• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PETA TANAH (GRONDKAART) SEBAGAI DASAR HAK ATAS TANAH ASET PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PETA TANAH (GRONDKAART) SEBAGAI DASAR HAK ATAS TANAH ASET PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PETA TANAH (GRONDKAART) SEBAGAI DASAR HAK ATAS TANAH ASET PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

1. Sejarah Singkat PT. Kereta Api Indonesia

Pada zaman hindia belanda terdapat dua macam perusahaan kereta api di Indonesia yaitu perusahaan kereta api Negara SS dan perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam VS. perusahaan kereta api Negara SS mulai beroperasi sejak tahun 1878 dari Surabaya ke Lamongan dan akhirnya meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. Perusahaan kereta api Negara SS berkantor pusat di Bandung (sekarang menjadi Kantor Pusat PT. Kereta Api

(Persero) di Jalan Perintis Kemerdekaan No.1 Bandung).16

Perusahaan kereta api swasta mulai beroperasi sejak tahun 1867 dari Semarang ke Tanggung oleh NIS. Kemudian wilayah operasi NIS meluas ke seluruh Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di Indonesia NIS berkantor pusat di Semarang yang sampai sekarang dikenal dengan Gedung Lawang Sewu. Melihat keberhasilan NIS maka selanjutnya bermunculan perusahaan-perusahaan kereta api swasta lainnya yang beroperasi di wilayah Jawa

16PT. Kereta Api Indonesia (Persero), Suatu Tinjauan Historis, Hukum Agraria/Pertanahan dan

(2)

Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur termasuk

Madura. Jumlah perusahaan kereta api swasta itu ada 12 perusahaan, yaitu:17

a. N.V.NIS b. N.V.SJS c. N.V.SCS d. N.V.SDS e. N.V.OJS f. N.V.Ps SM g. N.V.KSM h. N.V.Pb SM i. N.V. MSM j. N.V.MS k. N.V.Med SM l. N.V.DSM.

Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Perusahaan kereta api Negara (SS) dan 12 perusaahaan kereta api swasta (VS) pengelolaanya disatukan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang dan berkantor pusat di Balai Besar Kereta Api di Jalan Gereja Nomor 1 Bandung (sekarang jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1 Bandung). Kereta Api di Jawa dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang diberi nama RIKUYU SOKYOKU dan

17

(3)

dibagi dalam tiga daerah eksploitasi, dan Kereta Api di Sumatera dikuasai oleh

Angkatan Laut dan dibagi dalam tiga daerah eksploitasi. 18

Setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil alih kekuasaan kereta api dari Jepang. Di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pengambil alihan kekuasaan kereta api dari Jepang dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1945. Di Jakarta dan Jawa Barat dilakukan tanggal 04 September 1945 dan hasil pengambil alihan kekuasaan kereta api di Jakarta dan Jawa Barat ini disebar luaskan dengan surat kawat ke seluruh Jawa. Pengambil alihan Balai Besar Kereta Api di Bandung dilakukan tanggal 28 September 1945, kemudian tanggal 28 September 1945 ini dikukuhkan dan diperingati setiap tahun sebagai HARI KERETA API INDONESIA. Setelah perusahaan kereta api Negara (SS) dan perusahaan kereta api swasta (VS) diambil alih dari Jepang, selanjutnya berdasarkan Maklumat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Nomor 1/KA tanggal 23 Oktober 1946 perusahaan kereta api dikelola oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI). Pada masa perjuangan revolusi fisik dengan datangnya kembali Belanda bersama sekutu, keekuasaan kereta api terpecah dua. Di daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik, kereta api dioperasikan oleh DKARI. Sedangkan di daerah-daerah yang

diduduki kembali oleh Belanda, kereta api dioperasikan oleh SS dan VS.19

Setelah terjadi pengakuan kedaulatan, maka perusahaan kereta api dikuasai kembali oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan, Tenaga, dan Pekerjaan Umum Republik Indonesia tanggal

(4)

6 Januari 1950 Nomor 2 Tahun 1950, terhitung mulai tanggal 1 Januari 1950 DKARI dan SS serta VS digabung menjadi satu Djawatan dengan nama Djawatan Kereta Api (DKA), bersama dengan penggabungan ini semua kekayaan, hak-hak dan kewajiban dari DKRA dan SS/VS dioper oleh DKA. Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1963 Djawatan Kereta Api (DKA) diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1971 Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) diubah menjadi

Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). 20

Pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA). Sebagai pengganti peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hindia Belanda telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api. Dan perubahan yang terakhir te rjadi pada pada tahun 1998, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1998 Perusahaan Umum Kereta

Api (PERUMKA) diubah menjadi PT. Kereta Api (Persero).21

2. Lahirnya Hak Atas Tanah PT. Kereta Api Indonesia

PT. Kereta Api Indonesia merupakan badan usaha milik negara hal ini dapat dilihat dari bentuk badan hukum persero. Sebagai badan usaha milik negara, aset yang dimiliki atau dikuasai oleh PT. Kereta Api Indonesia ini merupakan aset

20Ibid, hal.16 21

(5)

dari negara. Tanah aset PT. Kereta Api Indonesia sendiri juga merupakan Tanah Aset Instansi Pemerintah, instansi pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Perhubungan Darat cq. Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Departemen Perhubungan Darat adalah penguasa dan pemilik dari tanah yang digunakan oleh PT. Kereta Api Indonesia. Berkaitan dengan aset tanah PT. Kereta Api Indonesia yang merupakan sebuah badan usaha milik negara, sudah sangat jelas bahwa PT. Kereta Api Indonesia tidak dapat memiliki tanahnya sendiri atau dengan kata lain adalah mengusahakan tanah mililk Instansi Pemerintah, dalam hal ini adlah Departemen Perhubungan cq. Dirjen Perkeretaapian. Ada kekhasan dalam perolehan tanah oleh Dirjen Perkeretaapian, karena ada sejarah panjang tentang penguasaan tanah kereta api, yaitu sejak dari masa Kolonial Belanda sampai pada kemerdekaan Tanah milik Instansi Pemerintah itu bisa muncul atau terbit karena dua hal yaitu:

a. Penguasaan tanah Negara

Berdasarkan Staatsblad 1911 No.110 jo. Staatsblad 1940 No.430 tentang “Penguasaan Benda-benda Tidak Bergerak, Gedung-gedung dan Lain-lain Bangunan Milik Negara” ditegaskan jika instansi pemerintah menguasai tanah Negara, dipelihara dengan anggaran belanjanya, maka

tanah itu adalah aset instansi yang bersangkutan.22

b. Nasionalisasi perusahaan swasta Belanda

Berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang “Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda Yang Berada di

(6)

Dalam Wilayah Republik Indonesia” dinyatakan bahwa semua perusahaan

swasta Belanda yang ada di Indonesia dinasionalisasi dengan membayar ganti kerugian kepada Kerajaan Belanda. Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959 tentang “Pokok-pokok Pelaksanaan Undang-undang Nasionalisasi Perusahaan

Belanda”. Setelah dilakukan pembayaran ganti kerugian kepada Kerajaan

Belanda tersebut, maka semua aset perusahaan swasta Belanda tadi lalu menjadi kekayaan negara yang harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan

hukum perbendaharaan negara.23

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 aset dari dua belas perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam Berenigde Spoorwegbedrijif (VS) tersebut diserahkan pengelolaannya kepada DKA, sehingga sejak berlakunya peraturan pemerintah inimaka secara yuridis semua aset VS sudah menjadi

aset DKA yang sekarang sudah menjadi PT. Kereta Api (Persero).24

Tanah aset PT. Kereta Api (Persero) baik yang berasal dari asset SS maupun yang berasal dari nasionalisasi asset VS serta tanah yang perolehannya dilakukan oleh DKA, PNKA, PJKA, PERUMKA, yang sekarang sudah berubah menjadi PT. Kereta Api (Persero), merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menjadi aset PT. Kereta Api (Persero).

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang “Perkereta Apian” ada tiga komponen utama dalam rangka pengoperasian kereta api yaitu:

23Ibid, hal.24 24

(7)

1. Prasarana kereta api, adalah jalur dan stasiun kereta api termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api dapat dioperasikan.

2. Sarana kereta api, adalah segala sesuatu yang dapat bergerak di atas jalan rel.

3. Fasilitas penunjang kereta api, adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi pengguna jasa kereta api.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang “Prasarana dan Sarana Kereta Api” dijelaskan bahwa prasarana kereta api meliputi:

1. Jalur kereta api. 2. Stasiun kereta api.

3. Fasilitas operasional kereta api.

Jalur kereta api diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api yang meliputi tanah daerah manfaat jalan kereta api, tanah daerah milik jalur kereta api dan tanah daerah pengawasan jalan kereta api termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas di atasnya. Batas daerah manfaat jalan kereta api untuk rel di permukaan tanah adalah sisi terluar jalan rel beserta bidang tanah di kiri dan kanannya yang dipergunakan untuk konstruksi jalan rel termasuk bidang tanah untuk penempatan fasilitas operasional sarana kereta api dan/atau saluran air dan/atau bangunan

(8)

Tanah daerah manfaat jalan kereta api dan tanah daerah milik jalan kereta api dinyatakan dikuasai oleh pemerintah adalah sebagau aset Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jendral Perhubungan Darat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Pakai atas nama Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan

Darat berlaku selama tanah tersebut dipergunakan untuk jalan kereta api.26

Tanah daerah pengawasan jalan kereta api dinyatakan sebagai aset PT. Kereta Api (Persero), sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Guna Bangunan atau Hak

Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api (Persero).27

3. Tanah Aset PT. Kereta Api Indonesia

Aset perusahaan kereta api negara (SS) sejak tanggal 18 Agustus 1945 otomatis menjadi aset DKA. Semua tanah yang diuraikan dalam grondkaart SS sudah menjadi aset DKA sekarang PT. Kereta Api (Persero).Aset perusahaan kereta api kereta api swasta (VS) berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 sudah dinasionalisasikan dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 sudah menjadi aset DKA sekarang PT.

Kereta Api (Persero).28

Walaupun secara de facto sejak tanggal 1 Januaru 1950 semua aset Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) telah diambil alih oleh DKA namun secara de yure belum menjadi kekayaan negara, aset DKA. Lalu halnya dengan aset SS, 26 Ibid, hal.41 27Ibid, hal.41 28 Ibid, hal.34

(9)

setelah berdirinya Negara Republik Indonesia dan terbentuknya DKA maka

semua aset SS baik secara de facto dan de yure otomatis menjadi aset DKA.29

Tanah aset PT. Kereta Api (Persero) baik yang berasal dari pembilalihan aset SS, nasionalisasi aset VS maupun yang diperoleh sendiri karena pengadaan tanah, dalam penerbitan administrasinya ada yang sudah mempunya sertipikat, namun juga masih ada yang belum bersertipikat. Semua tanah aset PT. Kereta Api (Persero) berkapasitas sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan tunduk kepada Undang-undang Perendaharaan Negara (ICW), Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 1970, Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 1994 dan

peraturan perundangan lainnya mengenai kekayaan negara.30

Menurut ketentuan hukum perbendaharaaan negara, tanah aset PT. Kereta Api (Persero) baik yang sudah bersertipikat maupun yang belum, tidak boleh dilepaskan kepada pihak ketiga jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan terlebih dahulu. Walaupun tanah aset PT Kereta Api (Persero) belum bersertipikat atau masih berstatus tanah negara, namun tidak boleh diberikat dengan suatu hak atas

tanah tersebut kepada pihak ketiga, jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan.31

3.1. Tanah Aset PT. Kereta Api Indonesia Yang Berasal Dari Belanda

Tanah aset PT. Kereta Api Indonesia yang berasal dari Belanda, dibedakan menjadi dua macam, yaitu tanah yang berasal dari SS dan VS. SS seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan kereta api milik negara, dan VS merupakan perusahaan kereta api yang dipunyai oleh swasta. Selain dari

29

Ibid, hal.33

(10)

nasionalisasi aset dari SS dan VS, tanah aset PT. Kereta Api juga diperolah dari pemberian hak oleh negara.

1. Tanah Yang Berasal Dari Aset SS

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa ranah aset SS sudah diserahkan penguasaannya kepada SS berdasarkan ordonansi yang termuat dalam Staatsblaad, lokasinya sudah diidentifikasi dan diuraikan dalam grondkaart, sehingga subyek dan obyeknya sudah jelas, statusnya adalah tanah milik pemerintah yang merupakan kekayaan negara. Berdasarkan Staatsblad 1911 Nomor 110 dan Staatsblad 1940 Nomor 430 ditegaskan

bahwa SS mempunyai hak beheer atas tanah grondkaart tersebut.32

Setelah Indonesia merdeka, maka hak beheer SS itu karena hukum otomatis menjadi hak beheer DKA. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953, tanah-tanah yang diuraikan dalam grondkaart itu penguasaannya ada pada Djawatan Kereta Api (DKA) karena tanah tersebut sudah diserahkan

penguasaannya berdasarkan ordonansi yang termuat dalam Staatsblad.33

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yaitu Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tanggal 24 September 1960, tanah-tanah grondkaart itu merupakan hak beheer DKA. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 ditegaskan bahwa tanah-tanah yang dikuasai oleh instansi pemerintah dengan hak penguasaan

32Ibid, hal.35 33

(11)

(beheer) itu sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi Hak Pakai

atau Hak Pengelolaan berlaku selama dipergunakan.34

Pada tahun 1986 Perusahaan Jawaran Kereta Api (PJKA) pernah mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri minta ketegasan mengenai status tanah grondkaart Nomor 1, 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 11 Tahun 1940 yang terletak di Jakarta yang pada waktu itu akan dipergunakan untuk lokasi Proyek Pembangunan Jalan Layang Kereta Api. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: SK.681/DKA/1986 tanggal 1 Nopember 1986 ditegaskan bahwa tanah negara yang diuraikan dalam grondkaart Tahun 1940 Nomor 1, 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 11 adalah dalam penguasaan PJKA. Walaupun yang ditegaskan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri itu hanya beberapa persil tanah grondkaart saja karena hanya itu yang dimohon penegasan namun penegasan tersebut tentunya berlaku analog terhadap semua tanah grondkaart PJKA di seluruh jalur jalan kereta api di Indonesia, sehingga semua tanah grondkaart yang belum bersertipikat adalah tanah negara dalam penguasaan (in beheer) PJKA, sekarang PT. Kareta Api (Persero). Ternyata Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: SK.681/DKA/1986 tanggal 1 Nopember 1986 yang menegaskan bahwa tanah-tanah grondkaart itu adalah tanah negara yang berada dalam penguasaan (in beheer) dari PJKA sudah sejalan dan mengacu kepada

Peaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953.35

(12)

Deputi Kepala Badan Pertanahan Nasional pada waktu itu dijabat oleh Bapak Ignatius Soegiarto, SH dalam tulisannya pada Majalah Bhumi Bhakti NO. 07/1994 halaman 15 menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 maka tanah-tanah dengan hak penguasaan (beheer) tidak dapat dikategorikan sebagai tanah negara karena secara hukum sudah ada hak perorangan yaitu Hak Pakai dan Hak Pengelolaan di atasnya. Disamping itu Prof. Boedi Harsono, SH dalam tulisannya yang berjudul “Berbagai Prosedur Memperoleh Tanah Untuk Pembangunan” pada Majalah Bhumi Bhakti No. 07/1994 halaman 15 mengatakan bahwa tanah-tanah yang dikuasai oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat, Daerah, atau Desa/Kelurahan dengan hak pakai hak pengelolaan termasuk dalam golongan tanah hak biarpun tanah tersebut

bersertipikat.36

Sesuai dengan penjelasan pejabat tinggi Badan Pertanahan Nasional dan pakar hukum agraria tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tanah grondkaart SS sejak tanggal 24 September 1960 sudah dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama DKA, walaupun sampai sekarang ada yang masih belum bersertipikat. Dengan demikian tidak boleh timbul pertanyaan lagi apakah tanah grondkaart itu aset DKA atau bukan. Jawabannya terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965.

36

(13)

Untuk tanah grondkaart yang belum bersertipikat berasal dari aset SS secara

berangsur-angsur masih dalam proses persertipikatan.37

2. Tanah Yang Berasal Dari Aset VS

Tanah yang dimiliki oleh perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) itu diberikan dengan hak eigendom, opstal, dan konsesi atas nama masing-masing perusahaan swasta

yang bersangkutan.38 Tanah aset VS itu diberikan oleh pemerintah dengan

hak eigendom, hak opstal untuk emplasemen dan bangunan-bangunan lainnya sedangkan untuk prasarana pokok (jalan rel dan lain-lain) diberikan dengan hak konsesi atas nama masing-masing badan hukum perusahaan kereta api swasta yang bersangkutan. Jadi hak eigendom atau hak opstal atas nama NIS, dan perusahaan kereta api swasta lainnya memang ada, akan tetapi hak eigendom atau hak opstal atas nama SS tidak pernah ada, karena SS adalah perusahaan kereta api negara.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 tanah-tanah aset VS tersebut dinasionalisasikan menjadi kekayaan negara dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 diserakan penguasaannya kepada DKA. Atas dasar kekuatan hukum yang termuat dalam Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 itu maka tanah-tanah aset VS sudah berubah menjadi hak beheer DKA. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tanah-tanah yang dikuasai

(14)

oleh DKA dengan hak penguasaan (hak beheer) yang berasal dari nasionalisasi aset VS itu sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama DKA berlaku selama dipergunakan walaupun sampai sekarang ada yang masih belum bersertipikat. Untuk tanah hak beheer yang belum bersertipikat yang berasal

dari aset VS secara berangsur-angsur masih dalam proses pensertipikatan.39

3.2. Tanah Yang Berasal Dari Perjanjian Kerjasama Dengan Dirjen Agraria

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor:

SK.3/OT.001/Phb-83 tanggal 19 Januari 1983 telah dibentuk Tim Penertiban dan Penelitian Tanah PJKA. Tim tersebut kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : SK.30/OT.001/Phb-83 tanggal 14

September 1983.40

Pada tanggal 1 Nopember 1983 diadakan Perjanjian Kerjasama antara PJKA dengan Direktoran Jenderal Agraria Nomor : 162/HK/Tap/83 dan Nomor 57/SPK/XI/1983 tentang Pelaksanaan Kegiatan Keagrariaan Untuk Pensertipikatan Tanah PJKA. Tujuan perjanjian kerjasama adalah untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah-tanah PJKA melalui program pensertipikatan tanah yang penanganannya memerlukan kegiatan teknis

keagrariaan. Ruang lingkup kerjasama meliputi:41

1. Inventarisasi secara menyeluruh mengenai tanah-tanah yang

secarahistori dikuasai PJKA.

2. Pengukuran dan pemetaan

39 Ibid, hal.37 40Ibid, hal.38 41 Ibid, hal.38

(15)

3. Pengurusan dan penyelesaian surat keputusan pemberian hak.

4. Pendaftaran hak dan penerbitan sertipikatnya.

Kegiatan inventarisasi dilakukan secara menyeluruh terhadap semua tanah aset PJKA baik yang berasal dari aset SS maupun yang berasal dari nasionalisasi aset VS serta tanah lain yang perolehannya dilakukan oleh DKA/PNKA/PJKA sendiri setelah kemerdekaan. Dari hasil inventarisasi

tersebut dapat diketahui data mengenai:42

1. Semua tanah aset PJKA.

2. Tanah yang dipergunakan langsung untuk kepentingan operasional PJKA yaitu prasarana pokok.

3. Tanah yang dipergunakan untuk menunjang operasional PJKA. 4. Tanah yang dicadangkan untuk pembangunan PJKA.

5. Tanah yang diduduki oleh pihak ketiga: a. dengan izin PJKA;

b. tanpa izin PJKA.43

4. Peta Tanah/Grondkaart

Kebijaksanaan mengenai tanah grondkaart dapat disimak dari berbagai produk hukum sebagai berikut:

a. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 tanah grondkaart berada dalam penguasaan (in beheer) DKA.

(16)

b. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:SK.681/DJA/1986 tanggal 1 Nopember 1986 ditegasakan bahwa tanah grondkaart berada dalam penguasaan (in beheer) PJKA.

c. Dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Pertanahan Nasional Tahun 1991 dirumuskan :”Tanah-tanah PERUMKA berasal dari aset Perusahaan Kereta Api Negara (SS) dan aset Perusahaan Kereta Api Swasta (VS) yang telah dinasionalisasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 jis.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 dan 41 Tahun 1959.”44

d. Dengan Surat Nomor:570.32-3594-D.III tanggal 29 Oktober 1992 Kepala Badan Pertanahan Nasional cq. Deputi Bidang Hak Atas Tanah menjelaskan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa

Barat sebagai berikut:45

1) Tanah grondkaart SS di atas tanah hak eigendom atas nama Het Gouvernement van Nederlandsch Indie sudah diperuntukan bagi kepentingan SS sekarang Perumka.

2) Mengenai tanah Perumka supaya dipedomani Rumusan Hasil Rapat Kerja Badan Pertanahan Nasional Tahun 1991.

3) Pemberian sesuatu hak atas tanah Perumka kepada pihak lain perlu dikoordinasikan terlebih dahulu degan Perumka dan Departemen Keuangan.

e. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 hak beheer Perumka dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan.

44Ibid, hal.47 45

(17)

Sejalan dengan ketentuan tersebut maka terhadap tanah yang dipergunakan untuk jalur jalan kereta api dalam batas-batas daerah manfaat jalan kereta api dan daerah milik jalan kereta api diterbitkan sertipikat Hak Pakai atas nama Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat selama tanah tersebut dipergunakan untuk jalan kereta api.

Terhadap tanah yang terletak diluar batas daerah milik jalan kereta api dan tanah daerah lingkungan kerja stasiun kereta api diterbitkan sertipikat Hak Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api (Persero) dan terhadap tanah untuk rumah dinas diterbitkan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT. Kereta Api (Persero).

Fungsi grondkaart adalah gambar atau peta tanah hasil pengukuran yang dibuat untuk keperluan isntansi pemerintah. Berbeda dengan fungsi Meebrief, grondkaart adalah merupakan hasil final yang tidak perlu ditindaklanjuti dengan

surat keputusan pemberian hak oleh pemerintah.46 Kedudukan grondkaart ini

menimbulkan polemik pada waktu diberlakukannya UUPA, karena meskipun grondkaart ini diakui sebagai alat bukti penguasaan, akan tetapi tidak termasuk kedalam bukti-bukti hak lama yang dapat dikonversi menjadi salah satu hak menurut UUPA (Buku Kedua Ketentuan-ketentuan Konversi). Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953, Grondkaart tidak termasuk ke dalam golongan alat bukti hak lama atas tanah karena grondkaart ini bersifat in-beheer (penguasaan) atas tanah. Grondkaart ini yang membuktikan sebagai salah satu tanda bahwa telah terjadi sesuatu penguasaan oleh instansi/departemen yang

(18)

bersangkutan. Tanah-tanah dengan bukti alas hak penguasaan seperti grondkaart ini pendaftarannya dilakukan berdasarkan tata cara penetapan hak menurut ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria No.1 Tahun 1966 jo No.9 Tahun 1965 Tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, yaitu dengan suatu keputusan pemberian hak atas tanahnya kepada instansi/Departemen yang bersangkutan. Dengan demikian masalah grondkaart dapat selesai apabila telah dilakukan penegasan mengenai hak atas tanahnya agar supaya memenuhi asas publisitas dan asas spesialitas pendaftaran tanah yaitu dengan pengujian melalui “contradictoire de limitatie” untuk memenuhi prisnip “nemo plus iuris” mengingat grondkaart tersebut tidak termasuk bukti hak yang didaftarkan dalam pembukuan

tanah sehingga tercapai status kepastian dan perlindungan hukum atas tanahnya.47

Grondkaart dapat digunakan oleh Pemerintah dalam hal ini digunakan sebagai tanah aset PT. Kereta Api Indonesia khususnya Daerah Operasional IV Semarang, karena grondkaart sendiri sebagai dasar penetapan tanah milik Departemen Perhubungan c.q Dirjen Perkeretaapian, karena di dalam Pasal 1 UU Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda, disebutkan dengan jelas bahwa ,”Perusahaan-perusahaan milik Belanda

yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik penuh dan bebas Negara Republik Indonesia.” Dengan ketentuan Pasal 1 UU

Nasionalisasi tersebut dengan jelas bahwa semua perusahaan milik Belanda dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik penuh dan bebas Negara

47Rusmadi Murad, Adiministrasi Pertanahan Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam Praktek Edisi

(19)

Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah. Nasionalisasi perusahaan milik Belanda menjadi milik penuh dan bebas Peerintah Indonesia, bisa diartikan pula bahwa ada peralihan pula dari seluruh aset dari perusahaan-perusahaan Belanda tersebut, aset dari perusahaan bisa bermacam-macam jenis. Salah satu aset dari perusahaan yang paling terlihat jelas adalah berupa tanah. Hal ini termasuk dengan aset perusahaan kereta api jaman Belanda, entah itu milik pemerintah Belanda ataupun swasta, dengan keluarnya UU Nasionalisasi tersebut maka terjadi peralihan aset secara otomatis. Khusus dengan aset perusahaan kereta api Belanda ini, semua tanah yang ada di dalam grondkaart atau peta tanah menjadi acuan dari Negara Indonesia untuk mengambil alih tanah tersebut sesuai dengan grondkaart yang ada. Grondkaart itu meskipun bukan sebagai bukti hak atas tanah, namun menjadi satu sumber dari terbitnya hak atas tanah. Dan grondkaart itu merupakan bukti kuat dan bisa dibuktikan. Dari semua yang telah penyusun jelaskan dan tulis di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa grondkaart atau peta tanah pada masa pemerintahan Hindia Belanda dapat dijadikan dasar oleh PT. Kereta Api Indonesia untuk memperoleh hak atas tanah, karena dasar dari adanya nasionalisasi perusahaan kereta api pada masa Hindia Belanda oleh Pemerintah Indonesia, meskipun grondkaart atau peta tanah tersebut belum didaftarkan untuk disertipikatkan namun kedudukannya tidak dapat dihapus atau digantikan oleh hak baru. Peta tanah ini menjadi dasar dari PT. Kereta Api dalam mendapatkan aset tanahnya yang telah dikuasai bahkan telah muncul sertipikat hak milik di tanah aset PT. Kereta Api tersebut.

(20)

Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai

keberadaaan dan fungsi dari grondkaart itu sendiri yaitu:48

1. Tanah aset perusahaan kereta api (SS) diuraikan dalam grondkaart, telah diserahkan penguasaannya (di-bestmming-kan) kepada SS berdasarkan ordonansi yang termuat dalam Staatsblad untuk setiap ruas jalan keret api. 2. Berdasarkan Staatsblad Tahun 1911 Nomor 110 jo. Staatsblad Tahun 1940

Nomor 430 tanah grondkaart itu adalah hak beheer yang dipunyai SS. 3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

1953 tanah grondkaart itu merupakan hak beheer yang dipunyai oleh DKA.

4. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 hak beheer DKA itu menurut UUPA dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama DKA berlaku selama dipergunakan.

5. Berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 aset perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam VS dinasionalisasikan dan diserahkan penguasaannya kepada DKA.

6. Tanah grondkaart SS dan tanah aset VS yang telah dinasionalisasi itu merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menjadi aset PT. Kereta Api (Persero), tunduk pada hukum perbendaharaan negara, tidak boleh dilepaskan atau dialihkan kepada pihak ketiga jika tidak memperoleh izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan.

48

(21)

7. Tanah grondkaart SS dan tanah aset VS yang telah dinasionalisasi itu, walaupun menurut hukum agraria/pertanahan berstatus sebagai tanah negara, namun tidak boleh diberikan sesuatu hak atas tanah dan diterbitkan sertipikatnya kepada pihak ketiga jika tidak memperoleh izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan oleh karena menurut hukum perbendaharaan negara, tanah tersebut berstatus sebagai kekayaan negara atau barang milik negara.

Menurut Rusmadi Murad, Grondkaart ini yang membuktikan sebagai salah satu tanda bahwa telah terjadi suatu penguasaan oleh instansi/departemen yang bersangkutan. Tanah-tanah dengan bukti alas hak penguasaan seperti grondkaart ini pendaftarannya dilakukan berdasarkan tata cara penetapan hak menurut ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 jo. Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, yaitu dengan suatu keputusan pemberian ha katas tanahnya kepada Instansi/Departemen yang bersangkutan. Dengan demikian maka grondkaart tersebut masalahnya dapat selesai apabila telah dilakukan penegasan mengenai hak atas tanahnya agar supaya dapat memenuhi asas-asas (publisitas dan spesialitas) pendaftaran tanah yaitu dengan pebgujian melalui “contradictoire de limitatie” untuk memenuhi prinsip “nemo plus iuris” mengingat grondkaart tersebut tidak termasuk bukti hak yang didaftarkan dalam pembukuan tanah sehingga tercapai suatu kepastian dan

(22)

Sudah sangat jelas bahwa grondkaart bukan merupakan bukti kepemilikan atas tanah tetapi merupakan dasar untuk memperoleh hak atas tanah, karena semua aset perkeretaapian dari masa pemerintahan Belanda telah dilakukan nasionalisasi, dan salah satu bukti dari nasionalisasi seluruh aset perkeretaapian Belanda di Indonesia salah satunya yaitu dengan grondkaart. Jadi harus bisa dibedakan megenai bukti penguasaan dan bukti kepemilikan hak atas tanah, dimana grondkaart ini bukan merupakan suatu bukti kepemilikan hak atas tanah dan hanya sebagai bukti penguasaan atas tanah, grodnkaart ini harus didaftarkan untuk keperluan administrasi pertanahan yang rapi dan baik. PT. KAI selaku pihak yang secara hukum memiliki bukti penguasaan atas tanah yang digunakan dalam bentuk grondkaart sudah sepatutnya untuk mendaftarkan grodnkaart sebagai alas bukti hak penguasaan atas tanah yang kemudian dapat dijadikan sebagai suatu bukti kepemilikan hak atas tanh yang benar dan kuat.

Referensi

Dokumen terkait

Tiada yang sempurna kecuali Allah SWT, penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan laporan ini yang di dasari pada kurangnya pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan karena

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam

Program yang mendukung dalam pelaksanaan internalisasi nilai agama Islam dimana lembaga terapi Jamsaren Surakarta memiliki 2 macam kelas, yaitu untuk kelas

TRADING SELL : Posisi jual untuk jangka pendek , yang menitikberatkan pada analisa teknikal dan isu- isu yang beredar.. Sementara indikator RSI berada di area

Untuk menghindari interpretasi yang salah dalam penelitian ini, maka perlu kiranya menentukan pembatasan masalah pada hal-hal yang pokok saja untuk mempertegas

Dan sejauh ini, terlepas dari aspek politik tentang pemberlakuan kebijakan keorganisasian mahasiswa tersebut, pedoman umum organisasi kemahasiswaan memberikan efek positif

yang termasuk aspek thingking, feeling, dan action, (3) pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terfokus kepada guru sebagai role model,

Sedangkan menurut Suharsimi (2013:272) menyatakan bahwa metode observasi adalah format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan