• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada Ruang Perkuliahan (Studi Kasus Ruang Kuliah Jurusan Arsitektur FT UNDIP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada Ruang Perkuliahan (Studi Kasus Ruang Kuliah Jurusan Arsitektur FT UNDIP)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

LANTING Journal of Architecture, Volume 2, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 1-8 ISSN 2089-8916

Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada Ruang Perkuliahan

(Studi Kasus Ruang Kuliah Jurusan Arsitektur FT UNDIP)

Sukawi

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang zukawi@gmail.com

Agung Dwiyanto

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang zukawi@yahoo.com

Abstrak

Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses pencahayaan. Pencahayaan di dalam ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat melihat benda-benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas maka aktivitas di dalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya yang terlalu terang juga dapat mengganggu penglihatan. Dengan demikian intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian kebutuhan penglihatan di dalam ruang berdasarkan jenis aktivitas-aktivitasnya. Arah cahaya yang frontal terhadap arah pandang mata dapat menciptakan silau. Oleh karena itu arah cahaya beserta efek-efek pantulan atau pembiasannya juga perlu diatur untuk menciptakan kenyamanan penglihatan ruang. Prinsip umum pencahayaan adalah bahwa cahaya yang berlebihan tidak akan menjadi lebih baik. Penglihatan tidak menjadi lebih baik hanya dari jumlah atau kuantitas cahaya tetapi juga dari kualitasnya. Kuantitas dan kualitas pencahayaan yang baik ditentukan dari tingkat refleksi cahaya dan tingkat rasio pencahayaan pada ruangan. Selain aspek kuantitas dan kualitas pencahayaan perlu juga memperhatikan aspek efisiensi konsumsi energi dengan memanfaatkan cahaya alam untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Cahaya alam yang masuk melalui jendela, dapat dipakai sebagai sumber pencahayaan di dalam bangunan sekaligus upaya untuk menghemat energi. Oleh karena itu perlu strategi desain pencahayaan dengan memanfaatkan cahaya alam secara optimal. Desain pencahayaan yang optimal meliputi: optimasi kuantitas cahaya langit, menjaga kenyamanan visual dan menjaga kesejukan, serta menghemat energi. Penghematan energi dapat dilakukan dengan melakukan dengan penataan bangunan atau melalui detail bangunan,pada pencahayaan alami sangat tergantung dengan keberadaan sinar matahari dan keadaan cuaca.

Kata Kunci: pencahayaan alami, ruang kuliah, hemat energy

Abstract

Lighting is one of the important factors in space design. The designed space cannot function properly if it does not provide access to lighting. The lighting in the room allows people to see objects. Without being able to see objects clearly the activity in the space will be disrupted. However, if it is too bright, it can also impair vision. Thus, the lighting intensity needs to be regulated to produce conformity vision needs in the space on the basis of its activities. Frontal lighting direction could create a glare. Therefore, the direction of the lighting and its reflection effects or refraction also needs to be checked to create the visual comfort. General principle of the lighting is that the excessive lighting would never be better. Vision would not get better just because the amount or quantity of lighting but it also involves the lighting quality. The quantity and quality of good lighting are determined from the ratio of lighting reflection of lighting and the ratio rate of the lighting in the room. In addition, it should also pay attention to the aspects of energy consumption efficiency by utilizing natural lighting to get great benefits. Natural lighting coming in through the window, can be used as a source of lighting in the building as well as an effort to save energy. Therefore, it is necessary for lighting design strategies to optimally utilize the natural lighting. Optimal lighting design includes: optimizing of the quantity of sky lighting, maintaining visual comfort, keeping cool temperature and saving energy. Energy savings can be made by with the buildings’ arrangement or through a building detail, while natural lighting is highly dependent on the presence of sunlight and weather conditions.

(2)

2

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis lembab, dengan memiliki spesifikasi intensitas radiasi matahari yang kuat, temperatur udara yang relatiftinggi, kelembaban udara yang tinggi, serta keadaan langit yang selalu berawan dimana faktor-faktor ini selalu terjadi hampir sepanjang tahun (Lippsmeir, 1988). Faktor-faktor ini tentu sangat berpengaruh pada kondisi lingkungan thermis dan pencahayaan alami, yang sangat berkaitan dengan tingkat kenyamanan manusia.

Pencahayaan alami sebagai salah satu faktor penting yang perlu dimanfaatkan secara optimal dalam perencanaan sebuah bangunan, seharusnya direncanakan menyatu dengan perencanaan struktur bangunan (Evans, 1981). Artinya, mempertimbangkan pemanfaatan pencahayaan alami pada bagian sangat awal dari proses perencanaan desain sangat penting. Pengantisipasian kenyamanan visual dalam ruang diselesaikan dengan menggunakan teknologi pencahayaan buatan bukan merupakan hal yang sulit. Hanya saja penggunaan teknologi ini akan menyebabkan beban energi yang ditanggung bangunan menjadi besar. Rata-rata 54% dari total energi listrik yang dipakai untuk operasional bangunan digunakan untuk pemenuhan energi sistem penerangan dengan tujuan agar tingkat kenyamanan visual bangunan bisa tercapai (Evans, 1981). Pemanfaatan penerangan alami akan menghemat peneluaran biaya sistem penerangan bangunan.

Untuk di Indonesia sendiri, konsep konservasi energi pada bangunan disusun SNI Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan dan Petunjuk Teknis Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Menurut SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan, salah satunya dengan metode: Pemanfaatan cahaya alami siang hari.

Sebagaimana disebutkan diatas salah satu cara dalam metode efisiensi energi pada bangunan adalah pemanfaatan cahaya alami siang hari dan khususnya untuk penghematan energi listrik. Jika

dilakukan secara integral dalam tahap desain bangunan,pencahayaan alami bisa meningkatkan kualitas bangunan dengan cara (Lyons and Lee, 1994) :

1. Penghematan energi listrik dan biaya operasional

2. Menyediakan cahaya langsung dan cahayadifusi dengan karakteristik alami 3. Bisa disesuaikan dengan keinginan

setiap orang

4. Menyediakan keterhubungan dengan dunia luar dan perubahannya.

METODOLOGI

Optimasi pencahayaaan alami terhadap ruang perkuliahan ini merupakan penelitian kuantitatif dimana peneliti mengukur tingkat kenyamanan visual pada ruang kuliah dan hasilnya disesuaikan dengan standar kenyamanan visual dalam proses belajar mengajar.Hasil pengukuran bayangan dari sinar matahari terhadap lubang cahaya akan menunjukkan seberapa besar cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Untuk pencahaayn alami yang dibutuhkan adalah terang langit yang masuk melalui bukaan baik itu jendela maupun bovenlich.

Penentuan daerah pengukuran di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dilakukan pada gedung yang difungsikan secara penuh untuk perkuliahan yaitu Gedung B JAFT. Gedung B memiliki satu massa yang berorientasi utara-selatan. Pengukuran dilakukan di tiap lantai dengan perwakilan satu ruang untuk satu lantai dengan anggapan satu ruang tersebut dapat mewakili intensitas cahaya yang sama untuk tiap lantainya.

Untuk menentukan titik pengukuran di daerah ukur dilakukan dengan membagi daerah pengukuran menjadi beberapa titik sesuai dengan lebar masing-masing daerah pengukuran. Pembagian daerah pengukuran didasarkan pada standar DPU perihal pengukuran dan perhitungan penerangan alami, yaitu:

1. Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada ketinggian 0,75 meter di atas lantai. Bidang ini disebut bidang kerja.

(3)

3

2. Dalam pengukuran, lebar ruang dibagi

atas beberapa titik. Titik terdekat dengan lubang cahaya efektif berjarak 1/6 lebar ruang. Titik selanjutnya dengan interval 1/3 bagian. Banyaknya titik pengukuran tergantung pada lebar bidang pengukuran.

HASIL DAN DISKUSI

Pengukuran dilakukan pada empat dari lima ruang yang ada (ruang B101 dan B102 dianggap mewakili luas ruang dan

letak lantai yang sama). Pengukuran pada ruangan didasarkan pada arah datang cahaya dari lubang cahaya efektif. Titik ukur ditentukan berdasarkan perhitungan titik ukur utama (TUU) terletak di tengah di antara kedua dinding samping berjarak 1/3 lebar ruang dari lubang cahaya, titik ukur samping (TUS) terletak pada jarak 0,5 meter dari dinding samping berjarak 1/3 lebar ruang dari lubang cahaya, titik ukur tambahan (TUT) diletakkan sedemikian rupa sehingga jarak antar titik ukur menjadi maksimal dua meter.

Keterangan:

Titik Ukur Utama (TUU) Titik Ukur Samping (TUS) Titik Ukur Tambahan (TUT)

Gambar 2. Ruang Perkuliahan B101 (Sumber: Peneliti, 2012) Gambar 1. Letak titik ukur Gedung B lantai 1

(4)

4

LANTAI 1 (B101)

Kondisi cuaca : terang

Kecerahan matahari : 50% - 100% Tanggal : 6 Mei 2012

Data : intensitas cahaya

Tabel 1. Intensitas cahaya ruang B101

RUANG B101 TERANG

LANGIT (Lux) Intensitas cahaya (lux)

1(TUS) 2 3 4 (TUU) 5 6 7 (TUS)

08.00-09.00 24 27 28 22 21 18 18 8450 13 16 21 16 16 18 18 10.00-11.00 49 54 60 45 38 34 35 14500 28 30 35 36 46 46 43 13.00-14.00 28 28 34 35 38 43 46 14500 20 29 41 61 62 59 54 (Sumber: Peneliti, 2012) Analisis Lantai 1

Pengukuran dilakukan di ruang B101 untuk mewakili kedua ruang di lantai 1 yang memiliki luas sama. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ruang ini memiliki intensitas cahaya yang sangat rendah pada interval 08.00-09.00 dan sedikit meningkat pada interval 10.00-11.00 dan 13.00-14.00. Pada interval 10.00-11.00 sisi timur ruang sedikit lebih terang (30-60 lux) daripada sisi barat ruang (20-30 lux). Sedangkan pada interval 13.00-14.00 terjadi pergeseran arah matahari sehingga sisi barat ruang menjadi sedikit lebih terang (30-60 lux) daripada sisi timur ruang (20-30 lux).

Rendahnya intensitas cahaya disebabkan oleh letak lantai 1 Gedung B JAFT yang kurang menguntungkan, yaitu pada bagian lahan yang mengalami cut dan dekat dengan dinding batu kali penahan tanah serta banyaknya pepohonan sehingga cahaya yang masuk ke ruang ini menjadi sangat sedikit. Bentuk lantai yang menggunakan trap menyebabkan tinggi lantai di sisi timur ruang menjadi cukup tinggi yaitu sekitar 1,25 meter. Hal ini menyebabkan ukuran jendela kecil sehingga berpengaruh pula terhadap besar intensitas cahaya. Dimensi teritisan yang lebar juga berpengaruh terhadap kecilnya intensitas cahaya yang masuk.

(5)

5

LANTAI 2

Keterangan:

Titik Ukur Utama (TUU) Titik Ukur Samping (TUS) Titik Ukur Tambahan (TUT)

Gambar 4. Ruang Perkuliahan B.201 (Sumber: Peneliti, 2012)

LANTAI 2 (B201) Kondisi cuaca : terang

Kecerahan matahari : 50% - 100% Tanggal : 6 Mei 2012

Data : intensitas cahaya

Tabel 2. Intensitas cahaya ruang B201

RUANG B201 TERANG

LANGIT (Lux) Intensitas cahaya (lux)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 08.00-09.00 87 107 110 117 139 174 155 138 118 88 77 77 64 8450 70 73 80 76 84 90 80 78 76 67 65 61 44 10.00-11.00 92 105 110 118 132 105 135 121 124 112 96 92 74 14500 64 77 80 83 82 84 76 79 81 76 75 78 71 13.00-14.00 20 33 27 31 33 33 73 79 72 77 81 86 73 14500 45 51 59 56 52 60 56 58 59 54 63 61 54 (Sumber: Peneliti, 2012) Gambar 3. Letak titik ukur Gedung B lantai 2

(Sumber: Peneliti, 2012)

(6)

6

Analisis Lantai 2

Pengukuran dilakukan di ruang B201. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sebagian besar titik ukur di ruang ini juga tidak memenuhi standar. Intensitas cahaya paling tinggi terjadi pada interval 08.00-09.00 dan 10.00-11.00 (60-170 lux), sedangkan intensitas cahaya menurun pada interval 13.00-14.00 (20-80 lux).

Rendahnya intensitas cahaya pada interval 13.00-14.00 disebabkan oleh

kecilnya lubang cahaya pada sisi barat ruang, yaitu hanya berupa boven. Penataan perabot di ruang ini kurang menguntungkan karena cahaya dengan intensitas yang besar datang dari arah kanan bidang kerja sehingga timbul pembayangan terutama pada saat kegiatan menulis. Dimensi teritisan yang lebar juga berpengaruh terhadap kecilnya intensitas cahaya yang masuk.

LANTAI 3

Keterangan:

Titik Ukur Utama (TUU) Titik Ukur Samping (TUS) Titik Ukur Tambahan (TUT)

Gambar 6. Ruang Kuliah B 301 (Sumber: Peneliti, 2012)

Gambar 5 Letak titik ukur Gedung B lantai 3 (Sumber: Peneliti, 2012)

B301 B303

(7)

7

LANTAI 3 (B301)

Kondisi cuaca : terang

Kecerahan matahari : 50% - 100% Tanggal : 6 Mei 2012

Data : intensitas cahaya

Tabel 3. Intensitas cahaya ruang B301

RUANG B301 TERANG

LANGIT (Lux) Intensitas cahaya (lux)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 08.00-09.00 120 186 187 150 118 101 77 84 65 8450 24 83 82 89 92 87 86 77 60 10.00-11.00 93 134 130 99 79 89 77 74 66 14500 57 68 68 68 69 67 68 64 60 13.00-14.00 92 102 125 96 84 92 84 83 74 14500 57 68 72 68 70 68 68 68 63 (Sumber: Peneliti, 2012) Analisis Lantai 3

Pengukuran dilakukan di kedua ruang yang ada di lantai tiga, yaitu B301 dan B303. Pada ruang B303, sebagian besar titik ukur sudah memenuhi standar. Intensitas terbesar ada pada interval 08.00-09.00 dan sedikit menurun pada interval 10.00-11.00 dan 13.00-14.00. Pada ruang B301, sebagian besar titik ukur tidak memenuhi standar tapi masih lebih terang daripada ruang B201.

Intensitas cahaya yang baik pada ruang B303 disebabkan oleh letaknya yang tinggi. Ruangan juga mendapat pantulan cahaya dari penutup atap bangunan mushola di sebelah timur Gedung B sehingga kebutuhan cahaya pada ruang ini dapat terpenuhi. Intensitas cahaya di ruang B301 yang lebih rendah disebabkan karena adanya pepohonan yang terletak di sebelah timur Gedung B yang menghalangi cahaya masuk. Tata letak perabot di kedua ruang ini sudah memenuhi standar karena cahaya datang dari arah kiri bidang kerja.

KESIMPULAN

Tujuan optimasi pencahayaan ruang pendidikan adalah agar pelajar dan pengajar dapat melakukan aktifitas dengan baik di dalam ruangan. efisiensi dalam konsumsi energi listrik serta kenyamanan penglihatan.Efisiensi energi merupakan prioritas utama dalam disain, karena kesalahan disain yang berakibat boros energi akan berdampak terhadap biaya opersional sepanjang bangunan tersebut

beroperasi. Hal yang menarik dari karya arsitektur yang hemat energi bukan hanya mampu memecahkan setiap masalah yang menjadi kendala dan memanfaatkan potensi iklim tropis yang ada tetapi juga memanfaatkan potensi iklim yang ada.

Konsep sadar energi yang ditawarkan untuk pencahayaan alami adalah dengan memperhatikan arah orientasi bangunan, pertimbangan dalam memilih material selubung bangunan, membuat modifikasi struktur untuk mekanisme pemantulan, pembayangan dan penyaringan cahaya dan radiasi matahari. Disain instalasi pencahayaan untuk ruang pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan ruangan seperti untuk perpustakaan, laboratorium, bengkel atau ruang kuliah. Setiap ruangan mempunyai kebutuhan intensitas pencahayaan yang berbeda-beda. Pemanfaatan cahaya matahari untuk pencahayaan ruangan memberikan efisiensi pemakaian energi listrik untuk lampu dan mengurangi biaya konsumsi listrik hingga 33 persennya.

DAFTAR PUSTAKA

Chandler, Robert.2005. Buildings Type Basics for Housing, John Wiley & Sons

Compagnon, R. 2007. Radiance : a Simulation Tool for Daylighting Systems. Martin Centre of Architectural and Urban Design, University of Cambridge, UK

(8)

8

Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk Rumah Dan Gedung, Bandung, Yayasan LPMB, Evans, Martin ,1980, “Housing, Climate and

Comfort”, Architectural Press, London Groat, Linda and Wang, David .2002.

Architectural Research Methods, John Wiley and Sons. Inc

Lippsmeier Georg. 1994, Bangunan Tropis, Jakarta, Erlangga,

M Fathoni S, 2002, Keterkaitan Antara Sudut Bukaan Jendela Dengan Kenyamanan Termal, Tesis, MTA Universitas Diponegoro

Sukawi, 2002, Pengaruh Porousitas Lantai terhadap Kenyaman Termal rumah panggung di Grobogan Purwodadi, Tesisi, MTA Universitas Diponegoro Soebarto, Veronica I.2002, “A Wholistic

Design Approach for Energy Efficient Commercial

Building in The Tropics”. Proc. Seminar Arsitektur Tropis. Universitas Trisakti. Jakarta. Oktober 2002. Hal 70-78.

Soegijanto,2002, Pengaruh Selubung Bangunan Terhadap Penggunaan Energi dalam Bangunan. Disampaikan dalam Seminar Arsitektur Hemat Energi, Universitas Kristen Petra, 23 Nopember 2002.

Satwiko Prasato.2008 Fisika Bangunan, Yogyakarta, Penerbit Andi Ofsett SNI No. 03-0000-2001 : Standar tata cara

perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung, BSN Jakarta

SNI. No. 03-2396-1991 : Tata cara perancangan Penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung, BSN Jakarta

Wines, James. 2000, Green Architecture. Benedikt Taschen Verlag GmbH . Wong, N. Y. and Jan, W. L. S. 2000. Total

building performance evaluation of academic institution in Singapore, Building and Environment, 38; 161-176.

Gambar

Gambar 2. Ruang Perkuliahan B101  (Sumber: Peneliti, 2012)  Gambar 1. Letak titik ukur Gedung B lantai 1
Tabel 1. Intensitas cahaya ruang B101
Gambar 4.  Ruang Perkuliahan B.201  (Sumber: Peneliti, 2012)  LANTAI 2 (B201)
Gambar 6. Ruang Kuliah B 301  (Sumber: Peneliti, 2012)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan cahaya alami sebagai pencahayaan ruang kelas berdasarkan kondisi bangunan yang ada.. Penelitian dilakukan