• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN

MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN

GRESIK

SKRIPSI

Oleh:

NOERIS WIDIYA MASITA NIM: C01211057

Universitas Islam NegeriSunanAmpel

FakultasSyari

ah dan Hukum

JurusanHukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al Syakhsiyah

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang ‚Analisi Yuridis Terhadap Alasan-Alasan Mengajukan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik‛. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan. Pertama, Apa alasan alasan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kantor Pemerintahan kabupaten Gresik. Kedua, Bagaimana analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik berdasarkan PP No.10 Tahun 1983.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) karena data yang digunakan dalam penelitian ini, diperoleh dari masyarakat melalui proses wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber primer dan sumber skunder. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dapat dijadikan dasar bagi seorang Pegawai Negeri Sipil dalam mengajukan izin perceraian di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik pada tahun 2012-2015 diantaranya adalah cemburu, kekerasan/kekejaman fisik, ekonomi, tidak adanya tanggung jawab, hadirnya pihak ketiga, ketidakcocokan, kurangnya keharmonisan semua itu yang menimbulkan perselisihan/percekcokan yang terus menerus, sehingga persoalan semakin rumit adan akhirnya berdampak pada suatu perceraian. Dalam PP No. 10 Tahun 1983, alasan tersebut di atas bukanlah alasan yang bisa diajukan untuk melakukan perceraian, akan tetapi alasan tersebut di atas dapat menimbulkan pertengkaran atau terus menerus berselisih yang sangat memuncak dan membahayakan, sehingga keutuhan rumah tangga yang demikian itu tidak dapat dipertahankan lagi.

(6)

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Kajian Pustaka ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14

G. Definisi Operasional ... 15

H. Metode Penelitian ... 17

I. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian menurut hukum Islam ... 23

1. Perceraian menurut hukum Islam dan imam mazhab ... 23

2. Perceraian menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ... 28

3. Perceraian menurut Peraturan Pemerintah ... 32

(7)

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 48

1. Letak geografis Kabupaten Gresik ... 48

2. Deskripsi Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 49

3. Visi dan Misi Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 50

4. Jumlah Pegawai Negeri Sipil menurut pangkat dan golongan di Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 53

B. Faktor Terjadinya Peningkatan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 53

C. Tingkat Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 55

D. Alasan-alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan kantor pemerintahan Kabupaten Gresik ... 56

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN PENGAJUAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK A. Alasan –alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 65

B. Analisis Yuridis terhadap Alasan-alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik ... 68

1. Analisis alasan-alasan Pengajuan Izin perceraian Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1983 ... 68

2. Analisis alasan-alasan perceraian menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974. ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

(8)

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan hukum nasional Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Salah satu wujud kebesaran Allah Swt. Bagi manusia ciptaannya adalah diciptakannya manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan berpasang-pasangan. Manusia diberikan sebuah wadah untuk berketurunan sekaligus beribadah dengan cara melaksanakan perkawinan sesuai tuntunan agama.1

Perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dengan wanita menjadi suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Selain itu pernikahan juga disebut sebagai suatu akad yang sangat kuat ‚Mi>tsaqan ghali>dhan‛ untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan

suatu ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang saki>nah, mawaddah, wa rah}mah.3

1 Abd.Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 5. 2 Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

(10)

2

Allah Swt. tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anargik atau tidak ada aturan. Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, maka Allah Swt. mengadakan hukum sesuai dengan martabat tertentu. Dengan demikian, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat berdasarkan kerelaan dalam ikatan berupa pernikahan, bentuk pernikahan ini memberikan jalan yang aman pada naluri seksual untuk memelihara keturunan dengan baik dan menjaga harga diri wanita agar ia tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak manapun dengan seenaknya.

Pergaulan suami istri diletakkan di bawah naungan keibuan dan kebapaan, sehingga nantinya dapat menumbuhkan keturunan yang baik dan hasil yang memuaskan, peraturan pernikahan semacam inilah yang diridhai Allah Swt. dan diabadikan dalam Islam untuk selamanya.4 Perkawinan adalah hubungan hukum yang merupakan pertalian yang sah antara laki-laki dan seorang wanita yang memenuhi syarat-syarat perkawinan, untuk jangka waktu yang selama mungkin. Disamping itu perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah dewasa menurut perundang-undangan yang berlaku dan bersifat kekal dan abadi menuju kehidupan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera.5

4 Slamet Abidin, H. Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 10. 5 Rusdi Malik, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Penerbit

(11)

3

Perkawinan menyangkut banyak segi yang melibatkan kedua belah pihak (suami-istri). Keturunan mereka dalam garis lurus ke bawah dan ke atas, harta benda, menyangkut hubungan masyarakat melalui kontak sosial, hubungan hukum melalui kontak negara. Tidak mengherankan jika perkawinan melahirkan berbagai masalah hukum baik perdata maupun pidana yang tidak mungkin dicakup secara keseluruhan pada saat sekarang ini.

Bagi masyarakat Indonesia, sudah sudah menjadi pasangan hidup atau pandangan hidup mereka sejak dahulu bahwa mengenai perkawinan, kelahiran, dan kematian adalah sangat dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan agama. Orang yang taat pada agamanya tidak mudah berbuat sesuatu yang melanggar larangan agamanya dan kepercayaannya. Selain larangan-larangan, agamanya juga mempunyai peraturan-peraturan yang memuat perintah-perintah yang wajib yang harus ditaati.6

Disamping itu alquran juga menjelaskan, bahwa manusia baik pria maupun wanita secara naluriah mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan, dan lain-lain, juga mempunyai kecenderungan menyukai lawan jenisnya. Maka kawinlah hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.

Allah Maha Luas (Pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin, sekali lagi Islam memberikan jalan keluar

(12)

4

yang terbaik untuk melangsungkan sebuah hubungan lahir batin. Jalan keluar tersebut terangkum dalam suatu ketentuan ikatan perkawinan. Yang sesuai dengan firman Allah Swt.7 QS An-Nur 32-33 :

‚Dan nikahlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunianya. Dan Allah maha luas (pemberiannya), maha mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjagakesucian (dirinya), sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunianya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakannya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barang siapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.‛ (An-Nur: 32-33)8

Sedangkan pengertian nikah (kawin) menurut arti adalah hubungan seksual tetapi menurut arti maja>zi> (mathaporic) yang menjadikan halal

7 Sayyid Sabiq, Terjemah Fikih Sunnah, Volume. 6 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 1990), 1. 8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Surabaya: PT. Surya Cipta Aksara, 1993),

(13)

5

hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.9 Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata ‚kawin‛ yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga ‚pernikahan‛,

yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wat}hi).10

Hukum nikah yaitu sunah bagi orang yang berkehendak untuk nikah dan wajib bagi seseorang yang khawatir akan berzina karena nafsunya yang kuat, nikah termasuk sunah Nabi saw. Pernikahan juga didasarkan pada sesuatu yang dituntut oleh agama yaitu berikut ini:

1. Pernikahan didasarkan pada agama, ini adalah tuntutan yang pertama. Pernikahan juga boleh didasarkan pada kecantikan, keturunan, atau kekayaan. Kalau keempatnya terdapat pada seseorang, hal itu sangat dianjurkan.

2. Bahwa perempuan yang dinikahi itu hendaklah orang yang banyak keturunan.

3. Perempuan yang dinikahi itu, kalau dapat, hendaknya masih perawan. 4. Kedua belah pihak hendaknya taat kepada Tuhan.11

Tujuan perkawinan sendiri menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan

9 Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,1996), 1. 10 Abd.Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, 7.

11 H.Ibnu Mas’ud, H.Zainal Abidin S, Fiqih Madzhab Syafi’i Muamalat, Munakahat, Jinayat,

(14)

6

kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga. Aturan perkawinan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan perkawinan pun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.

UU No. 1 Tahun 1974 juga menyebutkan tujuan daripada pernikahan yaitu untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Hal ini berarti perkawinan dilakukan bukan untuk sementara atau untuk jangka waktu tertentu yang direncanakan, akan tetapi perkawinan dilakukan untuk selama-lamanya dan tidak boleh diputus begitu saja. Dengan kata lain, dalam sebuah perkawinan dibutuhkan adanya komitmen untuk hidup bersama, sebab komitmen inilah yang dapat dipertahankan untuk selama-lamanya.12

Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditunjuk untuk selama hidup dan kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri yang bersangkutan. Keluarga kekal yang bahagia itulah yang dituju. Banyak perintah Tuhan dan Rasul yang bermaksud untuk ketentraman keluarga selama hidup tersebut. Perceraian adalah terlarang, banyak larangan Tuhan dan Rasul mengenai perceraian antara suami istri.13

(15)

7

Kata cerai bukan berarti hanya menyangkut kedua belah pihak pasangan saja, yaitu ayah dan ibu. Sayangnya, tidak banyak dari pasangan yang memperhatikan bagaimana dan apa yang sedang terjadi pada anak ketika proses perceraianakan dan sedang berlangsung. Kadangkala, perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orang tua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Namun, apapun alasannya perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak, meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk.

Sebelum perceraian terjadi, biasanya didahului dengan banyak konflik dan pertengkaran. Faktor penyebab terjadinya perceraian dalam keluarga: 1. Perzinahan.

2. Ketidak harmonisan dalam keluarga. 3. Krisis moral dan akhlak.

4. Pernikahan dengan paksaan.

5. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan, masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.

Faktor pendorong meningkatnya perceraian: 1. Status sosial ekonomi.

(16)

8

3. Suku/ras. 4. Agama.

5. Tidak dikaruniai anak/keturunan.14

Mengenai proses perceraian untuk pasangan suami istri, baik yang salah satunya PNS maupun keduanya bekerja sebagai PNS tidaklah semudah proses perceraian untuk pasangan suami istri yang bukan PNS. Hal ini disebabkan karena seorang PNS merupakan abdi masyarakat yang terikat kerja dengan pemerintah, sehingga seorang PNS harus menjadi panutan bagi masyarakat.

Seperti terjadi di Kabupaten Gresik, angka perceraian di kota pudak ini mengalami peningkatan khususnya di kalangan PNS, selain dikenal sebagai kota santri, Gresik juga dikenal sebagai kota industri. Adanya industrialisasi besar-besaran di Gresik secara langsung maupun tidak langsung merubah karakter masyarakatnya. Religiusitas masyarakat kota santri benar-benar mengalami degradasi yang tajam diakibatkan nilai-nilai yang dibawa oleh industri. Tingginya angka perceraian setidaknya menjadi satu bukti kuat adanya penurunan kualitas keberagaman.

PNS selain harus tunduk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, PNS juga harus tunduk pada PP No. 10 Tahun 1983 jo tentang Peraturan Pemerintah tentang izin perkawinan dan perceraian PNS. PNS mempunyai beberapa kewajiban, antara lain wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam hal ini wajib memberi contoh yang baik

14 Mahasiswa KMM periode XVI ‛Terjadinya Perceraraian‛, perkara.net/v1/news_view.php?c, di

(17)

9

dalam masyarakat, termasuk dalam menyelenggarakan kehidupan keluarganya. Untuk itu, guna meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian, pemerintah telah mengeluarkan PP No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS.

Untuk masalah pernikahan, pada prinsipnya Peraturan Pemerintah ini menganut asas monogami, terkecuali dalam hal dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agamanya mengizinkan seorang suami beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi beberapa persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan. Selanjutnya Peraturan Pemerintah ini juga menganut asas/prinsip mempersukar terjadinya perceraian, karena tujuan perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera. Oleh karenanya perceraian itu adalah pintu darurat yang tidak perlu digunakan terkecuali untuk mengatasi suatu krisis yang tidak mungkin lagi diatasi dengan cara lain.15

Perceraian PNS di Gresik sendiri mengalami peningkatan. Data kantor Pengadilan Agama Gresik 2014 menunjukkan jumlah perceraian mencapai 2079 kasus, paling tinggi kasus perceraian adalah kasus perceraian pasangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari sekian banyaknya jumlah PNS yang mengajukan permohonan cerai lebih banyak dari pihak istri dan sudah diputus oleh persidangan KPA Gresik.

(18)

10

Sebagai kota dengan masyarakat yang religius, tingginya angka perceraian khususnya pada PNS menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti, apa saja alasan terjadinya perceraian khususnya dilingkungan Pemkab Gresik sehingga angka perceraian bagi PNS sendiri meningkat setiap tahunnya. Apakah alasan, prosedur dan izin perceraiannya juga sesuai dengan PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990.16

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat mengidentifikasikan beberapa masalah yang dapat dibahas dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Latar belakang terjadinya peningkatan perceraian bagi PNS di Pemerintahan Kabupaten Gresik.

2. Akibat hukum terjadinya perceraian bagi PNS.

3. Alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

4. Analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik berdasarkan PP No.10 Tahun 1983?

Dengan demikian, dari pemaparan di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

16 Berita Metro, ‛Angka Perceraian Meningkat‛, dalam

(19)

11

1. Apa alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

2. Bagaimana analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Gresik berdasarkan PP No.10 Tahun 1983.

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah tersebut diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik?

2. Bagaimana analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik berdasarkan PP No.10 Tahun 1983?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara penelitian yang dilakukan dengan kajian atau penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Melalui penelusuran data yang telah dilakukan, terdapat beberapa karya ilmiyah yang berhubungan dengan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil, di antaranya:

(20)

12

yaitu bahwa menurut hukum Islam PP No. 10 Tahun 1983 yang mengatur proses pelaksanaan perceraian PNS dengan prinsip memepersulit terjadinya perceraian diperbolehkan, karena dianggap tidak menyimpang dari syari’at hukum Islam, dan Islam memberikan kebebasan kepada

pemerintah untuk mengatur prosedur perceraian dengan dasar hukum ‚kewajiban mematuhi ‚Ulil Amri‛ yang di Indonesia dipegang oleh

pemerintah.17

2. Kemudian skripsi saudara Ach. Ibnus Sholah, KS-2006 087, Analisis Hukum Islam Terhadap Cacat Badan Atau Penyakit Sebagai Alasan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil). Ketentuan tentang cacat badan atau penyakit tidak dapat dijadikan alasan perceraian bagi PNS dalam pasal Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo.18

3. Kemudian skripsi saudara Zain Alwi Arafat, KS-2005 107, Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 8 PP. No. 10 Tahun 1983 Tentang Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Dan Penerapannya Di PA Surabaya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa menurut hukum Islam, pasal 8 PP. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS di PA Surabaya tidak sesuai dengan ketentuan

17 Abdul Malik, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Ketentuan Hukum Dalam PP No. 10 Tahun

1983 Tentang Pelaksanaan Perceraian Pegawai Negeri Sipil‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2006). 14.

18Ach. Ibnus Sholah, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Cacat Badan Atau Penyakit Sebagai

Alasan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990

(21)

13

hukum Islam, hal ini sesuai dengan yurisprudensi MA No. 78 K/Ag/2001 tanggal 16 November tahun 2003. Sebab menurut ketentuan hukum Islam adalah suami hanya memberi nafkah maddiyah, nafkah ‘iddah. Mut’ah, bukan sebagaimana ketentuan pasal 8 ayat (6) PP. No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS yaitu sampai bekas istri kawin lagi.19

Walaupun banyak penelitian terdahulu yang terkait dengan izin pereraian Pegawai Negeri Sipil, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang lain. Adapun perbedaannya adalah:

1. Obyek penelitian pelaksanaan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil, yakni di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik. 2. Ketentuan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil yang

dilaksanakan di Kantor Pemerintahan tersebut sangat jauh berbeda dengan izin perceraian yang dilakukan pada penelitian-penelitian tersebut di atas.

3. Lokasi penelitian adalah pelaku yang mengajukan izin perceraian di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

4. Dalam analisisnya, peneliti menggunakan kaidah-kaidah yang terdapat dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang berlaku di Indonesia sertaPeraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan Perceraian para Pegawai Negeri Sipil.

19Zain Alwi Arafat, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 8 PP. No. 10 Tahun 1983 Tentang

Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Dan Penerapannya Di Pengadilan Agama

(22)

14

5. Belum ada kajian yuridis yang membahas pengajuan izin perceraian di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti paparkan, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti sendiri dalam penelitian yang hendak dilakukan adalah :

1. Untuk mengetahui apa saja alasan-alasan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengetahui analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kantor Pemerintahan kabupaten Gresik Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1983.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

(23)

15

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi terhadap kajian akademis sekaligus sebagai masukan bagi penelitian sekaligus sebagai masukan bagi peneliti yang lain dalam tema yang berkaitan. Sehingga bisa dijadikan salah satu refrensi bagi peneliti berikutnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan tentang fenomena perceraian PNS khususnya di Kabupaten Gresik, dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan khususnya para hakim-hakim di PA lain.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi wacana dan diskusi bagi para mahasiswa al-Ahwal al-Syakhsiyyah UIN Sunan Ampel khususnya, serta bagi para masyarakat umumnya. Dan diharapkan juga sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama.

G. Definisi Operasional

(24)

16

Analisis Yuridis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keberadaan yang sebenarnya menurut hukum yang berlaku di Indonesia, berkaitan dengan alasan-alasan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik. Dalam hal ini menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Alasan-alasan perceraian adalah sebab-sebab yang menjadikan seseorang mengakhiri perkawinannya dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik. Seperti alasan krisis akhlak, alasan kurangnya nafkah, ketidak cocokan, dan sebagainya. Sedangkan pengertian izin perceraian adalah pernyataan mengabulkan untuk mengakhiri perkawinan seseorang karena hal-hal tertentu.

(25)

17

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah field reseach (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang langsung terjun ke lapangan.

1. Data yang dikumpulkan

a. Data tentang alasan-alasan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

b. Data tentang tingkat perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

c. Data tentang keterangan para pihak (PNS) yang melaksanakan izin perceraian perceraian di Pemerintahan Kabupaten Gresik.

2. Sumber data

Sumber data yang dikumpulkan oleh penulis ada dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber data primer

Yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dan diperoleh langsung dari sumber asalnya dan belum diolah dan diuraikan oleh orang lain.20 Serta bisa didapat dari wawancara langsung dengan Pegawai Negeri Sipil dan wawancara yang dilakukan penulis dengan orang-orang yang bersangkutan.

1) PNS yang bersangkutan a. Saudari inisial S. b. Saudari inisial SN.

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005),

(26)

18

c. Ibu Rasyidah. d. Saudara SW. e. Saudari RN. f. Saudara AK. g. Saudara Anto. h. Ibu Yana.

i. Saudara Muhammad Anas. 2) Bagian Tata Usaha yang menangani.

a. Sutrisno b. Oedi

3) Pejabat yang terkait. a. Nadlif.

4) Dokumen

b. Sumber Data Sekunder

Sumber sekunder yaitu sumber tambahan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku, atau kitab, yang diperoleh dari bahan pustaka yang relevan atau yang berhubungan dengan judul penelitian,21 di antaranya :

1) Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia. 2) Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian.

3) Sri Hartini, Hukum Kepegawaian Di Indonesia.

(27)

19

4) KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

5) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Perkawinan dan Perceraian.

3. Teknik pengumpulan data

Data yang sudah dikumpulkan diatas kemudian diolah. Dalam hal ini penulis menggunakan tehnik yaitu :

a. Interview (wawancara).

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.22 Metode

pengumpulan data ini menggunakan pedoman wawancara yang bersifat terbuka, dimana daftar pertanyaan telah disiapkan oleh peneliti sebelumnya, dengan wawancara terbuka diharapkan akan diperoleh jawaban yang lebih luas dan mendalam. Wawancara dilakukan dengan narasumber yang berasal dari masyarakat yang berstatus sebagai PNS yang bercerai dan beberapa pegawai yang menangani masalah yang bersangkutan.

22 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2011),

(28)

20

b. Dokumentasi

Dokumentasi atau dokumen ialah setiap bahan tertulis.23 Penulis akan menyelidiki dan memahami benda-benda tertulis, arsip, dokumen dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, yaitu dengan data PNS yang cerai.

c. Teknik analisis data

Analisis data merupakan usaha-usaha untuk memberikan interpretasi terhadap data yang telah tersusun. Analisis data ini dilakukan dengan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.24

Kemudian data yang telah terkumpul dianalisis secara deduktif yakni bermula dari hal-hal yang bersifat umum yaitu berupa buku-buku atau kitab maupun peraturan Undang-Undang yang menjelaskan tentang perceraian, khususnya yaitu dalam hal mengenai alasan perceraian dalam Peraturan Pemerintah dan Undang-undang kemudian merujuk perceraian Pegawai Negeri Sipil.

Dari hasil analisis inilah diharapkan bisa menjadi suatu jawaban atas rumusan masalah diatas dan sekaligus sebagai bahan untuk pembahasan hasil penelitian dan bisa ditarik suatu kesimpulan.

23 Ibid., 216.

(29)

21

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan terhadap masalah yang penyusun angkat. Maka penulis membagi menjadi lima bab, antara bab satu dengan bab lainnya saling berkaitan, sehingga penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dibawah ini diuraikan mengenai sistematika pembahasan dalam skripsi ini, untuk lebih jelasnya, secara garis besarnya sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan, sebagai pengantar kepada isi tulisan yang terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi & batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, yakni akan membahas tinjauan umum tentang perceraian dan menguraikan tentang perceraian menurut berbagai perspektif diantaranya perceraian menurut Peraturan Pemerintah, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan menurut Hukum Islam dan para mazhab, ketentuan PP No. 10 Tahun 1983 jo tentang prosedur izin perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

(30)

22

Bab Keempat, adalah merupakan analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik berdasarkan PP No. 10 Tahun 1983 tentang Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.

(31)

BAB II

PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Perceraian dalam Hukum Islam

1. Perceraian Menurut Hukum Islam dan Para Mazhab

Hukum Islam mengenal berbagai cara untuk melakukan perceraian yaitu salah satunya adalah t}alaq.1 Kata talaq berasal dari bahasa Arab yang

merupakan bentuk mas}dar dari lafal (fi‘il mad}i) قلط yang berarti melepaskan

ikatan.2 Secara bahasa, talak berarti pemutusan ikatan. Sedangkan menurut istilah, talak berarti pemutusan tali perkawinan.3

Dalam istilah fikih perceraian dikenal dengan istilah t}alaq atau furqah. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian, sedangkan furqah berarti bercerai yang merupakan lawan kata dari berkumpul. Perkataan talak dan furqah mempunyai pengertian umum dan khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.4

Menurut hukum Islam, perceraian dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari pihak siapa yang menghendaki atau berinisiatif untuk

1 M.Ridwan Indra, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), 112. 2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Vol. 8, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 1990), 192.

3Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), 427.

4 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974,

(32)

24

memutuskan ikatan perkawinan (perceraian) tersebut. Dalam hal ini ada empat kemungkinan dalam perceraian;

a. Perceraian atas kehendak suami dengan lasan tertentu dan kehendaknya itu dinyatakan dengan ucapan tertentu atau tulisan dan isyarat bagi yang tidak bisa berbicara. Termasuk dalam hal ini t}alaq, ila’ dan z}hiha>r.

b. Perceraian atas kehendak istri dengan alasan istri tidak sanggup melanjutkan perkawinan karena ada sesuatu yang dinilai negatif pada suaminya sementara suaminya tidak mau menceraikannya.

c. Perceraian melalui putusan hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami atau pada istri yang menunjukkan hubungan perkawinan mereka tidak bisa dilanjutkan. Bentuk ini disebut sebagai fasakh.

d. Perceraian (putusnya pernikahan) atas kehendak Allah Swt. yaitu ketika salah satu dari pasangan suami dan istri meninggal dunia.5

Perceraian sendiri adalah terlarang, karena itu cerai tanpa sebab yang wajar adalah haram. Dengan ‘illah tertentu, hukumnya dapat berubah menjadi halal. Sungguh pun dengan ‘illah tertentu itu, hukum cerai dapat menjadi halal, tetapi tetaplah dia, sesuatu yang halal yang dibenci Allah.6

5 Supriatna, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta: Teras, 2009), 17.

(33)

25

Berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw. Berikut ini:

Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, ‚sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.‛ (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Alquran menegaskan bahwa dengan segala cara diusahakan agar kehidupan dapat diselamatkan, sekalipun bila para suami tidak puas dengan istri-istri mereka, Allah tetap menekankan hendaknya para pria muslim tetap memiliki kesabaran.8

Berkenaan dengan masalah perceraian terdapat perbedaan para ulama/mazhab. Talak menurut ulama mazhab Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung untuk masa yang akan datang dengan lafal yang khusus. Menurut mazhab Syafii, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan itu. Menurut ulama Maliki, talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.9

Perceraian menurut empat mazhab yakni disyaratkan bagi orang-orang yang menalak hal-hal berikut ini:

7 Sunan Abu Daud, Muh}aqqiqun Wa Bitta’li>q 3 Bab Fi> Kara>hiyati T}ala>q, Juz:2, (Riya>d}: Da>ru

as-Sala>m, 1419 H), 220.

8 Hisako Nakamura, Perceraian Orang Jawa, Terjemah. H. Zaini Ahmad Noeh (Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1991), 31.

9 Muhammad bin ‘Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Terjemah. Abdullah Zaki

(34)

26

a. Balig. Talak yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan tidak sah, sekalipun dia telah pandai, demikian kesepakatn para ulama mazhab, kecuali Hambali. Para ulama Hambali mengatakan bahwa, talak yang dijatuhkan anak kecil yang menegerti dinyatakan sah, sekalipun usianya belum mencapai sepuluh tahun.

b. Berakal sehat. Dengan demikian talak yang dijatuhkan oleh orang gila baik penyakitnya itu akut maupun jadi-jadian (insidental), pada saat dia gila, tidak sah. Begitu pula halnya dengan talak yang dijatuhkan oleh orang yang tidak sadar, dan orang yang hilang kesadarannya lantaran sakit panas yang amat tinggi sehingga ia meracau. Tetapi para ulama mazhab berbeda pendapat tentang talak yang dijatuhkan oleh orang mabuk. Imamiyah mengatakan bahwa, talak orang mabuk sama sekali tidak sah. Sementara itu mazhab empat berpendapat bahwa, talak orang mabuk itu sah manakala dia mabuk karena minuman yang diharamkan atas dasar keinginannya sendiri. Akan tetapi manakala yang dia minum itu minuman mubah (kemudian mabuk) atau dipaksa minum (minuman keras), maka talaknya dianggap tidak jatuh.

(35)

27

mengatakan bahwa, talak yang dijatuhkan oleh orang yang dipaksa adalah sah.

d. Betul-betul bermaksud menjatuhkan talak. Dengan demikian, kalau seorang laki-laki mengucapkan talak karena lupa, keliru, atau main-main, mazhab Hanafi mengatakan talak semua orang dinyatakan sah kecuali anak kecil, orang gila, dan orang yang kurang akalnya. Dengan demikian, talak yang dijatuhkan oleh orang yang mengucapkannya dengan main-main, dalam keadaan mabuk akibat minuman yang diharamkan, dan orang yang dipaksa dinyatakan sah. Maliki dan Syafii berpendapat talak yang dijatuhkan dengan main-main itu tidak sah karena talak seperti ini tidak memerlukan niat.10

Maliki, Syafi‘i dan Hambali juga berpendapat bahwa yang menjatuhkan talak adalah laki-laki (suami), berbeda dengan Hanafi yang berpendapat bahwa yang menjatuhkan talak adalah perempuan.11 Para imam mazhab sepakat bahwa seorang istri, apabila sudah tidak senang lagi kepada suaminya lantaran keburukan mukanya atau buruk pergaulannya, boleh menebus dirinya dari suaminya dengan suatu pembayaran (khulu’).12

10 Moh. Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 2001), 441.

11 Muhammad bin ‘Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Cet. Ke-13, Terj. Abdullah

Zaki Alkaf (Bandung: Hasyimi, 2010), 366.

(36)

28

2. Perceraian Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974

Perceraian adalah berakhirnya perkawinan yang telah dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian dan atas keputusan pengadilan, dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.13

Dengan lahirnya Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 diundangkan tanggal 2 Januari 1974 sebagai hukum positif dan berlaku efektif setelah disahkannya Peraturan Pemerintah No. 09 tahun 1975 yang merupakan pelaksanaan Undang-undang perkawinan, maka peceraian tidak dapat lagi dilakukan dengan semena-mena seperti yang terjadi sekarang ini.14

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu tentang ‚Putusnya Perkawinan Serta Akibatnya‛, yaitu tertera dalam pasal berikut:

Pasal 38:

Perkawinan dapat putus karena: a. kematian, b. perceraian, c. atas putusan pengadilan.

Pasal 39:

(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhenti mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

(3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan-perundangan tersendiri.

(37)

29

Pasal 40:

(1) Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan.

(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Pasal 41:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidup dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.15

Dari pemaparan di atas, perceraian menurut Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 adalah ‚putusnya perkawinan‛. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan adalah menurut pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 adalah ‚ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jadi perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri tersebut.

(38)

30

Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 memuat ketentuan imperatif perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Sehubungan dengan pasal ini, Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawarti menjelasakan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas kehendak satu diantara dua pihak yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah, tetapi demi menghindar tindakan sewenang-wenang, terutama dari pihak suami (karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga peradilan.16

Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan akibat putusnya perkawinan, seperti yang disebutkan di atas. Melihat pasal ini jelas sekali bahwa walaupun telah terjadi perceraian masing-masing pihak dalam hal ini suami dan istri tetap memiliki tanggung jawab terhadap anak dari hasil perkawinan mereka. Sang suami pun tetap memiliki tanggung jawab terhadap bekas istrinya selama bekas istrinya belum memiliki suami lagi.

Dengan pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ini jelas-jelas diperuntukkan bagi warga Negara Indonesia untuk menjadi keluarga tenteram dan bahagia, juga bertujuan untuk mengubah tatanan aturan yang

(39)

31

telah ada dengan aturan yang baru yang menjamin cita-cita dari perkawinan melalui 6 (enam) asas atau prinsip yang dominan berikut:

a. Asas sukarela. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

b. Asas partisipasi keluarga dan dicatat. Perkawinan merupakan peristiwa penting, maka partisipasi orang tua diperlukan dalam hal pemberian izin dan juga harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Asas monogami. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengandung asas mempersulit poligami. Khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983.

d. Asas perceraian dipersulit. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, maka mempersulit perceraian dikedepankan.

(40)

32

f. Asas memperbaiki derajat kaum wanita. Hak dan kedudukn istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.17

3. Perceraian Menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983.

Dalam kenyataannya prinsip-prinsip berumah tangga seringkali tidak dilaksanakan, sehingga suami dan istri tidak lagi merasa tenang dan tenteram serta hilang rasa kasih sayang dan tidak lagi saling cinta mencintai satu sama lain, yang akibat lebih jauh adalah terjadinya perceraian. Karena perkawinan tujuannya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam perundang-undangan, seperti di dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 yang mengatur izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil.18

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 ini terdiri dari 49 pasal dan 10 bab. Pelaksanaan yang diatur dalam peraturan ini terdapat dua bagian yaitu:

(1) Pelaksanaan yang berhubungan dengan pelaksanaan nikah yang menjadi tugas Pegawai Pencatat Nikah (PPN).

(2) Pelaksanaan yang dilaksanakan oleh pengadilan, yang dalam hal ini dilaksanankan oleh peradilan umum bagi warga negara yang non muslim

17 Ibid., 35.

(41)

33

dan peradilan agama bagi yang muslim. Pelaksanaan dalam hal terakhir ini dilaksanakan terhadap beberapa persoalan hukum yang berkenaan dengan pelaksanaan perkawinan dan perceraian.19

Dengan adanya UU perkawinan diharapkan akan terjaga hak-hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga bersama anak-anak mereka secara yuridis, pemerintah menganggap bahwa warga Negara Indonesia yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai kekhususan dari warga Negara Indonesia lainnya, sehingga diperlukan aturan tersendiri. Maka pada tanggal 21 April 1983 dikeluarkan PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 yang mengatur secara khusus tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan kata lain, peraturan ini merupakan pangecualian dari UU No. Tahun 1974 yang bersifat umum.20

Izin perceraian Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 7 PP/1983 menyebutkan bahwa izin untuk bercerai dapat diberikan oleh pejabat yang bersangkutan apabila didasarkan pada alasan-alasan yang diterapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam pasal 19 PP/1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1/1974 tentang perkawinan.

19 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2006), 13.

(42)

34

Selanjutnya PP 10/1983, menegaskan bahwa izin tidak diberikan oleh pejabat apabila:

a. Alasan yang digunakan karena istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

b. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

c. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.

Selanjutnya pasal 8 PP yang sama juga mengatur akibat dari perceraian, khusus mengenai penghasilan atau gaji Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian itu.

PP No. 10/1983 juga menyebutkan untuk pejabat-pejabat tertentu izin tersebut harus diberikan oleh presiden, pejabat yang dimaksud adalah:

a. Pimpinan lembaga tertinggi /tinggi negara. b. Jaksa Agung.

c. Menteri.

d. Pimpinan lembaga pemerintah non departemen. e. Kesekretariatan lembaga lertinggi/tinggi negara. f. Gubernur kepala daerah tingkat I.

(43)

35

h. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.21

B. Ketentuan PP No. 10 Tahun 1983

Ketentuan-ketentuan mengenai kedudukan Pegawai Negeri Sipil terdapat dalam peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh berbagai badan pemerintahan dalam jumlah yang amat besar dan yang tidak mudah dapat dicari atau diketemukan, karena tidak banyak dari peraturan-peraturan itu diumumkan dengan cara yang dapat mencapai kalangan luas.22

Seperti peraturan tentang perkawinan yang berlaku bagi warga Negara pada umumnya diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang peraturan pelaksanaannya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 09 Tahun 1975.

Bahwa Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan contoh baik kepada bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga Negara yang baik dalam masyarakat, termasuk dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga.

Bahwa dalam rangka mencapai tujuan tersebut dipandang perlu untuk meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil, dengan menetapkan pengaturan tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983. Dengan Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 08/Se/1983 tanggal

(44)

36

21 April 1983 ditetapkan pedoman bagi pejabat dalam menyelesaikan masalah perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan masing-masing.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 diterapkan antara lain tentang:

1. Apa yang diwajibkan bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. Apa yang dilarang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.

3. Apa yang memerlukan izin terlebih dahulu dalam hal Pegawai Negeri Sipil. 4. Sanksi yang dikenakan bagi Pegawai Negeri Sipil. Masing-masing dimaksud

poin-poin di atas melakukan perkawinan dan perceraian.23

Kewajiban bagi Pegawai Negeri Sipil, dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 ditetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberi tahukannya secara tertulis kepada pejabat melalui saluran hirarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi.

Laporan tentang perkawinan Pegawai Negeri Sipil dimaksud disampaikan kepada pejabat yang berwenang menurut hirarki dan sesuai dengan contoh yang

(45)

37

telah ditentukan, dilampiri dengan salinan sah surat perkawinan/akta perkawinan dan bukti-bukti Administrasi Kepegawaian Negara.

Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil, dalam pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 ditetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Sesuai dengan ketentuan pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983, Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan pasal 4 ayat (2) tersebut di atas, dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Dalam pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 ditetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah. Setiap atasan wajib menegur apabila ia mengetahui ada Pegawai Negeri Sipil bawahan dalam lingkungan yang yang melakukan hidup bersama dengan wanita atau pria tanpa ikatan perkawinan yang sah.

(46)

38

Izin bagi Pegawai Negeri Sipil, dalam hal, Pegawai Negeri Sipil akan melakukan perkawinan dan perceraian, diperlukan izin dari pejabat yang berwenang.24

Pegawai Negeri Sipil yang akan beristri lebih dari seorang, dalam pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 ditetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil pria akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari pejabat. Izin dimaksud dapat diberikan oleh pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif yaitu:

1. Syarat alternatif

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan.

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.

2. Syarat kumulatif

a. Ada persetujuan tertulis yang dibuat secara ikhlas oleh istri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya.

(47)

39

c. Ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.25

Surat permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang disampaikan melalui hirarki kepada pejabat yang berwenang, dilengkapi dengan bukti-bukti yang diperlukan, menurut ketentuan dan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Pejabat yang berwenang dapat menetapkan keputusan tentang pemberian izin atau menetapkan keputusan tentang penolakan permintaan izin yang dimajukan oleh Pegawai Negeri Sipil, satu dan lain hal dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara antara lain:

1. Bertentangan atau tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dihayati oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

2. Dipenuhi atau tidak dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan.

3. Bertentangan atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Alasan-alasan yang dikemukakan dalam permohonan dimaksud bertentangan atau tidak bertentangan dengan akal sehat.

(48)

40

5. Ada atau tidak ada kemungkinan mengakibatkan timbul gangguan dalam pelaksanaan tugas.

Pejabat yang berwenang memberikan atau menolak permintaan izin dimaksud adalah pejabat yang berwenang mengangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, dengan kewajiban melaporkan dan melakukan kegiatan administrasi sesuai dengan ketentuan dan pedoman yang telah ditetapkan. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, pejabat dimaksud dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pemberian atau menolak permintaan izin yang dimaksud.

Sesuai dengan ketentuan pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983, Pegawai Negeri Sipil yang beristri lebih dari seorang sebelum memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebagai dimaksud pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983, dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(49)

41

1. Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya. 2. Ada persetujuan tertulis dari istri calon suami yang dibuat secara ikhlas oleh

istri pria yang bersangkutan.

3. Ada jaminan tertulis dari calon suami, bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Pegawai Negeri Sipil wanita yang melangsungkan perkawinan sebagai istri kedua/ketiga/keempat dari bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib melaporkan perkawinan dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya selama 1 (satu) tahun, melalui hirarki kepada pejabat yang berwenang.

Izin perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan-alasan yang sah, yaitu salah satu alasan atau beberapa alasan tersebut di bawah ini:

1. Salah satu berbuat zina, yang dibuktikan dengan keputusan pengadilan, kesaksian dengan dua orang saksi yang telah dewasa, atau diketahui dengan tertangkap basah oleh satu pihak lainnya.

2. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari dua orang saksi yang telah dewasa, atau surat keterangan dari dokter atau polisi.

(50)

42

kemampuan/kemauanyya yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Camat.

4. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung yang dibuktikan dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

5. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan visum et repertum dari dokter pemerintah.

6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan, pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga yang dibuktikan dengan surat dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Camat.26

Prosedur dan syarat permohonan izin perceraian erdasarkan PP No. 45 Tahun 1990 tentang perubahan PP No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian PNS, maka dalam mengajukan cerai maka harus dapat izin dari pejabat yang berada di lingkungan kerjanya.

(51)

43

Berikut syarat perceraian seorang Pegawai Negeri Sipil:

1. Permintaan untuk memperoleh izin dijukan secara tertulis dalam surat permintaan izin perceraian, dan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan. Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.

2. Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian, wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan PNS yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan dari istri/suami dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.

3. Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara langsung utntuk diberi nasehat.

(52)

44

alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau alasan yang dikemukaakn bertentangan dengan akal sehat.

5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya. Sebaliknya apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya. Namun apabila cerai dilakukan istri karena dimadu, maka ketentuan ini tidak berlaku. Apabila bekas istri PNS yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus terhitung mulai ia kawin lagi. 6. Setelah mendapatkan izin maka pihak yang mengajukan cerai dapat

mengajukan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang berwenang.27 Syarat kelengkapan mengajukan perceraian bagi seorang Pegawai Negeri Sipil:

1. Surat permohonan dari yang bersangkutan melalui instansinya. 2. Foto copy surat akta nikah.

3. Surat keterangan berisi tentang alasan adanya perceraian dari kelurahan yang diketahui Camat.

4. Fotocopy SK pangkat terakhir.

5. Surat pernyataan kesanggupan pembagian gaji bila terjadi perceraian. 6. Berita acara pembinaan dari instansi.

(53)

45

Penghidupan bekas istri Pegawai Negeri Sipil, dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 ditetapkan bahwa apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, dengan perincian: 1. Sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil.

2. Sepertiga untuk bekas istri. 3. Sepertiga untuk anak-anaknya.

Apabila sebagian anak ikut Pegawai Negeri Sipil dan sebagian lagi ikut ibu, maka kepada anak-anak tetap diberikan bagian gaji secara berimbang, yang secara keseluruhannya berjumlah sebesar sepertiga penghasilan Pegawai Negeri Sipil.

Apabila terjadi perceraian atas kehendak istri dengan alasan karena dimadu, bekas Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh sepertiga gaji Pegawai Negeri Sipil.

Lain halnya apabila terjadi perceraian atas kehendak istri dengan alasan bukan karena dimadu, maka bekas istri tidak memperoleh sebagian dari gaji Pegawai Negeri Sipil. Penerimaan sebagian gaji oleh bekas istri Pegawai Negeri Sipil hapus apabila ia kawin lagi.

(54)

46

1974 dan berlaku juga bagi mereka yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil:

1. Pegawai bulanan di samping pensiunan. 2. Pegawai bank milik negara.

3. Pegawai badan usaha milik negara. 4. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah.

5. Kepala desa, perangkat desa dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa.28

Dalam konteks perceraian PNS, bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat diharapkan dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.29

Pegawai negeri sipil harus mentaati kewajiban tertentu dalam hal hendak melangsungkan perkawinan beristri lebih dari satu, dan atau bermaksud melakukan perceraian.

Sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya diharapkan tidak terganggu oleh urusan kehidupan rumah tangga atau keluarganya.

Pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh

28 Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian, (Jakarta: CV.Rajawali, 1986), 96.

(55)

47

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.30

Pada prinsipnya Peraturan Pemerintah ini menganut asas monogami, terkecuali dalam hal dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agamanya mengizinkan seorang suami beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi beberapa persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan.

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 terutama menitik beratkan pada masalah perkawinan terutama bagi seorang yang bermaksud untuk beristri lebih dari seorang dan masalah perceraian, agar disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian dapat lebih ditingkatkan, sehingga bisa menjadi teladan bagi anggota masyarakat lainnya.31

30 Ibid., 306.

(56)

48 BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Pemerintahan Kabupaten Gresik

1. Letak geografis Kabupaten Gresik

Kabupaten Gresik berada diantara 7º-8º lintang selatan serta

anatara 112º-113º bujur timur, sebagian besar wilayahnya merupakan

dataran rendah dengan ketinggian antara 2-12 meter di atas permukaan

air laut kecuali sebagian kecil di bagian utara (Kecamatan Panceng) yang

mempunyai etinggian sampai 25 meter di atas permukaan laut.

Bagian utara Kabupaten Gresik dibatasi oleh Laut Jawa, bagian

timur dibatasi oleh Selat Madura, bagian selatan berbatasan dengan

Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Surabaya,

sementara bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.

Kabupaten Gresik mempunyai wilayah kepulauan, yaitu pulau

Bawean dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Luas wilayah Kabupaten

Gresik seluruhnya 1.191,25 km² luas terdiri 993,83 km² luas wilayah

daratan ditambah sekitar 197,42 km² luas pulau Bawean. Sedangkan luas

wilayah peraiaran adalah 5.773,80 km² yang sangat potensial dari sub

sector perikanan laut.

Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik

merupakan daerah pesisir pantai yaitu sepanjang 140 km meliputi

(57)

49

dan Panceng, serta Kecamatan Tambak dan Sangkapura yang berada di

pulau Bawean.1

2. Deskripsi pemerintahan Kabupaten Gresik

Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik adalah salah satu dari

satuan kerja perangkat daerah lingkungan Pemerintah Kabupaten Gresik

yang berkedudukan sebagai Dinas Daerah.2

Secara institusi dan organisasi pemerintahan Kabupaten Gresik

terdiri atas 11 Dinas dan 11 Lembaga Teknis Daerah. Dasar keberadaan

dinas yang ada di Kabupaten Gresik adalah Peraturan Daerah No. 2

Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan dan

Tugas Dinas-Dinas Daerah, dimana didalam Peraturan Daerah ini

dinas-dinas yang ada di lingkungan Kabupaten Gresik adalah:

a. Dinas Pendidikan

b. Dinas Kesehatan

c. Dinas Pekerjaan Umum

d. Dinas Tenaga Kerja

e. Dinas Perhubungan

f. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Sosial

g. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga

h. Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan

Perdanganan

i. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

(58)

50

j. Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan

k. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Sedangkan berdasar pada Peraturan Daerah No. 2 tahun 2008

tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas

Lembaga Teknis Daerah, maka Lembaga Teknis Daerah yang ada di

Kabupaten Gresik terdiri dari:

a. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan

Daerah

b. Inspektorat Kabupaten

c. Badan Kepegawaian Daerah

d. Badan Penanaman Modal dan Perizinan

e. Badan Lingkungan Hidup

f. Rumah Sakit Umum Daerah

g. Kantor Pemberdayaan Masyarakat

h. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat

i. Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

j. Kantor Perpustakaan dan Arsip

k. Kantor Ketahanan Pangan3

3. Visi dan misi pemerintahan Kabupaten Gresik

VISI: visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana

Kabupaten Gresik harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat

eksis, antisipatif, inovatif serta produktif. Dengan bertitik tolak dari fakta

(59)

51

sejarah, potensi dan kondisi faktual yang digali dari nilai-nilai luhur yang

dianut oleh seluruh komponen stakeholder’s yang ada di Kabupaten

Gresik, maka pernyataan Visi untuk membangun Kabupaten Gresik

menuju perubahan yang lebih baik adalah : ‛GRESIK YANG AGAMIS,

ADIL, MAKMUR DAN BERKEHIDUPAN YANG BERKUALITAS‛

Pemahaman atas pernyataan visi tersebut mengandung makna terjalinnya

sinergi yang dinamis antara masyarakat, pemerintah kabupaten dan

seluruh stakeholder’s dalam merealisasikan pembangunan Kabupaten

Gresik secara terpadu.

Secara filosofi visi tersebut dapat dijelaskan melalui makna yang

terkandung di dalamnya, yaitu :

1. GRESIK adalah satu kesatuan masyarakat dengan segala potensi dan

sumber dayanya dalam sistem Pemerintahan Kabupaten Gresik.

2. AGAMIS adalah suatu kondisi masyarakat yang hidup dalam sistem

tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang

Maha Esa serta tata kaidah hubungan antar manusia dan

lingkungannya.

3. ADIL adalah perwujudan kesamaan hak dan kewajiban secara

proporsional dalam segala aspek kehidupan tanpa membedakan latar

belakang suku, agama, ras dan golongan.

4. MAKMUR adalah kondisi kehidupan individu dan masyarakat yang

Gambar

  Tabel 3.1 Jumlah PNS Menurut Pangkat dan Golongan di Lingkungan Kantor
Tabel 3.2

Referensi

Dokumen terkait

Di sarankan kepada Pengadilan Agama agar dalam memutus perkara perkawinan poligami yang di ajukan oleh suami sebagai pegawai negeri sipil harus melalui prosedur hukum yakni

Hasil Penelitian menunjukkan yaitu : Pertama, faktor-faktor yang menyebabkan seorang suami sebagai Pegawai Negeri Sipil melakukan Perkawinan Poligami, tidak mempunyai

Dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim mengabulkan permohonan seorang perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa ada surat izin dari atasannya pada Putusan Nomor:

Izin perceraian oleh Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Rembang pada tahun 2020 mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Alasan pengajuan

menyelenggarakan rumah tangganya.. Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan Perceraian wajib memeperoleh izin atau

10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan PP No. Selain poligami, Undang-undang perkawinan di Indonesia juga mengatur

Handoko, NIM 06210030, Pengaturan Hukum Disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam Mencegah Perceraian, Skripsi Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah Universitas

Pada bagian 2 dituturkan kalau Pegawai Aparatur Sipil Negeri yang berikutnya ASN merupakan Pegawai Negara Sipil serta Karyawan Penguasa dengan akad kegiatan yang dinaikan oleh