• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

12

A. Konsep Risiko

1. Pengertian Risiko

Risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan, bahkan ada orang yang mengatakan bahwa tidak ada hidup tanpa risiko, terlebih lagi dalam dunia bisnis dimana ketidakpastian beserta risikonya merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan begitu saja, melainkan harus diperhatikan secara cermat bila menginginkan kesuksesan.

Menurut Herman Darmawi, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Kondisi yang tidak pasti itu timbul karena berbagai sebab, yaitu: a) jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya, b) keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan, c) keterbatasan pengetahuan, keterampilan, atau teknik mengambil keputusan.1

Menurut Imam Wahyudi, dkk., risiko bisa didefinisikan sebagai konsekuensi atas pilihan yang mengandung ketidakpastian yang berpotensi

1

(2)

mengakibatkan hasil yang tidak diharapkan atau dampak negatif lainnya yang merugikan bagi pengambil keputusan.2

Sedangkan menurut Adiwarman A. Karim, Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang biasa disebut dengan manajemen risiko.3

2. Proses Manajemen Risiko

Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap awal bank syariah harus secara tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut, bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Proses ini terus berkesinambungan sehingga menjadi sebuah lifecyle.

2

Imam Wahyudi, dkk., Manajemen Risiko Bank Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 4

3

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Ed. V, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 255

(3)

Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 4

a. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap: 1) Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional, 2) Risiko dari produk dan kegiatan usaha.

b. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:

1) Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko,

2) Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material.

c. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan: 1) Evaluasi terhadap eksposur risiko

2) Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko yang bersifat material.

d. Pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.

4

(4)

3. Jenis-Jenis Risiko

Secara umum, risiko-risiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank syariah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis risiko yakni:

a. Risiko Pembiayaan

Adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan

counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah,

risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi.

b. Risiko Pasar (Market Risk)

Yamg dimaksud dengan risiko pasar (market risk) adalah risiko kerugian yang terjadi pada portfolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan variabel pasar (Adverse Movement) berupa suku bunga dan nilai tukar. Risiko pasar ini mencakup empat hal, yaitu risiko tingkat suku bunga (interest rate risk), risiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk), risiko harga (price risk), dan risiko likuiditas (liquidity risk).5

c. Risiko Operasional (Operational Risk)

Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human

error, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang

mempengaruhi operasional bank. Risiko ini mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi (reputation risk), risiko kepatuhan (compliance risk),

5

(5)

risiko transaksi (transactional risk), risiko strategis (strategic risk), dan risiko hukum (legal risk).6

B. Tinjauan Umum Risiko Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.7

2. Fungsi Pembiayaan

Secara perinci pembiayaan memiliki fungsi antara lain:8

1) Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dan jasa.

2) Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan

idle fund. Bank dapat mempertemukan pihak yang kelebihan dana

dengan pihak yang memerlukan dana.

3) Pembiayaan sebagai alat pengendalian harga. Ekspansi pembiayaan akan mendorong meningkatnya jumlah uang yang beredar dan peningkatan peredaran uang akan mendorong kenaikan harga.

6

Ibid., h. 275

7

Kasmir, SE, MM, Manajemen Perbankan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 73

8

(6)

4) Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang diberikan oleh bank syariah memiliki dampak pada kenaikan makro-ekonomi.

3. Macam-macam Pembiayaan

Menurut sifat penggunaannya, yaitu: 9 a. Pembiayaan Produktif

Adalah pembiayaan yang diberikan untuk kebutuhan usaha. Pembiayaan Produktif terbagi dua yaitu :

1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan usaha itu sendiri.

b. Pembiayaan Konsumtif

Adalah pembiayaan diberikan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya dan tidak digunakan untuk tujuan usaha

9

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek (Jakarta : Gema Insani, 2002), h. 160-161

(7)

seperti pembelian kendaraan bermotor, pembiayaan pemilikan rumah.

4. Risiko Pembiayaan

Menurut Adiwarman A. Karim, risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi.10

Sedangkan menurut Fery N. Idroes, risiko kredit (pembiayaan) didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat dan atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya.11

Risiko kredit (pembiayaan) adalah risiko kegagalan nasabah untuk memenuhi kewajibannya secara penuh dan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan. Risiko kredit bisa muncul dalam banking book dan trading book bank.12

Di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 02 November 2011 menyatakan bahwa risiko pembiayaan adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang

10

Adiwarman Karim, Op.cit., h. 260

11

Fery N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 23

12

Thariqullah Khan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 12

(8)

disepakati. Termasuk dalam kelompok risiko pembiayaan adalah risiko konsentrasi, yaitu risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar dan dapat mengancam kelangsungan usaha bank. Risiko pembiayaan dapat bersumber dari aktivitas bank, antara lain aktivitas penyaluran dana bank baik on

balance sheet maupun off balance sheet.13

Adapun risiko pembiayaan yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait dengan produk pembiayaan bank syariah, yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya, yaitu:

a. Risiko Terkait Produk

1) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty

Contract (NCC)

Analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty

contract adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari

seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis natural certainty contract, seperti

13

Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2015), h.73

(9)

murabahah, ijarah, ijarah muntahia bit tamlik, salam dan istishna’. Penilaian risiko ini mencakup dua aspek yaitu:14 a) Risiko kebangkrutan (default risk), yaitu risiko yang terjadi

pada first way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

(1) Industry Risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh karakter, perkembangan non

performing financing, dan kinerja keuangan jenis usaha

yang besangkutan.

(2) Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan.

(3) Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi group nasabah, keadaan force

majeure dan sebagainya.

b) Risiko jaminan (recovery risk), yaitu risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh kesempurnaan pengikatan jaminan, nilai jual kembali jaminan (marketability jaminan), faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya transaksi ulang jaminan, serta kredibilitas penjamin (jika ada).

14

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 297

(10)

2) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty

Countracts (NUC)

Analisis risiko pembiayaan berbasis natural uncertainty

countracts adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak

dari seluruh risiko nasabah, sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis NUC, seperti pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup tiga aspek, yaitu risiko bisnis yang dibiayai (business risk), risiko berkurangnya nilai pembiayaan (shirinking risk), dan risiko karakter buruk mudharib (character risk).15

b. Risiko Terkait Pembiayaan Korporasi

Analisis risiko yang terkait dengan pembiayaan korporasi meliputi: 1) Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah

setelah pencairan pembiayaan, setidaknya terdapat tiga risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan pembiayaan, yaitu:

a) Over Trading, terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar dengan dukungan modal kecil (too much business volume with too little capital). Keadaan ini akan menimbulkan krisis cash flow.

15

(11)

b) Adverse Trading, risiko yang terjadi karena sikap nasabah yang ingin mengembangkan bisnis dengan biaya yang besar namun dengan tingkat penjualan yang rendah dan berisiko tinggi.

c) Liquidity Run, risiko yang terjadi karena nasabah mengalami masalah likuiditas karena pendapatannya yang menurun.

2) Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan16 Sebuah perusahaan mungkin saja mengambil komitmen kapital yang berlebihan dan menandatangani kontrak untuk pengeluaran berskala besar. Apabila tidak mampu untuk menghargai komitmennya, bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi. Namun demikian, bank dapat mencoba untuk memonitornya dengan melihat, misalnya, neraca perusahaan tersebut yang terakhir dipublikasikan, di mana komitmen pengeluaran kapital harus diungkap.

3) Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank

Terdapat tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni:

a) Analisis pembiayaan yang keliru

Risiko ini terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak terduga, tetapi memang sejak awal

16

(12)

nasabah yang bersangkuta berisiko tinggi. Keputusan pembiayaan bisa jadi adalah keputusan tidak valid. Kesalahan pengambilan keputusan ini biasanya bersumber dari informasi yang tersedia. 17

b) Creative Accounting

Creative accounting merupakan istilah yang

digunakan untuk menggambarkan penggunaan kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan menyesatkan tentang suatu laporan posisi keuangan perusahaan.

c) Karakter Nasabah

Terkadang nasabah dapat memperdaya bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet. Bank perlu waspada terhadap kemungkinan ini dengan mencoba untuk membuat suatu keputusan berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.

Upaya-upaya untuk mengeliminasi risiko-risiko tersebut di atas meliputi hal-hal sebagai berikut:18

1. Dalam pemberian kredit, bank harus melakukan analisis yang mendalam terhadap proyek yang dibiayai sebelum pemberian kredit dilakukan.

17

Ibid., h. 271

18

(13)

2. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap kemampuan dan kepatuhan debitur serta perkembangan proyek yang dibiayai.

3. Bank perlu melakukan peninjauan dan penilaian kembali agunan secara berkala sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

4. Apabila telah terdapat kredit-kredit bermasalah, bank wajib menyelesaikan secara tuntas sehingga tidak membebani kinerja kualitas aktiva produktif (KAP) bank.

5. Bank yang telah mendiversifikasikan penanaman dananya, sebelum pembelian terhadap surat-surat berharga (SSB) harus dilakukan penilaian terhadap kemampuan penerbit.

6. Pembatasan credit line kepada setiap individu debitur maupun kelompok untuk menghindari risiko yang lebih besar bilamana kredit dimaksud wanprestasi.

C. Pengendalian Risiko Pembiayaan 1. Pengendalian Risiko

Sesudah manajer risiko mengidentifikasikan dan mengukur risiko yang dihadapi perusahaannya sehingga ia harus memutuskan bagaimana menangani risiko tersebut. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penanganan risiko:

(14)

a. Pengendalian risiko (risk control)

Dalam mengendalikan risiko, seorang manajer dapat menggunakan metode-metode sebagai berikut:19

1) Menghindari risiko

Salah satu cara mengendalikan suatu risiko murni adalah menghindari harta, atau kegiatan dari exposure terhadap risiko dengan jalan:

a) Menolak memiliki, menerima, atau melaksanakan kegiatan walaupun hanya untuk sementara.

b) Menyerahkan kendali risiko yang terlanjur diterima, atau segera menghentikan kegiatan begitu kemudian diketahui mengandung risiko. Jadi, menghindari risiko berarti juga menghilangkan risiko itu.

2) Pengendalian kerugian

Pengendalian kerugian dapat dijalankan dengan cara:

a) Merendahkan kans (kemungkinan) untuk terjadinya kerugian. b) Mengurangi keparahannya jika kerugian tersebut memang

terjadi. 3) Pemisahan

Yang dimaksud pemisahan ialah menyebarkan harta yang menghadapi risiko yang sama, menggantikan penempatan dalam suatu lokasi. Misalnya dengan menempatkan barang persediaan

19

Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, (UIN-Malang Press, 2009), h. 54

(15)

tidak dalam satu gudang saja, tapi dipisahkan dalam dua atau lebih. Tujuan pemisahan ini adalah mengurangi jumlah kerugian untuk satu peristiwa.20

4) Kombinasi atau pooling

Kombinasi atau pooling menambah banyaknya exposure unit dalam batas kendali perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan agar kerugian yang akan dialami lebih dapat diramalkan, jadi risiko dikurangi. Salah satu perusahaan mengombinasikan risiko dengan perkembangan internal. Misalnya, perusahaan asuransi mengombinasikan risiko murni dengan jalan menanggung risiko sejumlah besar orang atau perusahaan.

5) Pemindahan risiko

Pemindahan risiko dapat dilakukan dengan cara:21

a) Harta milik atau kegiatan yang menghadapi risiko dapat dipindahkan kepada pihak lain, baik dinyatakan dengan tegas, maupun tersembunyi dalam berbagai transaksi atau kontrak. b) Risiko itu sendiri yang dipindahkan.

b. Pembiayaan Risiko (risk financing)

Ada dua cara dalam proses pembiayaan risiko, yaitu: risk

financing transfer (memindahkan risiko disertai dengan pembiayaan)

dan risk retention (risiko ditangani sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan).

20

Herman Darmawi, Op.cit., h. 89

21

(16)

1) Risk Financing Transfer

Memindahkan risiko melalui risk financing berarti memerlukan dana yang akan membayar kerugian yang bersangkutan, jika kerugian itu nanti sungguh terjadi. Risk

financing transfer dapat dilakukan dengan cara:22

a) Transfer risiko pada perusahaan asuransi,

b) Transfer risiko pada perusahaan lain yang bukan perusahaan asuransi (noninsurance transfer).

Kebanyakan pemindahan risiko kepada pihak nonasuransi ini dilakukan melalui kontrak-kontrak bisnis biasa, dan melalui kontrak khusus untuk pemindahan risiko. Namun noninsurance transfer ini mempunyai keterbatasan yang harus diperhatikan oleh manajer risiko, yaitu:23

a) Kontrak itu mungkin hanya memindahkan sebagian risiko daripada risiko yang menurut pendapat manajer telah dipindahkan kepada pihak luar. Oleh karena itu, manajer harus mempelajari isi kontrak itu dengan hati-hati.

b) Bahasa yang tertulis di dalamnya adalah bahasa “hukum” yang sangat sukar dipahami sehingga bisa salah mengerti.

c) Surat kontrak bisa dibatalkan oleh pengadilan, jika isinya bertentangan dengan undang-undang, peraturan pemerintah, atau kebijaksanaan pemerintah atau tidak wajar bagi transferee.

22

Ibid., h. 97

23

(17)

Contoh daripada noninsurance transfer tersebut adalah pemindahan risiko yang terjadi dalam kontrak pengiriman barang, kontrak penyimpanan barang, kontrak pembuatan suatu bangunan dan sebagainya, di mana dalam kontrak dicantumkan adanya pembayaran premi risiko.

2) Risk Retention (Menanggung sendiri risiko)24

Metode yang paling umum penanganan risiko ialah penanggungan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Sumber dananya diusahakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Penanggungan sendiri ini bisa bersifat pasif atau tidak direncanakan (unplanned retention) bisa bersifat aktif atau direncanakan (planned retention).

Dikatakan pasif atau tidak terencana, bila manajer risiko tidak memperhatikan tentang adanya exposure dan tidak melakukan usaha apapun untuk menanganinya. Retention disebut aktif, bila manajer mempertimbangkan metode-metode lain untuk menangani risiko dan kemudian memutuskan secara sadar untuk tidak memindahkan kerugian potensial itu.

Adapun alasan sebuah perusahaan melakukan retention bisa saja karena alasan keharusan (karena tidak tersedia alternatif lain), faktor biaya premi asuransi yang tinggi, keyakinan perusahaan bahwa kerugian harapan yang dihitungnya lebih rendah dari

24

(18)

perkiraan asuransi, opportunity cost menyangkut pembayaran premium dibandingkan dengan pengeluaran untuk kerugian maupun kualitas pertanggungan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam program retention dapat dilakukan baik dengan cara pembentukan dana dan cadangan, asuransi sendiri (self insurance) maupun dengan captive insurance (perusahaan asuransi yang sebagian besar nasabahnya adalah perusahaan itu sendiri).

2. Pengendalian risiko pembiayaan

Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank syariah dan/atau UUS serta kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya.

Penyaluran dana oleh bank syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah. 25

a. Upaya-Upaya Bersifat Prefentif

1) Memelihara Kesehatan dan Meningkatkan Daya Tahan Bank. Dijelaskan pada Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan Syariah ditegaskan bahwa untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahan bank syariah diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas sedemikian rupa sehingga

25

A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 95

(19)

tidak terpusat pada satu nasabah atau kelompok nasabah penerima fasilitas tertentu.

2) Kelayakan Penyaluran Dana

Upaya yang bersifat untuk menanggulangi risiko pembiayaan wajib dilakukan oleh bank sebelum memberikan pembiayaan. Hal ini dimaksudkan agar bank mempunyai keyakinan tentang penyaluran dana kepada nasabah.

Untuk memperoleh keyakinan mengenai kelayakan penyaluran dana maka bank syariah/UUS:

a) Harus mempunyai keyakinan atas “kemauan” dan “kemampuan” calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh keseluruhan pada waktunya, sebelum bank syariah/UUS menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas.

b) Wajib melakukan penilian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral), dan prospek usaha (condition of economic) dari calon nasabah penerima fasilitas. Atau disebut juga dengan istilah 5C.

b. Upaya-Upaya yang bersifat Represif/kuratif

Upaya-upaya penanggulangan yang bersifat represif adalah upaya-upaya penanggulangan bersifat penyelamatan dan penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah (Non Performing Financings/NPF).

(20)

Pembiayaan bermasalah dari segi produktivitasnya yaitu kemampuan menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah mulai berkurang/menurun dan mungkin sudah tidak ada lagi. Bahkan dari segi bank, sudah tentu mengurangi pendapatan, memperbesar biaya pencadangan, yaitu PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), sedangkan dari segi nasional, mengurangi kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.26

Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan berdasarkan PBI No.13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah maka bank syariah, yaitu:27

1) Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, dan

2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank.

3) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan oleh bank kepada nasabah.

26

Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Di Bank Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 66

27

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dari angket penilaian, kualitas “ Stop Motion Chemistry” sebagai Media pembelajaran Audio Visual dengan penilaian lima

Pada tahun 2005 collection periods perseroan mengalami kenaikan menjadi 59 hari yang disebabkan karena kenaikan piutang usaha sebesar 57.71 % sedangkan total pendapatan

Risiko pembiayaan adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Financing risk

Sebagai salah satu mata kuliah umum, ISD bertujuan membantu kepekaan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas,

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis berjudul

Telah terjadi permasalahan dalam sengketa dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 534 K/Pdt.Sus- HKI/2019 bahwa Penggugat adalah perusahaan dari Negara

Ahli waris menurut undang-undang yang dinyatakan tidak patut untuk menerima warisan, dalam Pasal 838 KUH Perdata, adalah: (1) Mereka yang telah dihukum karena

Selanjutnya dilakukan analisis hasil jawaban siswa berdasarkan indikator kemampuan pemahaman konsep matematis dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada hasil jawaban