• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. Log gamma ray digunakan untuk menentukan zona permeabel dan non-permeabel berdasarkan volume shale yang terkandung dalam suatu lapisan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV. Log gamma ray digunakan untuk menentukan zona permeabel dan non-permeabel berdasarkan volume shale yang terkandung dalam suatu lapisan."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KARAKTERISASI RESERVOIR “A”

4.1 Analisa Petrofisika

Analisa petrofisika merupakan salah satu proses yang penting dalam usaha untuk mengetahui karakteristik suatu reservoir. Melalui analisa petrofisika dapat diketahui litologi, porositas, jenis fluida, permeabilitas dan saturasi air. Dalam penelitian ini analisa petrofisika dilakukan dengan menggunakan log gamma ray, resistivitas, neutron, sonik dan densitas.

4.1.1. Identifikasi Reservoir

Identifikasi reservoir dilakukan untuk mengetahui interval lapisan yang berpotensi memiliki kandungan hidrokarbon. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi reservoir dalam penelitian ini adalah :

a. Log Gamma Ray

Log gamma ray digunakan untuk menentukan zona permeabel dan non-permeabel berdasarkan volume shale yang terkandung dalam suatu lapisan.

Cut off volume shale (Vshale) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50%, yang berarti semua lapisan yang mempunyai V shale > 50% akan dianggap sebagai lapisan batulempung (gambar 4.1).

b. Log Resistivitas

Lapisan yang mengandung hidrokarbon akan memiliki resistivitas yang lebih besar dibandingkan dengan lapisan yang mengandung air. Ini karena hidrokarbon lebih susah untuk mengalirkan aliran listrik (insulator) dibandingkan dengan air.

c. Crossover Densitas-Neutron

Metode selanjutnya dalam identifikasi reservoir adalah dengan memanfaatkan adanya cross over antara kurva densitas dan neutron. Hidrokarbon akan memiliki

(2)

nilai densitas yang kecil dan nilai neutron yang kecil, karena memiliki jumlah ion hidrogen yang sedikit.

Gambar 4.1. Identifikasi reservoir berdasarkan Vshale (A), resistivitas (B) dan cross over densitas-neutron (C). Unit I, II, III dan IV merupakan unit reservoir pada reservoir “A”.

4.1.2 Identifikasi Litologi

Identifikasi litologi ini bertujuan untuk mengetahui jenis litologi yang menyusun lapisan pada reservoir “A”. Informasi tentang litologi ini akan sangat berguna dalam melakukan analisa selanjutnya, seperti untuk penghitungan porositas. Dalam penelitian ini, identifikasi litologi dilakukan dengan menggunakan beberapa metoda seperti plot M-N, plot MID (mineral identification), log kombinasi densitas-neutron serta cutting.

(3)

a. Plot M-N

Plot M-N membutuhkan data log sonik, densitas dan neutron untuk mendapatkan informasi tentang litologi pada lapisan tertentu. Nilai M dan N bisa dihitung menggunakan persamaan dari Schlumberger, 1989 (persamaan 2.10).

Berdasarkan hasil plot M-N (gambar 4.1), litologi pada reservoir “A” susah untuk diidentifikasi. Hal ini dikarenakan semua hasil plot menunjukkan area shale (shale

region), sehingga informasi tentang litologi yang menyusun reservoir “A” tidak diperoleh

dengan baik. Tingginya kandungan shale pada reservoir “A” diperkirakan menjadi penyebab dari hasil plot M-N ini.

Gambar 4.2. Plot M-N pada sumur AL 1.

b. Plot MID (mineral identification)

Plot MID dapat dilakukan setelah diperoleh nilai-nilai ȡmaa (apparent density) dan

ǻt

maa (apparent interval transit time matrix). Nilai

ǻt

maa dan ȡmaa bisa dihitung

menggunakan persamaan 2.11.

Seperti halnya plot M-N, plot MID juga tidak bisa memberikan informasi memadai mengenai jenis litologi pada reservoir “A”. Hasil plot MID (gambar 4.3)

PLOT M-N 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 N M Unit I Unit II Unit III Unit IV Anhydrite Dolomite Limestone Sandstone Gypsum Secondary porosity Gas Shale Region

(4)

untuk dapat mengetahui jenis litologi pada reservoir “A”. Hal ini diperkirakan akibat besarnya kandungan shale, sehingga mengakibatkan nilai interval transit time sonik menjadi besar. Besarnya nilai interval transit time akan mengakibatkan nilai

ǻt

maa

menjadi lebih besar, sehingga secara langsung akan mempengaruhi plot MID yang dihasilkan. PLOT MID 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 tmaa pm a a Unit I Unit II Unit III Unit IV Quartz Calcite Dolomite Anhidrite Salt

Gambar 4.3 Plot MID pada sumur AL 1.

c. Crossplot Densitas-Neutron

Penentuan litologi dengan log densitas dan neutron dapat dilakukan dengan cara mengeplot (plotting) nilai-nilai densitas dan porositas neutron ke dalam suatu gaftar /

chart (Schlumberger, 1986). Hasil pengeplotan kemudian akan menunjukkan jenis

litologi yang membentuk lapisan tersebut.

Berdasarkan hasil pengeplotan densitas dan neutron (gambar 4.4), reservoir “A” tersusun oleh perselingan dolomit, batugamping dan batupasir dengan batulempung. Disini ada suatu kendala dalam penentuan batupasir, dolomit dan batugamping, ini

(5)

Gambar 4.4 Crossplot densitas neutron pada sumur AL 1 menunjukkan bahwa reservoir “A” disusun oleh dolomit, batugamping dan batupasir.

d. Cutting

Data cutting yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laporan geologi dan mud log sumur pada reservoir “A”. Data cutting digunakan sebagai rujukan utama untuk identifikasi litologi pada reservoir “A”. Hal ini dikarenakan metode lainnya tidak bisa memberikan informasi yang memadai tentang litologi yang menyusun reservoir “A”. Berdasarkan data cutting yang ada (tabel 4.1), reservoir “A” disusun oleh perselingan batupasir dan batulempung.

Sumur Deskripsi Cutting

Bps : Abu-abu terang, berbutir halus – sedang, menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk, kuarsa.

AL 1

Blp : Abu-abu, bergradasi dengan lanau, non gampingan.

Crossplot Densitas - Neutron

1,9 2 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3 -0,05 0,05 0,15 0,25 0,35 0,45 NPHI D en ( R hoB )

Unit I Unit II Unit III Unit IV

Dolom ite Lim estone Sandstone

(6)

Bps : Abu-abu terang, berbutir halus – sedang, menyudut tanggung-membundar, pemilahan sedang - baik.

DM 08

Blp : Abu-abu terang, non gampingan.

Bps : Abu-abu terang, berbutir sangat halus - halus, menyudut tanggung-membundar, pemilahan sedang - baik, getas - tak terkonsolidasi.

DM 09

Blp : Abu-abu terang, non gampingan, foram.

Bps : Putih, berbutir sangat halus – halus, menyudut tanggung-membundar, pemilahan baik, kuarsa.

DM 13

Blp : Abu-abu, non gampingan, foram.

Bps : Abu-abu terang, berbutir sangat halus-halus, menyudut tanggung-membundar, pemilahan baik.

DM 17

Blp : Abu-abu terang, non gampingan.

Tabel 4.1 Deskripsi cutting pada reservoir “A”.

Berdasarkan analisa litologi yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa reservoir “A” disusun oleh perselingan batupasir dan batulempung. Kesimpulan ini diambil berdasarkan data dari cutting yang dianggap lebih akurat dibandingkan metode lainnya. Kehadiran hidrokarbon dan tingginya kandungan shale pada reservoir “A” diperkirakan menjadi penyebab ketidakakuratan metode plot M-N, plot MID dan

crossplot densitas-neutron dalam mengidentifikasi litologi.

(7)

4.1.3 Penentuan Porositas

Porositas suatu formasi bisa dihitung menggunakan log sonik, neutron maupun densitas. Pemilihan jenis porositas yang akan digunakan dalam analisa petrofisika selanjutnya menjadi sangat penting, penggunaan porositas yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda pula.

Dalam penelitian ini, perhitungan porositas menggunakan koreksi terhadap shale. Ini dikarenakan kandungan shale dalam reservoir “A” akan mempengaruhi hasil dari perhitungan porositas.

Porositas efektif (PHIE) yang digunakan dalam penelitian ini adalah porositas densitas-neutron (persamaan 2.5). Ini cocok untuk reservoir “A” yang memiliki kandungan gas. Kehadiran gas akan mengakibatkan porositas neutron menjadi kecil, karena jumlah ion hidrogen dalam gas sedikit. Sebaliknya, porositas densitas yang terhitung akan menjadi lebih besar, karena kandungan gas akan membuat densitas bulk yang terbaca menjadi kecil.

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa porositas sonik yang belum terkoreksi terhadap

shale (garis merah putus-putus) memiliki porositas yang besar yaitu diatas 35 %. Setelah

dilakukan koreksi terhadap shale, nilai porositas sonik (garis merah) berubah menjadi antara 15 - 30 %. Hal serupa juga terjadi pada porositas densitas dan porositas neutron.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kandungan shale dalam reservoir “A” ini sangat mempengaruhi semua nilai porositas yang terhitung.

Berdasarkan hasil perhitungan porositas yang telah dilakukan, didapatkan porositas dalam reservoir “A” berkisar antara 17 – 33 %.

(8)

Porositas Sonik -3320 -3310 -3300 -3290 -3280 -3270 -3260 -3250 -3240 -3230 0, 0 0, 1 0, 2 0, 3 0, 4 0, 5 Porositas K e da la m a n ( T V D S S Ft )

S Phi (corr) S Phi

Porositas Neutron - Densitas

0 ,0 0, 1 0, 2 0, 3 0, 4 0, 5 Porositas

N Phi (corr) N Phi

D Phi (corr) D Phi

Phi E (Den-Neu)

Gambar 4.5 Berbagai perhitungan porositas pada sumur AL 1, kurva putus-putus menunjukkan nilai porositas sebelum dilakukan koreksi terhadap shale.

(9)

4.1.4 Perhitungan Saturasi Air

Saturasi air menunjukkan jumlah pori dalam batuan yang terisi oleh air formasi (Asquith dan Krygowski, 2004). Perhitungan saturasi air (Sw) dalam penelitian ini menggunakan persamaan Archie yang mempertimbangkan faktor formasi (F), resistivitas air (Rw) dan true resistivity (Rt).

Untuk mendapatkan nilai Rw, digunakan metode Rwa dan Pickett plot. Dalam penelitian ini, metode Rwa dipilih untuk digunakan dalam penentuan nilai Rw. Ini dikarenakan nilai Rw dari Pickett plot tidak memberikan informasi tentang temperatur formasi. Sebagaimana diketahui, nilai resistivitas berubah seiring perubahan temperatur (Asquith dan Krygowski, 2004).

Pickett plot bisa dimanfaatkan untuk mengetahui nilai faktor sementasi (m) yang berguna untuk menentukan faktor formasi (F). Nilai m dalam pickett plot (gambar 4.6) merupakan nilai kemiringan dari garis 100 % saturasi air (Sw 100%).

Gambar 4.6 Penentuan nilai resistivitas air (Rw) berdasarkan Pickett plot.

Pickett Plot

0,0 0,1 1,0 0,1 1,0 Rt LLD 10,0 100,0 Po ro s it a s AL 1 AL 6 DM 01 DM 02 DM 04 DM 05 DM 07 DM 08 DM 09 DM 11 DM 13 DM 16 DM 17 DM 20 Rw = 0.15 Sw = (F x Rw / Rt) 1/2 Sw 100% m = 2

(10)

Nilai Rw berdasarkan metode Rwa dihitung dengan menentukan nilai Rwa pada zona batupasir yang terisi 100% air (water- bearing zone). Pada zona ini true resistivity (Rt) mempunyai nilai yang sama dengan Ro (resistivitas pada zona air). Sehingga berdasarkan rumus Archie, nilai Rwa bisa dihitung dengan membandingkan nilai Ro dengan faktor formasi (F). Nilai Ro bisa diketahui dari nilai resistivitas MSFL.

Gambar 4.7.a menunjukkan penentuan nilai Rw berdasarkan nilai Rwa pada zona 100% air yang ditunjukkan oleh nilai Rwa yang konstan (garis kuning). Nilai Rw yang diperoleh adalah 0,19 ohm-m pada temperatur 161 0F.

a. Rwa -3320 -3310 -3300 -3290 -3280 -3270 -3260 -3250 -3240 -3230 0, 0 0, 1 0, 2 0, 3 0, 4 0, 5 0, 6 0, 7 0, 8 0, 9 1, 0 K e d a la m a n ( T VD SS F t) b. Sw -3320 -3310 -3300 -3290 -3280 -3270 -3260 -3250 -3240 -3230 0, 0 0, 1 0, 2 0, 3 0, 4 0, 5 0, 6 0, 7 0, 8 0, 9 K e da la m a n (T VD SS F t)

Gambar 4.7 a). Penentuan nilai Rwa pada AL 1, b). Nilai Sw pada AL 1.

Gambar 4.7.b menunjukkan nilai saturasi air (Sw) pada sumur AL 1. Unit II memiliki

Rwa = Ro / F

Unit I

Unit II

Unit III

(11)

Berdasarkan hasil analisa pada reservoir “A” , nilai saturasi air terendah pada reservoir “A” adalah 0,28.

4.1.4.1. Moveable Hydrocarbon

Untuk mengetahui apakah hidrokarbon bisa terambil atau tidak (moveable

hydrocarbon), digunakan perbandingan antara saturasi air pada zone tak terinvasi / uninvaded zone (Sw) dengan saturasi air pada zona terinvasi / flushed zone (Sxo). Nilai

Sxo dapat dihitung dengan rumus :

Dimana nilai Rmf (resistivitas mud filtrat) dapat diperoleh dari data mud log, dan Rxo (resistivitas pada flushed zone) dapat diperoleh dari log MSFL.

Jika nilai Sw / Sxo adalah < 0,6 (untuk batupasir) atau < 0,7 (untuk karbonat), maka hidrokarbon yang ada akan dapat terambil (moved). Gambar 4.8 menunjukkan bahwa hidrokarbon yang ada pada unit II adalah moved hydrokarbon, ditunjukkan oleh kurva Sw/Sxo yang lebih kecil dari 0,6.

AL 1

Moveable Hydrocarbon (Sw/Sxo)

-3320 -3310 -3300 -3290 -3280 -3270 -3260 -3250 -3240 -3230 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 D e pt h ( T V D S S F t) Sw Sxo Sw / Sxo

Gambar 4.8 Nilai Sw, Sxo dan Sw/Sxo pada sumur AL 1.

Sxo = (F x Rmf / Rxo) 1/n

Unit I

Unit II

Unit III

(12)

4.1.5 Perhitungan Permeabilitas

Permeabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida (Asquith dan Krygowski, 2004). Nilai permeabilitas yang dihitung dari log hanya akan valid jika dihitung pada kondisi formasi yang irreducible water

saturation / Sw irr (Schlumberger, 1977 op cit. Asquith dan Gibson, 1982). Pada saat

formasi berada pada kondisi ini (Sw irr), air dalam formasi tidak akan bergerak. Oleh karena itu, produksi hidrokarbon pada zona ini akan bebas dari air / water-free ( Morris dan Biggs, 1967 op cit. Asquith dan Gibson, 1982). Formasi yang berada pada kondisi irreducible water saturation akan ditunjukkan oleh nilai bulk volume water (BVW) yang relatif konstan (Gambar 4.9).

Setelah memastikan bahwa formasi berada pada kondisi irreducible water

saturation, perhitungan permeabilitas bisa dilakukan.

Perhitungan permeabilitas (K) bisa dihitung menggunakan persamaan dari Wyllie dan Rose, 1950 ( Asquith dan Krygowski, 2004 ) :

K

1/2

= 79 x ĭ

3

/ Sw

irr

(gas)

Bulk Volume Water (BVW)

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 PHI E S w ir r 0.12 BVW line

Gambar 4.9 Plot nilai porositas efektif (PHIE) dan saturasi air (Sw) pada unit II sumur AL 1 menunjukkan nilai bulk volume water (BVW) yang konstan, yang berarti berada

(13)

Permeability vs BVW -3280 -3275 -3270 -3265 -3260 -3255 -3250 -3245 -3240 -3235 -3230 0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 D e pt h TV D S S Ft permeability BVW

Gambar 4.10 Nilai permeabilitas yang tinggi berada pada unit II sumur AL 1.

Berdasarkan analisa permeabilitas yang telah dilakukan, maka nilai permeabilitas yang diperoleh berkisar antara 1,2 - 96,1 mD.

4.2. Analisa Mud Log

Analisa mud log dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kehadiran gas (gas show) dan jenis gas yang terkandung di dalam reservoir “A”.

Pada sumur AL 1, dijumpai perbedaan antara gas show pada mud log dan saturasi air hasil perhitungan pada sumur AL 1 (gambar 4.11).

Perbedaan ini dapat disebabkan adanya sisa gas (residu) yang terbaca sebagai gas show pada reservoir “A”. Ini sangat mungkin terjadi karena sifat umum gas yang mudah menguap dan mengalir. Kemungkinan lain adalah karena adanya ketidakpastian dalam penentuan nilai Rw untuk perhitungan Sw. Nilai Rw yang diperoleh baik dari metode Rwa maupun dari Pickett plot tidak mewakili resistivitas pada zona 100% air. Hal ini menyebabkan nilai Rw yang diperoleh lebih besar dari yang sebenarnya, sehingga nilai Sw yang terhitung pun memiliki nilai yang lebih besar dari sebenarnya.

Permeabilitas vs BVW

Unit II Unit I

(14)

Gambar 4.11 Perbedaan antara gas show pada mud log dan saturasi air hasil perhitungan pada sumur AL 1. Sw -3320 -3310 -3300 -3290 -3280 -3270 -3260 -3250 -3240 -3230 0, 0 0, 1 0, 2 0, 3 0, 4 0, 5 0, 6 0, 7 0, 8 0, 9 K eda la m a n ( T VD SS F t) “A” 100 Unit Total Gas 2000 ppm C1 Gas Show

Formatted: Spanish (Spain-Modern

(15)

Jenis gas pada reservoir “A” dapat diketahui dengan menggunakan metode rasio gas (Haworth, 1985 op cit. Hawker, 1999). Metode ini dapat digunakan setelah dihitung nilai-nilai dari wetness ratio (Wh), balanced ratio (Bh) dan character ratio (Ch).

AL 1 AL 6 DM 02 DM 05 DM 07 DM 08 DM 09 DM 13 DM 16 DM 17 Total Gas (Units) Unit I 20 - 70 < 2 20 - 40 600 135 20 - 105 120 - 130 10 35 100 - 300 Unit II 60 - 100 < 2 100 - 150 500 - 600 120 105 120 - 130 10 - 25 35- 25 200 - 500 Unit III 20 - 100 < 2 10 - 100 500 - 600 30 - 80 105 - 10 120 - 130 10 - 25 20- 25 90 - 200 Unit IV 20 - 100 < 2 2.0 - 4.0 350 110 10 - 30.0 7 - 50 10 10- 20 100 - 130 C1 (ppm) Unit I 200 - 1000 6000 10000 - 30000 20000 - 60000 50000 2000 - 20000 20000 -60000 20000 - -Methane Unit II 300 - 2000 6000 30000 90000 40000 20000 60000 - 80000 20000 - 30000 - -Unit III 300 - 4000 6000 20000 - 30000 70-90000 10000 3000-20000 60000- 80000 10000 - -Unit IV 300 - 2000 6000 20000 50 - 60000 10000 3000 - 4000 2000- 8000 10000 - -C2 (ppm) Unit I - - 100 - 400 300 - 800 110 - 30 - 500 - - -Ethane Unit II - - 400 300 - 1000 120 - 200 - 500 - - 1000 Unit III - - 20-400 200 - 1000 80 - 10 - 150 - - -Unit IV - - < 20 600 100 - - - - -C3 (ppm) Unit I - - - - 70 - - - - Propane Unit II - - - - 100 - - - - -Unit III - - - -Unit IV - - - -IC4 (ppm) Unit I - - -

Iso Butane Unit II - - - - 60 - - - -

-Unit III - - -

-Unit IV - - -

-Tabel 4.2 Rekapitulasi kandungan gas pada reservoir “A” berdasarkan data mud log.

Contoh perhitungan rasio gas dilakukan pada unit II dari sumur DM 07, yang memiliki kandungan gas paling lengkap dibandingkan unit dan sumur lainnya (lihat tabel 4.2). Unit II sumur DM 07 memiliki kandungan C1 = 40000 ppm, C2 = 120 ppm, C 3 = 100 ppm dan IC4 = 60 ppm. Wetness ratio (Wh) = [ (C2+C3+C4+C5) / (C1+C2+C3+C4+C5) ] x 100 = [ (120+100+60+0) / (40000+120 + 100 + 60+0) ] x 100 = 0.69 Balanced Ratio (Bh) = [ (C1+C2) / (C3+C4+C5) ] = [ (40000+120) / (100+60) ] = 250.75 Character Ratio (Ch) = [ (C4 + C5 ) / c3 ]

(16)

Berdasarkan tabel interpretasi rasio gas (tabel 4.3),maka jenis gas pada reservoir “A” adalah gas kering ringan (light dry gas).

Interpretation of Gas Ratios

Gas Ratio Interpretation

Wh < 0.5 Very dry gas

Wh 0.5 - 17.5 Gas. Density increases as Wh increases

Wh 17.5 – 40 Oil. Density increases with Wh

Wh > 40 Residual Oil.

Wh < 0.5 AND

Bh > 100 Light Dry Gas

Wh 0.5 - 17.5 AND Wh < Bh < 100

Productive gas. Density and wetness increase as the two curves converge

Wh 0.5 - 17.5 AND Bh < Wh AND Ch < .05

Gas condensate or wet gas

Wh 0.5 - 17.5 AND Bh < Wh AND Ch > 0.5

High gravity/high GOR oil

Wh 17.5 - 40 AND

Bh < Wh Oil. Gravity decreases as the curves diverge

Wh 17.5 - 40 AND

Bh << Wh Residual Oil.

Tabel 4.3 Interpretasi rasio gas yang dapat digunakan untuk penentuan hidrokarbon (Haworth, 1985 op cit. Hawker, 1999 )

(17)

4.3 Analisa Biostratigrafi

Analisa biostratigrafi dilakukan untuk mengetahui umur dan lingkungan purba (paleo-environment) dari reservoir “A” yang terdapat pada Formasi Upper Arang. Data biostratigrafi yang digunakan berasal dari sumur AL 1.

Tabel 4.4. Data biostratigrafi pada sumur AL 1.

a. Penentuan umur Formasi Upper Arang

Penentuan umur Formasi Upper Arang dilakukan berdasarkan :

ƒ Kehadiran pertama Florschuetzia trilobata pada kedalaman 2320 kaki menunjukkan umur yang tidak lebih muda dari Miosen Tengah.

ƒ Kehadiran Florschuetzia meridionalis pada kedalaman 2320 kaki mengindikasikan umur yang tidak lebih tua dari Miosen Bawah.

ƒ Kehadiran Orbulina universa pada kedalaman 2650 kaki, mengindikasikan umur yang tidak lebih tua dari Miosen Tengah.

ƒ Kehadiran Sphenolithus heteromorphus pada interval 2650 - 2890 kaki mengindikasikan umur diantara NN5 – NN4, Miosen Tengah – akhir Miosen Bawah.

(18)

Berdasarkan analisa tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa Formasi Upper Arang memiliki umur Miosen Bawah – Tengah, dengan reservoir “A” (3234 - 3312 kaki) diperkirakan berumur Miosen Bawah.

b. Analisa lingkungan pengendapan pada Formasi Upper Arang didasarkan pada : ƒ Kehadiran Ammonia spp. dan Haplophragmoides spp. pada interval 2244 -

2620 kaki mengindikasikan lingkungan pengendapan intertidal – nearshore

marine, litoral – neritik dalam.

ƒ Peningkatan keberagaman bentos gampingan serta nanofosil gampingan yang konsisten pada interval 2620 – 2890 kaki menunjukkan lingkungan marin (laut). Kehadiran Ammonia spp., Heterolepa praecincta, Elphidium sp., dan foram besar Amphistegina lessonii mengindikasikan lingkungan neritik dalam. ƒ Kehadiran bentos gampingan Ammonia sp. pada interval 2890 - 4262 kaki,

menunjukkan lingkungan intertidal, estuarin – litoral. 2244 - 2620 Intertidal, Litoral – Neritik dalam 2620 - 2890 Neritik dalam

2890 - 4262 Intertidal, Estuarin – Litoral

Berdasarkan analisa lingkungan pengendapan tersebut, reservoir “A” yang berada pada interval 3234 – 3312 kaki diperkirakan memiliki lingkungan pengendapan intertidal, estuarin – litoral.

(19)

4.4. Korelasi Stratigrafi dan Struktur

4.4.1 Korelasi Stratigrafi

Dua buah korelasi stratigrafi telah dibuat dalam penelitian ini, yaitu berarah Utara-Selatan (X-X’) dan Barat – Timur (Y-Y’). Korelasi stratigrafi menggunakan pendekatan stratigrafi sikuen, yang didasarkan pada kesamaan waktu (kronostratigrafi).

Berdasarkan prinsip sikuen stratigrafi dan hasil korelasi (Gambar 4.14 & 4.15), maka reservoir “A” ini dapat dibagi menjadi empat unit reservoir (fasies), yakni :

1. Unit IV

Unit IV merupakan bagian terbawah dari reservoir “A” , yang dibatasi oleh batas sikuen (Sequence Boundary / SB). Unit ini memiliki pola suksesi agradasi, dengan pola log blocky. Unit ini diperkirakan merupakan distributary channel yang dicirikan oleh lowstand systems tract (LST).

Unit ini memiliki penyebaran ketebalan yang relatif sama pada setiap area, dengan ketebalan berkisar antara 15 – 20 kaki.

2. Unit III

Unit III merupakan unit yang berada diatas unit IV, dibatasi oleh maximum flooding

surface (MFS) pada bagian atasnya. Unit III dicirikan oleh transgressive sytems tract

(TST) yang diperkirakan diendapkan pada delta mouth bar.

Penyebaran ketebalan unit III dari Utara ke Selatan (korelasi XX’) relatif sama, sedangkan penyebaran ketebalan unit III dari Barat ke Timur (korelasi YY’) tidak merata. Semakin ke arah Timur, diperkirakan pengaruh sistem channel semakin besar. Secara umum, unit III ini memiliki ketebalan yang kecil berkisar antara 5 – 10 kaki.

3. Unit II

Unit II diendapkan tepat diatas maximum flooding surface (MFS). Unit II dicirikan oleh pola log corong (funnel shape), dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal ke atas (coarsening & thickening upward). Unit II diperkirakan merupakan

(20)

Ketebalan unit II ini berkisar antara 5 – 15 kaki, dengan penyebaran yang relatif sama.

4. Unit I

Unit I merupakan bagian teratas dari reservoir “A” , diendapkan tepat diatas unit II. Unit I dicirikan oleh pola log corong (funnel shape), dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal keatas (coarsening & thickening upward). Unit I diperkirakan merupakan distributary channel yang dicirikan oleh highstand systems

tract (HST). Ketebalan rata-rata unit I ini adalah 10 kaki, dengan penyebaran yang

hampir merata pada setiap sumur.

Berdasarkan hasil analisa biostratigrafi dan sikuen stratigrafi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa reservoir “A” ini diendapkan pada lingkungan delta plain-delta front. Ini sesuai dengan hasil analisa biostratigrafi yang mengindikasikan lingkungan intertidal, juga sesuai dengan hasil analisa sikuen stratigrafi yang sebagian besar menunjukkan sistem distributary channel.

Gambar

Gambar 4.1. Identifikasi reservoir berdasarkan Vshale (A), resistivitas (B) dan cross over  densitas-neutron (C)
Gambar 4.2. Plot M-N pada sumur AL 1.
Gambar 4.3 Plot MID pada sumur AL 1.
Gambar 4.4 Crossplot densitas neutron pada sumur AL 1 menunjukkan bahwa reservoir
+7

Referensi

Dokumen terkait