PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING
TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN
DI INDUSTRI PERTAMBANGAN
Oleh
GITA NUURRISMAILA AKBAR
H24104081
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Gita Nuurrismaila Akbar. H24104081. Pengungkapan Sustainability Reporting
Tahun 2006 pada Enam Perusahaan di Industri Pertambangan. Di bawah
bimbingan Beatrice Mantoroadi
Perusahaan tambang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
eksplorasi alam yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar
dan mendapat perhatian lebih besar dari masyarakat serta tuntutan agar dapat
bertanggung jawab. Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan perusahaan yaitu
reklamasi alam, reboisasi, revegetasi lahan, pengelolaan limbah, tanggung jawab
terhadap kesehatan dan keselamatan baik karyawan maupun masyarakat sekitar,
dan lain-lain. Dari semua itu, lahirlah konsep CSR (Corporate Social
Responsibility). CSR merupakan bagian dari GCG (Good Corporate Governance)
yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi dan tanggung jawab. Untuk itu perlu
adanya transparansi dalam melaporkan Sustainability Reporting ( Laporan CSR)
perusahaan agar dapat memperoleh kepercayaan dan nilai bagi stakeholder
(pemerintah, masyarakat dan pemegang saham) yang akan mendukung
keberlanjutan perusahaan atas aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya
mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Triple Bottom Line). Penelitian
ini bertujuan untuk (1) Mengetahui pengungkapan indikator-indikator kinerja
ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan dalam Sustainability Reporting
periode tahun 2006, (2) Mengetahui tingkat keluasan dan kedalaman
Sustainability Reporting tersebut dengan pendekatan skoring dan (3) Mengetahui
tingkat level dari Sustainability Reporting masing-masing perusahaan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2008 sampai dengan Mei
2008. Lokasi pengumpulan dan pengolahan data diperoleh dari publikasi instansi
yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dalam periode tahun
2006. Data yang digunakan adalah laporan keberlanjutan (Sustainability
Reporting) tahun 2006 dari masing-masing perusahaan di industri Pertambangan
dengan mengambil sampel 6 (enam) Perusahaan yaitu PT Aneka Tambang Tbk
(ANTAM) , PT Freeport Indonesia (PTFI), PT Internasional Nickel Indonesia Tbk
(INCO), PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk
(PTBA) dan PT Timah Tbk (TIMAH). Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Microsoft Excel untuk menghitung total skoring indikator-indikator
kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan serta membuat grafik sebagai
ringkasannya. Sedangkan untuk mengetahui pengungkapan kinerja ekonomi,
sosial dan lingkungan, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk
memperoleh gambaran secara rinci mengenai pengungkapan Sustainability
Reporting
masing-masing
perusahaan.
Untuk
mengukur
pengungkapan
Sustainability Reporting perusahaan yaitu dengan mengacu GRI G3 (Third
Generation) Guideliness yang baru dikeluarkan pada tahun 2006.
Analisis pengungkapan laporan tersebut dilakukan teknik skoring dalam
bentuk : (1) Naratif (Penjabaran) : dengan nilai skor sebesar 1. (2) Grafik/Tabel :
dengan nilai skor sebesar 2. (3) Non-moneter (Hal yang tidak berhubungan
dengan keuangan, seperti hari, orang, kg, meter, hektar) : dengan nilai skor
sebesar 3. (4) Moneter (Hal yang berhubungan dengan keuangan) : dengan nilai
skor sebesar 4. Lalu dikelompokkan sesuai dengan kategori menurut Chapman
and Milne (2003), Sedangkan untuk mengetahui level Sustainability Reporting
masing-masing perusahaan yaitu dengan menggunakan Kriteria Level Aplikasi
(Application Level Criteria) dari GRI Application Level.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan komponen GRI
terbesar yaitu KPC dengan 70 komponen indikator dari 79 komponen (88,61%),
diikuti oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 38 Komponen Indikator (48,10%),
PT Timah Tbk sebesar 24 Komponen Indikator (30,38%), PT Freeport Indonesia
sebesar 20 Komponen Indikator (25,32%), PT Tambang Batu Bara Bukit Asam
sebesar 19 Komponen Indikator (24,05%) dan pengungkapan komponen terkecil
yaitu INCO sebesar 5 Komponen Indikator (6,33%). Tingkat keluasan dan
kedalaman (Breadth and Depth) dari Sustainability Reporting 6 sampel
perusahaan di Industri Pertambangan pada kategori Trailblazers (skor antara
121-140) yaitu KPC dengan skor 134, kategori Pressing Hard (skor antara 61-80)
yaitu PT Aneka Tambang Tbk, kategori Not So Hot (skor antara 41-60) yaitu PT
Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia dan PT Timah Tbk
sedangkan kategori terendah Bottom Crawler (skor antara 0-20) yaitu PT
Internasional Nickel Indonesia Tbk dengan skor 15. Sedangkan level
Sustainability Reporting tertinggi yaitu KPC dengan tingkat Level A, diikuti
dengan ANTAM pada Level B+, PTFI dan TIMAH di Level B, PTBA pada Level
C+ dan terakhir INCO di Level C.
PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING
TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN
DI INDUSTRI PERTAMBANGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
GITA NUURRISMAILA AKBAR
H24104081
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING
TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN
DI INDUSTRI PERTAMBANGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
GITA NUURRISMAILA AKBAR
H24104081
Menyetujui, Juni 2008
Beatrice Mantoroadi, SE.Ak, MM
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.sc.
Ketua Departemen
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Agustus 1986. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan M. Mudji Akbar dan
Eulis Mintarsih.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Dian Pratiwi Bogor pada tahun
1992, lalu melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan I Bogor.
Pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 2 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas
Negeri 2 Bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun 2001. Pada tahun
2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis tidak aktif terlibat dalam kegiatan
organisasi mahasiswa namun pada tahun 2006, penulis ikut berpartisipasi sebagai
panitia dalam acara “Advertising Combination” yang diselenggarakan oleh
Himpunan Profesi (Himpro) Departemen Manajemen yaitu Centre of
Management.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Pencapaian pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development)
yang diaplikasikan dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG) dalam
perusahaan. Salah satunya dengan mengimplementasikan prinsip tanggung jawab
sosial dan transparansi serta akuntabilitas dalam pelaporannya. Sehingga
diperlukan informasi yang jelas bagi seluruh stakeholder perusahaan. Skripsi ini
berjudul “Pengungkapan Sustainability Reporting Tahun 2006 Pada Enam
Perusahaan di Industri Pertambangan”.
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara
moriil maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Beatrice Mantoroadi, SE. Ak, MM sebagai dosen pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
inspirasi, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Abdul Kohar. M.Sc dan Wita Juwita Ermawati. S.TP, MM atas
kesediaannya untuk meluangkan waktu menjadi dosen penguji.
3. Staf Perpustakaan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), Jakarta yang telah
membantu memberikan informasi dalam skripsi ini.
4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM
IPB.
5. Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang tidak
ternilai serta do`a yang tulus. Aji (My Twins), Fakih dan Haudly buat
semua keributan dan keceriaan di rumah.
6. Pandu Triyuda, Amd atas semua semangat, kasih sayang, pengertian dan
kesabarannya.
7. Teman satu bimbingan Bilqis dan Ayu buat semangat dan semua
bantuannya.
8. Best Friends : Billie Congoria, Iqyoh San, Nyai Windi, Nishyonk, Doclo
dan Fidobz (+ ii) buat semua kebersamaan kita. I`ll miss u all...
9. Semua Teman-teman Manajemen`41, sebuah kenangan yang tidak akan
terlupakan.
10. Teman masa kecil ku Ecqa, Phe-end, Miecan, Abank, dan semuanya.
11. Asrama A3/301 Kaka Vina, Ai dan Rina
12. Ayu Raulito, Puri, Ima, Fina.
13. A tse dan om Duth.
14. Fafa kecil yang lucu
15. Mas-mas rental yang telah meminjamkan komputernya selama ini.
16. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhir kata, semua kekurangan dalam skripsi ini berasal dari diri penulis.
Namun penulis akan berusaha memperbaikinya dengan seluruh kemampuan yang
ada. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi
kemajuan ke arah yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Amin.
Bogor, Juni 2008
DAFTAR ISI
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Batasan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 9
2.2. Tahap-tahap Penerapan CSR ... 11
2.3. CSR dan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) ... 13
2.4. Konsep Triple Bottom Line ... 15
2.5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability Development) ... 17
2.5.1. Pengertian Berkelanjutan ... 17
2.5.2. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan ... 17
2.5.3. Konsep Dasar Pembangunan Berkelanjutan ... 19
2.5.4. Komponen Pembangunan Berkelanjutan ... 19
2.5.4.1. Keberlanjutan
di
Bidang
Manusia
(Human
Sustainability) ... 19
2.5.4.2. Keberlanjutan
di
Bidang
Sosial
(Social
Sustainability) ... 20
2.5.4.3. Keberlanjutan di Bidang Lingkungan (Environmental
Sustainability) ... 21
2.5.4.4. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi (Economic
Sustainability) ... 21
2.5.5. Prinsip-Prinsip keberlanjutan ... 21
2.5.6. Pentingnya Pembangunan Berkelanjutan ... 21
2.5.7. Manfaat Pembangunan Berkelanjutan ... 22
2.6. Pelaporan Program CSR ... 23
2.7. Global Reporting Initiative (GRI) G3 Sustainability Reporting
Guidelines (Panduan Laporan Keberlanjutan GRI G3) ... 25
III. METODE PENELITIAN ... 30
3.1. Kerangka Pemikiran ... 30
3.2. Metode Penelitian ... 32
3.2.1. Pengumpulan Data ... 32
3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 35
4.1.1. PT Aneka Tambang Tbk ... 35
4.1.2. PT Freeport Indonesia ... 35
4.1.3. PT Internasional Nickel Indonesia Tbk ... 36
4.1.4. PT Kaltim Prima Coal ... 37
4.1.5. PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk ... 38
4.1.6. PT Timah Tbk ... 38
4.2. Pengungkapan Sustainability Reporting Tahun 2006 Perusahaan
di Industri Pertambangan berdasarkan Global Reporting Initiative
(GRI) G3 Guideliness ... 40
4.2.1. Pengungkapan
Sustainability
Reporting
PT
Aneka
Tambang Tbk ... 40
4.2.2. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Freeport
Indonesia ... 52
4.2.3. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Internasional
Nickel Indonesia Tbk
61
4.2.4. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Kaltim Prima
Coal ... 63
4.2.5. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Tambang Batu
Bara Bukit Asam Tbk ... 84
4.2.6. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Timah Tbk ... 94
4.3. Pengungkapan Sustainability Reporting Perusahaan di Industri
Pertambangan berdasarkan Skoring ... 104
4.3.1. PT Aneka Tambang Tbk ... 105
4.3.2. PT Freeport Indonesia ... 106
4.3.3. PT Internasional Nickel Indonesia Tbk ... 107
4.3.4. PT Kaltim Prima Coal ... 108
4.3.5. PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk ... 110
4.3.6. PT Timah Tbk ... 111
4.4. Tingkatan level Sustainability Reporting Perusahaan di Industri
Pertambangan ... 113
4.4.1. PT Aneka Tambang Tbk ... 113
4.4.2. PT Freeport Indonesia ... 114
4.4.3. PT Internasional Nickel Indonesia Tbk ... 114
4.4.4. PT Kaltim Prima Coal ... 115
4.4.5. PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk ... 116
KESIMPULAN DAN SARAN ... 118
A. KESIMPULAN ... 118
B. SARAN ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 120
LAMPIRAN ... 122
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Jumlah Penduduk Miskin (dalam Juta Jiwa) ... 3
2. Prinsip-prinsip Keberlanjutan ... 22
3. Tipe Pelaporan dan Waktu Awal Publikasi ... 24
4. Pengelompokkan Kategori berdasarkan Skor ... 33
5. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Aneka
Tambang Tbk ... 41
6. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Freeport
Indonesia ... 53
7. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Internasional
Nickel Indonesia Tbk ... 61
8. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Kaltim Prima
Coal ... 63
9. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Tambang
Batu Bara Bukit Asam Tbk ... 85
10. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Timah Tbk ... 94
11. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Aneka
Tambang Tbk ... 105
12. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Freeport
Indonesia ... 106
13. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Internasional
Nickel Indonesia Tbk ... 107
14. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Kaltim Prima
Coal ... 109
15. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Tambang
Batu Bara Bukit Asam Tbk ... 110
16. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Timah Tbk .... 111
17. Pengelompokkan Kategori tingkat keluasan dan kedalaman
Sustainability Reporting 6 Perusahaan di Industri Pertambangan
periode tahun 2006 ... 112
18. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Aneka Tambang Tbk ... 113
19. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Freeport Indonesia ... 114
20. Pengungkapan Profil GRI G3
PT Internasional Nickel Indonesia Tbk ... 115
21. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Kaltim Prima Coal ... 115
22. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Tambang Batu Bara Bukit Asam
Tbk ... 116
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Triple Bottom Line ... 16
2. Bagan Kerangka Pemikiran ... 31
3. Kriteria Level Aplikasi (Application Level Criteria) ... 34
4. Pengungkapan Kinerja Perusahaan di Industri Pertambangan
Berdasarkan GRI G3 Guidelines ... 104
5. Komponen indikator kinerja PT Aneka Tambang Tbk ... 106
6. Komponen indikator kinerja PT Freeport Indonesia ... 107
7. Komponen indikator kinerja PT Internasional Nickel Indonesia Tbk .. 108
8. Komponen indikator kinerja PT Kaltim Prima Coal ... 108
9. Komponen indikator kinerja PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk 110
10. Komponen indikator kinerja PT Timah Tbk ... 111
11. Grafik Tingkat Keluasan dan Kedalaman dari Sustainability
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. GRI G3 Guidelines ... 122
2. Pengungkapan GRI Kriteria Level Aplikasi ... 130
3. Pengungkapan Komponen Kinerja Perusahaan berdasarkan
GRI G3 Guidelines... 135
4. Rekapitulasi Profil Sampel Perusahaan Go Public ... 138
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Umumnya perusahaan dalam bidang pertambangan lebih mendapatkan
perhatian dari masyarakat dibandingkan dengan perusahaan non tambang.
Perusahaan tambang merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha
eksplorasi alam sehingga diwajibkan untuk melakukan fungsi tanggung jawab
sosialnya terhadap dampak dari kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan
khususnya bagi masyarakat sekitar dan lingkungan. Kegiatan yang dapat
dilakukan yaitu reklamasi alam, reboisasi, revegetasi, pengelolaan limbah
(baik limbah padat, cair bahkan limbah B3/Bahan Berbahaya dan Beracun),
tanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat dan karyawan, dan lain-lain.
Konflik dalam pelaksanaan otonomi daerah bidang energi dan sumber
daya mineral meliputi: (1) kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota, (2) tumpang tindih lahan pertambangan dengan kegiatan
sektor kehutanan, royalti dan revenue sharing antara pusat dan daerah, (3)
permintaan daerah untuk bisa menerima secara langsung royalti dari
perusahaan pertambangan, (4) keterbatasan akses daerah atas data produksi
dan potensi energi dan sumber daya mineral, (5) peraturan
perundang-undangan yang ada belum memadai serta adanya peraturan yang saling
bertentangan dan tumpang tindih, (6) perizinan baru yang tumpang tindih
dengan perizinan sebelumnya, (7) kesulitan teknis untuk mengeluarkan
perizinan, khususnya Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dan (8) persoalan terkait dengan program
community development (Arif dalam Koran Tempo, 2008)
Pada prinsipnya konflik diatas berkembang karena kurangnya komunikasi
antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat setempat serta kurangnya
pemahaman dan konsistensi masing-masing pihak dalam melaksanakan hak
dan kewajibannya. Kondisi tersebut juga terkait dengan lemahnya potensi
sumber daya manusia di daerah di samping kurangnya sarana dan prasarana
(Arif dalam Koran Tempo, 2008).
Masalah-masalah yang terjadi di industri pertambangan seperti
penambangan liar, kurangnya komunikasi dengan pemerintah dan masyarakat,
konflik kepemilikan lahan dan lain-lain menimbulkan dampak bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar. Masalah sosial global yang terjadi saat ini
adalah kemiskinan sebagai akibat dari ketidakseimbangan dalam bagi hasil
penerimaan dan pengelolaan sumber daya alam. Masalah lain yang juga perlu
diperhatikan oleh perusahaan yaitu masalah lingkungan hidup seperti bencana
alam dan global warming.
Dari semua masalah yang ditimbulkan perusahaan khususnya di industri
pertambangan ini menuntut perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan
bertanggung jawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan
sekitarnya. Dengan adanya tuntutan tersebut, kemudian meningkatnya
kesadaran dan kepekaan dari manajemen perusahaan maka lahirlah konsep
tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga CSR
merupakan
investasi
masa
depan
perusahaan
untuk
menciptakan
pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development).
Kontribusi perusahaan dalam pembangunan dan pengembangan Indonesia
tidak hanya ditentukan lewat kegiatan bisnis, tetapi juga pada seberapa besar
kontribusinya terhadap lingkungan sekitar. Perusahaan bisa mempengaruhi
percepatan Millenium Development Goals (MDGs) melalui aktivitas utama
(bisnis), investasi sosial dan filantropi, program CSR serta advokasi
kebijakan. (Erna Witoelar, Duta Besar MDGs dalam Warta Ekonomi, 2007).
Program CSR merupakan proses jangka panjang sehingga jika
dilaksanakan dengan baik, akan membantu mengurangi masalah sosial global
seperti kemiskinan di berbagai negara. Hal tersebut selaras dengan tujuan
MDGs pada KTT Millenium (Millenium Summit) bulan September tahun
2000.
Berdasarkan Tabel 1., perkembangan penduduk miskin di Indonesia
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada tahun 2008 meskipun terjadi
penurunan di tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, menjadi bagian dari
tugas perusahaan untuk membantu pemerintah dalam mengatasi masalah
kemiskinan ini dengan berbagai bentuk implementasi dari CSR.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin (dalam juta jiwa)
Tahun Jumlah 2002 38.4 2003 37.3 2004 36.1 2005 35.1 2006 39.3 2007 37.17 2008 41.5
Sumber : BPS dalam Republika, 2008
Pada 3-14 Juni 1992, PBB menyelenggarakan konferensi khusus tentang
Masalah Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on
Environment and Development/UNCED) atau yang lebih dikenal dengan
KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil. Hasil dari KTT tersebut
antara lain Agenda 21, yang merupakan rencana komprehensif mengenai
program pembangunan berkelanjutan ketika memasuki abad ke-21.
(Wibisono, 2007)
Jaminan nilai perusahaan akan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable)
tidak hanya dilihat dari faktor kondisi keuangannya saja (single bottom line),
namun perusahaan perlu memperhatikan dimensi terkait lainnya seperti
dimensi sosial dan lingkungan sekitar. Dengan kata lain, perusahaan harus
menerapkan konsep triple bottom line (profit, people dan planet) atau 3BL.
Hal tersebut sebagai akibat dari timbulnya resistensi dari masyarakat sekitar
diberbagai tempat dan waktu terhadap perusahaan yang dianggap tidak
memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
Terdapat tiga stakeholder inti yang diharapkan mendukung penuh dalam
pembangunan berkelanjutan, diantaranya adalah perusahaan, pemerintah dan
masyarakat. Dalam implementasi kegiatan CSR, ketiga elemen tersebut harus
saling berinteraksi dan mendukung. Sehingga proses pengambilan keputusan,
menjalankan keputusan dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR
dapat dilakukan bersama-sama.
Makin maraknya perusahaan-perusahaan mengimplementasikan CSR
dalam bentuk pengembangan masyarakat (Community Development) hal
tersebut dilakukan untuk mendekatkan perusahaan kepada masyarakat.
Kegiatan yang lazim dilakukan perusahaan adalah kegiatan filantropis (dalam
bentuk kegiatan amal) dan menyelenggarakan program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat (Community Development). Bentuk implementasi
CSR bisa bermacam-macam mulai dari beasiswa, pemberian bantuan kepada
korban bencana alam hingga penghijauan.
CSR merupakan sendi pembangunan Good Corporate Governance (GCG)
dengan prisip transparansi serta akuntabilitas (Ahmad Hadibroto, Ketua
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2004). Sesuai dengan prinsip akuntabilitas,
perusahaan perlu mengungkapkan berbagai aktivitas-aktivitas sosial sebagai
wujud kepedulian kepada masyarakat berupa laporan tanggung jawab sosial
yang membahas pencatatan setiap transaksi keuangan perusahaan yang
mempengaruhi lingkungan masyarakat.
Namun masih lemahnya implementasi Good Corporate Governance
(GCG) dari perusahaan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai
tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan
perusahaan dalam persaingan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai
kepentingan stakeholder. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah
minimnya keterbukaan perusahaan berupa pelaporan kinerja keuangan,
kewajiban kredit dan pengelolaan perusahaan terutama bagi perusahaan yang
belum go public, kurangnya pemberdayaan komisaris sebagai organ
pengawasan terhadap aktivitas manajemen dan ketidakmampuan akuntan dan
auditor memberi kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan.
(Sekretaris Kementerian BUMN, 2002)
Implementasi CSR belum tercapai dengan baik karena CSR merupakan
bagian dari prinsip Good Corporate Governance (GCG) yaitu Responsibility
(pertanggungjawaban) dimana perusahaan dituntut untuk mematuhi peraturan
yang berlaku diantaranya masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan
keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan
bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. (Wibisono, 2007)
Menghadapi tren global dan retensi masyarakat, maka sudah saatnya setiap
perusahaan memandang serius pengaruh dimensi sosial, ekonomi dan
lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta berusaha membuat laporan
setiap tahunnya, yaitu pelaporan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan
(Environmental and Social Reporting). Laporan bersifat non finansial yang
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi oleh perusahaan dalam melihat
dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan serta sebagai alat komunikasi
perusahaan dengan stakeholdernya.
Bermacam-macam standar pelaporan dan kerangka kerja telah dibentuk
untuk mengakomodasikan pengungkapan dari triple bottom line. Meliputi
AccountAbility’s AA1000 standard, Global Reporting Intiative’s (GRI)
Sustainability Reporting Guidelines dan Social Accountability International’s
SA8000 standard. Yang terbaru yaitu kerangka kerja G3 GRI pada tahun
2006. G3 GRI yang baru-baru ini disetujui oleh Indonesian National Center
for Sustainability Reporting (NCSR) untuk diadopsikan oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia. (Sihotang dan Margareth, 2008)
Saat ini banyak perusahaan yang telah mengeluarkan Sustainability
Reporting (laporan CSR) sendiri berdasarkan kerangka kerja G3 GRI dan
masih bersifat sukarela (voluntarily), dalam pelaporan CSR pun
masing-masing perusahaan menempuh cara yang beragam. Perusahaan berhak
memilih bentuk pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan atau kompleksitas
organisasinya.
GRI merupakan organisasi internasional yang independen, yang mengukur
kemajuan pelaksanaan CSR berdasarkan triple bottom line (profit, people &
planet). Laporan CSR tak hanya sekadar memuat kegiatan sosial perusahaan
semata. Lebih dari itu, laporan CSR memiliki fungsi yang strategis, yaitu
menjadi tolok ukur keberlanjutan suatu perusahaan. Untuk itu, GRI
mengeluarkan standar pelaporan CSR perusahaan yang memuat
indikator-indikator kinerja perusahaan yang mencakup konsep triple bottom line.
Meskipun masih bersifat sukarela namun perusahaan berupaya membuat
Sustainability Reporting agar dapat diketahui oleh stakeholder sebagai
mangimplementasikan CSR. Khususnya bagi perusahaan yang bergerak di
industri pertambangan, seperti PT Aneka Tambang Tbk, PT Freeport
Indonesia, PT Internasional Nickel Indonesia Tbk, PT Kaltim Prima Coal, PT
Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. Karena hal tersebut
dapat meningkatkan kepercayaan baik bagi stakeholder internal perusahaan
maupun masyarakat sekitar yang akan membentuk keberlanjutan perusahaan
di masa yang akan datang.
1.2. Perumusan Masalah
Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui disahkannya UU Perseroan
Terbatas (UU PT) pasal 74 ayat 1 sampai dengan ayat 4 pada Jumat 20 Juli
2007. Dengan UU tersebut, maka perusahaan wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan. Meskipun UU PT tersebut
menimbulkan kontroversi dalam masyarakat namun hal ini mempengaruhi visi
dan misi perusahaan untuk mengeluarkan kebijakan CSR.
Kebijakan CSR yang telah dirumuskan mengandung berbagai bentuk
implementasi CSR dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan yang harus
dijalankan perusahaan.
Sebagai implikasi dari mengimplementasikan CSR, maka perusahaan
perlu melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan untuk
dituangkan dalam Sustainability Reporting.
Sebagai bentuk pengungkapan aspek triple bottom line yang telah
dilakukan oleh perusahaan, biasanya dibuat Sustainability Reporting yang
mencakup indikator-indikator kinerja perusahaan yaitu ekonomi, sosial dan
lingkungan. Sustainability Reporting tersebut bisa dilaporkan terpisah dari
laporan tahunan perusahaan maupun menjadi bagian dari laporan tahunan
perusahaan.
Namun tidak semua perusahaan di Indonesia, hanya 12 perusahaan yang
telah memiliki Sustainability Reporting tahun 2006 dan menginformasikannya
kepada stakeholder perusahaan (Darwin, 2008). Hal tersebut tergantung dari
komitmen manajemen masing-masing perusahaan. Untuk itu, perlu diketahui
hasil dari komitmen perusahaan tersebut khususnya perusahaan pada Industri
Pertambangan yang tertuang dalam Sustainability Reporting perusahaannya
dengan mengacu pada Global Reporting Intiative’s (GRI) G3 Sustainability
Reporting Guidelines.
Dari hal yang telah dikemukakan diatas maka, perumusan masalah dari
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengungkapan indikator-indikator kinerja ekonomi, sosial
dan lingkungan perusahaan di Industri Pertambangan dalam
Sustainability Reporting periode tahun 2006 ?
2. Bagaimana tingkat keluasan dan kedalaman Sustainability Reporting
tersebut dengan pendekatan skoring ?
3. Termasuk dalam level apakah Sustainability Reporting masing-masing
perusahaan tersebut ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengungkapan indikator-indikator kinerja ekonomi, sosial
dan lingkungan perusahaan dalam Sustainability Reporting periode
tahun 2006.
2. Mengetahui tingkat keluasan dan kedalaman Sustainability Reporting
tersebut dengan pendekatan skoring.
3. Mengetahui tingkat level dari Sustainability Reporting masing-masing
perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan dapat mampu memberikan acuan kepada perusahaan
untuk mengeluarkan Sustainability Reporting sebagai bahan
evaluasi dan komunikasi terhadap stakeholder.
2. Dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya di bidang Corporate
Social Responsibility (CSR).
1.5. Batasan Penelitian
Batasan dari penelitian ini yaitu sampel perusahaan yang diambil dalam
penelitian ini merupakan perusahaan di industri pertambangan yang telah
memiliki Sustainability Reporting periode tahun 2006 yang baru dikeluarkan
pada tahun 2007.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para
pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan. (Wibisono, 2007)
Menurut The World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD), dalam publikasinya Making Good Business Sense mendefinisikan
CSR sebagai komitmen dunia untuk terus menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi,
bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya
sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara
lebih luas. (Wibisono, 2007)
Bank Dunia memandang CSR sebagai “ the commitment of business to
contribute to sustainable economic development working with employees and
their representatives, the local community and society at large to improve
quality of life, in ways that are both good for business and good for
development.”. Versi Uni Eropa, yaitu “CSR is a concept whereby companies
integrate social and environmental concerns in their business operations and
in their interaction with their stakeholders on voluntary basis.” (Wibisono,
2007)
Menurut Kotler dan Lee dalam Mulyadi. D (2007), tanggung jawab sosial
adalah komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
penerapan praktek bisnis yang baik dan sumbangsih sumberdaya yang dimiliki
perusahaan.
Sedangkan menurut Robbins dan Coulter dalam Asih. M (2007), tanggung
jawab sosial perusahaan adalah kewajiban perusahaan bisnis yang dituntut
oleh hukum dan pertimbangan ekonomi, untuk mengejar berbagai sasaran
jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Menurut Syam (2007), Pandangan lain tentang CSR yang lebih
komprehensif, dikemukakan oleh Prince of Wales International Business
Forum yang di Indonesia dipromosikan oleh Indonesia Business Links. CSR
menyangkut lima pilar yaitu :
1. Building Human, adalah menyangkut kemampuan perusahaan untuk
memiliki dukungan sumber daya manusia yang andal (internal) dan
masyarakat (ekternal). Perusahaan dituntut untuk melakukan
pemberdayaan, biasanya melalui community development.
2. Strengthening
Economies,
adalah
memberdayakan
ekonomi
komunitas.
3. Assesing
Social
Cohesion,
maksudnya
perusahaan
menjaga
keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak menimbulkan
konflik.
4. Encouraging Good Governance, artinya perusahaan dijalankan dalam
tata kelola yang baik.
5. Protecting The Environment, artinya perusahaan harus menjaga
kelestarian lingkungan.
Kotler dan Lee dalam Mulyadi. D (2007), mengidentifikasi enam pilihan
program bagi perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang
berkaitan dengan berbagai masalah sosial sebagai wujud komitmen dari
tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang bisa
diputuskan oleh perusahaan adalah :
1. Cause Promotions, dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau
penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan
masalah-masalah sosial tertentu, seperti misalnya bahaya narkotika.
2. Cause-related Marketing, yaitu bentuk kontribusi perusahaan dengan
menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi
masalah sosial tertentu, untuk periode tertentu atau produk tertentu.
3. Corporate Social Marketing, dengan membantu pengembangan
maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk mengubah
perilaku tertentu yang mempunyai pengaruh negatif, seperti misalnya,
kebiasaan berlalu lintas yang tidak beradab.
4. Corporate Philantrophy,
berupa
inisiatif
perusahaan dengan
memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih
sering dalam bentuk donasi atau sumbangan tunai.
5. Community Volunteering, yang memberikan bantuan dan mendorong
karyawan serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat dan
membantu masyarakat setempat.
6. Social Responsible Business Practices, yang berupa inisiatif dimana
perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta
investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan
melindungi lingkungan.
2.2. Tahap-Tahap Penerapan CSR
Menurut Wibisono (2007) perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan CSR menggunakan tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu Awareness
Building, CSR Assessement dan CSR Manual Building.
Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya
ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi
kelompok dan lain-lain.
CSR Assessement merupakan upaya untuk memetakan kondisi
perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan
prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun
struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif.
Langkah selanjutnya adalah membangun CSR Manual. Hasil
penilaian merupakan dasar penyusunan manual atau pedoman
implementasi CSR. Upaya yang mesti dilakukan antara lain melalui
benchmarking, menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang
menginginkan langkah praktis, penyusunan manual ini dapat dilakukan
dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.
Manual ini merupakan inti dari perencanaan karena memberikan
petunjuk pelaksanaan CSR bagi komponen perusahaan. Penyusunan
manual CSR dinuat sebagai acuan, pedoman dan panduan dalam
pengelolaan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan
oleh perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan
dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan
guna tercapainya program yang terpadu, efektif dan efesien.
2. Tahap Implementasi
Perencanaan sebaik apapun tidak akan berarti dan tidak akan
berdampak apapun bila tidak diimplementasikan dengan baik. Akibatnya
tujuan CSR secara keseluruhan tidak akan tercapai, masyarakat tidak
merasakan manfaat yang optimal. Padahal, anggaran yang telah
dikeluarkan tidak kecil. Oleh karena itu, perlu disusun strategi untuk
menjalankan rencana yang telah dirancang.
Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah utama yakni
sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk
memperkenalkan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR
khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan utama sosialisasi
ini adalah program CSR mendapat dukungan penuh dari seluruh
komponen perusahaan, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan
lancar.
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan
dengan pedoman CSR yang ada, berdasar pada roadmap yang telah
disusun. Sedangkan internalisasi adalah tahap jangka panjang.
Internalisasi mencakup upaya-upaya memperkenalkan CSR di dalam
seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen
kinerja, prosedur pengadaaan, proses produksi, pemasaran dan proses
bisnis lainnya.Sehingga penerapan CSR menjadi strategi perusahaan
bukan lagi sebagai upaya untuk compliance tapi sudah beyond
compliance.
3. Tahap Evaluasi
Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya
adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang diperlukan
secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana
efektifitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan
keputusan. Misalnya keputusan untuk menghentikan, melanjutkan atau
memperbaiki dan mengembangkan aspek-aspek tertentu dari program
yang telah diimplementasikan.
Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen
untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah
dilakukan. Langkah ini tidak terbatas pada kepatuhan terhadap peraturan
dan prosedur operasi standar tetapi juga mencakup pengendalian risiko
perusahaan. Evaluasi dalam bentuk assessement audit atau scoring juga
dapat dilakukan secara mandatori.
4. Tahap Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi
baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan
keterbukaan informasi material yang relevan mengenai perusahaan. Jadi
selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholder
lainnya yang memerlukan.
2.3. CSR dan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT)
Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) pasal 74 ayat 1 sampai
dengan ayat 4 yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada
Jumat 20 Juli 2007 menyatakan bahwa :
§ Pasal 74 ayat 1 menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan CSR.
§ Pasal 74 ayat 2 berbunyi, tanggung jawab sosial dan lingkungan itu
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
§ Pasal 74 ayat 3 menggariskan bahwa perseroan yang tidak
melaksanakan kewajiban sebagimana pasal 1 dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Pasal 74 ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung
jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagi perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia,
pengungkapan kegiatan sosial seperti CSR telah diatur dalam Peraturan
Bapepam No.KEP-13/BL/2006 tanggal 7 Desember 2006 sebagai pengganti
Peraturan Bapepam No.KEP-38/PM/1996. Peraturan itu diupayakan
memberikan gambaran yang jelas tentang kinerja manajemen kepada publik.
Serta diharapkan dapat membuat manajemen mengungkapkan informasi lain
di luar yang telah diwajibkan. Kondisi tersebut bisa terjadi selama perusahaan
akan memperoleh manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikorbankan.
Kompas dalam Asih. M (2007), menyatakan bahwa UU PT Pasal 74 Ayat
1 sampai 4 memiliki multitafsir dan berpotensi tumpang tindih dengan aturan
pada tingkat bawahnya. Misalnya, peraturan tentang lingkungan hidup
mengharuskan limbah dari kegiatan produksi dikelola oleh perusahaan sesuai
standar yang dimasukkan pemerintah, belum jelas apakah masuk dalam
bentuk CSR yang dimasukkan dalam UU PT atau ada bentuk lain. Multitafsir
CSR dalam UU PT ini terjadi karena dalam UU PT ini tidak mendefinisikan
CSR secara jelas, belum ada kesamaan persepsi mengenai CSR dikalangan
pelaku usaha, pemerintah dan DPR. Apalagi pengaturan CSR dalam UU PT
disahkan oleh DPR tanpa proses partisipatif pelaku usaha. Untuk itu
pemerintah dan pelaku usaha perlu mengupayakan komunikasi lebih baik
untuk menjembatani kesenjangan persepsi tentang CSR.
Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini juga akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP), pengusaha di Indonesia mengaharapkan PP yang mengatur
CSR tidak membuat aturan yang menetapkan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan perseroan untuk membiayai pelaksanaan CSR, karena hal tersebut
sama saja dengan pajak tambahan. Selain itu, pengusaha di Indonesia juga
mengharapkan dengan ditetapkannya CSR dalam UU PT yang lebih lanjut
akan diatur dalam PP, tidak akan merugikan iklim investasi Indonesia.
Kewajiban untuk melaksanakan CSR dalam UU PT sebaiknya diimbangai
insentif berupa pengurangan pajak karena tanpa insentif suatu perusahaan bisa
menempuh berbagai car agar kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.
Sebaliknya jika ada insentif sebgai imbalan, CSR akan dilaksanakan dengan
baik dan benar (Kompas dalam Asih. M, 2007).
2.4. Konsep Triple Bottom Line
Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun
1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom line of
Twentieth Century Business”. Elkington mengembangkan konsep triple
bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan
social justice. Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin
berkelanjutan harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan
juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan
masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian
lingkungan (planet) dapat terlihat pada gambar 1.
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi berpijak pada single bottom
line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansialnya saja,
namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.
1. Profit (Keuntungan)
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari
setiap kegiatan usaha. Tidak heran apabila fokus utama dari seluruh
kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak
harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang paling esensial
terhadap pemegang saham.
Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan
yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Sedangkan aktivitas yang dapat ditempuh antara lain dengan
meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga
perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan
nilai tambah semaksimal mungkin.
Peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki
manajemen kerja melalui penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas
yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan. Termasuk
juga menggunakan material sehemat mungkin dan biaya serendah
mungkin.
Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segi tiga sebagai berikut :
Gambar 1. Triple Bottom Line (Wibisono, 2007)
2. People ( Masyarakat Pemangku Kepentingan)
Masyarakat merupakan stakeholder penting bagi perusahaan,
karena
dukungan
mereka
sangat
diperlukan
bagi
keberadaan,
kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Sehingga menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan perusahaan. Untuk itu jika ingin
tetap bertahan dan diterima, perusahaan perlu berkomitmen untuk
berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat
sekitar. Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi
memberikan dampak kepada masyarakat.
3. Planet (Lingkungan)
Unsur ketiga yang mesti diperhatikan juga adalah lingkungan.
Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan
manusia. Semua kegiatan yang manusia lakukan berhubungan dengan
lingkungan. Lingkungan dapat menjadi teman atau musuh manusia
tergantung bagaimana memperlakukannya.
Hubungan manusia dengan lingkungan adalah hubungan sebab
akibat, dimana jika manusia merawat lingkungan, maka lingkungan pun
akan memberikan manfaat kepada manusia. Sebaliknya, jka lingkungan
dirusak, maka akan mendapat akibatnya.
Namun sebagian besar dari manusia masih kurang peduli dengan
lingkungan sekitar. Hal ini antara lain disebabkan karena tidak ada
keuntungan langsung di dalamnya. Keuntungan merupakan inti dari dunia
bisnis, namun banyak pelaku industri yang haya mementingkan bagaimana
menghasilkan laba sebesar-besarnya tanpa melakukan upaya pelestarian
lingkungan.
Kurangnya kepedulian terhadap lingkungan berakibat dengan
timbulnya bermacam penyakit, bencana lingkungan atau kerusakan alam
lainnya. Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
memang penting namun tidak kalah pentingnya juga memperhatikan
kelestarian lingkungan. Untuk itu perlu penerapan konsep Triple Bottom
Line atau 3BL, yakni profit, people dan planet.
2.5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability Development)
2.5.1. Pengertian Keberlanjutan
Keberlanjutan perusahaan adalah suatu pendekatan bisnis yang
menciptakan nilai pemegang saham secara jangka panjang dengan
menggunakan peluang-peluang yang ada dan mengelola risiko yang
diukur dari segi ekonomi, lingkungan dan pembangunan sosial.
Pemimpin perusahaan berkelanjutan meningkatkan nilai jangka
panjang pemegang saham dengan cara menyusun strategi dan
manajemen mereka untuk mengusahakan dengan terus menerus pasar
potensial bagi keberlanjutan produk dan jasa sedangkan dalam waktu
yang sama dengan sukses mengurangi dan menghindari biaya dan
risiko berkelanjutan. (www.sustainability-indexes.com, 2006).
2.5.2. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de
Janeiro, Brazil, 1992 telah menyepakati perubahan sebuah paradigma
pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Dari sebuah paradigma
yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth)
menjadi pembangunan berkelanjutan (sustainability development).
Menurut Budimanta, dkk (2004), Pembangunan berkelanjutan
adalah suatu gagasan paradigma yang berupaya untuk dapat memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa
depan untuk memenuhi kebutuhannya.
Salah satu sasaran utama dari pembangunan berkelanjutan adalah
upayanya dalam meningkatkan taraf hidup manusia sehingga
kemiskinan dapat ditekan sedemikian rupa. Kemiskinan memang
merupakan masalah utama yang dihadapi oleh dunia. Kemiskinan tidak
hanya akan mengurangi akses masyarakat untuk mendapatkan
sumber-sumber penghidupannya namun juga akan meningkatkan kerawanan
sosial karena akan selalu memunculkan rasa ketidakpuasan dan
kecurigaan antar pihak. Kemiskinan disini tidak hanya berbicara pada
dimensi kesempatan ekonomi semata tetapi juga kemampuan untuk
mengelola diri sendiri dan pemberdayaannya.
Salah satu usulan utama yang berkembang adalah untuk dapat
mempunyai
kemampuan
berkembang,
dengan
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sebagai usaha untuk melepaskan diri dari
keterbatasan kesempatan ekonomi dan juga tidak melupakan azas-azas
keberlanjutan lainnya seperti sosial dan lingkungan.
Kemudian hasil ini dimatangkan dalam pertemuan Yohanesburg
tahun 2002 dengan mengacu pada keberlanjutan dalam sektor manusia,
sosial, lingkungan dan ekonomi.
Menurut Lonergan dalam Yakin (1997) untuk menjamin
terlaksananya
pembangunan
yang
berwawasan
lingkungan/
berkelanjutan, ada 3 dimensi penting yang harus dipertimbangkan
yaitu:
1. Dimensi ekonomi, yang menghubungkan antara
pengaruh-pengaruh
unsur
makroekonomi
dan
mikroekonomi
pada
lingkungan dan bagaimana sumberdaya alam diperlakukan dalam
analisa ekonomi.
2. Dimensi politik, yang mencakup proses politik yang menentukan
penampilan dan sosok pembangunan, pertumbuhan pendidikan dan
degradasi lingkungan pada semua negara. Dimensi ini juga
termasuk peranannya sebagai agen masyarakat dan struktur sosial
dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
3. Dimensi sosial dan budaya, yang mengkaitkan antara tradisi atau
sejarah, dominasi ilmu pengetahuan barat serta pola pemikiran dan
tradisi agama.
Ketiga dimensi ini berinteraksi satu sama lain untuk mendorong
terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainability development).
2.5.3. Konsep Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Dalam konsep dasar pembangunan berkelanjutan ada 2 aspek penting
yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan (environment) dan
pembangunan (development). Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan
berarti pembangunan yang baik dari sudut pandang lingkungan.
Berwawasan lingkungan berarti adanya keharmonisan dalam hubungan
manusia dan alamnya. Pada sisi lain, pembangunan merupakan proses
perubahan yang terus menerus yang ditandakan oleh kegiatan pertumbuhan
ekonomi dan industrialisasi sebagai modal untuk memenuhi kesejahteraan
masyarakat. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, kedua aspek ini
harus berjalan secara harmonis dan terpadu serta memperoleh perhatian
yang sama dalam kebijaksanaan pembangunan.(Yakin, 1997)
Konsep dasar pembangunan berkelanjutan berawal dari gagasan bahwa
sumber daya itu terbatas (langka) dalam memenuhi kebutuhan manusia
(human needs) yang cenderung tidak terbatas, sehingga perlu dilestarikan
dan dipelihara supaya bisa dimanfaatkan baik untuk generasi kini dan yang
akan datang (Yakin, 1997).
2.5.4. Komponen Pembangunan Berkelanjutan
Untuk memahami konsep keberlanjutan (sustainability) harus dijelaskan
empat komponen yang merupakan bagian dari keberlanjutan itu sendiri,
yaitu : manusia (human), sosial (social), lingkungan (environment) dan
ekonomi (economic).
2.5.4.1. Keberlanjutan di Bidang Manusia (Human Sustainability)
Yaitu adanya pemeliharaan terhadap modal manusia (human
capital) secara individual, yang terdiri dari kesehatan, pendidikan,
keterampilan, pengetahuan, kepemimpinan dan akses terhadap jasa
modal manusia. Maksudnya adalah suatu kualitas kemampuan
individu baik dari segi fisik maupun non fisik untuk mampu
berkreasi dan mampu menanggapi segala perubahan-perubahan
yang terjadi di lingkungan.
Kemampuan ini menjadi dasar dalam keberlanjutan bagi diri
individu itu sendiri dalam menata pola kehidupan yang sesuai
dengan pranata sosial yang mendukungnya. Dapat terlihat bahwa
human sustainability merupakan modal yang pokok dalam
melaksanakan kegiatan selanjutnya bagi manusia. Dan tentunya
tidak akan terlepas dari pola kehidupan budaya yang melingkupi
manusia itu sendiri tanpa harus merubah secara total
kebudayaannya, akan tetapi munculnya upaya elastisitas dalam
memahami kebudayaan dan pola hidup lain.
Pola kehidupan yang kecukupan (subsisten) diusahakan untuk
berubah menjadi pola hidup berkelanjutan dengan menggunakan
modal yang sudah diperoleh. Dasar kehidupan keberlanjutan
adalah diawali dari kehidupan masa sekarang yang tidak
meninggalkan permasalahan bagi kehidupan generasi selanjutnya.
2.5.4.2. Keberlanjutan di Bidang Sosial (Social Sustainability)
Yaitu adanya modal sosial, biaya untuk kebersamaan dan fasilitas
kerjasama. Hal ini dapat dicapai melalui partisipasi secara sistematis
dan kekuatan masyarakat sipil termasuk didalamnya pemerintah,
kerjasama antar komuniti, hubungan antar kelompok dalam
masyarakat, pertukaran, toleransi, etika, pertemanan dan kejujuran.
Yang tercermin pada aturan-aturan, hukum dan disiplin menuju ke
arah kebersamaan. Menghindari marginalisasi komuniti atau
menghindari perusakan kebudayaan.
Keberlanjutan di bidang sosial ini pada dasarnya merupakan
keberlanjutan dari bertahannya pranata sosial dalam mengantisipasi
perubahan-perubahan yang terjadi. Artinya ada suatu kemampuan
pranata sosial dalam menanggapi dan mengolah
perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat atau komuniti, suatu daya
adaptif yang dimiliki oleh pranata sosial yang ada.
2.5.4.3. Keberlanjutan di Bidang Lingkungan (Environmental
Sustainability)
Diartikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia dan
kepedulian sosial. Manusia harus belajar untuk tinggal dan hidup
dalam keterbatasan lingkungan hidup. Dalam keberlanjutan
lingkungan hidup, modal alam harus dipelihara untuk menjamin
kebutuhan yang dapat dipenuhi bagi generasi masa depan.
Adanya kemampuan dari manusia, baik secara individu maupun
sosial budaya untuk dapat mengantisipasi serta menanggulangi
masalah-masalah yang berkenaan dengan lingkungan hidupnya.
Kemampuan-kemapuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif
manusia sebagai makhluk sosial untuk bertindak dengan bijaksana
terhadap perubahan yang terjadi dan dapat mengatasinya.
2.5.4.4. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi (Economic Sustainability)
Diartikan sebagai penggunaan modal secara efisien dan
menjamin produktivitas investasi dan pertumbuhan seluruh sektor.
2.5.5. Prinsip-Prinsip Keberlanjutan
Dow Jones Sustainability Indexes mengembangkan prinsip-prinsip
sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2.
2.5.6. Pentingnya Pembangunan Keberlanjutan
Keberlanjutan merupakan suatu program sebagai dampak dari
usaha-usaha yang telah dilakukan berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan
dari masing-masing stakeholder. Terdapat lima elemen sebagai alasan dari
pentingnya keberlanjutan dalam perusahaan energi dan suber daya
mineral, yaitu adanya ketersediaan dana, misi lingkungan, tanggung jawab
sosial, terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, perusahaan dan
pemerintah) dan mempunyai nilai keuntungan.
Tabel 2. Prinsip-prinsip Keberlanjutan
No Prinsip-Prinsip Keberlanjutan Komponen
1. Teknologi Kreasi, produksi dan pengiriman barang
dan jasa yang didasarkan pada organisasi dan teknologi inovatif yang memanfaatkan sumber-sumber daya alam, finansial dan sosial secara efektif, efesien dan ekonomis dalam jangka panjang.
2. Tata Pamong Keberlanjutan perusahaan didasarkan pada
standar tertinggi tat pamong termasuk tanggung jawab manajemen, kapasitas organisasional, kultur korporat dan hubungan dengan stakeholder.
3. Pemegang saham Tuntutan pemegang saham hendaknya
sesuai dengan kebutuhan timbal balik (return) finansial, pertumbuhan ekonomi berjangka panjang, peningkatan produktivitas berjangka panjang, menjamin daya kompetitif global dan memberi sumbangan pada kapital intelektual.
4. Industri Perusahaan - perusahaan yang
berkelanjutan hendaknya mengarahkan industrinya untuk beralih pada keberlanjutan dengan menunjukkan komitmennya dan mempublikasikan kinerjanya yang unggul.
5. Masyarakat Perusahaan - perusahaan yang
berkelanjutan hendaknya mendorong kesejahteraan sosial yang abadi melalui respons yang cepat dan tepat, peningkatan demografis, arus migrasi, pergeseran pola-pola kultural dan kebutuhan pada pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan berkelanjutan.