• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Daur Hidrologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Daur Hidrologi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1.

Daur Hidrologi

Menurut Asdak (2002), daur hidrologi secara alamiah dapat ditunjukkan seperti terlihat pada Gambar 2, yaitu menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air yang tidak pernah berhenti, dari permukaan laut ke atmosfer kemudian kembali ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya.

Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor-faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di laut atau badan-badan air lainnya. Uap air sebagai hasil proses evaporasi akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun ke permukaan bumi sebagai air hujan.

Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan tesebut akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk/daun selama proses pembasahan tajuk, dan sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian air hujan tidak akan pernah sampai di permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfir (dari tajuk dan batang) selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception loss).

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltration), sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), dan selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horisontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya (baseflow).

Tidak semua air infiltrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau tampungan air lainnya, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan anah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfir melalui permukaan tanah (soil evaporation) dan melalui permukaan tajuk vegetasi (transpiration). Untuk membedakan proses intersepsi hujan dari proses transpirasi, dapat dilihat dari asal air yang diuapkan ke atmosfir. Apabila air yang diuapkan oleh tajuk berasal dari hujan yang jatuh di atas tajuk tersebut, maka proses penguapannya disebut intersepsi. Apabila air yang diuapkan berasal dari dalam tanah melalui mekanisme fisiologi tanaman, maka proses penguapannya disebut transpirasi. Dengan kata lain, intersepsi terjadi selama dan segera setelah berlangsungnya hujan. Sementara proses transpirasi berlangsung ketika tidak ada hujan. Gabungan kedua proses penguapan tersebut disebut evapotranspirasi. Besarnya angka evapotranspirasi umumnya ditentukan selama satu tahun, yaitu gabungan antara besarnya evaporasi musim hujan (intersepsi) dan musim kering (transpirasi).

(2)

4

Gambar 2. Daur hidrologi (sumber: Asdak, 2002)

Konsep daur hidrologi dapat diperluas dengan memasukkan gerakan/perjalanan sedimen, unsur-unsur hara, dan biota yang terlarut dalam air. Dengan menelaah konsep daur hidrologi secara lebih luas, maka pengertian istilah daur lalu dapat digunakan sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan, misalnya dalam perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS.

Dalam daur hidrologi, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu air lolos (throughfall), aliran batang (stemflow), dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi, dan air infiltrasi. Gabungan evaporasi uap air hasil proses transpirasi dan intersepsi dinamakan evapotranspirasi. Sedang air larian dan air infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran (discharge).

2. 2.

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Menurut Asdak (2002) Daerah aliran sungai dapat dianggap sebagai suatu ekosistem yaitu suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Dalam suatu ekosistem, tidak ada satu komponenpun yang berdiri sendiri, melainkan ia mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, langsung atau tidak langsung, besar atau kecil. Hulu DAS merupakan ekositem DAS yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Keterkaitan biofisik antara lain hulu dan hilir yang dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa aktivitas perubahan lanskap termasuk perubahan tataguna lahan dan/atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya akan memberikan dampak di daerah dimana kegitan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya.

(3)

5

Gambar 3. Hubungan biofisik antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (sumber: Asdak, 2002) Pada Gambar 3, dapat ditunjukkan eratnya interaksi timbal-balik antar komponen-komponen lingkungan DAS. Komponen-komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Adanya hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem DAS, maka apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen lingkungan, ia akan mempengaruhi komponen-komponen yang lain. Perubahan komponen-komponen-komponen-komponen tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem ekologi di daerah tersebut.

(4)

6

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau yang ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan (Gayo, 1994).

Masalah utama yang terjadi pada daerah aliran sungai (DAS) adalah berkaitan dengan jumlah air dan kualitasnya airnya. Air sungai menjadi sedikit (kekeringan) atau banyak (banjir). Untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu DAS, dapat dilihat dari segi indikator fisiknya. Salah satu kategori sungai dapat dikatakan baik adalah nisbah antara debit maksimum (Q max/Q min) relatif stabil.

2. 3.

Debit Air

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang per satuan waktu. dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku sebagai respon adanya perubahan karakteristrik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi minimum atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 2002).

Debit air biasa juga disebut dengan kuatitas air yang mengalir, volume air yang mengalir atau suplai air yang mengalir, yang mana debit air ini berbeda-beda dalam penggunaannya. Pengetahuan tentang jumlah air ini akan memberi keuntungan kepada kita karena kita dapat mengoptimumkan penggunaan air (Khairuman dan Sudenda, 2002).

Debit aliran dapat dijadikan sebagai indikator fungsi DAS dalam pengaturan proses, khususnya alih ragam hutan menjadi aliran. Debit sungai juga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kondisi DAS yang bersangkutan, sehingga debit aliran sungai perlu disajikan yang informatif yaitu dalam bentuk hidrograf.

2. 4.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu sarana teknologi pengolah data yang ada saat ini. SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang dirancang khusus, yang mempunyai kemampuan untuk mengolah data : pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, analisis, pemodelan, dan penyajian data spasial (keruangan) dan non spasial (tabular/tekstual), yang mengacu pada lokasi di permukaan bumi (data bergeoreferensi). Pada dasarnya, sistem informasi geografis adalah suatu “sistem” terdiri dari komponen-komponen saling terkait (berhubungan) dalam mencapai suatu sasaran, berdasarkan informasi (data, fakta, kondisi, fenomena) berbasis “geografis” (daerah, spasial, keruangan) yang dapat dicek posisinya di permukaan bumi (biogeoreferansi). Kedua jenis data, baik spasial maupun tabular/tekstual disimpan dalam suatu sistem yang dikenal dengan basis data SIG.

Basis data adalah kumpulan data yang saling berkaitan yang diperlukan dalam SIG, baik data spasial (keruangan) maupun non spasial. Basis data dapat diklasifikasikan menjadi tipe, dimensi dan struktur. Tipe basis data ada dua macam yaitu basis data spasial dan non spasial. Basis data spasial (keruangan) adalah data yang dapat diamati atau diidentifikasikan di lapangan, yang berkaitan dengan data di permukaan maupun di dalam bumi. Data ini dapat diukur/ditentukan oleh besaran lintang dan bujur atau oleh sistem koordinat lain (termasuk peta, foto udara, citra satelit). Data spasial (keruangan) ada tiga macam : titik, garis, dan poligon (daerah), yang diorganisasikan dalam bentuk lapis-lapis (layer) peta. Sedangkan basis data non spasial adalah data yang melengkapi keterangan data spasial,

(5)

7

keterangan kenampakan/feature data baik statistik, numerik maupun deskripstif dengan tampilan tabular, diagram maupun tekstual. Hubungan antara basis data spasial dan basis data non spasial dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5.Hubungan basis data spasial dan basis data non spasial (Sumber: Soenarmo, 2003) Struktur basis data SIG memerlukan metoda-metoda yang berguna untuk efisiensi dan efektivitas dalam manipulasi data dalam komputer. Ada dua metoda struktur data yang populer yaitu struktur data raster yang menggambarkan ruang dimensi dalam bentuk matriks yang terdiri atas grid sel (pixel) segi empat teratur menurut baris dan kolom. Tiap pixel menggambarkan bagian-bagian permukaan bumi, dimana jenis dan nilai cirinya berbentuk segi empat yang diberi label dan direkam. Resolusi data raster ditentukan oleh ukuran pixel. Sedangkan struktur data vektor adalah suatu harga ruang dua dimensi yang diwakili oleh suatu harga kontinu dan teliti yang merupakan tampilan dari suatu posisi feature geografi. Dalam struktur vektor, daerah peta data diasumsikan sebagai ruang koordinat yang kontinu dimana posisi-posisi obyek dapat ditentukan sesuai dengan kenampakan aslinya.

Dalam pembangunan basis data SIG, perlu memperhatikan dan mengikuti prinsip-prinsip keterkaitan/hubungan data, macam data, dimensi data dan strukur data serta prinsip-prinsip penandaan (ID), agar proses SIG dapat dilaksanakan. Langkah pembangunan basis data adalah identifikasi masalah, membangun model konseptual, membangun model logica. Data yang digunakan dalam teknologi analisis dengan SIG yang disusun dalam basis data yang sangat bergantung pada : cara/metoda perolehan data, pemilik data, format dan skala data, sistem proyeksinya dan sebagainya. Ada tiga macam sumber data yaitu : fungsi, grafis, dan atribut. Sumber data berdasarkan fungsi diperoleh berdasarkan cara/ metode perolehan, pengumpul, pemilik, format, skala, sistem proyeksi dan lain-lain. Perolehan data grafis dengan berbagai cara: survei/pengukuran lapangan yang ditransformasikan dalam bentuk digital, digitasi peta, ploting secara langsung dalam bentuk digital, dari hasil scanning (citra foto udara/satelit), dan sebagainya. Sedangkan perolehan data atribut dengan berbagai cara juga seperti : survei lapangan untuk mengetahui ciri/atribut suatu masalah, diturunkan dari data/informasi lain (misalnya : nama sungai dan batas administrasi diturunkan dari peta topografi), pengolahan berdasarkan arsip, keterangan laporan, data lama, tabel statistik dan sebagainya.

Aplikasi SIG dengan dukungan piranti komputer data 3 (tiga ) macam operasi “overlay”, yaitu Raster – Raster, Raster – Vektor, dan Vektor – Vektor. Dalam SIG dikenal pula konsep layer, yaitu konsep pemisahan data spasial dalam lapis-lapis data yang homogen. Jenis data dalam layer dinyatakan dalam “feature” atau kenampakan tematik atau tema/kesesuaian. Konsep layer diturunkan dari peta kerja yang digunakan, misalnya peta topografi dapat diturunkan menjadi layer-layer : kemiringan, tekstur tanah, tutupan lahan, tinggi tempat, sungai, jalan, dan sebagainya. Layer data/peta

(6)

8

dalam teknologi SIG harus berbentuk dijital. Oleh karena itu, perlu dilakukannya dijitasi untuk memperoleh data vektor dan scanning untuk memperoleh data raster.

2. 5.

Soil and Water Assessment Tool (SWAT)

Menurut Arnold et al (1998), SWAT adalah model teoritis yang beroperasi pada langkah waktu harian. Untuk mensimulasikan proses hidrologi pada suatu basin, basin dibagi ke dalam sub-basin melalui aliran yang dilewati. Subunit dari sub-sub-basin disebut sebagai hydrologic response unit (HRU’s) yang merupakan kombinasi unik dari karasteristik tanah dan penggunaan lahan dan dianggap homogen secara hidrologi. Perhitungan model dilakukan secara HRU dan variabel kualitas aliran dan air yang diarahkan dari HRU ke sub-basin dan kemudian ke outlet DAS. Model SWAT mensimulasikan hidrologi sebagai sistem dua komponen, terdiri dari hidrologi lahan dan hidrologi saluran. Bagian lahan dari siklus hidrologi didasarkan pada keseimbangan neraca air. Keseimbangan air tanah merupakan pertimbangan utama dari model setiap HRU, yang direpresentasikan sebagai : SWt = SW + 𝑡𝑖=1 𝑅𝑖 − 𝑄𝑖 − 𝐸𝑇𝑖 − 𝑃𝑖 − 𝑄𝑅𝑖 ...(1)

Dimana SWt adalah kadar air tanah, i adalah waktu dalam hari untuk periode simulasi t, dan R, Q, ET, P, dan QR masing-masing adalah curah hujan, runoff, evaptranspirasi perkolasi, dan aliran balik. Air memasuki batas sistem model DAS SWAT yang dominan dalam bentuk presipitasi. Masukan presipitasi untuk perhitungan hidrologi dapat diukur berdasarkan data ataupun simulasi dengan weather generator yang tersedia pada model SWAT. Presipitasi dibagi menjadi jalur air yang berbeda tergantung pada karakteristik sistem. Neraca air setiap HRU pada DAS berisi empat volume penyimpanan: saljum profil tanah (0-2 m), akuifer dangkal (2-20 m), dan akuifer dalam (>20 m). Profil tanah dapat terdiri dari beberapa layer. Proses-proses air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi, evapotranspirasi, serapan tanaman, dan aliran lateral. Limpasan permukaan ditentukan menggunakan kurva jumlah SCS atau persamaan infiltrasi Green-Ampt. Perkolasi dimodelkan dengan teknik storage routing yang berlapis dikombinasikan dengan model crack flow. Evaporasi potensial dapat dihitung menggunakan Hargreaves, Priestly-Taylor atau metode Peman-Monteith.

Beban aliran, sedimen, nutrisi, pestisida, dan bakteri dari area dataran tinggi ke saluran utama diarahkan melalui jaringan aliran DAS melalui proses yang mirip dengan HYMO. Proses aliran sungai dimodelkan oleh SWAT dapat dilihat pada Gambar 7, termasuk rute saluran sedimen, nutrisi, rute pestisida dan transformasi. Kolam/reservoir memungkingkan untuk sedimen menetap dan menguraikan nutrisi, dan rutinitas transformasi pestisida. Struktur perintah untuk runoff dan kimia melalui DAS mirip dengan struktur untuk arah aliran melalui sungai dan reservoir.

Model DAS SWAT juga berisi algoritma untuk mensimulasikan erosi dari DAS. Erosi diperkirakan menggunakan Modified Universal Soil Loss Equation (MUSCLE). MUSCLE memperkirakan hasil sedimen dari volume permukaan runoff, tingkat puncak runoff, area HRU, faktor erodibilitas tanah Universal Soil Loss Equation (USLE), tutupan USLE dan faktor manajemen, faktor support practice USLE, faktor topografi USLEM dan faktor kekasaran fragmen. Setelah hasil sedimen dievaluasi mengunakan persamaan MUSLE, selanjutnya model SWAT mengoreksi pertimbangan nilai dampak tutupan salju dan tertinggalnya sedimen di permukaan runoff. Model SWAT juga menghitung kontribusi sedimen ke saluran aliran dari sumber lateral ke air tanah. Sedimen terkikis yang masuk ke saluran aliran disimulasikan pada model SWAT untuk memindahkan hilir dari endapan dan degradasi.

(7)

9

Gambar 6.Siklus Hidrologi berdasarkan model SWAT (sumber : Neitsch et al., 2004)

SWAT dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat untuk digunakan di sana, tetapi sejak saat itu digunakan di seluruh dunia untuk belajar menyelidiki dampak penggunaan lahan dan perubahan iklim pada neraca air dan kualitas air (erosi, nutrisi, dan pestisida) pada tangkapan pertanian. SWAT merupakan model yang dirancang untuk memprediksi dampak manajemen air, sedimen, dan hasil bahan kimia pertanian pada daerah aliran sungai yang tidak terukur. Model ini berbasis proses fisika, efisien secara komputasi, dan dapat disimulasikan secara kontinyu dalam waktu yang panjang. Komponen-komponen utamanya adalah iklim, hidrologi, temperatur tanah dan sifat-sifatnya, pertumbuhan tanaman, nutrient, pestisida, bakteri dan patogen, dan manajemen lahan. Dalam SWAT, DAS dibagi menjadi beberapa sub-DAS, yang kemudian dibagi lagi ke dalam hydrlogic response unit (HRU’s) yang terdiri dari kesamaan penggunaan lahan, manajemen, dan karakteristik tanah. HRU menggambarkan persentase area sub-DAS dan tidak teridentifikasi secara spasial dalam simulasi SWAT. Kemungkinan lainnya, batas DAS dapat dibagi menjadi sub-DAS hanya ke dalam batas DAS yang ditandai dengan penggunaan lahan dominan, tipe tanah dan manajemen.

Hasil simulasi SWAT dapat dilihat pada tingkat Sub DAS, HRU maupun sungai. Pada tingkat Sub DAS dan HRU, informasi yang diperoleh meliputi jumlah curah hujan, evapotranspirasi potensial dan aktual, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral, dan total hasil air yang dihasilkan selama periode simulasi. Sedangkan pada tingkat sungai adalah jumlah aliran yang masuk dan keluaran sungai utama. Jumlah air yang hilang melalui penguapan dan rembesan selama periode simulasi.

(8)

10

Gambar 7. Proses aliran berdasarkan model SWAT (sumber : Neitsch et al., 2004)

Gambar

Gambar 2. Daur hidrologi (sumber: Asdak, 2002)
Gambar 3 .  Hubungan biofisik antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (sumber: Asdak, 2002)     Pada Gambar 3, dapat ditunjukkan eratnya interaksi timbal-balik antar komponen-komponen  lingkungan  DAS
Gambar 5. Hubungan basis data spasial dan basis data non spasial (Sumber: Soenarmo, 2003)  Struktur  basis  data  SIG  memerlukan  metoda-metoda  yang  berguna  untuk  efisiensi  dan  efektivitas dalam manipulasi data dalam komputer
Gambar 6. Siklus Hidrologi berdasarkan model SWAT (sumber : Neitsch et al., 2004)   SWAT dikembangkan oleh Departemen Pertanian  Amerika Serikat untuk digunakan di sana,  tetapi sejak saat itu digunakan di seluruh dunia untuk belajar menyelidiki dampak pen
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi adalah kumpulan dari sub-sub sistem baik pisik maupun non pisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan

Pada dasarnya promosi pegawai diarahkan kepada peningkatan dari ketetapan perusahaan dalam mencapai sasaran melalui pelaksanaan promosi jabatan dimana peran pegawai

Sistem merupakan suatu bentuk integrasi antara satu komponen dengan komponen lain karena sistem memiliki sasaran yang berbeda untuk setiap kasus yang terjadi yang

Sistem Informasi Geografis atau Georaphic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan

Akuntansi pada dasarnya merupakan sistem informasi yang berbeda dengan sistem informasi lainnya namun tetap saling berhubungan, data yang diberikan sistem

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).Atau dalam arti yang

Sistem merupakan suatu bentuk integrasi antara satu komponen dengan komponen lain karena sistem memiliki sasaran yang berbeda untuk setiap kasus yang terjadi yang

Sistem informasi akuntansi merupakan salah satu alat Setiap perusahaan menggunakan sistem informasi yang berbeda, namun pada dasarnya sistem informasi akuntansi