena jumlah curah hujannya paling tinggi diantara bulan-bulan yang lain.

2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990 1989 350 300 250 200 150 100 50 0 D a ta DES NOP OKT SEPT AGS JUL JUN MEI APR MAR PEB JAN 350 300 250 200 150 100 50 0 D a ta

Gambar 4 Boxplot Curah Hujan Pertahun (a) dan Perbulan (b) di Pos Ngale.

Gambar 4a menunjukkan terdapat nilai ekstrem dalam kurun waktu 22 tahun di pos Ngale. Adanya nilai ekstrem mengindikasikan terdapat curah hujan yang sangat tinggi di periode-periode waktu tertentu dan juga dapat diketahui nilai ekstrem perbulan melalui Gambar 4b yang menunjukkan kondisi seperti pos Mantingan nilai ekstrem tidak hanya terjadi pada bulan-bulan musim hujan namun juga sering terjadi pada bulan-bulan musim kemarau.

4.2 Identifikasi Data Berekor dan Nilai Ekstrim Pos Mantingan

Identifikasi data berekor pada data curah hujan di pos Mantingan dapat dilihat dengan menggunakan histogram dan normallity probability plot.

Gambar 5 menunjukkan bahwa pola data curah hujan pos Mantingan mengandung data berekor (nilai ekstrem) sehingga distribusi yang dibentuk tidak normal. Untuk memperkuat hal ini dapat dilihat juga dengan menggunakan normallity probability plot yang disajikan pada Gambar 6 yang hasilnya menunjukkan bahwa kondisi sebagian besar sebaran titik–titik (merah) tidak mengikuti garis linier (biru) yang berarti data tidak berdistribusi normal dan adanya pola data berekor. Analisis selanjutnya yaitu pengambilan data ekstrem dengan metode Block Maxima (BM) dan

Peaks Over Threshold (POT). Terdapat dua cara

pengambilan yang digunakan dalam menentukan nilai

0 50 100 150 200 250 300 350 Ja n Feb Mar Apr Mei Jun Ju l A gu st Sep t Ok t N ov Des (a) (b) (a) (b)

(7)

7 ekstrem yaitu periode tahunan (semua musim) dan periode musim hujan.

360 300 240 180 120 60 0 350 300 250 200 150 100 50 0 CH Fr eq ue nc y

Gambar 5 Histogram Curah Hujan di Pos Mantingan.

400 300 200 100 0 -100 -200 99,99 99 95 80 50 20 5 1 0,01 CH Pe rc en t

Gambar 6 Normallity Probability Plot di Pos Mantingan. 4.2.1 Pengambilan Sampel Ekstrem dengan Block

Maxima di Pos Mantingan 1) Periode Data Tahunan

Setelah data dibagi dalam blok periode tiga bulanan DJF, MAM, JJA, SON untuk periode tahunan maka diperoleh sampel ekstrem. Pembagian data dalam waktu tiga bulanan ini didasarkan karena curah hujan di Pos Mantingan berpola Monsun. Pembagian periode musim pola Monsun yaitu untuk DJF merupakan periode musim hujan, MAM merupakan periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau, JJA merupakan periode musim kemarau, SON merupakan periode transisi dari musim kemarau ke musim hujan. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode block maxima akan diduga menghasilkan generalized exteme value distribution (GEV). Sampel ekstrem yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan metode Maximum

likelihood Estimation (MLE) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Estimasi Parameter GEV Tahunan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai

Banyaknya blok 84

Pengamatan Tiap Blok 9

Parameter lokasi (location) 𝜇𝜇̂ 114,150

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 83,280

Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,197

Tabel 2 menunjukkan banyaknya blok yang terbentuk adalah 84 blok dengan banyaknya pengamatan tiap blok adalah 9 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya paramater lokasi yang menyatakan letak titik pemusatan data sebesar 114,150, parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 83,280 dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar-0,197.

2) Periode Data Musim Hujan

Untuk periode musim hujan, data dibagi dalam blok satu bulanan (Oktober, November, Desember, Januari, Februari, dan Maret). Setelah diperoleh sampel ekstrem maka dilakukan estimasi. Hasil estimasi parameter dengan MLE yaitu pada Tabel 3.

Tabel 3 Estimasi Parameter GEV Hujan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai

Banyaknya blok 126

Pengamatan tiap blok 3

Parameter lokasi (location) 𝜇𝜇̂ 106,530

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 68,704

Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,127

Tabel 3 menunjukkan bahwa banyaknya blok sebanyak 126 blok dengan banyaknya pengamatan tiap blok adalah 3 pengamatan (1 bulan). Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa nilai paramater lokasi yaitu sebesar 106,530, parameter skala sebesar 68,704, dan untuk parameter bentuk sebesar -0,127.

Untuk menunjukkan bahwa sampel ekstrem baik pada periode tahunan maupun periode musim hujan merupakan generalized extreme value distribution digunakan Probility Plot dan Quantile Plot atau melalui pengujian kesesuaian distribusi dengan Uji

Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 7 Probability Plot dan Quantile Plot di

Pos Mantingan dengan GEV

Berdasarkan Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

Gambar 7 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikutii distribusi generalized extreme value dan

(8)

8 untuk mendukung hal ini dapat dilakukan pengujian

Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut.

Pengujian Hipotesis:

H0: F(x) = F0 (x) (Data mengikuti distribusi teoritis F0(x))

H1: F(x) ≠ F0 (x) (Data tidak mengikuti distribusi teoritis F0(x))

α = 0,05

Tabel 4 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GEV di Pos Mantingan

Periode D hitung D tabel Keputusan

Tahunan 0,074 0,148 Gagal Tolak H0

Musim

Hujan 0,055 0,121 Gagal Tolak H0

Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian distribusi dari sampel ekstrem dengan metode BM baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized extreme value. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel. Untuk mengetahui tipe distribusi dari GEV dapat dilakukan pengujian sebagai berikut.

Pengujian Hipotesis:

H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Gumbel) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

α = 0,05

Tabel 5 Uji Tipe GEV Pos Mantingan Periode P-value Keputusan Tipe

Tahunan 0,029 Tolak H0 Weibull

Musim

Hujan 0,049 Tolak H0 Weibull

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GEV ini digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 5 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan tidak berdistribusi Gumbel melainkan berdistribusi Weibull (ξ� < 0) karena nilai p-value<α. Nilai parameter bentuk ξ� < 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang terbatas dan nilainya dapat berubah secara drastis namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Gumbel.

4.2.2 Pengambilan Sampel Ekstrem dengan Peaks Over Threshold di Pos mantingan

1) Periode Data Tahunan

Pengambilan sampel ekstrem dengan metode

peaks over threshold dilakukan dengan menentukan

nilai threshold terlebih dahulu. Berdasarkan pemilihan

threshold dengan persentase 10% dari keseluruhan

data maka didapatkan nilai threshold sebesar 151 mm. Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel ekstrem dengan memilih data di atas threshold. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode peaks

over trehhold nanti akan mengikuti generalized pareto

distribution (GPD). Sampel ekstrem yang diperoleh

selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan MLE disajikan pada Tabel 6

Tabel 6 Estimasi Parameter GPD Tahunan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai

Threshold (u) 151

Jumlah pengamatan (n) 753

Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 75

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 64,850

Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,162

Tabel 6 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 75 pengamatan dari total pengamatan sebesar 753 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 64,850, dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar -0,162.

2) Periode Data Musim Hujan

Untuk hasil pemilihan threshold pada periode musim hujan yaitu sebesar 189 mm dan estimasi parameter dengan metode MLE disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Estimasi Parameter GPD Hujan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai

Threshold (u) 189

Jumlah pengamatan (n) 378

Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 38

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 44,530

Parameter bentuk (shape) ξ̂ 0,0258

Tabel 7 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 38 pengamatan dari total pengamatan sebesar 378 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala sebesar 44,530, dan untuk parameter bentuk sebesar 0,0258.

Gambar 8 Probability Plot dan Quantile Plot di Pos Mantingan dengan GPD Berdasarkan Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

(9)

9 Gambar 8 menunjukkan bahwa pada periode tahunan dan periode musim hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikuti generalized pareto distribution. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian

Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut.

Pengujian Hipotesis: H0: F(x) = F0 (x) H1: F(x) ≠ F0 (x) α = 0,05

Tabel 8 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GPD di Pos Mantingan

Periode D hitung D tabel Keputusan

Tahunan 0,070 0,157 Gagal Tolak H0

Musim

Hujan 0,067 0,221 Gagal Tolak H0

Tabel 8 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian distribusi dari sampel ekstrem dengan metode POT baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized pareto distribution. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel.

Kemudian untuk mengetahui tipe distribusi dari GPD dapat dilakukan pengujian sebagai berikut.

Pengujian Hipotesis:

H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Eksponensial) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

α = 0,05

Tabel 9 Uji Tipe GPD Pos Mantingan Periode P-value Keputusan Tipe

Tahunan 0,147 Gagal Tolak H0 Eksponensial Musim

Hujan 0,890 Gagal Tolak H0 Eksponensial

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GPD ini digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 9 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan berdistribusi Eksponensial (ξ� = 0) karena nilai p-value>α. Nilai parameter bentuk ξ� = 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang tidak terbatas dan nilainya dapat berubah cukup lambat namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Pareto.

Untuk menentukan metode yang sesuai dalam menentukan return level di pos Mantingan maka dilakukan perbandingan antara generalized extreme

value distribution dan generalized pareto distribution

yaitu dengan membandingkan nilai RMSE data testing baik periode tahunan dan periode musim hujan dan hasil perbandingan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai RMSE Metode GEV dan GPD di Pos Mantingan Berdasarkan Periode Data

Periode RMSE

GEV GPD

Tahunan 139,70 108,52

Musim Hujan 91,62 85,60

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan nilai RMSE untuk periode tahunan dan periode musim hujan dari GEV masing-masing sebesar 139,70 dan 91,62 sedangkan nilai RMSE dari GPD dengan periode waktu yang sama yaitu 108,52 dan 85,60. Sehinga dari nilai RMSE, metode GPD lebih sesuai dalam menentukan return level untuk pos Mantingan karena nilai RMSEnya lebih kecil daripada GEV. Sehingga return level selama periode satu tahun ke depan adalah sebagai berikut.

Tabel 11 Return Level di Pos Mantingan Periode Bulan Dugaan (mm)

Jan 2011-Februari 2011 161

Jan 2011-Mei 2011 187

Jan 2011-Agust 2011 210

Jan 2011-Des 2011 226

Periode yang digunakan untuk menentukan nilai

return level di Pos Mantingan yaitu periode tahunan

walaupun nilai RMSEnya lebih besar bila dibandingkan periode musim hujan. Hal ini disebabkan karena pada periode tahunan mampu memberikan informasi data ekstrem (maksimum) yang lebih informatif karena periode ini mencangkup data-data ekstrem baik musim hujan dan musim kemarau. 4.3 Identifikasi Data Berekor dan Nilai Ekstrim

Pos Ngale

Sama halnya dalam mengidentifikasi data berekor pada data curah hujan di pos Mantingan, untuk mengidentifikasi di pos Ngale dapat dilihat juga dengan menggunakan histogram dan normallity

probability plot. 300 250 200 150 100 50 0 300 250 200 150 100 50 0 CH Fr eq ue nc y

(10)

10 300 200 100 0 -100 -200 99,99 99 95 80 50 20 5 1 0,01 CH Pe rc en t

Gambar 10 Normallity Probability Plot di Pos Ngale. Gambar 9 menunjukkan bahwa pola data curah hujan pos Ngale mengandung data berekor (nilai ekstrem) sehingga distribusi yang dibentuk tidak normal. Selain itu, juga dapat dilihat dari Gambar 10 menunjukkan kondisi bahwa sebagian besar sebaran titik–titik (merah) tidak mengikuti garis linier (biru) maka di pos Ngale juga menunjukkan pola data yang tidak berdistribusi normal dan adanya pola data berekor. Analisis selanjutnya yaitu pengambilan data ekstrem dengan metode Block Maxima (BM) dan

Peaks Over Threshold (POT). Terdapat dua cara

pengambilan yang digunakan dalam menentukan nilai ekstrem yaitu periode tahunan (semua musim) dan periode musim hujan.

4.3.1 Pengambilan Sampel Ekstrem dengan Block Maxima di Pos Ngale

1) Periode Data Tahunan

Seperti di pos Mantingan data curah hujan untuk pos Ngale dibagi dalam blok periode tiga bulanan (DJF, MAM, JJA, SON). Pembagian data dalam waktu tiga bulanan ini didasarkan karena curah hujan di Pos Ngale berpola Monsun. Pembagian periode musim pola Monsun yaitu untuk DJF merupakan periode musim hujan, MAM merupakan periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau, JJA merupakan periode musim kemarau, SON merupakan periode transisi dari musim kemarau ke musim hujan. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode block maxima akan diduga menghasilkan

generalized exteme value distribution (GEV). Sampel

ekstrem yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan metode Maximum likelihood Estimation (MLE) disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Estimasi Parameter GEV Tahunan Pos Ngale

Karakteristik Nilai

Banyaknya blok 84

Pengamatan Tiap Blok 9

Parameter lokasi (location) 𝜇𝜇̂ 119,770

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 80,850

Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,350

Tabel 12 menunjukkan bahwa banyaknya blok yang terbentuk 84 blok dengan banyaknya pengamatan

tiap blok adalah 9 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya paramater lokasi yang menyatakan letak titik pemusatan data sebesar 119,770, parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 80,850, dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar -0,350.

2) Periode Data Musim Hujan

Untuk hasil pengambilan sampel esktrem untuk periode musim hujan ada 126 pengamatan. Sampel ekstrem yang diperoleh akan digunakan untuk mengestimasi parameter dan hasil estimasi parameter dengan metode MLE yaitu pada Tabel 13.

Tabel 13 Estimasi Parameter GEV Hujan Pos Ngale

Karakteristik Nilai

Banyaknya blok 126

Pengamatan tiap blok 3

Parameter lokasi (location) 𝜇𝜇̂ 105,530

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 62,950

Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,175

Tabel 13 menunjukkan hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa nilai paramater lokasi yaitu sebesar 105,530 parameter skala sebesar 62,950, dan untuk parameter bentuk sebesar -0,175.

Untuk menunjukkan bahwa sampel ekstrem baik pada periode tahunan maupun periode musim hujan merupakan generalized extreme value distribution digunakan Probility Plot dan Quantile Plot atau dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 11 Probability Plot dan Quantile Plot di Pos

Ngale dengan GEV Berdasarkan

Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

Gambar 11 menunjukkan bahwa untuk periode tahunan dan periode hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikuti distribusi generalized extreme value dan untuk pengujian Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut. Pengujian Hipotesis:

H0: F(x) = F0 (x) (Data mengikuti distribusi teoritis F0(x))

H1: F(x) ≠ F0 (x) (Data tidak mengikuti distribusi teoritis F0(x))

(11)

11 Tabel 14 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GEV

di Pos Ngale

Periode D hitung D tabel Keputusan

Tahunan 0,143 0,148 Gagal Tolak H0

Musim

Hujan 0,035 0,121 Gagal Tolak H0

Tabel 14 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian distribusi dari sampel ekstrem dengan metode BM baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized extreme value. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel. Kemudian untuk mengetahui tipe distribusi dari GEV dapat dilakukan pengujian sebagai berikut.

Pengujian Hipotesis:

H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Gumbel) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

Tabel 15 Uji Tipe GEV Pos Ngale Periode P-value Keputusan Tipe

Tahunan 0,00 Tolak H0 Weibull

Musim

Hujan 0,012 Tolak H0 Weibull

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GEV ini digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 15 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan tidak berdistribusi Gumbel melainkan berdistribusi Weibull (ξ� < 0) karena nilai p-value < α (0,05). Nilai parameter bentuk ξ� < 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang terbatas dan nilainya dapat berubah secara drastis namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Gumbel.

4.3.2 Pengambilan Data Ekstrem dengan Peaks Over Threshold di Pos Ngale

1) Periode Data Tahunan

Pengambilan sampel ekstrem dengan metode

peaks over threshold dilakukan dengan mengambil

data sebesar 10% dan didapatkan nilai threshold sebesar 142 mm. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode peaks over trehhold akan mengikuti generalized pareto distribution (GPD). Sampel ekstrem yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan metode MLE disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Estimasi Parameter GPD Tahunan Pos Ngale

Karakteristik Nilai

Threshold (u) 142

Jumlah pengamatan (n) 753

Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 75

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 57,530

Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,203

Tabel 16 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 75 pengamatan dari total pengamatan sebesar 753 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 57,530, dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar -0,203.

2) Periode Data Musim Hujan

Untuk pemilihan threshold padaperiode musim hujan yaitu sebesar 167 mm yang kemudian dari sampel ekstrem yang diperoleh akan digunakan untuk mengestimasi parameter.

Tabel 17 Estimasi Parameter GPD Hujan Pos Ngale

Karakteristik Nilai

Threshold (u) 167

Jumlah pengamatan (n) 378

Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 38

Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 62,640

Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,303

Tabel 17 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 38 pengamatan dari total pengamatan sebesar 378 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala sebesar 62,640, dan untuk parameter bentuk sebesar -0,303. Untuk menguji sampel ekstrem yang terambil mengikuti generalized pareto distribution digunakan Probility Plot dan Quantile Plot atau dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 12 Probability Plot dan Quantile Plot di Pos Ngale dengan GPD Berdasarkan Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

Gambar 12 menunjukkan bahwa pada periode tahunan dan periode musim hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikuti generalized pareto distribution dan untuk mendukung hal ini dapat dilakukan pengujian

Kolmogorov-Smirnov.

Pengujian Hipotesis: H0: F(x) = F0 (x) H1: F(x) ≠ F0 (x) α = 0,05

(12)

12 Tabel 18 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GPD di Pos

Ngale

Periode D hitung D tabel Keputusan

Tahunan 0,052 0,157 Gagal Tolak H0

Musim

Hujan 0,088 0,221 Gagal Tolak H0

Tabel 18 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian distribusi dari sampel ekstrem dengan metode POT baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized pareto distribution. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel.

Kemudian untuk mengetahui tipe distribusi dari GPD juga dapat dilakukan pengujian sebagai berikut.

Pengujian Hipotesis:

H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Eksponensial) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

Tabel 19 Uji Tipe GPD Pos Ngale Periode P-value Keputusan Tipe

Tahunan 0,147 Gagal Tolak H0 Eksponensial

Musim

Hujan 0,189 Gagal Tolak H0 Eksponensial

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GPD ini digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 19 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan berdistribusi Eksponensial (ξ� = 0) karena nilai p-value > α (0,05). Nilai parameter bentuk ξ� = 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang tidak terbatas dan nilainya dapat berubah cukup lambat namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Pareto.

Untuk menentukan metode yang sesuai dalam menentukan return level di pos Ngale maka dilakukan perbandingan antara generalized extreme value

distribution dan generalized pareto distribution yaitu

dengan membandingkan nilai RMSE data testing baik periode tahunan dan periode musim hujan.

Tabel 20 Nilai RMSE Metode GEV dan GPD di Pos Ngale Berdasarkan Periode Data Periode

RMSE GEV GPD

Tahunan 95,86 78,52

Musim Hujan 102,54 99,14

Tabel 20 menunjukkan nilai RMSE untuk periode tahunan dan periode musim hujan dari GEV masing-masing sebesar 95,86 dan 102,54 sedangkan nilai RMSE dari GPD dengan periode waktu yang sama yaitu 78,52 dan 99,14. Sehinga dari nilai RMSE, metode GPD lebih sesuai dalam menentukan return

level untuk pos Ngale karena nilai RMSEnya lebih

kecil daripada GEV. Sehingga return level selama periode satu tahun ke depan adalah sebagai berikut.

Tabel 21 Return Level di Pos Ngale Periode Bulan Dugaan (mm)

Jan 2011-Februari 2011 153

Jan 2011-Mei 2011 176

Jan 2011-Agust 2011 196

Jan 2011-Des 2011 210

Periode yang digunakan untuk menentukan nilai

return level di Pos Ngale yaitu periode tahunan

walaupun nilai RMSEnya lebih besar bila dibandingkan periode musim hujan. Hal ini disebabkan karena pada periode tahunan mampu memberikan informasi data ekstrem (maksimum) yang lebih informatif karena periode ini mencangkup data-data ekstrem baik musim hujan dan musim kemarau. 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dapat disimpulkan bahwa: Identifikasi curah hujan ekstrem di Pos Mantingan dan Pos Ngale dengan metode block maxima dengan periode tahunan didapatkan sampel ekstrem sebanyak 84 pengamtan dan untuk periode musim hujan diperoleh data sampel ekstrem sebanyak 126 pengamatan. Identifikasi curah hujan ekstrem di Pos Mantingan dengan metode peaks

over threshold diperoleh nilai threshold untuk periode

tahunan dan musim hujan masing-masing sebesar 151 mm dan 189 mm. Sedangkan nilai threshold di Pos Ngale untuk periode yang sama yaitu 142 mm dan 167 mm. Banyaknya data sampel ekstrem untuk Pos Mantingan dan Ngale pada periode tahunan sebanyak 75 pengamatan dan pada musim hujan sebanyak 38 pengamatan. Estimasi parameter dengan metode GPD di Pos Mantingan adalah 64,850 untuk parameter skala (𝜎𝜎�) dan -0,162 untuk parameter bentuk �𝜉𝜉̂� sedangkan di Pos Ngale adalah 57,530 untuk parameter skala (𝜎𝜎�) dan -0,203 untuk parameter bentuk �𝜉𝜉̂�. Hasil return

level menunjukkan bahwa metode GPD lebih sesuai

dalam menentukan return level karena nilai RMSE lebih kecil daripada GEV. Return level selama periode Januari 2011 sampai Desember 2011 di Pos Mantingan sebesar 226 mm dan di Pos Ngale sebesar 210 mm.

Identifikasi kejadian ekstrem dengan extreme

value theory pada umumnya membutuhkan ukuran

data yang cukup besar khususnya untuk metode block

maxima agar data bisa dibagi dalam blok tahunan,

sehingga sampel ekstrem yang terambil tidak lagi terdapat nilai nol dan hasil nilai return level bisa lebih akurat.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan kajian extreme value theory dengan menggunakan variabel lain (covariates) yang diduga

(13)

13 mempengaruhi besarnya curah hujan, sehingga untuk menentukan return level juga bisa lebih akurat.

6. DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Istilah Prakiraan Musim dan

Iklim [http://klimatologibanjarbaru.com],

accesed on September 29 2011

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Timur, No. 40/07/35/Th.VIII, 01 Juli 2010

Coles, S. 2001. An Introduction to Statistical Modeling

of Extreme Values. London: Springer-Verlag,.

Daniel, W.W. 1989. Statistika Nonparametrik Terapan. Georgia State University. Jakarta: PT

Gramedia.

Early Warning Bulletin LAPAN. Edisi III Februari 2006. [http://www.lapanrs.com/SMBA], accesed on September 26 2011

Gilli, M. and Kellezi, E. 2003. An Application of Extreme Value Theory for Measuring Financial Risk. Departement of Econometrics, University of Geneva and FAME CH-1211 Geneva 4, Switzerland.

Gilleland, E., and Katz, R.W. 2006. Analyzing

seasonal to interannual extreme weather and climate variability with the Extremes Toolkit (extRemes). Preprints: 18th Conference on

Climate Variability and Change, 86th American Meteorological Society (AMS) Annual Meeting. 29 January–2 February 2006. Atlanta Georgia. Hasan, M. F., and Utomo, D. T. W. 2009.

Perencanaan Teknik embung Dawung Kabupaten Ngawi. Surabaya: Institut Teknologi

Sepuluh Nopember.

IPCC. 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY,USA,

Irfan, M., Santoso, A., and Fatulloh. 2011. Sebaran

pareto Terampat Sebagai Metode Altenatif untuk Meramalakan Curah hujan Ekstrem (Studi Kasus: Provinsi DKI Jakarta).

Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor. Juliastuti, D. 2007. Implementasi Metode Extreme

Value Theory dalam Pengukuran Risiko Operasional (Studi Kasus pada PT. Bank AAA).

Jakarta: Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Katz, R.W. 1999. Extreme value theory for precipitation: sensitivity analysis for climate change. Advances in Water Resources 23:133-139.

Li,Y., Cai, W., and Campbell, E.P. 2005. Statistical Modelling of Extreme Rainfall in Southwest Australia. J. Climate 18: 852-863

Mallor, Nualart, and Omey. 2009. An introduction to

Satistical Modelling Of Extreme Value Application to Calculate Extreme Wind Speeds.

Hogeschool Universitei Briscel. [http://www.isse.ucar.edu/extremevalues/evtk.ht

ml]. accesed on Agustus 25 2011

Manurung, A.S. 2007. Istilah dan Pengertian Dalam

Prakiraan Musim. [http://meteo-

go.blogspot.com/search/label/Pengertian], accesed on September 29 2011

McNeil, A.J. 1999. Extreme Value Theory for Risk

Managers. Zurich: Departement Mathematic

ETH Zentrum.

Naylor, R.L., Falcon, W.P., Daniel, R.D., and Nikolaswada. 2001. Using El Niño/Southern

Oscillation Climate Data To Predict Rice Production In Indonesia. Climatic Change 50:

255–265.

Prang, J.D. 2006. Sebaran Nilai Ekstrem Terampat

dalam Fenomena Curah Hujan. Bogor:

Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor

Roesmara. 2008. Indonesia Mampu prediksi Iklim. [http://www.erakomputer.com/content/berita/jul

i/indonesia-mampu-prediksi-iklim]. accessed on 3 Oktober 2011.

Sadik, K. 1999. Pemodelan Nilai Ekstrem Terampat

untuk Proses Lingkungan, Studi Kasus pada Curah Hujan Harian. Bogor: Program Pasca

Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tjasjono, B. 1999. Klimatologi Umum. Bandung : ITB.

WMO. 2009. Guidelines onAnalysis of extremes in a

changing climate in support of informed decisions for adaptation. Publications Board.

Gambar

Tabel  1  Nilai Rata-Rata, Standard Deviasi,   Nilai Minimal  dan Maksimal Curah Hujan Pos Mantingan dan  Ngale   Pos  Hujan  Rata-rata (mm/bln)  Std Dev  Min  (mm/bln)  Max  (mm/bln)  Mantingan  168,750  111,613  32  313  Ngale  160,386  107,668  17  297
Gambar  2  Boxplot Curah Hujan  Pertahun (a) dan  Perbulan (b) di Pos Mantingan.
Tabel 8 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GPD di  Pos Mantingan
Gambar 10 Normallity Probability Plot di Pos Ngale.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk data-data curah hujan, salju, debit sungai, dan suhu termasuk sebagai data spasial yang merupakan data multivariat karena diamati pada beberapa lokasi, oleh