• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Antara Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari: Sebuah Kajian Ekokritisisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Relasi Antara Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari: Sebuah Kajian Ekokritisisme"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Alfi Yusrina Ramadhani dan Rasjid Sartuni

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

Email: alfi.yusrina@ui.ac.id

Abstrak

Krisis lingkungan terjadi karena ulah manusia. Manusia sering kurang memahami alam dan memiliki kesulitan untuk menciptakan sebuah relasi yang baik dengan lingkungan hidup. Skripsi ini membahas relasi antara manusia dan lingkungan hidup dalam novel Partikel karya Dewi Lestari. Penulis menganalisis unsur-unsur struktur naratif pada novel dengan pendekatan ekokritis. Hasil kesimpulan skripsi ini adalah novel Partikel mengandung sebuah gagasan utama bahwa pada hakikatnya manusia dan alam adalah satu.

Relationship between Human and Environment in The Novel Partikel by Dewi Lestari An Ecocriticism Studies

Abstract

Our environmental crisis is caused by human culture. People often lack understanding of nature and have difficulty building a good relationship with their environment. Many narratives seek to change culture by improving such understanding, and this thesis takes the Indonesian contemporary novel Supernova: Partikel, written by Dewi Lestari as possible example of such work. In this thesis, the goal of the research is to explain ecocriticism and understand the ecocritical content of this novel. And indeed, evaluating Partikel from an ecocritical perspective we conclude that it helps us to understand nature and explains us how human and nature are one.

Key words: ecocriticism, ecological literature, environment, nature, novel

Pendahuluan

Bumi akan selalu mengalami perubahan. Setiap pertumbuhan dan perkembangan di kehidupan ini pasti selalu membawa perubahan terhadap bumi. Kenaikan jumlah populasi manusia yang melebihi kapasitas normal dan kemajuan teknologi yang begitu cepat telah menyumbangkan bebagai dampak tak terduga terhadap bumi ini. Aktivitas manusia di bumi telah membuat status bumi dalam kondisi yang kritis.

Krisis lingkungan adalah masalah yang pelik. Planet bumi terus mengalami transformasi dari waktu ke waktu. Setiap hari proses itu terjadi semakin cepat. Al Gore, seorang aktivis Amerika yang gigih menyuarakan keprihatinan terhadap pemanasan global, menyebut situasi seperti ini dengan “new period of hyper-change”. Sebutan tersebut bertitik

(2)

tolak dari sebuah premis bahwa kita hidup di zaman yang berubah sangat cepat dan mendalam (Basuki, 2013: 66). Kekacauan radikal dalam hubungan manusia dengan ekosistem semesta adalah alasan yang paling fundamental dari perubahan global. Hal tersebut muncul karena ada pandangan dunia yang berwatak Cartesian-Newtonian—meletakkan manusia dalam posisi mendominasi alam—dan inilah yang menimbulkan kekacauan radikal.

Di bidang sastra, situasi bumi yang sedang sekarat menginspirasi beberapa pengarang Indonesia untuk menulis karya-karya yang mengangkat isu-isu lingkungan. Salah satu contohnya adalah novel Partikel (2012) karya Dewi Lestari. Novel yang langsung dicetak 40.000 eksemplar ini ditulis Dewi Lestari karena terpicu dengan keadaan bumi saat ini sungguh menyedihkan. Ia pernah membaca sebuah buku yang membicarakan ekologi. Judul buku tersebut The Coming Global Superstorm (1999) karya Art Bell dan Strieber. Buku itu menginspirasi dibuatnya film The Day After Tomorrow (2004). Di buku tersebut, ada dugaan-dugaan kemungkinan dari bencana pemanasan global. Bukti-bukti tersebut telah sangat nyata untuk diacuhkan (Junaidi, 2006).

Dengan tidak meninggalkan kesetiaannya pada tema-tema sebelumnya, pada episode keempat ini Dewi Lestari nampak memberi porsi lebih besar untuk membicarakan masalah kesadaran berlingkungan hidup. Partikel ini memiliki banyak pertanyaan seperti tentang asal usul manusia dan relasi manusia dengan lingkungan. Pertanyaan-pertanyaan itu dituturkan melalui narasi tokoh Zarah yang memiliki kedekatan erat dengan alam. Menurut Dewi Lestari, pesan utamanya kurang lebih untuk menggeser perspektif manusia yang awalnya menganggap diri sebagai penguasa bumi menjadi pemelihara bumi.

Sebagai seorang pengarang, kepiawaian Dewi Lestari sudah terbukti oleh berbagai penghargaan sastra yang telah diraihnya. Dewi Lestari dapat dikategorikan sebagai sastrawan Angkatan 2000. Berdasarkan ciri-ciri Angkatan 2000 yang dirumuskan Rampan (2000: liii), penulis menempatkan Dewi Lestari sebagai sastrawan Angkatan 2000 karena karya-karyanya mencirikan teknik-teknik khas sehingga mampu melahirkan wawasan estetik baru.

Partikel menonjolkan permasalahan relasi manusia dengan lingkungan hidup. Konsep lingkungan hidup dalam penelitian ini mencakup segala sesuatu di alam semesta, seperti hutan, sungai, orangutan, dan hewan liar. Isu lingkungan yang dideskripsikan dalam novel Partikel sangat dekat dengan situasi krisis lingkungan abad ini. Oleh karena itu, hipotesis penelitian ini adalah kritik-kritik atas perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya di dalam Partikel merupakan hasil pengamatan pengarang dari situasi lingkungan hidupnya.

Berdasarkan hipotesis tersebut, muncul beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini seperti bagaimana situasi lingkungan hidup yang dideskripsikan dalam novel

(3)

Partikel karya Dewi Lestari? Karena faktor pemicu terbesar masalah lingkungan ini adalah ulah manusia, permasalahan lain yaitu bagaimana perilaku dan pemikiran manusia yang diwakili oleh para tokoh di novel Partikel dalam memandang situasi lingkungannya? Rumusan ini juga meninjau bagaimana relasi antara manusia dengan alam atau lingkungan hidupnya yang terdapat di dalam novel Partikel?

Penelitian ini bertujuan untuk meninjau relasi manusia dengan lingkungan hidup dalam Partikel karya Dewi Lestari. Tujuan lain adalah untuk memahami perilaku dan pemikiran manusia yang diwakili oleh para tokoh di novel ini dalam memandang situasi lingkungannya. Di samping tujuan yang telah disebutkan, pendekatan ekokritis ini masih tergolong relatif baru sehingga akan memberikan perspektif yang berbeda dalam penelitian sastra Indonesia.

Metode Penelitian

Sesuai dengan bentuknya, penelitian ini termasuk penelitian kritik praktik. Kritik ini menerapkan teori-teori sastra yang dapat dinyatakan secara eksplisit atau implisit (Pradopo, 1994: 22). Kritik praktik yang dimaksud Pradopo yaitu analisis sastra melalui teks sastra dan pengarangnya. Kritik praktik ini dapat digunakan dalam penelitian ekokritisisme karena pada dasarnya pendekatan ini adalah kombinasi metodologi sastra dengan lensa ekologi.

Penelitian ini menggunakan kritik induktif. Kritik induktif adalah kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian sastra berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara obyektif. Melalui kritik ini penelitian melihat teks secara obyektif dan juga mengaitkan dengan konsep-konsep sesuai dengan pendekatan yang digunakan.

Pendekatan suatu penelitian tidak selalu mutlak hanya memakai satu pendekatan saja. Suatu penelitian dapat menggunakan berbagai pendekatan. Berbagai pendekatan seperti mimetik (tiruan), ekspresi (pengarang), dan obyektif (intrinsik) dapat diaplikasikan dalam Partikel. Kombinasi pendekatan tersebut disesuaikan dengan konsep-konsep ekokritisisme karena penelitian ini menekankan aspek hubungan manusia dengan lingkungan hidup.

Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode deskriptif-analitik. Metode ini diterapkan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2007: 53). Metode ini bermanfaat untuk menjelaskan bagian-bagian yang diteliti dalam perumusan masalah.

(4)

Tinjauan Teoritis

Analisis di dalam penelitian ini membutuhkan hubungan dua arah antara unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Dalam hal ini, penulis menggunakan analisis unsur intrinsik teks terlebih dahulu sebelum pembahasan tentang pendekatan ekokritis. Penulis melihat setidaknya ada empat elemen atau unsur terpenting dari struktur naratif yang perlu dibahas dalam penelitian ini. Struktur naratif sebuah novel dibentuk oleh bentuk dan isi. Struktur itu sendiri sering juga disebut bentuk (form), yang mengandung sejumlah isi (content). Untuk analisis isi, struktur yang digunakan adalah tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Untuk menganalisis bentuk, penulis menggunakan unsur sudut pandang pengarang.

Selain unsur struktur naratif, penelitian ini juga menggunakan pendekatan ekokritis. Ekokritisisme berfungsi untuk meninjau ulang peranan manusia dalam menyikapi alam dan lingkungannya melalui karya-karya sastra. Sebelum kemunculan kajian ini, ranah kesusasteraan masih diragukan atas kontribusinya terhadap krisis lingkungan. Kini, kajian ini menunjukkan bahwa bidang sastra dapat berperan penting dalam menghadapi tantangan zaman, yaitu krisis lingkungan hidup. Sebuah karya sastra mampu diselidiki sehingga menjadi sebuah hasil penelitian sastra yang peka terhadap masalah lingkungan hidup. Penelitian ini menggali kepekaan terhadap karya yang menampilkan problematika krisis lingkungan.

Dalam buku yang berjudul The Closing Circle, Barry Commoner (1974: 16), seorang ahli ekologi, menjelaskan bahwa dalil pertama dari ekologi adalah “everything is connected to everything else (segala sesuatu terhubung dengan segala sesuatu yang lain)”. Dalil ini memberi peluang bagi pemikiran-pemikiran yang mengaitkan konsep ekologi dengan bidang sastra. Karya sastra merupakan produk budaya. Kehadiran karya sastra yang berorientasi lingkungan hidup, menurut dalil tersebut, terhubung dengan pembacanya. Keterkaitan antara pembaca dan karya sastra, melalui kajian ekokritisisme, dapat memengaruhi hubungan manusia terhadap alamnya di dalam kehidupan nyata.

Pendekatan ekokritis bertujuan meningkatkan kesadaran manusia terhadap situasi bumi melalui karya sastra. Kesadaran berpikir secara ekologis ini penting untuk keberlangsungan hidup bumi ini. Sebagai sebuah pendekatan sastra, ekokritisisme menyediakan kerangka kerja atau mekanisme untuk menganalisis teks-teks budaya dan sastra yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan masalah ekologi. Hasil akhir dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran atas relasi manusia dengan lingkungan hidupnya di dalam novel Partikel.

Ekokritisisme berbeda dari pendekatan sastra yang lain. Pada umumnya, teori sastra mengkaji hubungan antara pengarang, teks, dan dunia. Sebagian besar "dunia" yang dimaksud

(5)

dalam studi sastra mengacu pada dunia sosial. Ekokritisisme tidak melihat “dunia” sebagai permasalahan sosial saja, tetapi juga permasalahan tentang alam semesta.

Krisis lingkungan hidup meninggalkan banyak pertanyaan untuk diselesaikan manusia. Di bidang sastra, kajian ekokritisisme berpangkal dari pertanyaan-pertanyaan seperti tentang; representasi alam dalam karya sastra, peran latar tempat dalam sebuah alur di dalam novel, nilai-nilai yang tersimpan di dalam novel yang sesuai dengan konsep-konsep ekologi, dan cara sastra dalam mengubah hubungan umat manusia dengan alamnya.

Seiring perkembangannya, ekokritisme dikembangkan dengan banyak cara. Walaupun demikian, ekokritisisme tetap berpegang pada satu premis yaitu kebudayaan manusia dan alam saling memengaruhi. Premis ini bertolak dari premis yang diusulkan oleh Barry Commoner. Hukum pertama dari ekologi adalah segala sesuatu saling berhubungan (Commoner, 1979: 18). Kaitan antara kajian sastra dan konsep ekologi yaitu sastra tidak hanya mengambang di atas permukaan yang membicarakan masalah estetika, tetapi juga berperan dalam sebuah sistem global yang sangat kompleks bahwa energi dan ide itu saling memengaruhi.

Analisis Unsur-unsur Struktur Partikel

Novel Partikel setidaknya telah dibangun oleh empat unsur naratif. Keempat unsur tersebut adalah latar dan pelataran, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, dan sudut pandang pengarang. Setiap aspek di dalam novel memiliki posisi yang penting untuk membangun cerita.

Secara umum, latar berkaitan dengan lokasi dan waktu berlangsungnya suatu peristiwa di dalam novel. Novel Partikel memiliki latar dan pelataran yang kuat karena setiap peristiwa terjadi pada sebuah lokasi yang spesifik dan detail. Latar disampaikan melalui pelataran. Dalam pembahasan ini, deskripsi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial saling membaur.

Novel Partikel menggunakan beberapa latar tempat yang berkaitan erat dengan masalah alam atau lingkungan hidup. Ada lima latar tempat yang dibahas dalam pembahasan latar dan pelataran. Kelima latar tersebut adalah Bogor, Kalimantan, Inggris, Kenya, dan Bolivia.

Bogor dan Kalimantan memiliki porsi pelataran yang lebih besar daripada ketiga latar tempat lainnya. Analisis pada kedua latar tersebut berguna untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan relasi antara para tokoh dan alamnya. Telaah latar tempat Bogor dan Kalimantan di dalam Partikel mengidentifikasi bahwa kedua latar tersebut memiliki masalah. Latar tempat Bukit Jambul di Bogor menggambarkan pemikiran penduduk

(6)

desa Batu Luhur yang berambisi memusnahkan Bukit Jambul untuk dijadikan lahan pertanian. Pemikiran penduduk desa tersebut merupakan sebuah contoh sifat manusia yang lebih sering memikirkan keuntungan ekonomi untuk diri mereka sendiri daripada memikirkan keseimbangan ekosistem. Masalah yang serupa juga ditunjukkan di dalam pelataran Hutan Kalimantan. Novel Partikel ini menggambarkan Kalimantan dari berbagai aspek. Deskripsi peristiwa-peristiwa di Tanjung Puting terlihat seperti perwakilan atas kondisi Kalimantan secara garis besar. Melalui berbagai kejadian yang berlangsung di Tanjung Puting, ada dua topik masalah lingkungan yang nampak hendak diutamakan. Masalah kepunahan spesies fauna dan kerusakan ekosistem lingkungan hidup akibat aktivitas industri dan pertambangan ilegal yang tak bertanggung jawab.

Analisis tokoh dan penokohan dilakukan untuk mengetahui pemikiran dan tindakan tokoh-tokoh terhadap alamnya. Cerita dalam novel Partikel melibatkan banyak lakon atau tokoh. Dalam kehidupan Zarah, ia selalu dikelilingi tokoh-tokoh lain. Dari berbagai tokoh yang hadir dalam Partikel, penulis merasa harus melakukan pembatasan terhadap tokoh-tokoh sampingan yang dibahas dalam jurnal ini. Hal ini dilakukan agar analisis ini efektif dan fokus. Pada umumnya, jenis tokoh dikelompokkan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh sentral. Tokoh ini selalu menjadi pusat penceritaan. Tokoh utama dalam Partikel adalah Zarah. Ia berperan sebagai narator. Zarah menceritakan keseluruhan kisahnya mulai dari awal hingga akhir.

Masa kecil Zarah dihabiskan di desa Batu Luhur. Sejak kecil ia telah belajar privat dengan Firas. Firas sering mendongengi Zarah dengan ilmu-ilmu sains. Firas sering mengajarkan Zarah untuk lebih dekat dengan kehidupan alam. Sikap yang ditanamkan Firas membuat Zarah menjadi anak yang peka terhadap lingkungan alamnya.

Suatu kali, Firas menguji Zarah. Firas membawa Zarah ke Bukit Luhur. Mereka mendaki bukit itu pada malam hari. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Firas tidak lagi di belakang Zarah. Zarah paham ia sedang diuji ayahnya. Untuk itu, ia menghalau semua perasaan takutnya pada hutan angker itu. Ia belajar memahami alam. Ia menyadari bahwa “[…] satu-satu-nya cara agar selamat keluar dari sini adalah meniru kepercayaan sang musang kepada hutan, membuat tempat gulita dan asing ini menjadi rumah hangat dan aman.” (Lestari, 2012: 65). Pengalaman ini mengajarkan Zarah bahwa manusia dan alam adalah satu.

Pada sebuah kesempatan, kehidupan membawa Zarah terbang ke Kalimantan. Zarah terpukau dan sekaligus terpukul melihat Kalimantan. Hutan Kalimantan tidak selebat yang ada di benak Zarah. Perasaan Zarah bertambah kecewa ketika ia melihat situasi Sungai Sekonyer yang telah terkontaminasi dengan limbah industri. Paket wisata itu membawa Zarah

(7)

melihat kamp-kamp konservasi orangutan. Dalam salah satu program wisata itu, rombongan Zarah diajak untuk menanam pohon sebagai bentuk dari reboisasi hutan. Zarah memandang bahwa tindakan menanam pohon kembali tidak akan menggantikan hutan yang terbentuk alami melalui proses puluhan ribu tahun. Bagi Zarah, tindakan itu ilusif.

Alam bebas di Kalimantan membawa Zarah mendalami perenungannya. Ia menyaksikan berbagai keindahan alam sekaligus krisis lingkungan hidup. Di malam terakhir di Kalimantan, Zarah memutuskan untuk tidak kembali ke Jawa. Ia menyadari satu hal dari perenungannya bahwa “Alam tidak pernah berbasa-basi. Dengan jujur dan tanpa kompromi, alam menunjukkan bahwa terkadang kita harus mati demi memperjuangkan tujuan yang lebih besar.”

Babak kehidupan berikutnya membawa Zarah ke London. Zarah berprofesi sebagai fotografer alam bebas. Pekerjaan Zarah sering terkait dengan urusan krisis dunia. Ia sering ditugaskan oleh Paul ke tempat-tempat ekstrem, seperti Kenya dan Madagaskar. Dari sejumlah pengalaman yang didapatkannya, Zarah berpendapat bahwa manusia masa kini teralienasi dari alamnya. Manusia merasa terasing dari alam, bukan bagian dari alam. Jika Zarah merasa dirinya adalah bagian dari alam, ia mengamati orang-orang sering melupakan bahwa mereka bagian dari semesta ini.

Pengalaman di Kenya membuat Zarah memiliki perspektif tersendiri terhadap kerajaan satwa. Zarah paham ketika ia harus menghadapi binatang, ia perlu mengubah sudut pandangnya. Untuk memahami binatang, Zarah meninggalkan sudut pandang manusianya. Dengan demikian, Zarah menemukan pengalaman yang mengajarinya banyak hal. Dari pengalamannya, ia memahami bahwa pada hakikatnya manusia dan semua makhluk hidup setara.

Setelah pembahasan mengenai latar dan tokoh, cerita Partikel juga dibangun oleh alur dan pengaluran. Alur adalah tulang punggung cerita. Oleh karena itu, alur memiliki kaitan erat dengan unsur-unsur teks naratif. Pengaluran adalah pengaturan urutan peristiwa tertentu dan berakhir dengan peristiwa tertentu lainnya, tanpa terikat pada urutan waktu.

Untuk memudahkan pemahaman, penulis menampilkan visualisasi alur cerita dengan pola seperti di bawah ini.

(8)

Visualisasi ini dibagi berdasarkan rentang waktu peristiwa. Huruf A, B, C, D digunakan untuk menandai kurun waktu peristiwa di dalam cerita. Tanda panah dengan garis putus-putus untuk menandai sorot balik. Huruf D digunakan untuk menandai peristiwa yang berlangsung pada tahun 2003. Tanda panah bergaris putus-putus antara huruf D dan A adalah penanda bahwa narator sedang menuturkan masa lalunya. Huruf A digunakan untuk peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu antara tahun 1979—1996. Huruf B digunakan untuk peristiwa-peristiwa yang terjadi antara tahun 1996—1999. Huruf C mewakili peristiwa-peristiwa yang terjadi antara tahun 1999—2001. Tanda panah bergaris putus-putus dari huruf C ke D adalah tanda narator telah selesai menceritakan masa lalunya. Waktu di dalam cerita kembali ke tahun 2003, peristiwa-peristiwa yang terjadi sudah bukan bagian dari masa lalu narator.

Berdasarkan kriteria urutan waktu, Partikel memiliki alur sorot balik. Hal ini ditunjukkan melalui bagian awal cerita ketika Zarah melamunkan masa lalunya. Secara keseluruhan, alur dan pengaluran setiap peristiwa di dalam novel Partikel dirangkai sempurna. Satu peristiwa berkaitan dengan peristiwa lainnya. Peristiwa-peritiwa di dalam novel sarat dengan isu-isu lingkungan hidup. Rangkaian peristiwa cerita disusun menjadi suatu kesatuan yang utuh. Benang merah cerita ini adalah misi pencarian Zarah. Melalui akhir cerita ini, Zarah menghentikan pelariannya, tetapi tidak berarti ia berhenti untuk mencari. Keengganan Zarah untuk kembali pulang ke Batu Luhur, pada akhir cerita diselesaikan dengan niatnya untuk kembali lagi.

Setiap pengarang memiliki otoritas atau kekuasaan untuk mengembangkan cerita sesuai kehendaknya. Novel Partikel menggunakan sudut pandang orang pertama. Dewi Lestari memilih jenis sudut pandang orang pertama. Pengarang senantiasa menggunakan sudut pandang orang pertama sejak bagian awal hingga bagian akhir cerita. Dalam Partikel, tokoh Zarah berperan sebagai narator. Peran Zarah sebagai tokoh sentral membuatnya terlibat dengan semua tokoh dan semua latar di dalam novel. Penggunaan sudut pandang pertama ini membantu pembaca untuk memahami jalan cerita, isi jalan pikiran Zarah, pendapat Zarah mengenai dirinya, tokoh lain, latar, suasana, dan kejadian. Hal yang paling penting, sudut pandang ini membantu pembaca dalam memahami jalan pikiran dan pendapat Zarah dan tokoh-tokoh lain terhadap lingkungan hidup.

Analisis Relasi Antara Manusia Dan Lingkungan Hidup di Partikel

Krisis lingkungan hidup adalah sebuah tanda peringatan bahwa lingkungan hidup telah dalam bahaya. Commoner (1974: 5) percaya hal ini terjadi karena rantai-rantai yang

(9)

menghubungkan kehidupan satu dengan kehidupan lainnya terputus, dan di beberapa tempat telah berhenti. Sesuai dengan hukum alam, semua makhluk yang beradaptasi akan tetap hidup, sedangkan yang tidak dapat bertahan akan binasa. Oleh karena itu, subbab ini penting untuk membahas relasi antara manusia dan lingkungan hidupnya.

Krisis lingkungan hidup terjadi karena relasi antara manusia dan lingkungan hidupnya tidak selaras. Menurut William Roth (dalam Commoner, 1974: 2), krisis lingkungan hidup terjadi karena dua masalah, yang pertama adalah manusia, dan yang kedua adalah sifat manusia yang tidak pernah puas. Dalam hal ini, Anthony Storr (dalam Commoner, 1974: 2) berpendapat bahwa "The sombre fact is that we are the cruelest and most ruthless species that has ever walked the earth." Di dalam novel Partikel, kalimat Storr senada dengan pernyataan Zarah yaitu “Kami adalah virus.” (Lestari, 2012: 377). Di peristiwa lain, Zarah juga mengungkapkan hal yang sama yaitu “manusia adalah penyakit terjahat bagi Bumi.” (Lestari, 2012:422).

Arthuro Sandoval (dalam Commoner, 1974: 2) berpendapat bahwa krisis alam terjadi karena manusia secara sistematis telah diajarkan untuk menjadi kejam oleh kemanusiaannya. Manusia tidak memiliki pemahaman bagaimana mencintai alam. Oleh karena itu, kegagalan ini mengakibatkan sungai-sungai terkontaminasi, udara tercemar, dan lahan hutan tergerus untuk dijadikan lahan pemukiman. Peristiwa-peristiwa krisis lingkungan ini dapat ditemukan dalam Partikel. Di dalam cerita, Hutan Kalimantan tidak lagi lebat dan Sungai Sekonyer sudah terkontaminasi limbah penambangan liar. Tidak hanya krisis pada sungai dan hutan, krisis lain yang ditampilkan dalam novel adalah kepunahan binatang, khususnya orangutan.

Di satu sisi, manusia adalah pemelihara dan peserta yang saling mendukung proses kehidupan di bumi. Di sisi lain, manusia dirancang untuk mengeksploitasi lingkungan secara keseluruhan untuk menghasilkan kekayaan. Sifat paradoks manusia ini dibicarakan dalam sebuah percakapan antara Zarah dan Simon. Di bawah ini adalah kutipan dari perkataan Simon kepada Zarah. Pada kutipan tersebut, pengarang menyadari bahwa manusia berpotensi untuk menjadi perusak atau penyembuh bumi.

“Kita bisa menjadi dua-duanya, Zarah,” balas Pak Simon lembut. “Kita bisa membantu Bumi untuk pulih, atau kita bisa memperparah sakitnya. Bumi kita ini organisme hidup berintelegensi tinggi dan dia sadar atas semua yang kita lakukan padanya. Saya percaya itu.” (Lestari, 2012: 422)

Berbagai peristiwa di dalam Partikel telah membuat Zarah memiliki pandangannya sendiri terhadap lingkungan hidupnya. Pengarang melalui tokoh Zarah menyampaikan

(10)

gagasan-gagasannya tentang hubungan antara manusia dan alam. Dalam perspektif pengarang, krisis lingkungan hidup dapat diperbaiki dengan cara mengubah pola pikir yang menekankan bahwa alam dan manusia memiliki hubungan yang saling terkait dan tidak dapat dinegasikan satu dengan lainnya.

Selain menampilkan tokoh Zarah, pengarang menampilkan tokoh-tokoh seperti Firas, Paul, Inga, dan Hawkeye. Keempat tokoh tersebut memiliki profesi yang berkaitan erat dengan alam dan lingkungan hidup. Penulis melihat kemunculan profesi-profesi ini merupakan gagasan pengarang mengenai model panutan pelestari lingkungan.

Partikel juga mengandung prinsip-prinsip dasar ekologi. Barry Commoner dalam bukunya yang berjudul The Closing Circle (1974) mengajukan empat hukum dasar ekologi. Keempat hukum ekologi yang ada di Partikel yaitu (1) everything is connected to everything else; (2) everything must go somewhere; (3) nature knows best; (4) there is no such thing as a free lunch.

Novel Partikel membicarakan berbagai krisis lingkungan hidup yang di alami bumi ini. Salah satu krisis lingkungan yang menjadi pusat dalam novel Partikel adalah ancaman keberlangsungan ekosistem hutan. Pengarang menceritakan situasi hutan di Kalimantan dengan latar tahun 1996—1999. Penulis melihat krisis hutan di Kalimantan terkait dengan eksploitasi manusia yang berorientasi mencari uang sebanyak-banyaknya tanpa memedulikan dampaknya terhadap ekosistem. Krisis hutan di Kalimantan tertuang dalam deskripsi pengarang tentang hutan dan keberadaan orangutan di Tanjung Puting.

Di balik deskripsi fisik mengenai latar Kalimantan, ada pemicu-pemicu yang dapat dibahas lebih lanjut pada analisis ini. Zarah melihat di beberapa bagian Kalimantan, lahan hutan telah beralih fungsi menjadi lahan pemukiman. Penulis melihat setidaknya ada sebuah pemicu utama dari kondisi hutan-hutan di Kalimantan. Pemicu kondisi tersebut terkait dengan program “pembangunan” pada rezim presiden Soeharto.

Sejak awal tahun 1970-an, eksploitasi sumber daya hutan telah memainkan peranan penting dalam memajukan ekonomi Indonesia. Di masa tersebut, pembangunan perkebunan kelapa sawit dan areal hutan tanaman industri yang berlangsung pesat di lahan-lahan hutan memicu kerenggangan hubungan dengan masyarakat lokal, khususnya di Sumatera dan Kalimantan (FWI, 2001: 76).

Program penanaman kelapa sawit secara berlebihan dapat membahayakan ekosistem. Menurut sebuah penelitian, 80—100% spesies fauna di hutan tropis tidak dapat bertahan pada hutan yang monokultur. Seperti dalam perkataan Inga kepada Zarah, “[…] setiap pohon bisa

(11)

menghasilkan spesies serangga yang berbeda-beda. Hutan tropis adalah ekosistem paling kompleks di dunia. You cannot mess around with something like this.” (Lestari, 2012: 222).

Selain program penanaman kelapa sawit besar-besaran, “Tebaran atap serta padatnya pemukiman manusia terlihat bagai sel kanker yang menyebar” mengingatkan penulis tentang program transmigrasi yang diterapkan oleh Orde Lama. Tidak hanya usaha kelapa sawit yang menyita lahan, program transmigrasi juga menyita jutaan hektare lahan dalam berbagai kawasan hutan. Program tersebut membawa jutaan pendatang baru ke dalam areal yang sebelumnya berhutan dan berpenduduk jarang (FWI, 2001: 75).

Masalah lain yang dihadapi Kalimantan yaitu keberadaan kamp konservasi. Banyak taman nasional dan kawasan lindung yang juga sering merupakan arena konflik. Banyak kawasan lindung yang telah lama dirambah oleh para petani kecil, para pemburu gelap, dan para penebang ilegal, dan beberapa bagian kawasan lindung telah dikonversi secara ilegal menjadi lahan pertanian. Salah satu kasus yang muncul dalam novel Partikel adalah konflik pihak konservasi dengan perusahaan kelapa sawit.

Peristiwa pemburuan orangutan dalam Partikel menjelaskan bahwa manusia sering kali tidak berpikir panjang dalam bertindak. Hal pertama yang dipikirkan adalah keuntungan ekonomi saja, tanpa berpikir dampak dari kepunahan suatu spesies. Jika manusia sadar bahwa keberadaan suatu spesies patut dijaga, kerusakan ekosistem akan dapat dikendalikan.

Kesimpulan

Situasi bumi yang sedang sekarat ini menginspirasi Dewi Lestari untuk menulis novel yang mengangkat tema tentang masalah bumi. Penulis melihat dominasi tema Partikel terletak pada krisis lingkungan hidup. Oleh karena itu, penulis menggunakan pendekatan ekokritis. Pendekatan tersebut digunakan untuk memahami perilaku dan pemikiran tokoh Zarah terhadap lingkungan hidupnya. Kesadaran berpikir secara ekologis ini penting untuk keberlangsungan hidup bumi ini. Hasil akhir dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran atas relasi manusia dalam tokoh-tokoh di dalam novel dengan lingkungan hidupnya.

Secara garis besar, novel Partikel menampilkan berbagai permasalahan alam dan manusia. Krisis lingkungan hidup yang diangkat dalam Partikel yaitu tentang kepunahan spesies orangutan di hutan Tanjung Puting, pembuangan limbah beracun yang mengakibatkan polusi air di Sungai Sekoyer, pertanian intensif atau monokultur di Batu Luhur Jawa Barat, dan masalah pemburuan ilegal hewan-hewan yang terancam kepunahannya.

(12)

Untuk memahami relasi manusia dengan lingkungan hidup yang ada di dalam Partikel, penulis terlebih dahulu melakukan analisis unsur-unsur struktur teks naratif. Penelitian ini membahas empat unsur struktur naratif yaitu latar dan pelataran, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, dan sudut pandang pengarang. Setiap unsur memiliki peranan yang penting dalam kajian ekokritisisme.

Melalui analisis latar dan pelataran, krisis lingkungan menjadi lebih nyata karena ada latar waktu dan latar tempat yang konkret. Kerusakan hutan di Kalimantan bukan hanya cerita belaka, di dalam kenyataan Kalimantan memang telah mengalami kerusakan ekosistem. Deskripsi latar membantu penulis untuk mengetahui proses terjadinya krisis alam. Dewi Lestari tidak hanya sekadar menyebutkan bahwa hutan di Kalimantan telah rusak. Ia juga menjelaskan alasan kerusakan alam tersebut. Latar tempat Partikel yang dibahas dalam penelitian ini ada lima, yaitu Bogor, Kalimantan, London, Kenya, dan Bolivia. Dari kelima latar tempat tersebut, latar Kalimantan dan Batu Luhur memiliki porsi lebih besar dalam cerita. Latar waktu dalam cerita ini hanya sebagai penunjang untuk memperkuat cerita. Latar sosial yang ditampilkan juga hanya sebagai penunjang cerita. Latar yang paling utama ditonjolkan adalah deskripsi dan penjelasan latar tempat.

Tokoh utama dalam cerita ini adalah Zarah Amala. Deskripsi fisik tokoh utama dalam cerita ini tidak terlalu kuat. Pengarang lebih menekankan pada penggambaran reaksi dan jalan pikiran Zarah. Dalam Partikel, Zarah berperan sebagai narator. Zarah adalah tokoh utama yang berkarakter kuat. Ia merupakan tokoh yang sangat peduli dengan alam dan bumi ini. Penulis menilai bahwa suara pengarang jelas terlihat dalam tokoh Zarah. Hal tersebut didukung dengan sumber literatur pengarang dalam penggarapan novel ini. Sebagian besar tokoh-tokoh di dalam Partikel dimunculkan dengan cara menggambarkan reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, menggambarkan jalan pikiran tokoh dan menggambarkan keadaan sekitar tokoh.

Partikel memiliki isu-isu krisis lingkungan hidup. Krisis lingkungan yang ditampilkan pada novel adalah gambaran Dewi Lestari atas potret situasi hubungan manusia dengan lingkungannya. Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan gagasan pengarang bahwa kerusakan bumi terjadi karena manusia tidak memahami alamnya. Manusia terasing dengan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, melalui Zarah, pengarang selalu menekankan bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan.

Partikel adalah karya sastra yang spesial karena novel ini membicarakan kondisi lingkungan hidup dan hubungan manusia dengan alam. Sejauh pengamatan penulis, belum banyak novel Indonesia yang memiliki kesadaran berlingkungan hidup seperti yang

(13)

ditonjolkan Dewi Lestari. Keunggulan karya ini terletak pada kehadiran diskusi-diskusi tentang relasi antara manusia dan alam yang sangat jelas. Kajian ini penting untuk diteruskan karena membantu pemahaman pembaca untuk memahami keadaan bumi melalui karya sastra. Pemahaman tersebut dapat membentuk sebuah kesadaran pembaca untuk melestarikan bumi ini.

Daftar Referensi

Basuki, Dian. “Al Gore, Perubahan dan Demokrasi yang Ditawan”, Tempo,Edisi 8—14 April 2013.

Commoner, Barry. 1974. The Closing Circle. New York: Bantam Books.

Forest Watch Indonesia (FWI). 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor: Forest Watch Indonesia.

Junaidi, A. 2 April 2006. “Dewi ‘Dee’ Lestari: Love, Spirituality, and Ecology”, The Jakarta Post. Diakses 17 April 2013, pukul 11.06 WIB.

http://www.thejakartapost.com/news/2006/04/02/dewi-039dee039-lestari-love-spirituality-and-ecology.html

Lestari, Dewi. 2012. Supernova: Partikel. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ramadhani, Alfi Yusrina. 2013. “Relasi Antara Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari Sebuah Kajian Ekokritisisme” (Skripsi). Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Rampan, Korrie Layun. 2000. "Wawasan Estetik Angkatan 2000 Dalam Sastra Indonesia" dalam Angkatan 2000 Dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Di samping itu, keyakinan efficacy juga mempengaruhi cara atas pilihan tindakan seseorang, seberapa banyak upaya yang mereka lakukan, seberapa lama mereka akan

Perempuan senantiasa diposisikan sebagai makhluk lemah. Inilah yang menjadi dasar munculnya eksploitasi perempuan. Bahkan eksploitasi tidak hanya menyasar perempuan yang

Dari model tersebut didapatkan empat belas titik tetap, dimana kestabilannya terdapat pada titik tetap E6a   x6 , y6 , z6   0.572, 0.353, 0.026 yang ditunjukkan dengan

492 JAWA BARAT DEPOK KLINIK AL-ZAMZAM JL. ABDUL GANI NO. RAYA CIBINONG KM. RAYA BOGOR KM. THAMRIN CIPAYUNG JL. RAYA PUNCAK CIPAYUNG KM. SEDAP MALAM RAYA NO. RAYA BOJONG GEDE NO.

Irisan membujur sel ß pankreas tikus dengan pewarnaan aldehyde fuchsin dan perbesaran 400x (A) Kelompok kontrol negatif dan (B) Kelompok kontrol positif. sel

Nilai Estetika dalam Naskah Belas Me Maling sebagai Bentuk Karya Drama Menolak Pernikahan Dini ditemukan tiga unsur nilai estetik pertama , unsur kesatuan yang

Melalui kegiatan-kegiatan positif yang mereka lakukan BONEK maupun BONITA mencoba memberi kesan kepada publik jika supoter sepak bola PERSEBAYA Surabaya yang dikenal

Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Umi Mardiyati et al (2012), Amalia Dewi Rahmawati et al (2015), Putri Juwita Pertiwi et al (2016) yang menunjukkan hasil bahwa