• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG JAWA: STUDI KASUS DI DESA TRIGONCO KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG JAWA: STUDI KASUS DI DESA TRIGONCO KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG

JAWA

(Studi Kasus di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo)

SKRIPSI Oleh: Andi Purwoko NIM. C02211013

Universitas Agama Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang “Analisis Hukum

Islam Terhadap Praktik Jual Beli Lutung Jawa (Studi Kasus Di Desa Trigonco

Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo)”, dengan tujuan menjawab dua rumusan masalah, yaitu bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli daging lutung Jawa diDesa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo yang dijadikan makanan? Dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo yang dijadikan peliharaan?

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif, yang menggunakan metodewawancara dan observasi dalam pengumpulan datanya, selanjutnya data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan pola pikir deduktif.

Hasil penelitian terhadap praktik jual beli lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo menyimpulkan beberapa hal, yaitu pertama, praktik jual beli daging lutung Jawa yang dijadikan makanan dalam perspektif hukum Islamhukumnya adalah tidaksah, karena tidak memenuhi rukun dan syaratjual beli pada objek, yaitu berupa bangkai yang hakikatnya adalahnajis, objek tergolong binatang buas (siba>‘) dan menjijikan (kha>bith) yang haram untuk dijadikan makanan, serta objek adalah benda muhtara>m, yaitu benda yang bukan hak milik penjual.

Kedua, praktik jual beli lutung Jawa yang dijadikan peliharaan dalam perspektif hukum Islam,hukumnya adalah tidaksah, karena jual beli ini telah melanggar peraturan perundang-undangan perlindungan satwa liar dan menentangketaatan pada pemerintah, yaitu mengambildan memanfaatkan lutung Jawa yang statusnya dilindungidan mengambil hak milik umum yang dilindungi negara.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ...i

PERNYATAAN KEASLIAN...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN ...iv

ABSTRAK ...v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TRANSLITERASI ...xi

BAB I PENDAHULUAN ...1

A.Latar Belakang ...1

B.Identifikasi Masalah ...9

C.Rumusan Masalah ...11

D.Kajian Pustaka ...11

E. Tujuan Penelitian ...15

F. Kegunaan Hasil Penelitian ...15

G.Definisi Operasional...16

H.Metode Penelitian ...17

(7)

BAB II NORMA HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI, PENYEMBELIHAN, MAKANAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR

A. Norma Hukum Islam tentang Jual Beli...24

B. Norma Hukum Islam tentang Penyembelihan...34

C. Norma Hukum Islam tentang Makanan...39

D. Peraturan Perundang-undangan Perlindungan Satwa Liar...46

1. Satwa liar dalam Undang-undang No.5 Tahun 1990...46

2. Perlindungan lutung Jawa sebagai satwa liar yang dilindungi dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 733/Kpts-II/1999...48

BAB III PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG JAWA DI DESA TRIGONCO KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO A. Gambaran Umum tentang Desa Trigonco...50

1. Geografis Desa Trigonco ...50

2. Demografi Desa Trigonco...51

B. Karakteristik Karakteristik Penjual, Pembeli Dan Objek Jual Beli...52

1. Subjek penjual...52

2. Subjek pembeli...53

3. Objek jual beli...55

C. Praktik Jual Beli lutung Jawa di Desa Trigonco...59

1. Praktik jual beli daging lutung Jawa yang dijadikan makanan di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo...59

(8)

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI LUTUNG JAWA DI DESA TRIGONCO KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Praktik Jual Beli Daging Lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo yang Dijadikan

Makanan dalam Perspektif Hukum Islam...64

B. Praktik Jual Beli Lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo yang Dijadikan Peliharaan dalam Perspektif Hukum Islam...67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...73

B. Saran ...74

DAFTAR PUSTAKA...76

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Jual beli merupakan transaksi yang tidak bisa ditinggalkan dalam sirkulasi kehidupan, karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang masih membutuhkan lebih dari satu tangan dalam melancarkan kegiatan muamalahnya, namun dalam pemenuhan kehidupan itu haruslah dibekali dengan dasar ketaqwaanyang kuat, sehingga ketika kegiatan transaksi berlangsung, masing-masing pihak yang turut melakukan transaksi paham akan tugas, hak dan kewajiban yang harus dilakukan demi terpenuhinya keabsahan dalam bermuamalah. Dalam ayat-ayat hukum, Allah Swt. telah berfirman dalam surah Annisa, ayat 29:

 

  

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.1

Menurut jumhur ulama bahwa transaksi dengan jalan suka-sama suka antara kedua belah pihak adalah dengan melalui sarana ijab kabul.2

Sarana jual beli merupakan bagian dari kegiatan yang menciptakan hubungan silaturrahmi antar sesama yang mana dalam transaksi tersebut saling

1 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya,Edisi baru, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 107. 2 Abdul Hayyie al-Kattani, TerjemahanFiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani,

(10)

2

memberi kecukupan dari sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka dan cara ini adalah transaksi yang bisa memberikan kemaslahatan bagi banyak umat, tentunya jika dilakukan dengan cara-cara yang telah disyariatkan oleh Allah Swt.

Maksud dari cara khusus (yang diperbolehkan) diatas adalah transaksi jual beli yang dilakukan dengan cara yang jujur, baik-baik dan tidak menentang seperti apa yang sudah ditetapkan dalam aturan rukun dan syarat jual beli.3 Dan

Allah Swt.berfirman dalam ayat-ayat hukum yang termaktub dalam nash Alquran yang berbunyi:



Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS. Albaqarah: 275).4

Banyak kalangan yang belum memahami akan transaksi dalam hukum Islam terutama dalam transaksi jual beli dengan baik. Sebagian diantara mereka lalai dan tidak mengerti, mulai dari rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli sampai pada objek yang ditransaksikan, sehingga akhirnya timbulah perilaku yang melanggar etika dalam menjalankan kegiatan muamalah dan tanpa mencari tahu hukum asal dari objek dari pada barang yang ditransaksikan.

Sikap tersebut merupakan hal yang fatal yang harus segera diubah, agar setiap pelaku jual beli mampu melaksanakan transaksi yang lurus dan sesuai

3Ibnu Zuhri, Fathul Qarribil Mujib, (Bandung: Trigenda Karya, 1995), 174.

(11)

3

dengan syariatIslam, serta sanggup pula membedakan antara yang halal dan yang haram, serta menghindari transaksi yang bersifat subhat dan ba>t}il.

Terkait dengan norma jual beli yang dipaparkan diatas, bahwa kegiatan jual beli yang akan dibahas oleh Penulis adalah kejadian yang ada di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo, yaitu berkaitan tentang praktik jual beli lutung Jawa. Lutung Jawa adalah salah satu jenis primata liar yang unik (endemik) yang ada di Indonesia yang hanya terdapat di pulau Jawa, primata ini

disebut juga lutung Budeng. Lutung ini mempunyai postur tubuh yang agak ramping,ekornya panjang antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg. Postur tubuh pejantan lebih besar daripada betina. Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesies induknya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas, dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu,5yang unik dari primata ini adalah dari beberapa induk betina

yang ada dalam satu kelompok akan saling membantu dalam hal mengasuh anak

dan makanan kegemaran satwa ini, antara lain adalah dedaunan, beberapa jenis buah-buahan dan bunga dan terkadang binatang ini juga memakan serangga dan

kulit kayu.6 Demikianlah deskripsi karakteristik tentang lutung Jawa yang menjadi objek perdagangan di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

5Wikipedia, “Lutug Jawahttps:// id.wikipedia.org/wiki/Lutung. Diakses pada tanggal

20-Mei-2015.

6Alam Endah, “Lutung Jawa-trachypithecus-auratus”,

(12)

4

Menurut wawancara dengan pelaku jual beli, bahwa sebagian lutung jawa yang diperdangankan adalah hasil buruan oleh para pemburu yang biasanya memburunya didaerah hutan taman nasional Baluran, lutung yang ditangkap adalah lutung yang biasanya berada dipinggir jalan untuk mencari makan dan kemudian dijebak oleh pemburu. Kegiatan jual beli ini menggunakan sistem pesanan, dan pesanan ini biasanya dilakukan satu minggu sebelumnya. Lutung Jawa yang diperjualbelikan oleh para pelaku dimanfaatkan menjadi berbagai hal, diantaranya menurut keterangan pelaku, ada yang dibuat makanan, yaitu bahan campuran bakso dan ada yang beli hanya untuk dipelihara, karena lucu dan bulunya indah. Alasan penjual bakso memilih menggunakan daging lutung Jawa sebagai campuran bakso, karena lebih terjangkau dan ekonomis, jadi ketika musim daging sapi naik terdapat pemesan menggunakan daging lutung Jawa sebagai gantinya dengan untuk menghemat pengeluaran.7Namun ada juga

pemesan yang memesan lutung Jawa bukan untuk dimakan, melainkan untuk dijadikan peliharaan semata.8

Seiring dengan berjalannya waktu, populasi lutung Jawa semakin

mengalami penurunan disetiap tahunnya dan terancam punah, disebabkan oleh berkurangnya habitat, dampak perusakan hutan dan perburuan ilegal yang dilakukan oleh manusia.Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/Kpts-II/1999 tentang penetapan lutung sebagai satwa yang dilindungi. SK

7 Sutik, Wawancara, Situbondo, 28-Juli-2015.

(13)

5

menteri ini dikeluarkan, dilatar belakangi salah satunya, karena populasi satwa jenis ini telah mengalami penurunan dan terancam kepunahan.9

Terkait dengan adanya penurunan jenis terancamnya primata langkah Jawa ini, pemerintah mengatur hal ini dalam peraturan perundang-undangan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan satwa-satwa liar yang ada dikepulauan Indonesia termasuk lutung Jawa, yang termaktub dalam undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.10Yang

didalamnya berisi tentang pasal-pasal yang melarang manusia untuk melakukan perburuan, pengambilan, perniagaan, dan pemanfaatan lainnya terhadap harta kekayaan alam yang beranjak punah ini. Peraturan yang telah ditetapkan diatas merupakan konsep yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar oleh semua penduduk baik dalam maupu luar negeri.

Dan dari beberapa uraian tentang perundang-undangan yang ada, maka

ketaatan pada peraturan merupakan hal yang diwajibkan dijalankan, sedangkan Allah Swt.tidak hanya mengatur hubungan dengan Allah semata, melainkan juga

mengatur kegiatan bermuamalah juga, terutama terkait dengan jual beli. Adapun jual beli yang sering dijumpai dimasyarakat adalah jual beli makanan, sebagaimana kebutuhan jasmani paling dasar yang dibutuhkan oleh manusia, namun dalam mengkonsumsi makanan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, tentunya makanan yang dikonsumsi haruslah makanan yang bermanfaat,

9Audah Nadhif , “Perburuan Lutung Jawa”, http://mangrovemagz. com/index.

php/mangrove/opini/100-stop-perburuan-lutung-jawa-di-muara-gembong. Diakses pada tanggal 30-April-2015.

(14)

6

berfaedah yang akan menjadikan berkah ketika dikonsumsi dan hal itu terdapat pada makanan yang mengandung kebaikan dan kehalalan didalamnya, yang dimulai dari dhatnya, cara memperolehnya, cara menyembelihnya, cara mengolahnya dan cara memakannya, tentunya dengan cara-cara yang telah disyariatkan.11

Allah Swt. berfirman dalam ayat-ayat hukum terkait dengan ketaatan pada pemerintah dalam surah Annisa, yang berbunyi:

       

  

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. Annisa/4: 59).12

Allah memerintahkan, wajib bagi seorang kaum untuk bertakwa pada Allah Swt. Rasul-Nya dan pemimpin diantara kita, maksud pemimpin adalah pemerintah yang berupa undang-undang, namun ketika kita mempunyai suatu perbedaan pendapat tentang sesuatu hal, maka hendaklah kita kembalikan kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunah).

Allah Swt. sudah menetapkan bahwa, kehalallan makanan itu terdapat banyak kebaikan didalamnya, sedangkan sebaliknya keharaman itu banyak membawa kepada kemudaratan yang akan ditimbulkan. Adapun asumsi orang

(15)

7

Arab bahwasannya, setiap makanan yang dianggap halal oleh mereka adalah yang baik-baik, kecuali yang telah dijelaskan dalam syariat keharamannya. Maksudnya adalah sesuatu yang dianggap baik oleh jiwa ialah yang sehat dan fitrah yang seimbang sesuai dengan tabiatnya dimakan, dan menjadikan nutrisi bagi badan, sedangkan yang menjijikan adalah yang sulit untuk dicerna dan banyak membawa mudarat.13 Sedangkan Allah Swt. telah memerintahkan bagi manusia untuk memakan sesuatu yang ada dibumi ini adalah hal yang halal lagi baik, Sebagaimana firman Allah dalam QS. Albaqarah ayat 168

 



Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Q.S Albaqarah ayat 168).14

Dalam ayat ini dijelaskan bahwasannya Allah telah memerintahkan kita untuk memakan dari apa yang ada dibumi ini dari unsur zat yang halal dan baik-baik, artinya zat yang akan dikonsumsi tidak membahayakan dan merugikan bagi tubuh, serta dari hasil makanan yang telah dikonsumsi bisa menjadikan berkah.15

Kalangan ulama fikih menyebutkan bahwa, mengetahui yang halal dan haram dalam hal makanan hukumnya adalah fard}u‘ayn.16Dalam mengetahui

keadaan kehalallan makanan, maka Allah telah berfirman dalam Alquran, yang

13Ahmad Isa ‘Asyur, Fiqih Islam Praktis Bab: Muamalah..., 388.

14 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya...32.

(16)

8

mana hal itu sebagai landasan bagi kita dalam menimbang dan memilih makanan yang halal dan haram yang terdapat pada surah Alaraf ayat 157 yang berbunyi:

  

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi

mereka segala yang buruk (Q.S Alaraf ayat157).17

Dari ayat diatas sudah dijelaskan bahwasannya Allah memberikan segala sesuatu yang halal itu dari hal yang baik-baik pula, dan sebaliknya dari hal yang buruk Allah Swt. melarangnya.

Daalam Alquran surah Almaidah ayat 4, yang berbunyi:

 

Katakanlah: Dihalalkan bagimu yang baik-baik (Q.S Almaidah ayat 4).18

Dalam hal ini binatang yang dianggap halal untuk dimakan adalah binatang yang dianggap baik, yaitu binatang yang jinak dan tidak buas dan tidak pula menjijikan atau buruk (kha>bid), seperti halnya binatang ternak, sapi, kerbau, kambing.

Dalam pembahasan makanan yang mengandung kemudlaratan, tidak hanya pada konteks makanan yang bersifat buruk (Kha>bid) saja, melainkan

17 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya...,228.

(17)

9

binatang yang disebutkan Rasul dalam Sunah beliau, yang diriwayatkan oleh jumhur ulama tentang pelarangan hewan yang bersifat buas (siba>‘).19

Jumhur ulama berpandangan tentang karakteristik binatang buas yang bertaring adalah binatang buas yang menyerang mangsanya atau melukai musuhnya dengan taringnya, baik untuk membela diri atau mencari makan.20

Terkait dengan pemaparan diatas, maka Penulis mencoba mengkaji permasalahan yang ada dari segi hukum Islam, yang tidak lain adalah untuk menemukan kejelasan hukum atas praktik yang terjadi di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo. Judul yang akan diangkat oleh Penulis adalah analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli lutung Jawa studi kasus di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

19 A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Terjemah Bidayatu’l Mujtahid, (Semarang:

Asy-Syifa’, 1990), 330.

(18)

10

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Terkait dengan uraian masalah-masalah yang muncul diatas, maka bisa diidentifikasikan masalah yang timbul antara lain:

1. Perburuan lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

2. Transaksi jual beli daging lutung di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo yang dijadikan makanan.

3. Pengambilan lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo yang dijadikan peliharaan.

4. Pandangan hukum Islam tentang larangan memakan binatang buas (siba>‘) dan kotor (Kha>bid).

5. Jual beli lutung Jawa menurut perundang-undangan satwa liar.

6. Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli daging lutung Jawa yang dijadikan makanan di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo

7. Analisis hukum Islam terhadap praktik jual beli lutung Jawayang dijadikan peliharaan di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo

(19)

11

1. Praktik jual beli daging lutung Jawa yang dijadikan makanan dalam perspektif hukum Islamdi Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo

2. Praktik jual beli lutung Jawayang dijadikan peliharaan dalam perspektif hukum Islam di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi dan batasan masalah diatas, maka Penulis akan merumuskan masalah menjadi sebuah pertanyaan, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik jual beli daging lutung Jawa yang dijadikan makanan dalam perspektif hukum Islam di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo?

2. Bagaimana praktik jual beli lutung Jawa yang dijadikan peliharaan dalam perspektif hukum Islamdi Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini merupakan deskripsi ringkasan tentang penelitian yang

sudah pernah dilakukan oleh Penulis sebelumnya, sehingga tidak ada indikasi adanya pengulangan atau plagiat dari kajian atau penelitian yang sudah ada.21

Penulis berusaha mencoba mencari judul yang berbeda dari yang pernah ada di pembendaharaan koleksi skripsi yang ada di UIN Sunan Ampel Surabaya. Dan mengecek dan menemukan beberapa karya skripsi yang masih dalam satu

21

(20)

12

ruang lingkup dengan karya Penulis, namun pembahasan dan pengkajiannya berbeda, Seperti pada karya:

Saudara Mahfud Aziz. Sy pada tahun 2012, dengan karyanya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Peralatan Ibadah Yang

Terbuat Dari Kulit Binatang Buas” karya ini merupakan hasil penelitian

kepustakaan untuk menjawab dua pertanyaan bagaimana proses pembuatan peralatan ibadah dari kulit binatang buas dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli perlengkapan ibadah yang terbuat dari kuli binatang buas. Adapun kesimpulan atas penelitian ini adalah yang pertama adalah jual beli ini sah, karena menyamak kulit bisa mensucikan kulit tersebut, sedangkan yang kedua adalah tidak sah jual belinya, karena menyamak juga dikatakan tidak bisa mensucikan kulit, sebabnya belum memenuhi syarat pensucian.22

Saudara Kamidatun Nafisah pada tahun 2012 dengan karya yang berjudul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Rica-Rica Biawak Di Jalan Raya

Villa Bukit Mas Surabaya”. Dalam karya ini terdapat dua permasalahan yang

akan diteliti, yaitu bagaimana praktik jual beli rica-rica Biawak di Jalan Raya Villa Bukit Mas Surabaya dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadapjual beli

rica-rica Biawak di Jalan Raya Villa Bukit Mas Surabaya. Adapun kesimpulannya adalah dari segi praktik jual belinya sah, namun dilihat dari segi objeknya jual beli ini adalah batal atau fa>sid, karena objeknya dari barang haram

22 Mahfud Aziz. Sy Analisis Hukum Islam Terehadap Jual Beli Tanduk Rusa untuk Bahan

(21)

13

dan cara penyembelihannya dengan cara yang tidak sesuai dengan syari’at,

hukum dari jual beli ini adalah fa>sid atau rusak karena lidha>tihi.23

Saudara Khoirul Anwar pada tahun 2013, dengan karya yang berjudul“Analisis Maslahah Mursalah dalam Fatwa MUI Jawa Timur No. Kep. 12/MUIJatim/JTM/2002 Tentang Penggunaan Tokek Untuk Bahan Obat”.

Skripsi tersebut membahas tentang penggunaan Tokek untuk bahan obat yang dan fatwa MUI menyatakan hukumnya halal, berdasarkan penggunaan metode Istinba>th hukum Islam dan maslahah mursalah yang memenuhi persyaratan

keabsahannya, menurut penulis skripsi tersebut harus ada upaya menemukan obat lain yang lebih terjamin kesuciannya dan tidak diperdebatkan halal haramnya, untuk menghindari yang subhat sekaligus memurnikan pengabdian kita kepada Allah SWT.24

Penelitian, saudari Farid Sinta Maulana pada tahun 2013, dengan karya yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terehadap Jual Beli Tanduk Rusa untuk

Bahan Obat-Obatan”. Skripsi tersebut memiliki dua rumusan masalah yang

menjadi fokus pembahasan, yaitu bagaimana transaksi jual beli tanduk Rusa yang digunakan untuk bahan obat-obatan dan bagaimana analisis hukum Islam

terhadap jual beli tanduk Rusa yang digunakan untuk bahan obat-obatan. Adapun hasil kesimpulan pada skripsi ini menurut tinjauan hukum Islam jual beli ini adalah ba>t}il, karena jual beli tersebut tidak memenuhi rukun dan syaratnya.

23 Kamidatun Nafisah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Rica-Rica Biawak Di Jalan Raya Villa Bukit Mas Surabaya”,(Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012).

24Khoirul Anwar “ Analisis Maslahah Mursalah dalam Fatwa MUI Jawa Timur No. Kep. 12/MUI

(22)

14

Tanduk rusa rusa yang diperjual belikan bukan dari benda yang suci, karena proses pengambilannya dengan memotong tanduk rusa yang masih hidup. Hukum bagian tubuh yang dipotong pada saat hewan tersebut masih hidup adalah sama dengan bangkai yang menjadikan najis dan haram untuk dimakan serta diperjual belikan. Transaksi jual beli ini dianggap tidak berlaku, karena jual beli tersebut tidak dilegalkan hakikat maupun sifatnya. Objek transaksi dianggap tidak layak secara hukum, maka hukum transaksinya dianggap tidak terjadi. 25

Penelitian yang dilakukan oleh saudara M. Denny Cahyo Utomo pada tahun 2015 dengan karya yang berjudul “Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli

daging ular kobra untuk makanan di extrem kuliner Gubeng Surabaya”. Dalam

karya skripsi ini terdapat dua pertanyaan yang menjadi fokus pembahasan, yaitu bagaimana praktik jual beli makanan dari daging ular kobra disurabaya dan bagaimana analisis hukum islam terhadap praktik jual beli makanan dari daging ular kobra di surabaya. Adapun kesimpulan pada karya skripsi tentang praktik jual beli ular kobra didepot extrem kuliner ialah sebagai berikut, daging ular

kobra tidak hanya disajikan dalam bentuk makanan, tetapi juga digunakan sebagai obat, misalnya diambil empedunya daging ular kobra termasuk binatang

buas yang bertaring, sehingga daging ular kobra hukumnya haram dijadikan objek jual beli.26

Dari beberapa karya skripsi diatas, maka karya yang akan penulis akan bahas dalam skripsi ini berbeda dari karya-karya skripsi yang pernah ada. Adapun

25

Farid Sinta Maulana,“Analisis Hukum Islam Terehadap Jual Beli Tanduk Rusa untuk Bahan Obat-Obatan”, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013). 62.

26 M. Denny Cahyo, “Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli daging ular kobra untuk makanan

(23)

15

skripsi yang akan dibahas oleh penulis adalah tentang jual beli lutung Jawa yang terjadi di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo. Dalam karya ini pokok pembahasan adalah terpusat pada daging lutung yang diperjualbelikan digunakan sebagai makanan dan dijadikan peliharaan dan terkait dengan perundang-undang satwa liar yang dilindungi, dalam hal ini penulis akan menghadirkan berbagai perbedaan pendapat ulama fikih terkait dengan pemanfaatan satwa ini, serta bagaimana pandangan hukum Islam meninjau tentang perundang-undangan tentang perlindungan satwa liar.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami pandangan hukum Islam terhadap praktik jual beli daging lutung Jawa yang dijadikan makanan di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus kabupaten Situbondo

2. Untuk menemukan dan mengetahui pandangan hukum Islam terhadap jual beli lutung Jawa yang dijadikan peliharaan di Desa Trigonco Kecamatan

Asembagus Kabupaten Situbondo

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun dari hasil penelitian ini, diharapkan bisa bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:

(24)

16

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dimaksud untuk memberikan hasanah aktual terkait masalah jual beli lutung Jawa yang dijadikan sebagai makanan dan dijadikan peliharaan, yang mana hal tersebut belum pernah diatur pada zaman Rasul, memberikan pengetahuan tambahan tentang hal jual beli lutung Jawa, berdasarkan nilai perundang-undangan, bahwasannya lutung Jawa merupakan salah satu primata yang dilindungi, serta memberikan pemahaman khususnya studi jual beli dalam memperkaya karya hukum dibidang muamalahkepada mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum.

2. Aspek Terapan (praktis):

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi panduan bagi para pelaku jual beli dalam melakukan transaksinya, sehingga bisa melakukan kegiatan jual beli yang selaras dengan hukum Islam.Dan dapat memberikan informasi kepada penulisan selanjutnya dalam hal jual beli yang berkanaan dengan karya ini dan dalam kontek yang sama.

G. Definisi Operasional

Sebagai gambaran dalam memahami suatu pembahasan, maka perlu sekali

(25)

17

Hukum Islam : Segala ketentuan Allah yang terdapat pada Alquran, sunnah dan dijabarkan oleh para ulama fikih yang tercermin dari istinbat}mereka.27 Baik berupa larangan,

pilihan atau yang berupa syarat, sebab dan halangan dalam suatu perbuatan hukum.28 Yang berkenaan dengan masalah muamalah khususnya jual beli.

Jual Beli : Akad yang saling menggantikan yang berakibat kepada kepemilikan terhadap suatu benda atau manfaat untuk jangka waktu selamanya. 29

Lutung Jawa : Bernama ilmiah Trachypithecus Auratus Cristatus adalahkelompok satwa monyet langkah Jawayang bergenus Trachypithecus, merupakan satwa yang dilindungi, berekor

lebih panjang dari tangannya, berbadan lansing, berbulu

hitam dan kelabu.30

Trigonco : Sebuah Desa yang terdapat di Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan Desa Awar-awar, Desa Asembagus dan

Desa Gudang, serta bersebelahan dengan pelabuhan Jangkar.31

27 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta, UII Pres, 2000),3.

28

Abd. Shomad, Hukum Islam,(Jakarta, Prenada Media Gruop, 2010), 29.

29

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat…, 24. 30

http://id. wikipedia. org/wiki/Lutung. Diakses pada tanggal. 28-04-2015.

(26)

18

H. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field researh) yang

mengambil pelaksanaan penelitian di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo. Metode penilitian ini adalah rencana pemecahan untuk persoalan yang sedang diteliti.

1. Lokasi/ daerah penelitian

Lokasi penelitian terletak di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

2. Data yang dihimpun.

Untukmenjawabrumusanmasalah yang pertama, data yang dihimpunadalah: a. Data tentang ihwal lutung Jawa yang diperjualbelikan di Desa Trigonco

Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

b. Data tentang proses, mekanisme dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik jual beli lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus

Kabupaten Situbondo.

c. Data tentang ayat-ayat hukum dan sunah tentang memakan lutung Jawa.

Sedangkan untuk menjawabrumusanmasalah yang kedua, data yang dihimpunadalah:

(27)

19

b. Data tentang proses, mekanisme dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik jual beli lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

c. Data tentang peraturan perlindungan satwa liar jenis lutung Jawa.

3. Sumber Data

Sesuaidengan data yang dikumpulkan diatas, makasumber data yang dikumpulkanyaitu:

a. Sumber data primer

Adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lapangan oleh Penulis yang melakukan penelitian.32 Melalui wawancara

dan observasi terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan jual beli lutung Jawa, antara lain adalah:

1. Penjual lutung Jawa.

Yaitu pak Syamsul atau biasa disapa mas (Ipung), berusia 52

tahun yaitu salah satu warga Trigonco yang menerima pesanan dan menjual lutung Jawa

2. Pembeli lutung Jawa.

a). Lutung yang dijadikan makanan, yaitu oleh pak Edi, seorang warga Trigonco yang membeli daging lutung Jawa untuk dijadikan campuran bakso.

(28)

20

b). Lutung yang dipelihara, yaitu oleh bu Warda warga Trigonco dan terkadang warga dari luar Trigonco, yaitu pak Hasam warga Perante Asembagus.

3. Warga Trigonco yang mengetahui tentang jual beli lutung Jawa, yaitu antara lain: bu Umar, pak Sutik, pak Ali, mas Toni, pak Andi, pak Matrawi, pak Sutomo dan lain-lain.

b. Sumber data sekunder

Adalah data yang diperoleh dan dihimpun oleh Penulis dari sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan maupun dari sumber lain diantaranya yaitu dari website dan undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.33

Adapun sumber data sekunder yang dimaksud di sini adalah Penulis akan merujuk pada data yang sudah ada berupa literatur buku tentang hukum jual beli dalam Islam, website tentang lutung Jawa dan peraturan perundang-undangan perlindungan satwa liar, yaitu antara lain: 1. Fiqih Muamalah, karya Abdul Azziz Muhammad Azzam.

2. Fiqihul Islami Wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaili.

3. Terjemah Halal dan Haram Dalam Islam, karya Yusuf Qardhawi. 4. Fiqih Islam Praktis: Bab Muamalah, karya Ahmad Isa Asyur.

5. Fiqh Muamalat, karya Abdul Rahman Ghazali dan Ihsan Ghufron dan

Shiodiq Sapiudin.

6. Fiqih Ekonomi Syari’ah: Fiqih Muamalah, karya Mardani.

(29)

21

7. Fiqih Muamalah, karya Syafe’i Rachmat.

8. Fikih Muamalah, karya Sohari sahrani dan Abdullah Ru’fah.

9. Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, karya Hassan Saleh. 10.Fiqh Muamalah, karya Hendi Suhendi.

4. Teknik pengumpulan data a. Wawancara atau interview

Wawancara yaitu, proses komunikasi langsung pada pihak-pihak terkait dengan mengajukan beberapa pertanyaan.34 Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang sesuai dengan penelitian. Wawancara ini dilakukan dengan tatap muka langsung melalui tanya jawab, karena hal ini akan diperoleh informasi yang lengkap dan tepat sesuai dengan yang ada dilapangan. Wawancara ini dilakukan dengan pihak-pihak terkait, yaitu pada penjual lutung Jawa, yaitu pak Syamsul (Ipung) dan pak Hasam. Adapun pembelinya, yaitu pak Edi orang yang membeli daging lutung Jawa untuk

digunakan sebagai campuran bakso dan bu Warda orang yang membeli lutung Jawa untuk dipelihara.

b. Observasi

Usaha dalam mengumpulkan data dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena fakta yang telah terjadi.

(30)

22

Dengan teknik ini penulis mengamati dan mencatat hal-hal yang perlu diteliti, yaitu proses terjadinya pemesanan lutung Jawa. Penulis mengamati peristiwa yang terjadi dengan terlibat langsung terhadap praktik jual beli dilokasi kejadian, sehingga hal ini akam memudahkan Penulis dalam meneliti praktik jual beli lutung Jawa yang terdapat di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus kabupaten Situbondo.

c. Studi Pustaka

Adalah proses pengumpulan data ini adalah dengan menggali dari bahan-bahan pustaka atau buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Adapun bahan-bahan pustaka atau buku literatur yang akan digali adalah dari Alquran, Sunah, kitab-kitab Fikih Muamalah, Website tentang lutung Jawa dan peraturan perundang-undangan perlindungan satwa liar.

5. Teknik analisis data

Setelah data terkumpul dan lengkap, maka Penulis menganalisa data ini

dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

Deskriptif analitis yaitu teknik yang digunakan untuk menggambarkan

dan memaparkan tentang transaksi jual beli lutung Jawa di Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

(31)

23

berdasarkan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai satwa liar yang dilindungi. Kemudian dijelaskan secara komprehensif, sehingga diperoleh kesimpulan yang bersifat khusus.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada proposal penelitian skripsi ini, Penulis akan menggunakan isi uraian pembahasan.

Adapun sistematika pembahasan proposal penelitian skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan, pembahasan dalam bab ini terdapat sembilan sub bab antara lain, yaitu berisi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, merupakan landasan teori yang berisi tentang norma hukum Islam tentang jual beli. Adapun sub babnya antara lain, yaitu definisi tentang jual beli,

landasan hukum Islam tentang jual beli, hukum Islam tentang jual beli, rukun dan syarat jual beli, jual beli yang dilarang dalam Islam dan hukum Islam tentang

makanan, penyembelihan dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan satwa liar.

(32)

24

Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo dan jual beli lutung Jawa yang dipelihara.

Bab keempat merupakan praktik jual beli lutung Jawa dalam perspektif hukum Islamdi Desa Trigonco Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo yang terdapat dua pembahasan, yaitu praktik jual beli daging lutung Jawa yang dijadikan makanan dalam perspektif hukum Islamdan praktik jual beli lutung Jawa yang dijadikan peliharaan dalam perspektif hukum Islamdi Desa Trigonco.

(33)

BAB II

NORMA HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI, PENYEMBELIHAN, MAKANAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERLINDUNGAN SATWA LIAR

A. Norma Hukum Islam tentang Jual Beli 1. Definisi jual beli

Jual beli atau perdagangan dalam istilah fikih disebut dengan Albay‘, menurut etimologi (bahasa) artinya menjual, mengganti.1 Jual beli atau perdagangan menurut Wah}bah Al-Zuh}ayly dalam kitab FiqhAl-Islam Wa Al-Dillah, ialah proses tukar menukar barang dengan barang lain.2

Menurut terminologi (istilah) Wah}bah Al-Zuhayly mengartikan jual beli seperti halnya yang dikemukanan oleh para ulama fikih ialah menurut pandangan ulama Hanafiah Ialah suatu bentuk tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.3

Menurut pandangan ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, Jual beli (Al-bay‘), ialah tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan, sedangkan menurut pandangan Sayyid Sabiq bahwa jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.4

2. Dasar hukum jual beli

Jual beli merupakan suatu sarana tolong menolong yang mana hal tersebut adalah untuk memudahkan kegiatan manusia dalam berinteraksi dengan sesama. Adapun dasar hukum jual beli telah jelas diterangkan oleh Allah Swt. dalam nash Alquran. Adapun dasar hukum jual beli yang telah

1Abdul Hayyie al-Kattani,Terjemah Fiqih Islam Wa Adillah...,25.

2Rahman Ghazaly Abdul dan Ihsan Ghufron dan Shiodiq Sapiudin. Fiqh Muamalat, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2010), 101.

3 Ibid..,101.

(34)

25

termaktub dalam Alquran, antara lain sebagai berikut, yang terdapat pada:Surah Albaqarah ayat 275

 

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S Albaqarah ayat 275).5

Maksud dari penggalan ayat diatas adalah, Allah memperbolehkan transaksi yang berbasis jual beli dan tanpa dibarengi dengan adanya keribaan atau penambahan dari segi uang ataupun benda, dari segi jumlah maupun waktu berlangsungnya.6

Adapun ayat-ayat hukum yang juga berorientasi pada aspek jual beli, ialah pada surah Annisa ayat 29:



 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S Annisa ayat 29).7

Maksudnya dari penggalan ayat diatas ialah, menurut kesepakatan

jumhur ulama bahwa jalan suka-sama suka antara kedua belah pihak adalah dengan melalui sarana ijab kabul.8

5 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya...,58.

6Abdul Hayyie al-Kattani, TerjemahFiqih Islam Waadillatuhu...,32. 7

Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya...,107.

(35)

26

3. Rukun Jual beli

Jual beli merupakan suatu akad, dan dipandang sah menurut syariat, apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya. Dalam menentukan hal ini terdapat perbedaan pendapat mazhab Hanafi dan jumhur ulama.9

Adapun rukun jual beli menurut ulama hanafiah adalah hanya ijab dan kabul, yang mana ijab, ialah (ungkapan untuk membeli dari pembeli) dan kabul (ungkapan untuk menjual dari penjual) menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rida>). Hal ini diilustrasikan dalam bentuk ungkapan ijab dan kabul melalui pemberian barang dan harga barang (t}a>‘at}i).10 Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan

bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:

a. Orang yang berakad atau Al-mutaa‘>qidayn (penjual dan pembeli).Ialah individu atau kelompok orang yang melakukan kegiatan yang terdiri dari bay‘(penjual) dan mushtary> (pembeli) yang menjual dan membeli barang yang di akadkan.

b. Shighatatau lafal ijab kabul.Ialah uacapan atau lafad penyerahan hak milik (ijab) dari satu pihak dan penerimaan hak milik (kabul) dari

pihak lain dari penjual maupun pembeli.

c. Objekbarang yang dijual belikan.Ialah objek atau barang atau uang atau nilai tukar lainnya yang ditransaksikan dalam jual beli.11

9Sohari Sahrani dan Abdullah Ru’fah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia. 2011), 67.

10Mardani. Fiqh Ekonomi Syari’ah: Fiqh Muamalah...,71.

(36)

27

4. Syarat jual beli

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut:

a. Syarat-syarat orang yang berakad, ialah berakal. Jumhur ulama berpandangan bahwa jual beli yangdilakukan oleh anak kecil yang belum berakal atau orang gila, hukumnya tidak sah.Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya seseorang tidak boleh melakukan satu tindakan sekaligus dalam satu kesempatan, yaitu menjual dan membeli dan transaksi ini adalah tidak sah.12

b. Syarat-syarat yang terkait dengan ijab kabul.Kesepakatan para ulama adalah unsur yang paling utama dalam jual beli adalah saling rela antara kedua belah pihak. Apabila ijab kabul telah diucapkan dalam akad jual beli, maka pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari pemilik semula. Untuk itu para ulama fikihmengemukakan syarat ijab kabul itu sebagai berikut:

1. Orang yang mengucapkannya telah ba>ligh dan berakal. 2. Kabul sesuai dengan ijab.

3. Ijab dan kabul itu dilaksanakan dalam satu majelis.

c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan (ma’qu>d ‘alayh), antara lain, sebagai berikut:

(37)

28

1. Barang yang dijual harus suci, tidak menjual barang najis seperti anjing, arak, babi, bangkai, daging rusa dan lain-lain.13

2. Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. 3. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh karena

itu bangkai, khamer, dan darah tidak sah menjadi objek jual beli, karena dalam pandangan syariat benda-benda seperti ini tidak bermanfaat bagi muslim.

4. Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.14

5. Jual beli itu terhindar dari cacat, seperti kriteria barang yang diperjual belikan itu tidak diketahui, baik jenis, kualitas, maupun kuantitasnya, jumlah harga tidak jelas, jual beli itu mengandung unsur paksaan, tipuan, mudarat, serta adanya syarat-syarat lain yang membuat jual beli itu rusak.

6. Apabila barang yang diperjualbelikan itu benda bergerak, maka barang itu boleh langsung dikuasai pembeli dan harga barang

dikuasai penjual.

7. Syarat yang terkait dengan jual beli. Jual beli boleh dilaksanakan apabila yang berakad mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual

13Ahmad Isa asyur, Fiqih Islam Praktis...,26-27.

(38)

29

beli. Misalnya barang itu milik sendiri dan bukan milik orang lain.15

8. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh diperjualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan dalam laut, karena ikan dalam laut belum dimiliki oleh penjual.16

Milik merupakan sebuah penguasaan terhadap suatu barang yang dapat memanfaatkan dan melakukan sendiri segala tindakan-tindakan terhadap suatu yang dikuasainya tanpa ada halangan syariat. Dan hubungan antara manusia dan benda yang dimilikinya dalam fikih disebut dengan hubunganmilkiy>ah, ditinjau dari

orangnya, atau hubungan mamlu>kiyah ditinjau dari bendanya. Adapun macam-macam benda ditinjau dari pemiliknya, yaitu sebagai berikut:

a) Benda yang sama sekali tidak boleh diserahkan menjadi milik perorangan, yaiu segala macam benda yang diperuntukkan

bagi kepentingan umum, seperti, jalan umum, perpustakaan umum, museum umum dan sebagainya.

b) Benda yang pada dasarnya tidak dapat dimiliki perorangan, tapi dimungkinkan untuk dimiliki apabila terdapat sebab-sebab yang dibernarkan syariat, misalnya harta wakaf

15Ibid.,77.

(39)

30

c) Benda yang sewaktu-waktu menjadi milik perorangan, yaitu semua benda yang tidak disediakan untuk umum, bukan harta wakaf dan bukan harta bayt al-ma>l.

Jika ditinjau dari segikepemilikan ada dua macam, yaitu milik sempurna dan milik tidak sempurna. Milik atas zat benda (raqabah) dan manfaatnya adalah milik sempurna, sedangkan

milik atas salah satu zat benda atau manfaatnya saja adalah milik

tidak sempurna.

a) Milik sempurna, karakteristiknya yaitu: tidak dibatasi dengan waktu tertentu, artinya benda akan tetap menjadi milik seseorang apabila zat benda masih ada dan belum dipindah tangankan, pemilik bebas menggunakannya, artinya milik mutlak yang harus dijamin keselamatannya dan bebas melakukan tindakan-tindakan terhadap benda yang dimiliki.

b) Milik tidak sempurna, terdapat tiga macam, yaitu: milik atas zat benda saja (raqabah), tanpa manfaatnya, milik atas

manfaat atau hak ambil manfaat benda dalam sifat perorangan, hak mengambil manfaat benda dalam sifat kebendaannya, yaitu yang disebut hak-hak kebendaan.17

Adapun Sebab-sebab kepemilikan, terdapat empat macam, yaitu;

17 Basyir, Ahmad Azhar, Haji, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),

(40)

31

a) Menguasai benda mubah, yaitu benda bebas yang belum pernah ada yang memiliki, menguasai benda mubah ini bisa terjadi dengan jalan: menghidupkan tanah mati, mengolah tanah kosong yang belum pernah dimiliki orang maupun dikelolah seseorang, berburu, berburu binatang darat maupun laut diperbolehkan, barang siapa yang lebih dulu memperoleh dia juga lah yang bisa memiliki, seseorang sudah benar-benar dianggap memiliki binatang buruan apabila dia telah benar-benar menangkapnya. Alquran surah Almaidah ayat 1, 2 dan 96 memberi penegasan bahwa berburu binatang darat dan laut diperbolehkan, kecuali dalam keadaan ihram haji dan umrah. Cara pemilikan harta ini disebut juga dengan istilah ih}ra>z al-muba>h}at, yaitu memiliki sesuatu yang boleh dimiliki.

b) Melalui suatu transaksi yang dilakukan dengan orang lain atau suatu badan hukum, misalnya jual beli, hibah, wakaf. Adapun

istilah cara memperoleh benda ini disebut dengan

al-‘uqu>d(akad).

c) Melalui peninggalan seseorang, seperti menerima harta warisan dari pewaris yang telah wafat. Dan jalan pemelikan ini istilahnya adalah al-khala>fiyah (pewarisan).

(41)

32

yang telah lahir. Dan cara pemilikan ini disebut dengan istilah al-tawallud min mamlu>k (berkembang biakan).18

d. Macam-macam jual beli yang dilarang

Jual beli yang dilarang ada dua: Pertama, jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli yang hukumnya sah tapi dilarang, yaitu jual beli

yang memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. Dan yang akan diuraikan oleh Penulis disini adalah macam-macam jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal).19 Adapun bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori

kegiatan jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukunnya adalah sebagai berikut:

1. Barang yang zatnya najis, haram atau tidak boleh diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram untuk dimakan, haram juga untuk

diperniagakan,seperti babi, berhala, bangkai, kha>mr (minuman yang memabukkan).20

2. Jual beli yang belum jelas, sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar, hal ini adalah haram untuk diperjualbelikan, karena bisa merugikan salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samar-samar disini adalah tidak jelas baik harganya,

18 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah...,49-50.

(42)

33

barangnya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidakjelasan yang lainnya.21

3. Jual beli yang menimbulkan mudarat, ialah segala sesuatu yang dapat menimbulkan kekejelekan dan kemaksiatan, bahkan kemusrikan dilarang untuk diperjualbelikan, seperti jual beli patung, salib dan buku-buku bacaan porno. Memperjualbelikan barang-barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat.

4. Jual beli yang dilarang karena menganiaya, suatu jual beli yang menimbulkan penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan (bergantung) kepada induknya,22

memburu binatang dengan jalan yang tidak dibenarkan, memisahkan binatang yang masih bayi dari induknya dan sebagainya.

5. Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait.23

6. Jual beli dengan melanggar ketaatan pada pemerintah.24

Taat disini adalah tunduk, turut, patuh, tidak hanya kepada Allah Swt. Rasulul saw. melainkan juga pada pemimpin atau pemerintah,

yaitu tidak melakukan hal curang, maksiat dan yang melanggar ketetapan yang ada dalam undang-undang atau qa>nun

21Ibid.,82-83.

22 Ibid.,83-84.

23Ibid.,85.

24Rudi Syahputra, ”Pentingnya Taat Kepada

Aturan”http://kisahimuslim.blogspot.com/2014/08/pentingnya-taat-kepada-aturan-dalam.html.

(43)

34

Dan Allah Swt. telah berfirman dalam ayat-ayat hukumyang termaktub dalam Alquran, yaitu pada surah Annisa, yang berbunyi:

 

 

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. Alnisa4 ayat 59).25

B. Hukum Islam tentang Penyembelihan

Menyembelih merupakan syarat halalnya binatang-binatang dalam hal

untuk dimakan, adapun jenis binatang darat yang halal dimakan itu ada dua macam:

1. Binatang-binatang tersebut mungkin untuk ditangkap, seperti unta, sapi, kambing dan binatang-binatang jinak lainnya, misalnya binatang-binatang peliharaan dan burung-burung yang dipelihara di rumah-rumah.

2. Binatang-binatang yang tidak dapat ditangkap. Untuk binatang-binatang yang mungkin ditangkap seperti tersebut di atas, supaya dapat dimakan, Islam memberikan persyaratan harus disembelih menurut aturan syariat.

(44)

35

Adapun syarat-syarat penyembelihan menurut syara yang dimaksud, hanya bisa sempurna jika terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

a. Binatang tersebut harus disembelih atau ditusuk (nah}r) dengan suatu alat yang tajam yang dapat mengalirkan darah dan mencabut nyawa binatang tersebut, baik alat itu berupa batu ataupun kayu.

b. Penyembelihan atau penusukan (nah}r) itu harus dilakukan di leher binatang tersebut, yaitu bahwa kematian binatang tersebut justru sebagai akibat dari terputusnya urat nadi atau kerongkongannya. Penyembelihan yang paling sempurna, yaitu terputusnya kerongkongan, tenggorokan dan urat nadi. Persyaratan ini dapat gugur apabila penyembelihan itu ternyata tidak dapat dilakukan pada tempatnya yang khas, misalnya karena binatang tersebut jatuh dalam sumur, sedang kepalanya berada di bawah yang tidak mungkin lehernya itu dapat dipotong atau, karena binatang tersebut menentang

sifat kejinakannya. Waktu itu boleh diperlakukan seperti buronan, yang cukup dilukai dengan alat yang tajam di bagian manapun yang

mungkin.

c. Harus disebutnya nama Allah (membaca bismillah) ketika menyembelih. Ini menurut nash Alquran.

(45)

36

disembelihtersebut, yang kiranya meringankan dan tidak menyakiti mereka. Untuk itu maka disyaratkan alat yang dipakai harus tajam, supaya lebih cepat memberi pengaruh pada objek yang akan disembelih.

Di samping itu dipersyaratkan juga, bahwa penyembelihan itu harus dilakukan pada leher, karena tempat ini yang lebih dekat untuk memisahkan hidup binatang dan lebih mudah. Dan dilarang menyembelih binatang dengan menggunakan gigi dan kuku, karena penyembelihan dengan alat tersebut dapat menyakiti binatang. Pada umumnya alat-alat tersebut hanya bersifat mencekik. Rasul memerintahkan, supaya pisau yang dipakai itu tajam dan dengan cara yang sopan.

Kegiatan yang erat kaitannya dengan penyembelihan, yaitu kegiatan perburuan, yang mana perburuan merupakan kegiatan awal sebelum dilaksanakan penyembelihan, dan berawal dari perburuanlah bisa

dilihat arah kehalalan sebuah binatang yang akan dimanfaatkan dan perburuan ini lebih mengarah pada perburuan binatang darat yang

sifatnya liar.

Adapaun syarat yang berlaku untuk pemburu binatang darat, sama

halnya dengan syarat yang berlaku bagi orang yang akan menyembelih, yaitu harus orang Islam, ahli kitab atau orang yang dapat dikategorikan sebagai ahli kitab seperti Majusidan Nasrani.

(46)

37

jiwa binatang tersebut tetapi tidak ada maksud untuk dimakan atau dimanfaatkan. Dan syarat yang berkenaan dengan binatang buruan, yaitu hendaknya binatang tersebut tidak memungkinkan ditangkap manusia untuk disembelih pada lehernya.

Kalau ternyata memungkinkan binatang tersebut untuk disembelih di lehernya, maka haruslah disembelih dan tidak boleh pindah kepada cara lain, karena menyembelih adalah termasuk pokok. Begitu juga, kalau ada orang melepaskan panahnya atau anjingnya kemudian menangkap seekor binatang dan ternyata binatang tersebut masih hidup, maka dia harus menjadikan halalnya binatang tersebut dengan disembelih di lehernya sebagaimana lazimnya.

Tetapi kalau hidupnya itu tidak menentu, jika disembelih juga baik dan apabila tidak disembelih juga tidak berdosa. Berbagai macam

cara-cara perburuan yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan berbagai peralatan yang mampu untuk melukai bahkan membunuh

binatang buruan, dan alat yang dipakai untuk berburu ada dua macam:

1. Alat yang dapat melukai, seperti panah, pedang dan tombak. Berburu

(47)

38

2. Binatang yang dapat melukai karena berkat didikan yang diberikan, seperti anjing, singa, burung elang, rajawali dan sebagainya.Kalau berburu itu dengan menggunakan anjing, atau burung elang, misalnya, maka yang diharuskan dalam masalah ini ialah sebagai berikut: binatang tersebut harus dididik, binatang tersebut harus memburu untuk kepentingan tuannya. Atau dengan ungkapan yang dipakai Alquran, yaitu hendaknya binatang tersebut menangkap untuk kepentingan tuannya, bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, disebutnya nama Allah ketika melepas peluru.

Kadang-kadang terjadi, seorang pemburu melepaskan panahnya mengenai seekor binatang, tetapi binatang tersebut menghilang, beberapa

saat, kemudian dijumpainya sudah mati.

Hal ini bisa jadi sudah berjalan beberapa hari lamanya. Dalam persoalan ini, binatang tersebut bisa menjadi halal dengan beberapa

syarat, bahwa binatang tersebut tidak jatuh ke dalam air.

(48)

39

terhadap binatang yang sudah busuk, lebih-lebih kalau hal itu dimungkinkan akan membawa bahaya.

C. Hukum Islam tentang Makanan

Al-At}‘i>mah (makanan) bentuk jamak dari kata t}a>‘am yang berati ma‘t}u>m, atau sesuatu yang dimakan. Adapun yang dimaksud dengan

makanan disini adalah makanan yang merujuk pada zat (substansinya) halal atau haram. Terkait dengan pengharaman jual beli sesuatu yang memiliki zat najis dan haram, dan haram untuk dimakan, sehingga diperniagakan pun menjadi tidak sah (batal).

Berikut adalah beberapa hal tentang makanan yang menurut sebagian ulama dikategorikan sebagai makanan yang diharamkan. Antara lain sebagai berikut:

a. Bangkai

Para ulamafikih sepakat, bahwa bangkai hewan darat adalah haram, yang berpedoman pada firman Allah Swt. pada QS. Albaqarah

(2): 173, yang berbunyi:

1 )

   

  

(49)

40

Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. Albaqarah, ayat 173).26

Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.27

Hewan yang suka memakan kotoran, Imam Syafi’i

berpandangan haram atas hewan yang suka makan kotoran, sedangkan Imam Malik, memakruhkannya.28

Daging binatang yang mati tidak karena proses penyembelihan yang disyariatkan juga termasuk dalam kategori bangkai, karena bangkai adalah haram hukumnya jika memakannya, terkecuali daging ikan dan belalang.29

Sedangkan makanan yang halal dicampur najis, menurut ulama-ulama fikih terdapat dua perbedaan pendapat, yaitu pendapat pertama mengaharamkannya semata-mata karena terjadi

percampuran, meskipun makanan tersebut tidak mengalami perubahan warna, bau ataupun rasa dari najis yang mencampurinya.

Pendapat ini dipegang oleh jumhur ulama. Sedangkan pendapat

26Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya...,32

27Hassan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer...,265. 28Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulu>ghul Mara>m, (Bandung: Jabal, 2011), 343.

(50)

41

yang kedua, yaitu memegang terjadinya perubahan (pada zat makanan). Pendapat dari Imam Malik.30

Adapun perihal tentang jenis-jenis bangkai akan penulis perinci dibawah yaitu, sebagai berikut:

1. Al-munkha>niqah, yaitu binatang yang mati karena dicekik, baik dengan cara menghimpit leher binatang tersebut ataupun meletakkan kepala binatang pada tempat yang sempit dan sebagainya sehingga binatang tersebut mati.

2. Al-mawqu>d}ah, yaitu binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan sebagainya.

3. Al-mutaraddyah, yaitu binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi sehingga mati, seperti ini ialah binatang yang jatuh dalam sumur.

4. Al-na>t}ih}ah, yaitu binatang yang baku hantam antara satu dengan lain, sehingga mati.

5. Ma>-akalaAl-sabu>, yaitu binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebagian dagingnya sehingga mati.

Sesudah menyebutkan lima macam binatang diatas, kemudian Allah Swt. Menyatakan, kecuali binatang yang kamu sembelih, yakni apabila binatang-binatang tersebut kamu dapati

(51)

42

masih hidup, maka sembelihlah. Jadi binatang-binatang tersebut menjadi halal kalau memakannya.

b. Darah

Fuqaha telah sepakat bahwa darah yang mengalir dari hewan yang disembelih adalah haram hukumnya. Hal ini ada empat macam daging, yaitu daging binatang buas, hewan jinak yang berkuku, daging hewan yang disuruh membunuhnya ditanah suci, daging hewan yang dirisihkan serta menjijikan, seperti firman Allah Swt. pada QS. Almaidah ayat 3, yang berbunyi:

  Diharamkan atasmu (memakan) bangkai dan darah”. (Q.S

Almaidah ayat 3).31

Bahwasannya, hewan yang haram bangkainya, haram pula darahnya, dan kriteria darah disini adalah darah yang sifatnya darah yang mengalir.32

c. Binatang buas (siba>‘) yang bertaring, berkuku dan berkaki empat33 Yang dimaksud binatang buas (siba>‘) adalah binatang yang

memangsa binatang lain dengan bengis seperti singa, serigala dan kuku-kuku yang tajam yang dipakai untuk mencengkram dan taring yang tajam untuk mengoyak daging mangsanya dengan ganas.

31 Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya...,142 32Ibnu Rusyd, Bidayatu’l-Mujtahid..,328-329.

(52)

43

Semua binatang yang memiliki taring dan kuku (untuk menyerang lawan serta digunakan sebagai senjata andalan) adalah haram dimakan dagingnya, seperti kera/ monyet (Al-qird), harimau

belang, singa, gajah, buaya, dan lain-lain yang memiliki taring dan kuku yang digunakan untuk menyerang mangsanya.34

Para ulama fikih, sepakat atas keharaman daging binatang buas yang bertaring yang dengannya ia membinasakan dan melukai binatang dan makhluk lain, seperti, singa, harimau, serigala, beruang, kucing, gajah, badak, dan macan.35

Terkait pengharaman binatang buas berkaki empat tersebut,

sependapat dengan Imam Syafi’i, Asyhab, pengikut Imam Malik, dan

Imam Abu Hanifah, hanya saja mereka berselisih pendapat tentang jenis-jenis binatang buas yang diharamkan.36

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa semua binatang buas adalah pemakan daging, sehingga, gajah, serigala, dan kanguru

baginya termasuk binatang buas dan begitu pula kucing.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa binatang sejenis serigala dan

kancil boleh dimakan, sedangkan yang haram adalah binatang buas yang menyerang manusia, seperti singa, harimau dan serigala.

34 Ahmad Isa Asyur, Fiqih Islam Praktis Bab: Muamalah...,389. 35 Abdullah Zaki Alkaf, Beda Pendapat Ulama’ Madzhab..,194.

(53)

44

Jumhur ulama berpendapat, bahwasannya monyet tidak untuk dimakan dan tidak boleh diambil manfaatkan.37 Monyet termasuk hewan yang haram dimakan, karena tergolong binatang yang buas.38 Dan buruk atau jelek (kha>bith).39

d. Hewan jinak bertelapak

Para ulama fikih berselisih pendapat tentang hewan jinak bertelapak, yaitu kuda, bighal (peranakan kuda dengan khima>r) dan khima>r (keledai).

Jumhur ulama berpendapat daging khima>r yang jinak adalah haram, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Dan Aisyah ra, bahwa keduanya membolehkannya.

Imam Malik berpendapat, makruh dan jumhur ulama juga mengharamkan bighal.40

e. Binatang-binatang yang menjijikan

Al-kha>bith (buruk) adalah sesuatu yang menjijikan, baik karena

najis maupun bukan, karena najis sedangkan lawan dari katanya adalah baik-baik (t}ayiba>t).41

Imam Syafi’i mengharamkan binatang-binatang yang menjijikan bagi jiwa, seperti serangga, katak, ketam, penyu, kera (Al-qird). Adapun pengharaman monyet juga didasari dari segi

37Ibnu Rusyd, Bidayatu’l-Mujtahid..,331.

38 Abdul Azziz Muhammad azzam. Fiqih Muamalah...,478.

39Abdul Hayyie al-Kattani, TerjemahFiqih Islam Wa Adillatuhu, 157.

40Ibid..,333-334.

(54)

45

karakteristiknya, yaitu binatang yang cerdas, cepat paham yang menyerupai manusia dalam kebanyakan kondisinya, tertawa, memukul, dan jinak dengan manusia serta berpostur mirip halnya manusia.42

Ulama fikih yang lain, membolehkannya, dan ada pula yang sekedar memakruhkannya.

Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh adanya pengertian

khaba>’ith. Firman dalam ayat-ayat hukum yang berbunyi:

  

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (QS. Alaraf ayat 157).43

Ulama fikih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perkara-perkara yang buruk (keji) adalah apa yang dianggap menjijikan oleh jiwa, maka mereka mengatakan bahwa semua binatang yang menjijikan adalah haram.44

D. Peraturan Perundang-undangan Perlindungan Satwa Liar

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1990.

Undang-undang No. 5 tahun 1990 adalah peraturan undang-undang yang mengatur tentang konservasi perlindungan satwa liar, yang melindungi berbagai jenis sumber daya alam hayati yang telah ada mulai

42Ibid., 478.

43 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya..., 228.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang berkaitan dengan penanganan keluhan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ah dan Wan (2006), jika bank berhasil menye- lesaikan konflik yang terjadi dengan

Skripsi berjudul “Profil Interferon-γ Pasca Injeksi Ekstrak Kelenjar Saliva Anopheles aconitus pada Mencit Balb/c sebagai Model Transmission Blocking Vaccine (TBV)

Pe- warnaan titik adalah pemberian warna pada setiap titik yang berada dalam suatu graf sedemikian hingga tidak ada warna yang sama antardua titik yang bertetangga.. Salah satu

Metode untuk menilai kepatuhan menghasilkan analisis gap yang kemudian diteruskan dengan analisis resiko untuk setiap gap yang ada, hasil dari analisis resiko dikembalikan

Data Penjualan Tiket Pesawat dan Data Pelanggan di PT. Tahun Jumlah Pelanggan Persentase 1.. Prima Riau Holiday Pekanbaru yaitu persaingan dengan perusahaan-perusahaan

Galatada, Yüksek Kaldırım Köşesinde, Minerva hanının alt katında çalışmarına

Berangkat dari ketentuan pidana dalam pasal 72 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta tahun 2002 nampak bahwa pada hakekatnya mengandakan memperbanyak (dengan cara mengkopi atau