• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan

VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada

Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798)

Asmi Citra Malina

1

, Andi Aliah Hidayani

1

dan Andi Parenrengi

2

1Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar 2Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros

email: citra@unhas.ac.id; citramalina@gmail.com

Abstract

Asmi Citra Maliuna, Andi Aliah Hindayani dan Andi Perenrengi. 2013. Isolation and Characterization of Surface Protein Genes encoder VP28 of White Spot Syndrome Virus (WSSV) in Tiger Shrimp (Penaeus monodon Fabricius, 1798). Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. White Spot

Syndrome (WSS) is a viral disease which affects most of the commercially cultivated marine shrimp species all over the world causing significant losses. White spot syndrome virus (WSSV) envelope protein VP28 gene is widely used because its ability to bind to the surface of shrimp epithelial cells and might promote innate immune recognition of WSSV. Its recombinant protein was expressed in various expression systems and used as recombinant vaccine or immunostimulant to increase shrimp survival against WSSV. This research was aimed to isolate and characterize gene encoding envelope protein VP28 WSSV from black tiger shrimps (Penaeus monodon Fabr). The genomic of DNA were isolated from pleopods, periopods and tails of black tiger shrimp using DTAB-CTAB method. Isolation of gene encoding envelope protein VP28 WSSV ws successfully performed with the results of the length of DNA fragment was 672 bp. The results of homology analysis using BLASTn homology suggested that these isolates genes from Takalar have closest relationship with isolates from India.

Keywords: Disease; Tiger shrimps; VP28; WSSV

Abstrak

Penyakit merupakan kendala terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang windu (Penaeus monodon). White Spot Syndrome Virus (WSSV) merupakan patogen yang paling serius menyerang udang windu dan telah menghancurkan industri udang windu di berbagai negara. Pencegahan penyakit udang windu termasuk WSS dapat dilakukan melalui penggunaan immunostimulan dan vaksin. Protein dari WSSV dalam hal ini Viral Protein (VP) 28 diketahui terlibat dalam infeksi sistemik pada udang dan dapat menstimulasi munculnya sistem kekebalan pada udang windu sehingga dapat digunakan sebagai vaksin rekombinan maupun imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi gen penyandi protein struktural VP28 WSSV pada udang windu. Genom DNA diisolasi dari kaki renang, kaki jalan dan ekor menggunakan metode DTAB-CTAB. Isolasi gen penyandi protein permukaan VP 28 berhasil dilakukan dengan hasil panjang fragmen 672 bp. Hasil homologi antar sampel yang memiliki kekerabatan terdekat yaitu 99,406%. Hasil analisis homologi dengan gene bank menggunakan kesejajaran lokal pada BLASTn menunjukkan bahwa homologi sampel gabungan memiliki kekerabatan yang paling dekat dengan isolat dari India.

Kata kunci: Penyakit; Udang windu; VP28; WSSV

Pendahuluan

Budidaya udang di Indonesia mulai dilakukan secara intensif pada periode tahun 1980-an. Udang yang dibudidayakan saat itu adalah udang windu (Penaeus monodon). Pada akhir tahun 1990-an terjadi kegagalan panen yang cukup besar di berbagai tambak di Indonesia. Penyebab utama kegagalan panen tersebut adalah serangan penyakit viral yang disebabkan antara lain oleh

monodon baculo virus (MBV) dan white spot syndrome virus (WSSV) (Sukenda, 2009).

WSSV merupakan patogen yang paling serius menyerang udang windu dan telah menghancurkan industri udang windu di berbagai negara. Virus ini sangat ganas dan sangat sulit dihentikan. WSSV pertama kali muncul di Taiwan pada tahun 1992. Kemudian menyebar dengan

(2)

cepat ke daerah-daerah utama produsen udang dan menyerang populasi udang alam di Asia, Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan negara-negara bagian selatan Amerika Serikat (Rajendran

et al., 1999).

Udang yang terserang penyakit ini menunjukkan tanda adanya bercak putih di seluruh tubuhnya, dari karapas hingga pangkal ekor. Penyebab penyakit bercak putih viral adalah WSSV, yang termasuk keluarga Nimaviridae (Murdjani, 2007). Beberapa pencegahan dalam penyakit udang windu termasuk WSSV, yaitu penggunaan immunostimulan dan penggunaan vaksin. Diketahui beberapa gen mayor yang terdapat pada virus WSSV adalah VP15, VP19, VP24, VP26, dan VP28. Protein dari virus dalam hal ini VP28 diketahui terlibat dalam infeksi sistemik pada udang dan dapat menstimulasi munculnya sistem kekebalan pada udang windu. VP 28 juga dilaporkan berada pada permukaan virion dan terlibat dalam keterikatan ke dalam sel (Sriwulan dan Irmawati, 2006).

Viral protein 28 diketahui merupakan protein yang terlibat dalam infeksi organ-organ penting udang sehingga protein ini dapat digunakan sebagai vaksin untuk meningkatkan ketahanan tubuh udang terhadap WSSV. Hingga saat ini produksi vaksin rekombinan VP28 WSSV belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi gen penyandi protein permukaan VP28 WSSV pada udang windu sangat diperlukan sebagai bahan informasi dasar dalam pembuatan imunostimulan dan vaksin sebagai usaha pencegahan penyakit virus WSSV.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi gen penyandi protein struktural VP28 WSSV pada udang windu yang berasal dari daerah Kab. Takalar, Sulawesi Selatan.

Materi dan Metode

a) Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang windu (P.monodon). Jumlah sampel yang digunakan tiga sampel, yaitu: sampel A (kode sampel 25 dengan bobot 7g), sampel B (kode sampel 26 dengan bobot 15 g) dan sampel C (kode sampel 30 dengan bobot ± 10 g). Bagian yang diambil adalah kaki renang, kaki jalan dan sebagian ekor. Sampel ini diperoleh dari Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian Perikanan Budidaya Air Payau di Takalar. Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium Bioteknologi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP).

b)

Ekstraksi DNA udang windu yang terinfeksi WSSV

Ekstraksi genom DNA udang windu diisolasi mengacu pada metode DTAB – CTAB adalah sebagai berikut :

- Sampel udang windu yang digunakan adalah campuran bagian kaki renang, kaki jalan dan ekor. Kaki renang, kaki jalan dan ekor ditimbang sekitar 20 mg kedalam tube berukuran 2 µL berisi 0,6 µL solution.

- Sampel yang berada didalam tube kemudian ditumbuk.

- Selanjutnya sampel diinkubasi pada water bath bersuhu 75oC selama 5 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang.

- Sampel divortex sebentar kemudian tambahkan 0,7 µL kloroform, vortex lagi sekitar 20 detik dan disentrifuse pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit.

- Selanjutnya bagian atas dipindahkan ke tube baru ukuran 2 µL, setelah itu ditambahkan 100 µL larutan CTAB solution dan 900 µL ddH2O, vortex sebentar, kemudian inkubasi dalam water bath bersuhu 75oC selama 5 menit.

- Sampel didinginkan pada suhu ruang dan disentrifuse pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit.

- Supernatant kemudian dipindahkan dengan hati-hati, campurkan pellet dengan 150 µL larutan Dissolve solution, inkubasi pada suhu 75oC selama 5 menit kemudian dinginkan pada suhu ruang.

(3)

- Sampel kemudian disentrifuse pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Lalu lapisan bening dipindahkan ke tube baru berukuran 0,5 µL dengan 300 µL ethanol 95%

- Vortex sebentar, sampel kemudian disentrifuse pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit, kemudian pellet dicuci dengan menambahkan 200 µL ethanol 70%, homogenkan, keringkan pellet selama kurang lebih 2–3 jam atau sampai dikira betul-betul kering dan terakhir tambahkan TE buffer sebanyak 100 µL.

- Sampel di simpan dalam lemari pendingin bersuhu -20oC.

c) Setelah proses ekstraksi, maka dilakukan PCR. Proses PCR dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu

PCR pertama dan PCR lanjutan. Adapun langkah-langkahnya yaitu : 1) PCR Pertama (First PCR)

Denaturasi : 94oC 30 detik; 62oC 30 detik; 72oC 30 detik, selama 5 siklus, kemudian annealing : 94oC 15 detik; 62oC 15 detik; 72oC 20 detik selama 15 siklus, selanjutnya extension: 72oC 30 detik; 20oC 30 detik; dan extansion akhir pada suhu 4oC.

2) PCR Lanjutan (Nested PCR)

94oC 20 detik; 62oC 30 detik; 72oC 30 detik selama 25 siklus, tambahkan 72oC 30 detik; 20oC 30 detik diakhir siklus.

d) Setelah proses PCR dilakukan proses elektroforesis agarosa 2% dengan komposisi sampel

sebanyak 7 µL dan loading dye sebanyak 3 µL. elektroforesis ini menggunakan marker 100bp sebanyak 1 µL dan kontrol positif dan kontrol negatif. Hasil elektroforesis diamati dibawah UV transilluminator.

e) Penentuan konsentrasi DNA

Konsentrasi DNA hasil ekstraksi dapat diketahui dengan metode spektrofotometer dengan menggunakan alat Genequant pada panjang gelombang A260/280 nm. Kemurnian DNA dikatakan murni jika angka pada gelombang A260/280 berada diantara 1,8–2,0. Selain itu kualitas DNA yang telah diekstraksi dilihat melalui analisis eletroforesis gel agarosa.

f) Amplifikasi PCR

Isolasi VP28 virus WSSV dilakukan dengan menggunakan teknik PCR. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

- Sampel yang telah diPCR dan bahan-bahan lain disiapkan.

- Kemudian beads,1 µL primer VP28-F, 1 µL primer VP28-R, 1,5 genom (template) udang windu dan 21,5 µL aquamilliQ dicampur kedalam tube.

- Sampel disentrifuse cepat selama kurang lebih 10–15 detik.

- Lalu sampel dimasukkan ke dalam mesin PCR. Adapun profil untuk PCR tersebut adalah pre-denaturasi 94oC 5 menit sebanyak 1 siklus; denaturasi: 94oC 30 detik; annealing 53oC 30 detik; extansion 72oC 30 detik sebanyak 35 siklus; final extansion 72oC 7 menit kemudian tambahkan 4oC diakhir siklus.

g) Elektroforesis agarosa

- Penyiapan gel agarosa 2%, dimana agarosa ini terdiri dari agarosa sebanyak 0,6 g dan TBE sebanyak 30 mL. Agarosa kemudian dipanaskan menggunakan microwave selama 2 sampai 3 menit sampai agarosa menyatu sepenuhnya dengan TBE. Setelah itu ditambahkan gel red sebanyak 1 µL dan dituangkan ke dalam cetakan.

- Setelah agar mengeras dan mulai buram kemudian dilakukan elektroforesis, dengan komposisi sampel sebanyak 3 µL dan loading dye 1 µL. Elektroforesis ini menggunakan marker 100bp plus sebanyak 1 µL. elektroforesis ini dilakukan selama 1 jam atau lebih. - Hasil elektroforesis diamati dibawah UV transilluminator.

(4)

Setelah proses amplifikasi PCR dilakukan, selanjutnya sampel dikirim ke laboratorium First Base Singapura untuk dilakukan penderetan sekuen nukleotida. Metode sekuen yang digunakan adalah metode sanger.

i) Analisis data

Sekuen hasil penderetan dianalisis dengan menggunakan program Genetyx Version 7 untuk mendapatkan konsensus sekuen dari sekuen forward dan reverse. Untuk mengetahui kemiripan (similaritas) sekuen yang dihasilkan, sekuen VP-28 disejajarkan (alignment) dengan sekuen yang telah ada di dalam Bank Gen dengan menggunakan program BLAST-N (basic local alignmen

search tool-nucleotide). Hasil analisis ditujukan dengan pohon filogenetika.

Hasil dan Pembahasan

Ekstraksi udang windu yang terinfeksi WSSV

Proses ekstraksi udang windu yang terinfeksi WSSV dilakukan dengan metode DTAB – CTAB. Ukuran udang windu yang digunakan adalah udang windu kecil, udang windu

besar dan . Bagian yang digunakan dari udang adalah campuran kaki renang, kaki jalan, dan ekor. Setelah proses ekstraksi dilakukan maka selanjutnya dilakukan proses PCR. Setelah diPCR kemudian sampel dielektroforesis, proses elektroforesis ini bertujuan untuk melihat apakah udang diektraksi adalah udang yang positif atau negatif terinfeksi WSSV. Adapun hasil elektroforesis udang windu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil elektroforesis udang windu yang terinfeksi WSSV setelah proses ekstraksi dengan menggunakan metode DTAB – CTAB.

Keterangan, SA=Sampel A; SB=Sampel B; SC=Sampel C.

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa sampel A, B, dan C positif terinfeksi virus WSSV. Hal ini ditandai dengan band pada sampel sesuai dengan kontrol positif yaitu 333 bp, 630 bp, dan 848 bp. Diagnosis penyakit yang paling mudah adalah apabila telah terjadi infeksi akut, terlihat dengan timbulnya bercak putih pada bagian cephalothorax. Pada infeksi dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer spesifik untuk WSSV (Mukhlis, 2010).

Ekspresi gen WSSV dibagi kedalam dua fase yaitu: 1) fase awal (early phase) yang terjadi sebelum DNA virus bereplikasi; 2) Fase lanjut (late phase) terjadi ketika inisiasi replika DNA virus atau setelahnya gen-gen WSSV yang ditranskripsikan pada fase awal meliputi RR1,RR2, PK, TK-TMK, dan DNA pol, sedangkan gen-gen yang menyandikan protein-protein struktural utama WSSV yaitu VP28, VP26, VP24, VP19, dan VP15 (Mukhlis, 2010).

(5)

Pengukuran kemurnian dan konsentrasi DNA genom

Tabel 1. Kemurnian dan konsentrasi DNA udang windu asal Takalar

NO Sampel ABS ABS A260/A280

Konsentrasi (μg/mL)

A260 A280 DNA

1 Sampel A (7g) 0.876 0.475 1.844 43.80

2 Sampel B (15g) 0.800 0.444 1.802 40.00

3 Sampel C (10g) 0.703 0.324 2.170 35.15

Jumlah 5.816 213

Rata-rata 2.326,4 426

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil kemurnian dan konsentrasi DNA udang windu asal Takalar menunjukkan hasil yang berbeda-beda, dimana sampel A dan B memiliki kemurnian DNA yang murni yaitu 1.844 dan 1.802, sedangkan sampel C memiliki kemurnian DNA yang menunjukkan adanya kontaminan senyawa berat molekul berupa protein yaitu 2.170. Kemurnian yang rendah ini diduga disebabkan oleh protein yang tercampur pada DNA yang dihasilkan. Sambrook et al. (1989) menjelaskan bahwa rasio OD akan lebih besar atau lebih kecil dari nilai 1,8–2,0 jika ditemukan kontaminasi dari protein atau fenol.

Metode spektofotomektrik digunakan untuk melihat kemurnian dan konsentrasi DNA dimana DNA memiliki nilai absorbansi maksimal pada panjang gelombang 260 nm (λ 260 nm) sedangkan protein memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang 280 nm (λ 280 nm). Kemurnian DNA diketahui dari nilai rasio absorbansi DNA pada λ 260 nm dengan λ 280 nm (A260/A280). Nilai rasio untuk DNA untai ganda murni yaitu 1,8 – 2,0. Nilai rasio dibawah 1,8 menunjukkan adanya kontaminan senyawa berat molekul besar misalnya protein. Nilai rasio diatas 2,0 menunjukkan adanya kontaminan senyawa berat molekul kecil misalnya RNA.

Gambar 2. Elektroforesis hasil sekuen PCR DNA, M adalah marker 100bp plus, 1, 2, 3 adalah sampel/ Angka di sebelah kiri gambar adalah ukuran fragmen marker DNA. Tanda kepala panah () di sebelah kanan gambar menunjukkan DNA target dari hasil PCR.

Amplifikasi PCR dan analisis elektroforesis agarosa

Panjang fragmen DNA hasil amplifikasi PCR menggunakan primer forward VP28 F

5’-GTTCGATAAAGAAAAAAACTCG-3′ dan primer reverse VP28 R 5’-CCCTATCTATATAAAAAGCACG-3’ dengan cetakan DNA genomik udang windu dewasa

(6)

tinggi, yang dapat terlihat dari pita yang jelas dan bersih. Pita sampel PCR DNA yang bersih tanpa latar belakang mengindikasikan tingkat kemurnian DNA yang baik (DNA tidak terdegredasi serta terkontaminasi). Hasil elektroforesis dari amplifikasi PCR dapat dilihat pada Gambar 2.

Keberhasilan pengujian sampel dengan metode PCR dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti faktor kontaminasi silang, umur reagen atau enzim yang dipakai, jumlah enzim yang dipakai, ketelitian saat proses ekstraksi, serta kondisi larutan buffer dan larutan etidium bromina yang dipakai.

Penderetan urutan nukleotida VP 28

Untuk memastikan apakah fragmen DNA tersebut adalah target VP28 yang diingankan, maka fragmen DNA dipurifikasi dari gel agarosa kemudian dilakukan pembacaan nukleotidanya atau dikenal dengan istilah sekuensing. Hasil sekuens terdiri dari 3 hasil sampel, yaitu sampel A, B dan C. Sekuens A (Gambar 3), sekuens B (Gambar 4) dan sekuens C (Gambar 5).

CNT CCC TAT CTT

ATA TAA AAA GCA CGA TTT

ATT

33

TAC TCG GTC TCA GTG CCA GAG TAG GTG ACG TGC

66

ACG TAC ATG TCG AAA AGA TTT CCA CCG GCG GTA

99

GCT GCA ATT GGT GCG CCA AAG GTG GTA CCA CAC 132

ACA AAG GTG CCA ACT TCA TCC TCA TCA ATA GAG 165

ACG GGG GTG AAG GAG GAG GTG TTG GAG CTA CCG 198

ACA AAG GCC TTT GAT GGG TTA ATC TTT GGC ACC 231

ATC TGC ATA CCA GTG ATG TTG ATC TTT CTT GAT 264

GTG TTG TTC CAC ACC TTG AAT GTT CCC TCA AAG 297

GTG AGA TTC TGC CCC ACA GTC ACT TCG AGT GCT 330

CGG CCC TCC ACG GGA GTG ATG ACA AGA TCC GCA 363

TCT TCT TCC TTC ATC TGT GCA TCA GAC TTT CCA 396

TTG CGG ATC TTG ATT TTG CCC AAG GTG TCG CTG 429

TCA AAG GAC ACA TCA GTC ATC TTG AAG TAG CCT 462

GAT CCA ACC TCA GCA GTC ACA GGA ATG CGG AGG 495

TTT TCA TCC ATG TTT GTC TCG ATA TTG TCT GTG 528

TGG GTT TCG ATG GTC TTG GTC ACA GTG TTG TGA 561

TAC CTA AAA ATC ACA ATA AAT ACA GCA ATC ACA 594

GCA GTG ATG GCG AGG ATG GCC GAC ACG ACC GAA 627

AGA GTG AAA GAA ATA ACC CTG ACG AGT TTT TTT

660

CTT TAT CGA ACA

672

Gambar 3. Hasil sekuen viral-protein 28 WSSV udang windu (Penaeus monodon) sampel A.

TTC CCT TTC CCT ATC TTA TAT AAA AAG CAC GAT

33

TTA

TTT CGG TCT CAG TGC CAG AGT CGG TCT CAG

66

AGG TGA CGT GCA ACA TGT CGA AAA GAT TTC ACA

99

CAC CGG CGG TAG CAA TTG GTG CGC CAA AGG CAA 132

TGG TAC CAC ACA CAA AGG TGC CAA CTT CAT CCT 165

CAT CAA TAG AGA CGG GGG TGA AGG AGG AGG TGT 198

TGG AGC TAC CGA CAA AGG CCT TTG ATG GGT TAA 231

TCT TTG GCA CCA TCT GCA TAC CAG TGA TGT TGA 264

(7)

TCT TTC TTG ATG TGT TGT TCC ACA CCT TGA ATG 297

TTC CCT CAA AGG TGA GAT TCT GCC CCA CAG TCA 330

CTT CGA GTG CTC GGC CCT CCA CGG GAG TGA TGA 363

CAA GAT CCG CAT CTT

CTT CCT TCA TCT GTG CAT 396

CAG ACT TTC CAT TGC GGA TCT TGA TTT TGC CCA 429

AGG TGT CGC TGT CAA AGG ACA CAT CAG TCA TCT 462

TGA AGT AGC CTG ATC CAA CCT CAG CAG TCA CAG 495

GAA TGC GGA GGT TTT

CAT CCA TGT TTG TCT CGA 528

TAT TGT CTG TGT GGG TTT CGA TGG TCT TGG TCA 561

CAG TGT TGT GAT ACC TAA AAA TCA CAA TAA ATA 594

CAG CAA TCA CAG CAG TGA TGG CGA GGA TGG CCG 627

ACA CGA CCG AAA GAG TAA ACC CGA CGA GTT

TTT 660

TTC ATC GAA CAA

672

Gambar 4. Hasil sekuen viral-protein 28 WSSV udang windu (Penaeus monodon) sampel B.

TTG

TTC

GAT AAA GAA AAA AAC TCG TCC CTA TCT

33

TTA TAA AAA GCA CGA TTT

ATT TAC TCG GTC TCA

66

GTG CCA GAG TAG GTG ACG TGC ACG TAC ATG TCG

99

AAA AGA TTT

CCA CCG GCG GTA GCT GCA ATT GGT 132

GCG CCA AAG GTG GTA CCA CAC ACA AAG GTG CCA 165

ACT TCA

TCC

TCA TCA ATA GAG ACG GGG GTG AAG 198

GAG GAG GTG TTG GAG CTA CCG ACA AAG GCC TTT 231

GAT GGG TTA

ATC

TTT GGC ACC ATC TGC ATA CCA 264

GTG ATG TTG

ATC

TTT

CTT GAT GTG TTG

TTC CAC 297

ACC TTG AAT GTT CCC TCA AAG GTG AGA TTC TGC 330

CCC ACA GTC ACT TCG AGT GCT CGG CCC TCC ACG 363

GGA GTG ATG ACA AGA TCC GCA TCT

TCT

TCC

TTC 396

ATC TGT GCA TCA GAC TTT CCA TTG CGG ATC TTG 429

ATT TTG

CCC AAG GTG TCG CTG TCA AAG GAC ACA 462

TCA GTC ATC

TTG AAG TAG CCT GAT CCA ACC TCA 495

GCA GTC ACA GGA ATG CGG AGG TTT TCA TCC ATG 528

TTT GTC TCG ATA TTG

TCT GTG TGG GTT TCG ATG 561

GTC TTG

GTC ACA GTG TTG TGA TAC CTA AAA ATC 594

ACA ATA AAT ACA GCA ATC ACA GCA GTG ATG GCG 627

AGG ATG GCC GAC ACG ACC GAA AGA GTG AAA GAA 660

ATA ACC CGG ACG

672

Gambar 5. Hasil sekuen viral-protein 28 WSSV udang windu (Penaeus monodon) sampel C.

Setelah dianalisis maka dapat diketahui panjang fragmen sampel A adalah 674 bp, sampel B yaitu 677 bp dan sampel C sebesar 695 bp. Kemudian dengan menggunakan software Genetyx Version 7, allignment sekuens parsial viral protein-28 dengan sampel berupa udang windu dengan nomor sampel A, B, dan C ditunjukkan pada Gambar 6. Dari hasil alignment diketahui bahwa posisi dari elemen-elemen penting tersebut adalah conserved yaitu urutan yang mirip atau identik seperti dengan sekuensnya yang terjadi dalam asam nukleotida. Start kodon ditandai dengan ATG dan stop kodon ditandai dengan TAA. Hal ini memperkuat dugaan bahwa hasil isolasi merupakan viral protein-28 dari virus WSSV dari sampel udang windu.

(8)

Gambar 6. Allignment sekuen viral protein-28 antar beberapa sampel WSSV yang menginfeksi udang windu (no sampel a, b dan c) dengan panjang gen target yaitu 674, 677, dan 695 bp. Start Kodon ditanda dengan ATG dan Stop Kodon ditandai dengan TAA. Nomor pada awal dan akhir nukleotida menunjukkan urutan nukleotida, A=adenina, C=citosina, G=guanina, dan T=timinina.

Dari hasil homologi gabungan dari sampel A, B dan C maka didapatkan 3 hasil perbandingan analisis urutan nukleotida, yaitu sampel A dan B sebesar 99,108% (Gambar 7) dan sampel A dan C sebesar 99,406% (Gambar 8) dan sampel B dan C sebesar 98,95% (Gambar 9).

(9)

Gambar 7. Hasil homologi gabungan sampel A dan sampel B. Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B

(10)

Gambar 8. homologi gabungan sampel A dan sampel C. Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C

(11)

Gambar 9. homologi gabungan sampel B dan sampel C.

Selanjutnya masih dengan menggunakan program Genetyx version 7 maka didapatkan hasil dendogram bahwa sampel A dan C menunjukkan kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan sampel B (Gambar 10).

Gambar 10. Dendogram sampel A, B dan C. Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel B Sampel C Sampel A Sampel C Sampel B

(12)

Berdasarkan hasil analisis menggunakan kesejajaran lokal (local alignment) (BLASTn)

VP28 menunjukkan kedekatan dengan Shrimp White Spot Syndrome Virus Strain SDDL2/2008 VP28 gen, complete cds yang merupakan isolat dari India (EU414753.1) yaitu 100%. Pohon

filogenetika yang menunjukkan kekerabatan isolat ini dengan beberapa VP28 yang ada dibasis data dapat dilihat pada gambar 11. Hasil tersebut menunjukkan bahwa gen VP 28 yang ada di Indonesia khususnya Takalar memiliki kemiripan yang identik dengan negara lain, ini berarti isolat dari Indonesia identik dengan isolat dari India.

Gambar 11. Pohon filogenetika VP28 yang menunjukkan kekerabatan dengan beberapa VP28 yang ada di Gen Bank.

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Isolasi gen penyandi protein permukaan VP 28 berhasil dilakukan dengan hasil panjang fragmen yaitu 672 bp.

2. Hasil homologi antar sampel yang memiliki kekerabatan terdekat yaitu 99,406%

3. Hasil analisis homologi dengan gene bank menggunakan kesejajaran lokal pada BLASTn menunjukkan bahwa homologi sampel gabungan memiliki kekerabatan yang paling dekat dengan isolat dari India.

Daftar Pustaka

Mukhlis, A. 2010. Pengklonan gen VP28 Penyandi Viral Protein-28 dari virus White Spot Syndrome sebagai

langkah awal produksi vaksin rekombinan udang penaeid. Laporan penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Murdjani, M. 2007. Penerapan Best Management Practices (BMP) Pada Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon Fabricius) secara Intensif, Departemen Kelautan Dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara.

Mavichaak, R., H. Kondo, I. Hirono dan T. Aoki. The Utilization of VP28 Gene to Protect Penaeid

Shrimps from white spot syndrom virus disease: a review. Diseases in Aquaculture VII, 157-169.

Sriwulan, Irmawati. 2006, Karakterisasi Dan Kloning Gen Pengode VP28 White Spot Syndrome Virus

(WSSV) Isolat Indonesia Sebagai Kandidat Vaksin Rekombinan Untuk Pengendalian Penyakit Bintik Putih Pada Udang Windu (Penaeus Monodon). Laporan penelitian Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Makassar.

Sukenda. 2009, Keberadaan White Spot Syndrome Virus (WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV) Dan

Infectious Hypodermal Haematopoitic Necrosis Virus (IHHNV) Di Tambak Intensif Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Di Bakauheni, Lampung Selatan. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2):1-8.

Gambar

Gambar  1.    Hasil  elektroforesis  udang  windu  yang  terinfeksi  WSSV  setelah  proses  ekstraksi  dengan  menggunakan metode DTAB – CTAB
Gambar 6.   Allignment sekuen viral protein-28 antar beberapa sampel   WSSV  yang  menginfeksi  udang  windu (no sampel a, b dan c) dengan panjang gen target yaitu 674, 677, dan 695 bp
Gambar 7. Hasil homologi gabungan sampel A dan sampel B. Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B Sampel A Sampel B S
Gambar 8. homologi gabungan sampel A dan sampel C. Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel A Sampel C Sampel
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana didalammya disebutkan yang dimaksud dengan ahli waris adalah orang yang pada saat

Dampak ekonomi diukur oleh besarnya biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya gangguan kesehatan manusia, yang terdiri dari mortalitas dan morbiditas.Teknik estimasi melibatkan

Keuntungan penggunaan pestisida nabati akar tuba yaitu dapat dibuat dalam skala rumah, pembuatannya mudah dan murah, tidak menimbulkan efek negatif bagi

1) Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak. 2) Benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam. 3) Ketika

Apabila plasenta atau ari$ari tumbuh pada segmen ba+ah rahim, pelebaran segmen ba+ah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti !leh plasenta #ang

Dari kegiatan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa Perpustakaan dan Arsip (BPA) Kota Pekanbaru hadir sebagai salah satu wujud keseriusan Pemerintah Kota

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas anugerah dan Roh Kudus yang telah dicurahkan kepada penulis sehingga atas pertolongan dan bimbingan-Nya penulis

rhusiopathiae serotipe 1 dan serotipe 2 merupakan serotipe-serotipe yang patogenik bagi babi, tetapi dalam penelitian ini terlihat bahwa serotipe-serotipe lain (6, 11, 12, dan tipe