• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

92

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel

Deskripsi sampel pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, dan disabilitas. Berdasarkan umur diperoleh data bahwa kelompok kontrol memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan memiliki rerata umur 39,29 ± 5,785. Dalam penelitian ini diketahui bahwa nyeri leher akibat sindroma myofascial kebanyakan pada kelompok usia 35 -45 tahun. Sindroma miofasial otot trapezius descendens merupakan kondisi kronik nyeri leher yang umumnya dialami oleh populasi usia dewasa dengan kisaran dari 2% sampai 40%, dengan prevalensi titik median sebesar 15% (Manchikanti et al.2009). Berdasarkan survey yang dilakukan di United Kingdom menunjukkan bahwa sindroma miofascial otot trapezius descendens umumnya terjadi pada orang dewasa yang berusia 25 – 45 tahun dengan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 5 : 4 (Kenny, 2010).

Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa penderita nyeri leher akibat sindrom miofasial jumlahnya lebih banyak perempuan dari pada laki-laki yaitu pada kelompok kontrol laki-laki sebanyak 5 orang (29%) dan perempuan sebanyak 12 orang (71%), sedangkan pada kelompok perlakuan sampel laki-laki sebanyak 8 orang (47%) dan sampel perempuan sebanyak 9 orang (53%). Berdasarkan lokasi otot yang terkena otot leher kanan lebih banyak dari yang kiri dengan rasio pada kelompok kontrol sebanyak 12 orang

(2)

(71%) dan kiri sebanyak 5 orang (29%), sedangkan pada kelompok perlakuan diperoleh data bahwa otot kanan sebanyak 10 orang (59%) dan otot kiri sebanyak 7 orang (41%). Kemungkinan karena tidak ada yang kidal dimana aktivitas anggota yang kanan lebih besar dari yang kiri dan postur pundak kanan lebih rendah sehingga ketegangan otot trapezius descendens lebih dominan sisi kanan.

Faktor risiko dari sindroma miofasial otot trapezius descendens berhubungan dengan faktor kerja fisik. Faktor ini sangat berkaitan dengan kebiasaan postur yang jelek saat melakukan aktivitas pekerjaan. Hasil anamnesis terhadap beberapa sampel menunjukkan bahwa umumnya sampel melakukan kebiasaan postur yang jelek saat bekerja atau saat aktivitas santai di rumah. Aktivitas pekerjaan dalam posisi duduk dengan postur leher yang statik dan cenderung fleksi umumnya dilakukan oleh sampel terutama saat bekerja di depan komputer, service jam dan akuntan. Disamping itu, kebiasaan postur yang jelek saat aktivitas santai seperti membaca sambil posisi tidur dengan kepala cenderung fleksi atau ekstensi, atau menonton TV dalam posisi tidur dengan kepala cenderung fleksi. Berbagai kebiasaan postur yang jelek tersebut dapat menimbulkan stres mekanikal pada jaringan lunak disekitar leher dan stres kompresi pada intervertebral joint, sehingga keadaan ini dapat memicu terjadinya sindroma miofasial otot trapezius descendens jika dilakukan berulang kali dalam waktu yang lama.

Berdasarkan hasil rerata disabilitas leher menunjukkan bahwa pada pre-test kelompok kontrol 40,24% yang berarti termasuk dalam katagori moderat

(3)

disability dan pada kelompok perlakuan 44,94% yang berarti termasuk moderat disability. Hasil rerata disabilitas leher menunjukkan bahwa pada pro-test kelompok kontrol 14,82% yang berarti termasuk dalam katagori mild disability dan pada kelompok perlakuan 9,36% yang berarti termasuk mild disability. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat disabilitas terjadi penurunan yang signifikan pada kelompok kontrol pre-test dan post test.

6.2 Efek Ultrasound dan Stretching Metode Janda menurunkan disabilitas leher pada sindroma miofascial otot trapezius descendens

Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji paired sample t diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti p = p<0,05 untuk disabilitas leher, yang berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai disabilitas leher secara bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Efek ini menunjukkan bahwa intervensi kombinasi Ultrasound dan Stretching Metode Janda dapat menurunkan disabilitas leher secara bermakna pada kondisi sindroma miofasial otot trapezius descendens.

Sindroma miofasial otot trapezius descendens merupakan kondisi kronik nyeri leher yang melibatkan muscle spasm atau muscle tightness disekitar leher, sehingga kondisi ini menyebabkan keterbatasan gerak pada cervical terutama gerak ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical sehingga terjadinya disabilitas (Steve, 2005).

Problem disabilitas leher umumnya ditemukan oleh peneliti pada setiap sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata disabilitas leher yang dialami sampel kelompok kontrol adalah 40,24%,. Rasa nyeri umumnya

(4)

dirasakan pada saat beraktivitas disertai rasa pusing. Berdasarkan pengamatan dan penulusuran peneliti dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa problem nyeri umumnya disebabkan oleh muscle spasm atau muscle tightness pada otot-otot leher trapezius descendens.

Problem disabilitaas leher dapat diterapi dengan intervensi kombinasi Ultrasound dan stretching Metode Janda. Hasil penelitian membuktikan bahwa kombinasi Ultrasound dan Stretching Metode Janda dapat menurunkan disabilitas leher yang bermakna. Menurunnya disabilitas leher dihasilkan oleh adanya efek post isometric relaxtion (PIR) dan reciprocal inhibition (RI) serta efek elongasi serabut otot. Efek PIR dan RI dihasilkan oleh intervensi Stretching Metode Janda.

Menurut Chaitow (2006), efek PIR dan RI dapat menghasilkan refleks relaksasi dan perubahan otot terhadap toleransi stretch, sehingga efek tersebut menyebabkan penurunan tonus atau ketegangan otot. Telah dijelaskan oleh Makofsky (2010), bahwa muscle spasm atau muscle tightness merupakan salah satu penghambat restriktif terhadap disabilitas leher.

Efek Stretching Metode Janda dapat mengaktivasi golgi tendon organ (GTO) pada otot yang bersangkutan. Golgi tendon organ dapat menghasilkan refleks relaksasi pada otot setelah kontraksi isometrik karena GTO memiliki sifat inhibitor yang dapat mempengaruhi sekumpulan motor neuron (Chaitow, 2006). Ketika tension berkembang pada otot, impuls GTO dapat menginhibisi aktivitas γmotor neuron dan α motor neuron sehingga dapat menurunkan tension pada otot (Kisner and Colby, 2007).

(5)

Efek Stretching Metode Janda dengan mengaktivasi kontraksi otot antagonist (otot yang sehat) dapat menginhibisi tonus otot agonis yang spasme/tightness sehingga akan menunjukkan penurunan tonus dengan cepat setelah kontraksi (Chaitow, 2006).

Penurunan tonus otot yang dihasilkan oleh Stretching Metode Janda dapat mengeliminir penghambat restriktif sehingga akan terjadi penurunan nyeri yang berakibat terjadinya penurunan disabilitas leher. Efek elongasi serabut otot yang dihasilkan oleh Stretching metode janda dapat mengaktivasi golgi tendon organ (GTO) pada musculotendinogen junction. Menurut Kisner and Colby (2007), adanya stretch pada serabut otot akan mengaktivasi GTO, dimana aktivitas GTO akan menghasilkan efek inhibitory pada level otot yang mengalami ketegangan khususnya jika gaya stretch dipertahankan dalam waktu yang lama. Inhibisi dari komponen kontraktile otot oleh GTO dapat memberikan kontribusi terhadap refleks relaksasi otot, pada saat kontraksi isometrik diperoleh peregangan pada tendon maupun miofasial, ketika saat relaks setelah kontraksi maka diperoleh penurunan tonus otot kemudian dilakukan peregangan sehingga memungkinkan nyeri berkurang yang berakibat menurunnya disabilitas leher (Kisner and Colby, 2007).

Penelitian Case Report dengan topik “The Use of Mobilization, Contrac Relax Sretching, and Soft Tissue Mobilization Following a Modified Radical Neck Dissection of a Patient with Head and Neck Cancer” menunjukkan bahwa intervensi Contract Relax Stretching oft Tissue Mobilization pasca operasi memberikan manfaat yang besar bagi pasien dimana terjadi

(6)

peningkatan mobilitas fungsional cervical kesegala arah antara 7o – 20o

(Gugliotti, 2011).

6.3 Perbedaan Penambahan Myofascial Release Technique pada intervensi kombinasi Ultrasound dan Stretching Metode Janda lebih menurunkan disabilitas leher pada sindroma miofasial otot trapezius descendens.

Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji independent sample t diperoleh nilai p = 0,02 p< 0,05 untuk NDI, yang berarti bahwa ada perbedaan rerata yang bermakna antara rerata selisih NDI kelompok kontrol dan rerata selisih NDI kelompok perlakuan. Menunjukkan bahwa penambahan Myofascial Release Technique lebih menurunkan disabilitas leher daripada hanya dengan Ultrasound dan Stretching Metode Janda dalam menurunkan disabilitas leher pada sindroma miofasial otot trapezius descendens.

Penambahan Myofascial Release Technique pada intervensi kombinasi Ultrasound dan Stretching Metode Janda dapat menghasilkan penurunan disabilitas leher yang lebih besar secara signifikan dibandingkan hanya intervensi kombinasi Ultrasound dan Stretching Metode Janda disebabkan karena MRT merupakan tehknik yang digunakan untuk melepaskan colagen waving yang terjadi pada otot dan fasia yang memicu perbaikan sirkulasi lokal sehingga mengurangi spasme dan nyeri yang mengakibatkan menurunnya disabilitas leher.

Pemberian Ultrasound sebelum aplikasi Myofascial Release Technique sangat besar manfaatnya didalam memfasilitasi prosedur dan efek dari teknik

(7)

MRT, intervensi Ultrasound dapat memberikan penurunan tonus otot-otot leher secara signifikan sehingga memudahkan pelaksanaan MRT dan menghasilkan efek yang lebih besar yaitu terjadinya peningkatan ekstensibilitas colagen dari jaringan otot dan fasia sehingga mempermudah melakukan stretching yang diikuti dengan penekanan yang lembut sehingga mempercepat untuk menghancurkan jaringan colagen wiving pada jaringan otot dan fasia yang dapet mengurangi rasa nyeri yang menimbulkan penurunan disabilitas leher.

Grafik 6.1

Perbedaan NDI pada kelompok kontrol dan perlakuan

Grafik 6.1 menunjukkan bahwa Penambahan Myofascial Release Technique pada intervensi kombinasi ultrasound dan Stretching Metode Janda dengan signifikan lebih baik dalam menurunkan disabilitas leher pada sindroma miofasial otot Trapezius Descendens dibanding intervensi

0 10 20 30 40 50 Pre Post

Perbedaan NDI

Kontrol Perlakuan

(8)

kombinasi ultrasound dan Stretching Metode Janda. Hasil pengujian hipotesis di atas telah membuktikan bahwa “Penambahan Myofascial Release Technique pada intervensi kombinasi ultrasound dan Stretching Metode Janda lebih menurunkan disabilitas leher pada sindroma miofasial otot Trapezius Descendens”.

Myofascial Release Technique dapat melepaskan adhesion antara serabut otot dan fascia sehingga akan terjadi kebebasan gerak antara serabut otot dan fascia, yang pada akhirnya terjadi peningkatan lingkup gerak sendi yang mengakibatkan menurunnya disabilitas leher (Cantu and Grodin, 2001).

Penurunan disabilitas leher dengan myofascial release technique terjadi karena adanya efek sirkulasi dan peningkatan temperatur jaringan dimana hal tersebut akan membuat jaringan lebih elastis. Mobilisasi jaringan lunak juga dapat memperngaruhi proses metabolik dan merangsang efek otonemik yang secara otomatis akan membuka jalur sirkulasi ke regio tersebut serta mekanikal efek dari mobilisasi jaringan lunak dapat merangsang struktur dalam jaringan konektif khususnya sel mast yang akan menghasilkan histamin yang berfungsi meningkatkan aliran darah pada area tersebut sehingga difusi menjadi lebih cepat dan lebih banyak untuk membuang produk sisa metabolisme. Mobilisasi jaringan lunak dengan gerakan terkontrol dapat mengurai colagen wiving sehingga mencegah perlengketan abnormal dari jaringan fibril.

Sindroma miofasial otot trapezius descendens dijumpai kelainan adanya vasokontriksi di sekeliling trigger point apabila dilakukan mobilisasi jaringan

(9)

dan tekanan dengan beban tekanan 60% , gerakan teratur maka MTR akan memberikan regangan dan tekanan pada otot dan fasia sehingga diperoleh peningkatan mikrosirkulasi.

Sindroma miofasial otot trapezius descendens terdapat kelainan allodynia/hyperalgesia yang menyebabkan nyeri tekan yang menyebar apabila di lakukan mobilisasi pada jaringan otot dan fascia akan memperbaiki sirkulasi lokal sehingga mempercepat terjadinya penyerapan zat iritan dan mempercepat pembuangan sisa metabolisme yang menyebabkan menurunya spasme otot dan mengurangi rasa nyeri yang menimbulkan disabilitas leher berkurang.

Muscle twisting yang terjadi pada sindroma miofasial otot trapezius descendens yang apabila diberikan myofascial release technique dengan gerakan dan tekanan yang teratur dan terkontrol dengan tekanan 60% akan memicu sirkulasi kemudian di stretching akan terjadi peregangan pasif, sehingga dapat menurunkan ketegangan otot (spasme).

Myofascial Adhesion yang terdapat pada sindroma miofasial otot trapezius descendens dengan mobilisasi dan tekanan pada otot dan fasia dengan beban tekanan 90% akan menghancurkan (break adhesion) dan melepaskan perlengketan antara miofibril dan fasia, yang dapat mengurangi rasa nyeri dan berakibat menurunkan disabilitas leher.

Beberapa penelitian sebelumnya tentang efektifitas kombinasi ”The Effect of Upper Trapezius Latent Myofascial Release Technique on Neck Pain and Disability” John Werenski (2011) menunjukkan adanya penurunan

(10)

disabilitas leher yang signifikan. Begitu pula penelitian seperti The Effectiveness of Myofascial Release Techniques in the Treatment of Myofascial Pain: A Literature Review By John Werenski Faculty Advisor: Darryl Ridgeway DC A senior research project submitted in partial requirement for the degree of Doctor of Chiropractic June 17, 2011 tentang efektifitas Myofascial Release Technique pada kondisi sindroma miofasial otot trapezius descendens, oleh Kumar et al. (2011), Chhabra et al. (2008) dan Jain (2011) menunjukkan adanya penurunan disabilitas leher dan penurunan nyeri yang lebih besar secara signifikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini sangat didukung oleh penelitian-penelitian tersebut di atas, meskipun penambahan MRT pada intervensi kombinasi Ultrasound dan Stretching Metode Janda terhadap kondisi sindroma miofasial otot trapezius descendnes, belum ada sebagai rujukan penelitian ini sehingga hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Hal 5 dari 10 Mulai Mahasiswa meminta formulir perpanjangan studi Menyerahkan formulir perpanjangan studi Formulir perpanjangan studi Mengisi dan menandatangani

Pada tahap ini akan dilakukan beberapa kegiatan yang meliputi pendefinisian dari permasalahan yang ada untuk menentukan ruang lingkup, menentukan metodologi yang

officinale var rubrum) dan Alang-alang (Imperata cylindrica) pada semua dosis dapat meningkatkan kadar SOD serum tikus OA dan tidak ada perbedaan efek yang

Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi;.. Peraturan Pemerintah Republik

Triwulan II 2011 pergerakan saham Bank BDMN terdapat satu titik golden cross yang terjadi pada tanggal 26 Mei di level 5950 dan satu sinyal jual yang terjadi pada tanggal 6 Juni

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah media audio visual dan cerita bergambar efektif sebagai media pembelajaran dan hasil belajar

perusahaan, Kabupaten Nias sebanyak 1 (satu) perusahaan dan Kabupaten Tapanuli Utara dengan jumlah industri sebanyak 1 (satu) perusahaan. Daerah Tingkat II yang sama sekali

Konteks penguasaan kosa kata menurut Parera (1993:119) sangat terkait dengan pengetahuan untuk menemukan makna kata-kata ataupun penguasaan kata-kata yang lain