• Tidak ada hasil yang ditemukan

CONDITION ASSESSMENT GAS SF6 GIS 150kV GLUGUR MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CONDITION ASSESSMENT GAS SF6 GIS 150kV GLUGUR MEDAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

MEDAN

Royden Zulfai Hutapea, Syahrawardi Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA

e-mail: rz.hutapea@yahoo.com

Abstrak

Sulfur Heksafluorida ( SF6 ) merupakan gas yang dapat digunakan sebagai media isolasi pada peralatan listrik, begitu juga digunakan pada Gas Insulated Switchgear ( GIS ) pada sistem transmisi daya listrik. kondisi isolasi gas SF6 ini akan berkaitan dengan tingkat unjuk kerja GIS secara keseluruhan dimana tingkat unjuk kerja GIS dapat ditentukan dengan melakukan condition assessment.

Condition assessment dapat dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama adalah pengidentifikasian

resiko ( risk assessment ). Dalam hal ini, dicari bentuk kegagalan beserta parameter gas SF6 yang terlibat, lalu ditentukan parameter gas apa yang lebih berpengaruh dalam menyebabkan kegagalan tersebut. Bagian kedua adalah monitoring diagnosis yang merupakan cara untuk mengetahui dan mengukur parameter-parameter gas SF6 pada GIS yang diperiksa. Kemudian hasil dari pengidentifikasian resiko dan monitoring diagnosis akan dikombinasikan untuk menentukan kondisi akhir dari GIS.

Kata Kunci: GIS,Gas SF6,condition assessment 1. Pendahuluan

Gas Insulated Switchgear ( GIS ) merupakan gardu listrik yang menggunakan gas sebagai media isolasinya, Untuk menjaga agar GIS tetap pada kondisi yang prima, diperlukan perawatan yang memadai dan sesuai dengan standar perawatan yang ada, untuk itu dilakukan condition assessment gas SF6 pada GIS sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perawatan pada GIS.

2. Gas Insulated Switchgear ( GIS )

Gas Insulated Switchgear adalah gardu listrik yang menggunakan SF6 sebagai media isolasinya, GIS memiliki berbagai macam komponen, dimana komponen – komponen tersebut memiliki fungsi dan tugas masing – masing dalam kerja GIS [1]. Beberapa komponen umum yang ada pada GIS antara lain adalah : Pemutus Tenaga (Circuit breaker), Saklar Pemisah (Disconnecting switch), Saklar Pembumian (Earthing switch),Trafo arus (Current transformer), Trafo Tegangan (Voltage transformer), Rel Daya (Busbar), Sambungan kabel (Cable connection), Panel

kontrol (Control panel). Selain itu GIS dapat dibedakan dalam beberapa klasifikasi umum yaitu : Berdasarkan jumlah fasa per tabung, yaitu GIS dengan satu fasa per tabung atau GIS dengan tiga fasa per tabung. Berdasarkan lokasi instalasi, yaitu GIS dengan instalasi indoor atau GIS dengan instalasi outdoor dan GIS bergerak (mobile) kemudian Berdasarkan jenis penggerak, yaitu penggerak motor, hydraulic, pneumatic, dan spring.

Pada GIS terdapat beberapa parameter yang dapat diukur, meliputi kondisi fisik isolasi gas SF6 dan fenomena listrik berupa partial discharge, untuk kondisi fisik isolasi gas SF6 yang dipengaruhi oleh beberapa hal berikut ini yaitu : Tekanan ( pressure ), Kemurnian ( purity ), Titik embun ( dew point ), Produk hasil dekomposisi ( decomposition product ), Suhu lingkungan ( ambient temperature ) [2].

Sedangkan untuk fenomena listrik berupa partial discharge adalah peluahan elektrik pada medium isolasi yang terdapat diantara dua elektroda berbeda tegangan, dimana peluahan tersebut tidak sampai menghubungkan kedua elektroda secara sempurna [3]. Peristiwa seperti ini dapat terjadi pada bahan isolasi padat. Sedangkan pada bahan isolasi gas, partial

(2)

discharge terjadi disekitar elektroda yang runcing. Adanya aktivitas partial discharge di GIS menandakan terdapat gangguan dalam kompartemen GIS. Sumber partial discharge tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : Partikel bebas, Partikel bebas yang menempel pada permukaan, Tonjolan atau ketidakrataan permukaan (protrusi), Sambungan antar kompartemen yang tidak erat, Gelembung udara ( void ) dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi gangguan umum yang terjadi pada GIS [4]

3. Condition assessment

Condition assessment merupakan tindakan penilaian / pengkajian yang dilakukan untuk menilai kondisi dari objek yang dikaji baik itu secara khusus ataupun secara umum, guna mengetahui kondisi terkini dari objek yang dikaji dan juga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan terhadap objek tersebut, apakah kondisi objek masih layak pakai atau dilakukan perawatan atau bahkan penggantian objek itu sendiri.

Di dalam condition assessment terdapat dua aspek yang terlibat yaitu risk assessment dan monitoring diagnosis yang saling berhubungan. dapat dilihat pada Gambar 2

risk assessment condition assessment monitoring diagnosis

Gambar 2. Hubungan antar aspek dalam condition assessment [5]

Dalam risk assessment ini ditentukan kemungkinan-kemungkinan resiko yang terjadi pada obyek serta penyebabnya, salah satu metode yang digunakan dalam risk assessment adalah FMEA ( Failure Mode Effect Analysis ), dimana dalam FMEA ditentukan runtutan dari sebuah resiko yang terjadi sebelumnya hingga ke penyebabnya, sehingga dari sebuah kegagalan yang terjadi bisa ditentukan gangguan awal yang menyebabkannya. Aspek lain yang penting dalam condition assessment adalah monitoring diagnosis. Monitoring diagnosis berarti melakukan suatu pemantauan terhadap parameter-parameter yang berpengaruh pada suatu obyek dan kemudian menentukan fenomena apa yang terjadi. Hasil monitoring diagnosis ini dikombinasikan dengan faktor-faktor penyebab resiko yang ada pada risk assessment sehingga bisa ditentukan gangguan yang terjadi serta pengaruhnya pada kondisi obyek. Pada akhirnya kondisi objek tersebut dapat ditentukan dengan memperhatikan parameter - parameter yang ada, gangguan yang terjadi serta kemungkinan penyebab gangguan tersebut.

Untuk melakukan condition assessment pada GIS ada beberapa faktor yang digunakan sebagai indikator kunci, yaitu antara lain : Kekuatan dielektrik, Kemampuan membuka / menutup pengaman berdasarkan perintah, Kemampuan membawa arus ( pada konduktor ), Kekuatan mekanis ( struktur ), Kondisi fisik gas SF6 , Kekuatan tabung, Tidak ada aktivitas partial discharges, Keadaan tidak terkunci [6].

Untuk melakukan condition assessment, tahap pertama yang dilakukan adalah Risk Assessment menggunakan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Dalam FMEA dilakukan analisis dengan cara mencari hubungan antara kegagalan dan faktor-faktor penyebabnya. Faktor penyebab ini lalu diurai menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga dapat ditemukan parameter apa yang terkait dalam memicu terjadinya kegagalan [4]. Selain mencari parameter yang berpengaruh dalam kegagalan, dalam FMEA juga ditentukan besarnya resiko akibat penyebab kegagalan berdasarkan frekuensi terjadinya gangguan, pengaruh gangguan pada sistem serta level keselamatan saat gangguan terjadi. dapat dilihat pada Gambar 3

(3)

Gambar 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat unjuk kerja GIS [4]

Tabel 1 FMEA GIS PT. PLN P3B Jawa Bali [5]

untuk itu tim assessment GIS PT. PLN P3B Jawa Bali selaku tim yang melakukan Condition Assessment GIS Glugur Medan, mengeluarkan tabel FMEA dimana dari tabel tersebut akan didapat nilai - nilai hasil pemeriksaan parameter GIS. dapat dilihat pada pada Tabel 1 dengan menggunakan nilai setiap kategori, dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Nilai kategori FMEA GIS PT. PLN P3B Jawa Bali [5]

KATEGORI FREKUENSI KEGAGALAN

1 Tidak pernah 2 < 2 3 2< f ≤ 4 4 >4 Bagian yang terganggu Penyebab gangguan Efek dari gangguan Kegagalan yang terjadi Parameter yang terlibat Frekuensi kegagalan Pengaruh gangguan pada sistem Level keselamatan

Isolasi gas SF6 Penurunan kualitas gas Penurunan kekuatan dielektrik gas Breakdown

Decomposition product,

purity, partial discharge 1 3 3

Junction (bushing-base)

Kesalahan instalasi (kebocoran)

Penurunan kekuatan dielektrik gas, gas

bocor

Breakdown pressure,purity 1 3 2 Mekanisme operasi Kebocoran valve (uap air/polutan)

Kehilangan kompresi, menambah waktu pemadaman busur api

Breakdown dew point, partial discharge 1 2 2 Mekanisme operasi stress kimia pada ruang kompresi

Kehilangan kompresi, menambah waktu pemadaman busur api

Breakdown decomposition product, partial discharge 1 2 2

Seal/O-Ring Penurunan kualitas seal/o-ring

Penurunan kekuatan dielektrik gas, gas

bocor Breakdown pressure, purity, decomposition product 1 3 3 Junction (upper-lower bushing parts) Kesalahan konstruksi (kebocoran) Penurunan kekuatan dielektrik gas, gas

bocor Breakdown pressure, purity, decomposition product 1 3 3 Junction (upper-lower bushing parts) Penguatan medan

listrik lokal Keretakan Breakdown

partial discharge, decomposition product 1 3 3 Junction (conductor-rod shaft) Kesalahan konstruksi Interupsi tanpa

diperintah Breakdown Partial discharge 1 3 2

Termination Kesalahan

konstruksi

Penguatan medan

listrik lokal Breakdown

partial discharge,

decomposition product 1 3 2

Termination Kegagalan

levelisasi medan

Penguatan medan

listrik lokal Breakdown

partial discharge,

decomposition product 1 3 2

Junction (upper-lower bushing

parts)

stress thermal Ekspansi gas Breakdown temperature, pressure 1 2 3

Mechanical mover Kesalahan konstruksi

Respons tertunda, menambah waktu pemadaman busur api

Breakdown partial discharge 1 2 2

Mekanisme operasi

Kebocoran pipa

elastis kehilangan kompresi

Breakdown Pressure 1 2 2

Seal/O-Ring Kesalahan instalasi Penurunan kekuatan

dielektrik gas, gas Breakdown Pressure ,purity 1 2 3 Gas rupture disks Keretakan Penurunan kekuatan

dielektrik gas, gas bocor

Breakdown Pressure, partial

discharge 1 2 3 Open/Close indicator of earthing switches Keretakan Penurunan kekuatan dielektrik gas, gas

bocor

Breakdown Pressure, partial discharge 1 2 3 Mekanisme operasi seal robek

Kehilangan kompresi, menambah waktu

pemadaman busur api Breakdown

pressure, partial

discharge 1 2 2

KATEGORI PENGARUH PADA SISTEM

KATEGORI LEVEL KESELAMATAN

1 Tidak berpengaruh 1 Tidak berpengaruh

2 Bekerja dengan resiko rendah 2 Resiko rendah

(4)

Setelah dilakukan risk assessment dengan FMEA maka dilakukanlah Monitoring diagnosis yang dilakukan pada GIS meliputi pengamatan dan pengukuran parameter dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Hubungan antara monitoring

diagnosis dengan teknik diagnosis [4] Dalam menentukan suatu kondisi suatu obyek maka diperlukan sebuah nilai batas yang membedakan antara kondisi baik, sedang atau buruk . Nilai batas ini akan menjadi sebuah pembeda antara level kondisi satu dengan yang lainnya dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Nilai batas yang ditentukan untuk kompartemen GIS

Setelah dilakukan Risk Assessment dan Monitoring diagnosis pada GIS, maka dibuat akumulasi frekuensi kegagalan dan parameter yang terlibat sesuai dengan data tabel FMEA sebelumnya, dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Hubungan perbandingan akumulasi frekuensi kegagalan dan parameter yang terlibat pada GIS Glugur Medan

masing-masing parameter ini diasumsikan menjadi 3 kelompok besar yaitu : Kelompok 1 untuk akumulasi frekuensi kegagalan ≥ 10 yaitu partial discharge. Kelompok 2 untuk akumulasi frekuensi kegagalan 5 ≤ f < 10 yaitu: tekanan, kemurnian dan produk hasil dekomposisi. Kelompok 3 untuk akumulasi frekuensi kegagalan f < 5 yaitu: titik embun dan suhu lingkungan.

Parameter yang berada di kelompok satu akan mendapatkan level pembobotan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lain. Untuk faktor pembobotan tiap kelompok, dapat dikalikannya dengan sebuah konstanta yang berbeda-beda untuk tiap kelompok. Kelompok 1 akan mendapatkan nilai konstanta yang paling tinggi dibandingkan kelompok yang lainnya seperti pada Tabel 5

Tabel 5. Faktor pembobotan parameter

Parameter Akumulasi frekuensi

kegagalan

Tekanan 9

Kemurnian 5

Titik embun 1

Produk hasil dekomposisi 7

Suhu lingkungan 1 Partial discharge 11 Parameter dan satuan nya Nilai batas

Kondisi 1 Kondisi 6 Kondisi

9 Tekanan

( bar )

Sesuai buku panduan, dengan penurunan < 1% per tahun Kemurnian ( % ) < 97 % 97 % >97 % Titik embun ( ° C ) >5 ° C - 5 ° C < -5 ° C Produk hasil dekomposisi ( ppmv ) >2000ppmv 1000 - 2000 ppmv < 1000 ppmv Suhu lingkungan ( °C) > 40 ° C 30 – 40 ° C < 30 ° C Aktivitas partial discharge Intensitas tinggi Intensitas rendah Tidak terdapat partial Kelompok Parameter Faktor pembobotan dengan pengalian konstanta 1 Partial disharge X 20 2 Kemurnian X 10 Produk hasil dekomposisi X 10 Tekanan X 10 3 Titik embun X 5

(5)

4. Condition assessment GIS 150kV Glugur Medan

Berdasarkan condition assessment yang sebelumnya dilakukan didapat nilai akhir kondisi GIS. Jika semua kondisi parameter bernilai 1 atau buruk maka nilai akhir kondisi terburuk yang mungkin terjadi adalah 60. Namun jika kondisi semua parameter bernilai 6 atau sedang, maka yang didapatkan adalah 360. Nilai 360 ini menunjukkan persyaratan minimum parameter untuk dapat beroperasi dengan layak. Dan jika kondisi semua parameter berada pada kondisi 9 atau baik, maka total nilai kondisi terbaik yang didapatkan adalah 540. Berdasarkan pembagian itu, maka nilai akhir GIS Glugur berada pada level antara nilai 360 dan nilai 540 dimana GIS berada dalam keadaan sangat layak dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 5 berikut ini

Tabel 6. Nilai akhir kondisi GIS 150 kV Glugur Medan

60 360 465 540

Kondisi buruk kondisi sangat layak Gambar 5. Perbandingan nilai kondisi akhir GIS Dari gambar perbandingan nilai kondisi akhir GIS diatas, dapat dilihat bahwa kondisi

merah menunjukkan bahwa GIS beroperasi dalam kondisi yang buruk, sedangkan warna hijau menunjukkan bawa GIS beroperasi dalam kondisi yang sangat layak, sehingga nilai 465 pada warna hijau yang didapatkan dari kondisi GIS Glugur medan menunjukkan GIS beroperasi pada keadaan sangat layak walaupun sudah mengalami penurunan dari nilai maksimal 540.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil condition assessment pada parameter isolasi gas SF6 dan aktivitas partial discharge disimpulkan bahwa GIS Glugur berada pada level kondisi yang sangat layak beroperasi. Hal ini dapat dilihat dari total skor pada penilaian kondisi akhir yang bernilai 465, hal ini dapat dilihat dari Gambar 5 dimana nilai ini jauh berada diatas nilai 360 yang merupakan kondisi menengah atau nilai minimum kondisi GIS untuk dinyatakan layak beroperasi dan didukung dengan fakta bahwa GIS Glugur belum pernah sekalipun mengalami breakdown dari awal GIS tersebut beroperasi tahun 1988.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ir. Syahrawardi selaku dosen pembimbing dan kepada dosen penguji : Ir.Hendra Zulkarnaen, Ir. Zulkarnaen Pane, Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si atas bimbingan dan saran-saran nya untuk penelitian ini, kepada bapak Sugiarto dan bapak Sukasmin selaku supervisor GIS Glugur Medan atas bantuannya dalam pengambilan data untuk penelitian ini.

Referensi

[1] CIGRE 381, “GIS The State Of Art”, 2008. [2] CIGRE 150, “Report On The Second

International Survey On High Voltage Gas Insulated Substation Service Expected”, February 2000.

[3] CIGRE Technical Forces 15.11/33.03.02, “ Knowledge Rules for Partial Discharge Diagnosis in Service”, 2003.

[4] Siregar, Erlangga Mukti Parlindungan, “Condition Assessment GIS 150 kV Salak Lama-Gunung Salak”, ITB, Bandung, 2008. [5] Modul Training pengujian GIS, PT. PLN

P3B Jawa Bali, 2008

[6] CIGRE 309 Technical Brochure 150, 2006.

Parameter Kondisi Faktor pembobotan Hasil setelah pembobotan Tekanan 9 X 10 90 Kemurnian 9 X 10 90 Titik embun 9 X 5 45 Produk hasil dekomposisi 9 X 10 90 Suhu lingkungan 6 X 5 30 Aktivitas partial discharge 6 X 20 120

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi gangguan umum yang terjadi              pada GIS [4]
Gambar 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi                      tingkat unjuk kerja GIS [4]
Tabel 4. Hubungan perbandingan akumulasi    frekuensi kegagalan dan parameter      yang terlibat pada GIS Glugur Medan
Tabel 6. Nilai akhir kondisi GIS 150 kV                   Glugur Medan

Referensi

Dokumen terkait