PANDANGAN HABIB IDRUS BIN MUHAMMAD
ALAYDRUS TERHADAP MEMAJANG PENGANTIN SAAT
WALIMATUL ‘URS
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Oleh
Nur Laili
NIM. C01212086
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga SURABAYA
PER}.IYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini saya:
Nama
NIM
Fakultas/Jurusan
Judul Skripsi
Nrn Laili
c0r212086
Syariah dan Hukum/ Ahwal Al-Syaltsiyyah
Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus Terhadap Memajang Pengantin Saat Walimatul 'Urs Dalam Perspektif Hukum Islam.
Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa s*ripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/ karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagran yang
dirujuk sumbernya.
Surabaya, 03 Agustus 2016
Saya menyatakan
Nur Laili
c01212086
PERSETUJUAN PE,MBIMBING
Skripsi yang ditulis oleh Nur Laili NIM.C01212086 yang berjudul "Pandangan
Habib Idrus Bin Muhammad Alaydrus Terhadap Memajang Memajang Pengantin
Saat Walimatul 'Urs Dalam Perspektif Hukum Islam"
ini
telah diperiksa dan disetuj ui unt uk dimunaqas ahkan.Surabaya, 03 Agustus 2016 Dosen Pembimbing.
PENGESA}IAN
Slaipsi yang ditulis oleh Nur Laili NIM. CAI2I2086 ini telah dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqasah Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel pada hari Senin, 15 Agustus 2A16, dan dapat diterima sebagai salah
satu persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana strata satu dalam Ilmu Syari'ah.
Majelis Munaqasah Skripsi
Penguji
II
Dr. H. Darmawan. S.HI.. M.HI.
\-rP. 1 9800410200501 1004
\T.
NIP. I 9540525 198503 1001
Penguji
III
ll <
W
Sukamto. SH..MS196003121999031001
Penguji IV
)
Muhammad Hatta. S.As. MHI NIP. I 97 i 10262007 0 | t0 12
Surabaya, 15 Agustus 2016 Mengesahkan,
Fakultas Syariah dan Hukum
Abstrak
Hamam, NIM. D01396013
PERANAN GURU AGAMA DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA DI MTs. TARBIYATUL AKHLAQ DI DESA WEDORO ANOM KEC. DRIYOREJO KAB. GRESIK
Masalah yang menjadi kajian dalam penulisan skripsi ini adalah: bagaimana upaya guru agama dalam mengembangkan kreatitivitas belajar siswa di MTs Tarbiyatul Akhlaq Wedoroanom Kec. Driorejo Kab. Gresik, bagaimana keadaan belajar siswa di MTs tersebut dan bagaimana peranan guru agama dalam mengembangkan kreativitas belajar siswanya. Adapun metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini dengan populasi yang terdiri dari siswa MTs. Tarbiyatul Akhlaq yang berjumlah 130 siswa, sampelnya diambil 30% dari jumlah populasi sehingga jumlahnya sebanyak 40 siswa, teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan metode observasi, interview, dokumentasi dan angket, sedang analisa datanya menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan data statistik yang menggunakan korelasi product moment.
DAFTAR
ISIHalaman
}IALAMAN JI]DUL
HALAMAN NOTA DINAS...
HALAMAN PENGESAHAN .."... ....
}IALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
fi
t't
f,r. , t
y.'
I
BAB.
III
l.
Pengertian Guru Agama2. Syarat-sYarat Guru Agama
3. Tugas dan tanggung jawab Guru Agama'
"""""
""
4. Strategi Guru Agama dalam mengajar
5. Macanr-macam fungsi Guru Agama " " " " " " " " " " "'
B. Masalah Kreatifltas Belajar Siswa
1. Pengertian kreatifitas belajar 2. PentingnYa kreatifitas belajar
3. Meningkatkan kreatifitas belajar siswa
4'Kegiatanuntukmengembangkankreatifitasbelajarsiswa.
5.Faktor-faktoryangmempengaruhikreatifitasbelajarsiswa.
C.PerananGuruAgarnadalamupayamengembangkankreatifitas belajar siswa.
Laporan hasil penelitihan
A. Sekilas tentang gambaran objek penelitihan
1. Sejarah berdirinya Mts. Tarbiyatul Akhlaq di Wedoro Anom Kec. Driyorejo Kab- Gresik
2. Struktur Organisasi Mts. Tarbiyatul Akhlaq 3. Keadaan tenaga pendidik dan siswa
4. Fasilitas
I
saranapendidkanya ...""B. Penyajian data dan analisa data'
""""
i.
Penyajian data2. Analisa data
BAB.
IV
: Kesimpulan, Saran dan penutup"""
"
"A. KesirnPulan
'.."""
i B. Saran-saran
C.
PenutuP
""""""""":'
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah sebuah ikatan suci, ikatan yang akan mengahalalkan
yang haram dan menyatukan dua insan keluarga. Perkawinan adalah pintu menuju
kebaikan yang bertebaran pada jalan-Nya, dan juga bagian dari keindahan yang
Allah beri di dunia. 1 Dalam pandangan Islam, perkawinan merupakan ibadah dan
ketaatan. Seorang mukmin dapat meraih pahala dan balasan, bila mengikhlaskan
niat, menuluskan kehendak, serta memaksudkan perkawinannya demi menjaga
dirinya dari hal-hal yang diharamkan, bukan sekedar dorongan hawa nafsu yang
menjadi tujuan dasar dalam perkawinan. 2
Ajaran Islam yang agung mengangkat kenikmatan biologis kepada derajat
keluhuran dan kesucian, yang mengubah kebiasaan menjadi ibadah dan yang
mengubah syahwat menjadi jalan untuk meraih ridho Allah SWT. Satu syarat,
yaitu niat yang benar untuk mengubah kebiasaan menjadi ibadah.3 Perkawinan
dimaksudkan untuk menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan dan mewujudkan
tujuan yang karenanya Allah telah menciptakan manusia, yakni melahirkan
keturunan yang sholeh, yang tampanya kehidupan takkan mungkin berlanjut. 4
1 Felix Y. Siauw, Udah Putusin Aja! (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), 98. 2 M. Ali Ash-Shobuni, Perkawinan Islami (Solo: Mumtazah, 2008), 20.
3
Ibid, 21
4
2
Bagi dua orang yang saling mencintai, perkawinan mungkin suatu hal
paling indah yang terjadi pada mereka. Perkawinan juga bukan hanya soal
mempersatukan dua hati yang saling mencintai. Perkawinan juga merupakan
salah satu syari’at agama yang disunnahkan. Tujuan perkawinan sendiri dalam
Islam adalah:5
1. Menjaga Diri Dari Perbuatan Maksiat
2. Mengamalkan Ajaran Rasulullah saw
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami dan menerapkan Syariat
Islam
4. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
5. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Dari tujuan perkawinan itu sendiri maka akan membentuk rumah tangga
yang Islami yakni merupakan basis penting dalam perjalanan pembangunan
ummat. Rumah tangga merupakan organisasi terkecil yang bisa menjadi
gambaran mikro kondisi sebuah masyarakat. Ia juga merupakan pijakan kedua
setelah pembinaan individu muslim, dan wadah praktis untuk
pengamalan-pengalaman syariat Islam secara berkelompok dan terorganisasi. Fungsi-fungsi
dalam rumah tangga yang teratur dan terstruktur rapi disertai semangat amanah
dan tanggung jawab masing-masing anggotanya akan menciptakan kondisi yang
5
Yazid, ‚Tujuan Pernikahan Dalam Islam‛, dalam
3
tentram dan di ridhai Allah SWT.6 Jika suami sebagai qawwa>m (pemimpin) dan
istri sebagai ribatul bait (pengatur) rumah tangga menyadari amanat tersebut
akan dipertanggung jawabkan di akhirat, maka akan terwujudnya rumah tangga
yang samara (saki>nah}, mawaddah}, rah}mah}).
Seperti yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ar RÚm ayat 21 yaitu:
Artinya: ‚dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir‛. 7
Sudah menjadi hal yang biasa di kalangan masyarakat bahwa
memberlangsungkan pesta pernikahan adalah salah satu ajaran Islam. Bahkan
untuk di Indonesia, pesta pernikahan tidak hanya sekedar sebuah ajaran adiluhung
agama, tetapi sudah menjadi kearifan lokal transnasional yang sudah
turun-temurun diwariskan secara massif dan sudah mengakar kuat. Realitas ini
menunjukkan bahwa budaya lokal telah ikut ambil bagian dalam mensukseskan
momentum ini.8
Berjuta suku, ras, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia serta ditopang
oleh luas wilayah yang tebentang dari sabang sampai merauke, telah membuka
6
A. Mudjab Muhalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Mitra Pustaka: Yogyakarta, 2008), 23.
7
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, 2002),796.
8
4
kemajemukan model pesta pernikahan. Di satu sisi, ini merupakan daya tarik
tersendiri bagi anak negeri. Di sisi yang lain, bentuk hajatan pernikahan ini juga
menyisakan banyak persoalan yang kompleks. Krisis moral telah menyulap pesta
yang agung ini kehilangan esensinya. Kode etik serta norma agama yang
seharusnya menjadi pedoman hidup di dalam segala segi\ kehidupan lenyap
dimakan zaman.9
Pesta perkawinan yang seharusnya sebagai ajang untuk mendulang barokah
kini ternodai lantaran perayaannya penuh dengan praktik kemaksiatan, dimana
pada saat pelaksanaan walimatul ‘urs pengantin perempuan dengan berhias secara
berlebihan di pajang di depan tamu laki-laki yang bukan muhrimnya, ada pula
laki-laki dan perempuan bercampur baur (ikhtila>t) satu sama lain, busana
mampelai wanita yang menampakkan warna kulit hingga terdapat bagian tubuh
yang tidak tertutupi, berphoto mesra para tamu undangan dengan pengantin, non
mahram bersalaman dengan kedua mempelai hingga ada yang saling cium pipi
kanan dan pipi kiri, bahkan ada pula yang sampai mabuk-mabukan di malam
pesta.
Namun tidak hanya itu saja zaman sekarang ini adanya kebiasaan yang
sudah menjadi adat di masyarakat yakni memajang pengantin terutama pengantin
perempuan di semua tamu undangan dengan tidak memakai jilbab dan
bertabarruj, yang mana semuanya itu bisa di nikmati oleh seluruh undangan tamu
9
5
laki-laki karena pada dasarnya perbuatan zina itu semuanya di mulai dari mata.
Dan tidak diragukan lagi bagi orang-orang yang masih mempunyai fitrah suci
terhadap agama, bahwa perbuatan seperti itu banyak mengandung kerusakan
besar, laki-laki asing mempunyai peluang besar untuk melihat
perempuan-perupuan mutabarrijat10 dan akibat buruk yang akan timbul darinya. Sedangkan
prosesi pernikahan merupakan awal kita mencari ridho Allah untuk membangun
keluarga baru dengan hal-hal yang diridhoi Allah dan jauh dari maksiat.
Dalam sebuah pesta perkawinan pengantin di dudukkan dengan
memamerkan kecantikan, perhiasan dan keindahan (tabarruj) didepan khalayak
umum pada saat walimatul ‘urs, Allah berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 33
yang berbunyi:
Artinya: ‚Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya‛ 11
Suatu hal yang lazim di sekitar kita bahwa kaum muslimin masih
terkungkung kuat oleh adat dan tradisi nenek moyang saat menyelenggarakan
pesta perkawinan. Hukum adatlah yang menjadi pijakan dalam masalah
pernikahan. Sementara itu, syariat Islam yang amat mulia dan telah diridhai oleh
10
Mutabarrijat adalah wanita-wanita yang membuka aurat.
11
6
Allah justru dikesampingkan. Kalau adat dan tradisi tersebut sesuai dengan Islam,
tidak menjadi masalah. Namun, adat yang ada ternyata banyak yang bertentangan
dengan Islam, baik dari segi keyakinan maupun tata cara salah satunya yakni
memajang pengantin pada saat acara walimatul ‘urs yang merupakan kebiasaan
masyarakat yang tidak sesuai syariat Islam yakni menampakkan perhiasan dan
keindahan kepada laki-laki yang bukan mahram, sebagaimana yang dilakukan
oleh perempuan-perempuan pada masa jahiliyah sebelum Islam datang. Dalam
ayat yang lain, Allah berfirman dalam al-Qur’an surat An-Nur ayat 31 yaitu:
Artinya: ‚Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
7
mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung‛. 12
Bahkan sudah menjadi kebiasan di masyakarat dalam sebuah pesta
perkawinan yakni pengantin saling berciuman di khalayak umum yang dapat
menimbulkan syahwat atau keinginan bagi yang melihatnya. Dari proses
pernikahan seperti itu sudah sangat menyalahi aturan dalam ajaran islam,
sedangkan sebuah perkawinan untuk mencapai sebuah keluarga islami adalah
rumah tangga yang di dalamnya ditegakkan adab-adab islami, baik yang
menyangkut individu maupun keseluruhan anggota rumah tangga dan proses
perkawinannya sesuai dengan syariat Islam.
Keluarga islami adalah sebuah rumah tangga yang didirikan di atas landasan
ibadah. Mereka bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam
kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar, karena kecintaan mereka kepada Allah.13
Sebuah langkah awal untuk membangun sebuah keluraga yang Islami atau
sesuai syariat yaitu dari proses pernikahan yang sesuai adab-adab perkawinan
dalam agama islam. Seperti proses perkawinan di kalangan habaib yang tidak
memajang pengantin di khalayak umum pada saat walimatul ‘urs, di takutkan
adanya kemungkaran di dalamnya, dan juga tidak mencampur baurkan tamu
wanita dan laki-laki dalam pesta perkawinannya, selain ditakutkan adanya
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Ag`ung, 2002), 676.
13
8
ikhtilat juga di takutkan kehilangan esensi dari proses perkawinan yang dapat
menghilangkan keberkahan terhadap proses perkawinan tersebut.
Berpijak dari pemikiran diatas, dan belum adanya pembahasan secara
komprehensif mengenai hukum dari memajang pengantin di khalayak umum,
maka penulis tergerak untuk melakukan penelitian dalam bentuk sebuah skripsi
dengan judul ‚Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus Terhadap
Memajang Pengantin Saat Walimatul ‘Urs Dalam Perspektif Hukum Islam‛.
Maka untuk memperoleh kesimpulan yang pasti, penulis akan melakukan
penelitian guna mendapatkan fakta yang akan dijadikan bahan untuk menjawab
permasalahan tersebut.
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Perkawinan menurut Hukum Islam.
2. Tujuan perkawinan dalam Islam.
3. Pesta perkawinan yang terjadi dimasyarakat yang telah menjadi sebuah adat.
4. Pesta perkawinan yang sesuai syariat islam.
5. Memajang pengantin saat walimatul ‘urs.
6. Pesta perkawinan di kalangan habaib.
Dari beberapa masalah yang dapat diidentifikasi penulis diatas dan
9
pembahasan skripsi yang akan ditulis, maka penulis membatasi terhadap
permasalahan tentang:
1. Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus Terhadap memajang
pengantin saat walimatul ‘urs.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap Pandangan Habib Idrus bin Muhammad
Alaydrus memajang pengantin saat walimatul ‘urs.
C.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus terhadap
memajang pengantin saat walimatul ‘urs?
2. Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Habib Idrus bin
Muhammad Alaydrus tentang memajang pengantin saat walimatul ‘urs?
D.Kajian Pustaka
Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara
penelitian yang dilakukan, dengan kajian atau penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya sehingga diharapkan tidak adanya pengulangan materi penelitian
secara mutlak.
Penelitian terkait Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus
Terhadap memajang pengantin saat walimatul ‘urs belum pernah dilakukan
sebelumnya, Penulis hanya menemukan beberapa karya tulis lain yang sedikit
10
1. Miskino dalam makalahnya ‚Pendidikan Calon Pengantin Membentuk
Keluarga Yang Berkarakter Dan Berkualitas‛ Makalah ini membahas
seberapa pentingkah suatu pendidikan calon pengantin diperlukan bagi para
calon pengantin saat ini. Sedangkan untuk membentuk keluarga yang
berkualitas dan berkarakter ada banyak faktor lain yang mendukung dalam
suatu keluarga.14
2. Skripsi, Ruqaiyah yang berjudul ‚tinjauan yuridis terhadap kursus calon
pengantin di malaysia dan Indonesia‛. Skripsi ini membahas tentang
Permasalahan keluarga yang terjadi di masyarakat yang menyebabkan
pemerintah khususnya dari Kementerian Agama berinisiatif untuk
melaksanakan program suscantin untuk meningkatkan kualitas keluarga yang
baik dan diharapkan dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah
dan rahmah. 15
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nita Herlina Ekasaputri yang berjudul
‚Islamic Parenting Diwilayah Minoritas (Cara Keluarga Muslim
Menanamkan dan Mempertahankan Keyakinan Anggota Keluarga didaerah
Semarapura Tengah, Klungkung Bali)‛. Skripsi ini membahas tentang cara
sebuah keluarga orang muslim untuk Menanamkan dan Mempertahankan
14Miskino, ‚Pendidikan Calon Pengantin Mmebentuk Keluarga Yang Berkarakter Dan Berkualitas‛ (Universitas Muhammadiyah Prof, Dr. Hamka, Bekasi, 2010).
15 Ruqaiyah ‚tinjauan yuridis terhadap kursus calon pengantin di malaysia dan indonesia‛.( Skripsi
11
Keyakinan Anggota Keluarganya karena mereka berada di wilayah yang
minoritas orang muslim.16
4. Skripsi Adiana Rakhmi Halan yang berjudul ‚analisis hukum islam terhadap
upah fotografer pre wedding: hasil keputusan bahtsul masail ke xii forum
musyawarah pondok pesantren putri (fmp3) se jawa timur‛.17 Skripsi ini
membahas tentang hokum dari upah fotografer pre wedding dengan mengkaji
hasil keputusan bahtsul masail ke xii forum musyawarah pondok pesantren
putri (fmp3) se jawa timur.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Mengetahui terhadap Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus
Terhadap memajang pengantin saat walimatul ‘urs.
2. Mengetahui Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Habib Idrus bin
Muhammad Alaydrus Tentang memajang pengantin saat walimatul ‘urs.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat, sekurang- kurangnya
dalam 2 (dua) hal di bawah ini:
1. Aspek teoritis
16
Nita Herlina Ekasaputri ‚islamic parenting diwilayah minoritas (cara keluarga muslim menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga di daerah semarapura tengah, klungkung–bali)‛\(Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).
17
Adiana Rakhmi Halan ‚analisis hukum islam terhadap upah fotografer pra wedding: hasil keputusan bahtsul masail ke xii forum musyawarah pondok pesantren putri (fmp3) se jawa
12
a. Kegunaan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi peneliti
selanjutnya dan juga diharapkan dapat berguna untuk dijadikan bahan
acuan penelitian berikutnya, kemudian untuk mengetahui proses
perkawinan yang sesuai syariat Islam.
b. Penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan pengetahuan tentang
Hukum memajang pengantin saat walimatul ‘urs
2. Aspek praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan hukum
bagi seluruh masyarakat terhadap Hukum memajang pengantin saat
walimatul ‘urs demi tercapainya perkawinan yang sesuai dengan syariat
Islam.
b. Memberikan pandangan tentang hukum memajang pengantin saat
walimatul ‘urs menurut pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus.
A. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah deretan pengertian yang dipaparkan secara
gamblang untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, yaitu:
1. Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah\ seorang Habib yang menjadi
pemimpin dalam Majelis Rasulullah saw di Surabaya, Seorang yang telah
menyebarkan agama Islam melalui dakwahnya keberbagai tempat.
13
guru mulia Al-Hafidz Al-Musnid Al-Habib Umar bin Hafidz bin Syeikh
Abu Bakar bin Salim dan merupakan sahabat dari Al-Habib Munzir bin
Fuad Al-Musawa.
2. Memajang Pengantin: Menempatkan orang yang sedang melangsungkan
perkawinannya secara rapi untuk dipamerkan di depan semua orang.
3. Hukum Islam : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
berkenan dengan kehidupan berdasarkan Al-quran, Hadist dan pandangan
Ulama.18
Berdasarkan definisi operasional yang telah dipaparkan di atas, maka
penelitian dengan judul ‚Pandangan Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus
Terhadap Memajang Pengantin Saat Walimatul ‘Urs Dalam Perspektif Hukum
Islam‛, terbatas pada pembahasan mengenai pandangan Al-Habib Idrus bin
Muhammad Alaydrus dan juga Pandangan menurut Hukum Islam itu sendiri
terhadap Memajang Pengantin saat Walimatul ‘Urs .
B. Metode Penelitian
Supaya dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggung jawabkan
dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka penulis membutuhkan data
tentang pelaksanaan pemajangan pengantin di khalayak umum yang terjadi di
masyarakat.
14
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif yang berupa studi
tokoh. Oleh karena itu, data yang dikumpulkan merupakan data yang diperoleh dari
tokoh yang diambil sebagai obyek penelitian. Agar penulisan skripsi ini dapat
tersusun dengan benar, maka penulis memandang perlu untuk mengemukakan
metode penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Data yang dihimpun
a. Data-data tentang Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus mengenai
Biografi, Latar Belakang Pendidikan, Latar Sosial, dan juga Kiprah Habib
Idrus bin Muhammad Alaydrus.
b. Data-data tentang hasil penelitian yang akan dilakukan tentang masalah
memajang pengantin saat walimatul ‘urs.
2. Sumber Data
Berdasarkan data yang akan dihimpun di atas, maka yang menjadi sumber
data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data primer di sini adalah sumber data yang diperoleh
secara langsung dari subyek penelitian.19 Dalam penelitian ini sumber
data primer adalah Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus terhadap
Pemajangan Pengantin saat walimatul ‘urs.
b. Sumber data sekunder
15
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
didapatkan oleh peneliti dari subjek penelitiannya,20 sumber data
sekunder berasal dari kepustakaan yang dilakukan dengan menelusuri
kepustakaan berdasarkan sumber-sumber bacaan seperti : buku-buku
yang berhubungan dengan Perkawinan, Kaidah Usul Fiqih,
Perkawinan yang sesuai syariat Islam, dokumen-dokumen, jurnal
ilmiah yang pada dasarnya berhubungan dengan topik yang bisa
dijadikan sebagai landasan berfikir guna memperkuat faktor - faktor
di dalam penyusunan penulisan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan proses yang sangat menentukan baik
tidaknya sebuah penelitian. Maka kegiatan pengumpulan data harus dirancang
dengan baik dan sistematis, agar data yang dikumpulkan sesuai dengan
permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan salah satu sumber untuk memperoleh data
dari buku dan bahan bacaan mengenai penelitian yang pernah
dilakukan.21 Studi dokumen ini adalah salah satu cara pengumpulan data
20 Ibid, 56.
16
yang digunakan dalam suatu penelitian sosial. Pengumpulan data
tersebut dilakukan guna memperoleh sumber data primer dan sekunder,
baik dari kitab-kitab, buku-buku, maupun dokumen lain yang berkaitan
dengan kebutuhan penelitian.
b. Wawancara
Mengumpulkan data dengan cara wawancara, wawancara adalah
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan atau
tanpa menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan
informasi-informasi atau keterangan-keterangan.22 Dalam hal ini peneliti dalam
mencari keterangan data menggunakan pedoman wawancara, sedangkan
responden yang diwawancarai adalah Al-Habib Idrus bin Muhammad
Alaydrus.
4. Teknik pengolaan data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan tahapan
sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh
denganmemilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang
22 Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Cetakan Kesepuluh,(Jakarta: PT
17
meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian,
kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan. 23
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga
dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.
5. Teknik analisis data
Setelah data telah terkumpul baik itu data primer dan data sekunder
maka langkah berikutnya adalah teknik analisis data. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang bersifat deskriptif dengan
menggunakan pola pikir deduktif.
Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Metode ini dipergunakan untuk membahas permulaan pembahasan
dengan menggunakan teori-teori atau dalil-dalil yang bersifat umum tentang
pemajangan pengantin saat walimatul ‘urs.
C. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam judul ini mempunyai alur pikiran yang jelas dan
terfokus pada pokok permasalahan, maka penulis menyusun sistematika dalam lima
bab dari Judul ini meliputi:
18
Bab pertama, sebagai pendahuluan berisi tentang uraian latar belakang
masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi operasional, metode penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan landasan teori, pada skripsi ini penulis menjelaskan
teori- teori yang di gunakan dalam penelitian tersebut, yakni berupa seputar
tinjauan umum walimatul ‘urs yang membahas tentang pengertian walimatul ‘urs,
kedudukan walimatul ‘urs yang berisikan tentang dasar hukum walimah, hukum
menghadiri walimah, etika menghadiri walimah, hal-hal yang disunnahkan dalam
walimah, hikmah walimah ‘urs dan juga yang terakhir menerangkan tentang
praktek walimatul ‘urs menurut hukum Islam.
Bab ketiga, merupakan penelitian tentang pemajangan pengantin saat
walimatul ‘urs, yakni berupa Biografi Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus,
Latar Belakang Pendidikan, Latar Sosial dan yang terakhir tentang Kiprah Habib
Idrus bin Muhammad Alaydrus dalam berdakwah.
Bab keempat, berupa Analisis Hukum Islam terhadap pandangan Al-Habib
Idrus bin Muhammad Alaydrus tentang pemajangan pengantin saat walimatul
‘urs.
Bab kelima, merupakan bagian terakhir dari skripsi atau penutup yang
BAB II
TINJAUAN UMUM WALIMATUL ‘URS
A.Pengertian Walimatul ‘Urs
Agama Islam telah mensyari’atkan kepada kita semua untuk
mengumumkan sebuah pernikahan. Hal itu bertujuan untuk membedakan dengan
pernikahan rahasia yang dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu,
pengumuman tersebut juga bertujuan untuk menampakkan kebahagiaan terhadap
sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT kepada seorang mukmin, sebab dalam
pernikahan dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya. Dan dalam ikatan itu
juga, akan tertepis semua prasangka negatif dari pihak lain. Tidak akan ada yang
curiga, seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang wanita, itulah
sebabnya Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menyiarkan akad
nikah atau mengadakan suatu walimah untuk mengumumkan acara
perkawinannya di proses walimatul ‘urs pada khalayak umum.1
Dari Aisyah, bahwa Nabi saw bersabda:
ِهَاَُلَوسَرََلَاَقَ:تَلَاَقََة ِئَاعَنع
:
َاونِعَأ
ِب
عجاوَِحاَ ِنلا
وُ
ِدِجاسَماَيِفَ
و
رضا
َِهيَعَاوب
ب
ّدلا
ِف
Artinya: Dari aisyah telah berkata Rasulullah saw: ‚Umumkan pernikahanmu, tempatkanlah di masjid, dan pukullah musik rebana. (HR.Tirmizi).2
Tidak diragukan bahwa mengadakan siaran dimasjid-masjid adalah lebih mendapatkan perhatian dan berpengaruh,oleh karena di masjid-masjid merupakan
20
tempat orang banyak berkumpul , lebih lebih pada zaman sahabat,
masjid-masjid merupakan tempat pertemuan umum.
َطخَاّ َل
َلاَقََة ِطاَفَّيِعَب
َ
ة يِلوَنَِِ رعِْلَّدبَاَهَِّإَ:َ َّسوَِهيَعَهَّلاَىَّصَِهاَُلوسر
.
Artinya: ‛Tatkala Ali meminang Fatimah Radhiyallahu anhuma ia berkata,
‘Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya
merupakan keharusan bagi pengantin untuk menyelenggarakan walimah
)pesta perkawinan).(HR. Ahmad)3.
Dalam kehidupan sehari-hari kata walimah sering diartikan sebagai
pertemuan (perjamuan) formal, yang diadakan untuk menerima tamu, baik itu
dalam pernikahan maupun pertemuan lainnya. Maksudnya adalah makanan yang
disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai
makanan untuk tamu undangan atau lainnya.4
Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menyebutkan bahwa walimah adalah
tiap-tiap jamuan merayakan pernikahan, kelahiran anak, khitanan, atau peristiwa
menggembirakan lainnya yang mengundang orang banyak untuk datang, maka
dinamakan walimat.5
Dalam pembahasan ini, akan diperjelas makna walimah kaitannya dengan
’urs (pernikahan) yang selama ini sudah dipahami banyak kalangan masyarakat,
dan bahkan sudah menjadi budaya tersendiri dari masing-masing daerah atau
wilayah.
Walimatul ‘urs terdiri dari dua kata, yaitu al-walimah dan al-‘urs. Al
walimah secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata ﺔﻤﻴ ﻭ١ artinya
3 Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, Juz V, 395. 4
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat (Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999),149.
5
21
Al-jam’u yaitu berkumpul, sebab antara suami istri berkumpul. Walimah juga
berasal dari kata Arab al-Walim artinya makanan pengantin. Maksudnya adalah
makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan, bisa juga
diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.6 Dan pengertian
walimatul ’urs adalah walimah untuk pernikahan yang menghalalkan hubungan
suami istri dan pemindahan status kepemilikan.7
Walimatul sendiri diserap dalam bahasa Indonesia menjadi walimah, dalam
fiqh Islam mengandung makna yang umum dan makna yang khusus. Makna
umum dari walimah adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang
banyak. Sedangkan walimah dalam pengertian khusus disebut walimatul ‘urs
mengandung pengertian peresmian pernikahan yang tujuannya untuk
memberitahu khalayak ramai bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami
istri, sekaligus sebagai rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas
berlangsungnya pernikahan tersebut.8Bahwa walimah terjadi pada setiap dakwah
(perayaan dengan mengundang seseorang) yang dilaksanakan dalam rangka untuk
memperoleh kebahagiaan yang baru. Yang paling mashur menurut pendapat yang
mutlak, bahwa pelaksanaan walimah hanya dikenal dalam sebuah pesta
pernikahan.9
Menurut Sayyid Sabiq, walimah diambil dari kata al-walmu dan
mempunyai makna makanan yang dikhususkan dalam sebuah pesta pernikahan.
`
6 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah VII, TerjemahFiqih Sunnah (Bandung: Alma’arif, 1990), 149. 7 Muhammad bin Ismail, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Jilid II (Jakarta: Darus Sunnah
Press, 2010), 724.
22
Dalam kamus hukum, walimah adalah makanan pesta perkawinan atau tiap-tiap
makanan yang dibuat untuk para tamu undangan.10
Berbeda dengan ungkapannya Zakariya al-Anshari, bahwa walimah terjadi
atas setiap makanan yang dilaksanakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang
baru dari pesta pernikahan dan kepemilikan, atau selain dari keduanya. Tentang
kemashuran pelaksanaan walimah bagi pesta pernikahan sama dengan apa yang
telah diungkapkan oleh Syafi’i.
Jadi bisa diambil suatu pemahaman bahwa pengertian walimatul ’urs adalah
upacara perjamuan makan yang diadakan baik waktu aqad, sesudah aqad, atau
dukhul (sebelum dan sesudah jima’). Inti dari upacara tersebut adalah untuk
memberitahukan dan merayakan pernikahan yang dilakukan sebagai ungkapan
rasa syukur dan kebahagiaan keluarga.
Pada umumnya pelaksanna Walimah diadakan ketika acara akad nikah
berlangsung, atau sesudahnya, bisa jadi ketika hari perkawinan (mencampuri
istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.11 Dan di dalam masyarakat kata
walimah dimutlakkan untuk acara pesta perkawinan saja, banyak macam-macam
dari bentuk walimah itu sendiri, diantaranya:12
1. Walimatul ‘Ursy adalah walimah dalam pesta perkawinan.
2. Walimatul Khitan adalah suatu walimah dalam acara khitan.
10 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz. VII, Terjemah Fiqih Sunnah( Bandung: PT Al-Ma’arif, Cet.
Ke-2, 1982),166.
23
3. Aqiqah adalah walimah dalam acara penyembelihan kambing ketika
kelahiran anak.
4. Naqiah adalah walimah karena datangnya musafir.
5. Wakirah adalah walimah dalam acara memasuki rumah (bangunan) baru.
6. Wadimah adalah walimah dalam acara karena selamat dari musibah
7. Makdubah adalah walimah yang diadakan tapi tampa ada sebab.
8. Tasyakuran Haji adalah walimah yang diadakan sebelum berangkat haji
atau setelah datang dari haji.
B. Kedudukan Walimah
1. Dasar Hukum Walimah
Walimatul ‘urs merupakan mata rantai dalam pembahasan nikah yang
juga mempunyai aspek-aspek hukum dalam pelaksanaannya. Sudah menjadi
kebiasaan fiqh (yang terkadang juga dipahami sebagai hukum Islam)
mengenal istilah ikhtilaf dalam penetapan hukum. Ikhtilaf sudah sering
terjadi di kalangan ulama fiqh dalam penetapan hukum suatu masalah yang
menurut mereka perlu disikapi. Sikap peduli para ulama dalam pemaknaan
dan pemahaman ayat-ayat al-Qur’an maupun hadist-hadist Rasul
dijadikannya sebagai dalil untuk menentukan hukum yang pantas bagi
pelaksanaan walimatul ‘urs.13
Pandangan mereka terhadap dalil-dalil yang menerangkan tentang
walimah jelaslah berbeda, sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka kuasai
dalam memahami sumber hukum Islam sebagai pemaknaan sosial. Hukum
13
24
yang dilegalisasikan oleh para ulama’ ada beberapa macam, diantaranya
hukum wajib dalam mengadakan suatu walimatul ‘urs bagi orang yang
melangsungkan pernikahan. Wajibnya melaksanakan walimatul ‘urs
berdasarkan sabda Nabi kepada Abdurrahman:14
َا َ:َلاَقَفَ رْفصَرَثَاَفوعَِنبَِن حّرلاَِدبعَىَعَ َأرَ َّيِبّنلاََّ َاَ ِلا َِنبَِ ََاَنع
َ؟اَ
َف
َ ِلوَاَ. َلَُهاَ رابَفَ:َلاَقَ.ب ََنَِ اوََِ وَىَعًََأر اَتجّوزتَىَِّاَ:َلاَق
َ. ا ِبَوَلَو
Artinya: Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi saw melihat ada bekas kuning-kuning pada 'Abdur Rahman bin 'Auf. Maka beliau bertanya, "Apa ini ?". Ia menjawab, "Ya Rasulullah, saya baru saja menikahi wanita dengan mahar seberat biji dari emas". Maka beliau bersabda, "Semoga Allah memberkahimu. Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan (menyembelih) seekor kambing". [HR. al-Tirmizi]15
Dan Nabi sendiri tidak pernah meninggalkan untuk menghadirinya,
meski diperjalanan atau dirumah.16Dalam hadist tersebut menjadikan lafadz
لﻭأ ٌ ﻭلﻭ ٌ
ةاشب sebagai dalil keharusan mengadakan sebuah walimatul ’urs. Yang
mana fi’il amar dalam hadist tersebut mengandung perintah wajib. Hal ini
dikemukakan oleh Abdul Aziz Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam.17
Akan tetapi jumhur ulama’ berpendapat bahwa mengadakan acara
walimatul ’ursy hukumnya adalah sunah. Hal ini dikarenakan walimah
adalah pemberian makanan lantaran mendapat kegembiraan seperti
mengadakan pesta-pesta yang lain. Maka amar (anjuran) Nabi, dalam hadits
14Abdul Fatah, Kifayatul Akhyar (Semarang: Rineka Cipta, 1990), 219. 15Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi, al-jami’ al-Sahih, juz III, 402
16Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemah Bulúgh Al-Maram (Bandung: Mizan
Pustaka, 2010), 427.
17Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996),
25
adalah amar sunnah, karena diqiyaskan kepada amar menganjurkan korban
pada hari raya Haji dan pesta-pesta lainnya.18
َلاَق
ََا
:
ا
َا
َلو
ُلوسر
ِها
ىَص
ِها
ِهيَع
َسو
ىَع
ئيش
نِ
ِهِئاسَِ
ا
َلوَا
ىَع
ِبني
َلوَا
ا ِب
Artinya:Dari Anas, ia berkata,"Rasulullah saw, tidak pernah mengadakan pesta perkawinan dengan isterinya seperti ketika pernikahanannya dengan zaenab, beliau berpesta dengan seekor kambing.(HR. Bukhari).19
Dalam shahih Imam Bukhari dari Shafiyah binti Syaibat, ia berkata:
اسََِِضعبَىَعَ َلوَاَ:تَلاَقَا ََّاََةبيشَِتنِبََةّيِفصَنع
.ريِعشَنَِِنيّد ِبَِهِئ
Artinya: Dari Shafiyah binti Syaibah, bahwa ia berkata, "Nabi saw mengadakan walimah atas (pernikahannya) dengan sebagian istrinya dengan dua mud gandum. [HR. Bukhari]20.
Setiap ada pernikahan selalu disertai dengan resepsi pernikahan atau
walimah. Acara semacam ini sudah dianggap biasa dan telah membudaya
bagi setiap masyarakah manapun, hanya saja cara dan sistemnya yang
berbeda. Sedangkan maksud yang terkandung dari mengadakan walimahan
itu tiada lain hanya untuk menunjukan rasa syukur atas pernikahan yang
telah terjadi sebagai rasa bahagia untuk dinikmati bersama masyakarat
disekitar lingkungannnya.
Beberapa hadits tersebut diatas menunjukkan bahwa walimah itu boleh
diadakan dengan makanan apa saja sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan
oleh Nabi saw, bahwa perbedaan-perbedaan dalam mengadakan walimah
26
oleh beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain,
tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.
2. Hukum Menghadiri Walimah
Menghadiri undangan walimah merupakan suatu kewajiban bagi setiap
Muslim. Dan janganlah ia meninggalkannya, sebagaimana telah jelas dari
hadits Abu Hurairah Radhiallohu’anhu yang telah lalu. Diriwayatkan dari
‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallohu’anhuma, Rosulullah Sholallohu’alaihi wa
Sallam bersabda:
بِ يَْفَ رعَِة يِلوَىَلِإَ ُكدحَأَيِعدَاَِإ
Artinya: Jika salah seorang dari kalian diundang ke resepsi pernikahan,
maka hendaklah ia datang memenuhinya.‛ (HR. Muslim)21
Apabila menghadiri undangan walimah untuk menunjukan perhatian,
memeriahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka
hukumnya menghadiri walimah adalah wajib. Jadi apabila seseorang
menerima undangan untuk menghadiri walimah ia harus datang kecuali
kalau ada halangan-halangan tertentu yang betul-betul menyebabkan orang
itu tidak dapat mendatangi undangan walimah tersebut.
Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila:22
a. Tidak ada udzur syar’i.
b. Dalam walimah itu tidak ada atau tidak digunakan untuk
perbuatan mungkar.
21 Abi al-Husain Muslim, Sahih Muslim, juz II, 1054.
27
c. Yang diundang baik dari kalangan orang kaya maupun miskin.
Pada saat seseorang mendapatkan undangan walimah, sedangkan
seseorang tersebut dalam keadaan puasa, maka sebaiknya tetap mendatangi
undangan dengan tujuan untuk mendoakan kedua pengantin.23Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:24
دحَأَيِعدَاَِإ
بِ يَْفَ اعَطَىَلِإَ ُك
،ِّ صيَْفَا ِئاصََ اَكَْ ِإوَ،
عْطيَْفَارِطْف ََ اَكَْ َِِف
Artinya: ‚Jika salah seorangmu diundang, maka hendaklah ia kabulkan.
Jika ia sedang puasa, maka hendaklah ia mendoakannya dan jika ia tidak puasa, maka hendaklah ia ikut makan (hadir).25
Ada yang berpendapat bahwa hukum menghadiri undangan adalah
fardhu/wajib kifayah. Menurut Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali,
menghadiri undangan walimah itu hukumnya wajib, bahkan fardhu ‘ain.
Sedangkan menurut pendapat syafi’iyah dan Hanabilah hukum menghadiri
walimah itu sunnah bukan wajib. Berkata al-Lachmi dari pengikut Maliki<
bahwa menurut mazhab hukumnya Sunnah.26
Menurut pendapat sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah yang lain,
hukumnya fardhu kifayah. Dalam kitab al-Bahr dan al-Itrah dan Syafi’i
bahwa memperkenankan undangan walimah itu hukumnya sunnah, seperti
walimah-walimah yang lain juga.27
23 Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 148. 24 Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemah Bulúgh Al-Maram ( Bandung: Mizan
Pustaka, 2010), 427.
25
Abi al-Husain Muslim, Sahih Muslim, juz II, 1054.
28
Adapun menghadiri undangan selain walimah, maka menurut Jumhur
Ulama dianggap sebagai sunnah muakkad.28
Sebagian golongan Syafi’i berpendapat adalah wajib. Tetapi Ibnu Hazm
menyangkal bahwa pendapat ini dari jumhur sahabat dan tabi’in, karena
hadits-hadits diatas memberi pengertian wajibnya menghadiri setiap
undangan baik undangan perkawinan atau yang lainya.29
Diterangkan didalam kitab Fiqih Sunnah bahwasannya syarat undangan
yang wajib didatangi ialah:
1. Pengundangnya mukallaf, merdeka, dan berakal sehat.
2. Undangannya tidak dikhususkan kepada orang-orang kaya saja
sedangkan orang miskin tidak.
3. Undangan tidak ditujukan kepada orang yang disenangi dan dihormati
saja.
4. Pengundangnya beragama Islama, demikianlah pendapat yang lebih
sah.
5. Khusus pada hari yang pertama (pendapat yang terkenal).
6. Belum didahului dengan undangan lain, kalau undangan lain maka
yang pertama harus didahulukan.
29
7. Tidak ada kemungkaran dan hal-hal lain yang menghalangi
kehadirannya.
8. Yang diundang tidak ada udzur.30
Namun apabila undangan yang ada udzur atau tempatnya jauh sehingga
memberatkan, maka boleh tidak hadir.
Memperhatikan syarat-syarat tersebut diatas, jelas bahwa apabila
walimah dalam pesta perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja
hukumnya adalah makruh. Nabi Muhammad saw bersabda, dari Abu
Hurairah ra:
رتيوَ،َُءايِنْغَأاَا َلَىعديَِة يِلوْلاَ اعَطَِاعَطلاَرش
َ
َدَقَفََوعدلاَ رتَن وَ،َُءارَقُفْلا
هَلوسروَهَلاَىصع
Artinya: Sejelek-jelek makanan adalah makanan pada walimah yang
di mana diundang orang-orang kaya saja dan tidak diundang orang-orang
miskin. Siapa yang meninggalkan undangan tersebut, maka ia telah
mendurhakai Allah dan Rasul-nya.31
Pesta perkawinan yang wajib didatangi bila ada dua undangan pada
waktu yang bersamaan adalah pesta yang pertama. Adapun pesta yang
kedua hukumnya sunnah dan yang ketiga hukumnya makruh .32
Diceritakan dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah saw, bersabda :
هع سوُءايِرَِثِلَاَلاوَفورع َىَِاَلاوَقحَِويَُلوَأَُة يِلَوْلَا
30 Ibid, 170-171.
31
Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzab Syafi’i ( Bandung: Pustaka Setia, 2007), 310.
32
30
Artinya: ‚walimah hari pertama merupakan hak, hari kedua adalah
makruh sedangkan hari ketiga adalah riya dan pamer.‛33
Menurut sebagian ulama, tidak makruh menghadiri undangan walaupun
sampai tujuh hari asalkan dengan niat yang baik. Imam bukhari juga
berpendapat demikian.
Apabila dalam jamuan-jamuan itu ada sesuatu yang terlarang oleh
agama, seumpamanya perbuatan munkar itu tidaklah wajib menghadirinya,
bahkan dilarang. Seperti menjamu orang dengan minuma keras. Berdansa
-dansi, pihak pengantin di pajang didepan umum dengan menampakkan
auratnya dan perbuatan munkar lainya.
Namun, bila kehadiran kita mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan
maksiat tersebut, wajiblah ketika itu menghadirinya. Termasuk juga
perbuatan mungkar bila sengaja menghidangkan untuk dipamerkan belaka
bukan untuk dimakan.34
Beberapa hal yang perlu diingat dan diperhatikan baik bagi yang
menyelenggarakan walimah maupun yang menghadiri walimah supaya
tindakan itu sesuai dengan nilai-nilai ibadah adalah:35
1. Walimah harus diselenggarakan dengan kemampuan jangan
berlebih-lebihan dan jangan memboroskan hal-hal yang dipandangan tidak
perlu.
33 Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi, al-jami’ al-Sahih, juz III, 404. 34
Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzab Syafi’i ( Bandung: Pustaka Setia, 2007),311.
31
2. Menyelenggarakan walimah harus dengan ikhlas, jangan mengharap
sumbangan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
3. Tamu-tamu harus disambut dengan rasa hormat dan diterima kasih.
Jangan membedakan antara yang membawa sumbangan atau yang
tidak, ataupun antara yang kaya dan yang miskin.
4. Menyelenggarakan hiburan diperbolehkan, asal tidak bertentangan
dengan ajaran agama.
5. Para tamu jangan sampai menolak hidangan yang disuguhkan, kalau
senang dimakan kalau tidak senang dibiarkan.
6. Sebaiknya menyelenggarakan walimah diadakan sekali saja.
3. Etika Menghadiri Walimah
Dalam menghadiri undangan, lebih-lebih undangan walimah. Ada
beberapa etika yang harus diperhatikan dan di jaga. Diantaranya adalah:36
Pertama, dalam menghadiri walimah pernikahan jangan sampai punya
niat hanya sekedar akan mengisi perut dengan makanan yang enak dan lezat.
Tapi harus berniat mengikuti sunnah Rasul, menghormati saudara atau
teman, turut menghibur hati dan membuat gembira yang sedang punya hajat,
dan menyambung tali persaudaraan, jangan sampai mempunyai prasangka
buruk terhadap orang lain baik kenalan maupun saudara yang tidak di
undang.
Kedua, mendoakan shohibul hajat setelah selesai menyantap hidangan.
32
Ketiga, bila dalam pelaksanaan walimah pernikahan sudah dapat
dipastikan ada perbuatan maksiat maka tidak perlu menghadiri. Yang
demikian berarti ada udzur syar’i, misalnya dalam resepsi ada hiburan
sedangkan pemainnya tampir mengumbar aurat, maka tidak perlu dihadiri,
kecuali kalau memang berniat ingin member nasehat kepada tuan rumah.
Bila tidak, lebih baik kembali pulang sebelum resepsi dimulai.37
4. Hal-hal yang di Sunnahkan dalam Walimah
a. Disembelihkan seekor kambing atau lebih bagi yang mampu. Hadis Rasulullah saw:
َلاَق
ََا
:
ا
َلوَا
ُلوسر
ِها
ىَص
ِها
ِهيَع
َسو
ىَع
ئيش
نِ
ِهِئاسَِ
ا
َلوَا
ىَع
ِبني
َلوَا
ا ِب
Artinya:Dari Anas, ia berkata,"Rasulullah saw, tidak pernah mengadakan pesta perkawinan dengan isterinya seperti ketika pernikahanannya dengan zaenab, beliau berpesta dengan seekor kambing.(HR. Bukhari).38
Walimah yang sederhana selalu dilakukan Rasulullah, sebagai contoh
teladan bagi umatnya. Bahkan beliau merasa cukup dengan menyembelih
lebih dari seekor kambing juga diperbolehkan, yang terpenting tidak
berlebihan.39
b. Menghidangkan hidangan ala kadarnya, bila memang tidak mampu
menyajikan daging.
37 Mudjab Muhalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya ( Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 150. 38
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, 255.
33
c. Berniat mengikuti sunnah rasul, bukan dengan niat lain. Menghibur
sanak kerabat dengan makanan yang bergizi, bukan yang memabukkan
atau membahayakan.
d. Dalam pelaksanaan walimah harus benar-benar menjauhi perkara yang
tidak layak dilakukan dalam pandangan agama. Misalnya dengan dansa
ria, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, minum-minuman
beralkohol dan kemaksiatan lain yang erat hubungannya dengan
walimatul ‘ursy.
5. Hikmah Walimah
Adapun hikmah dalam walimah ini adalah sebagai pemberitahuan
kepada khalayak ramai tentang terjadinya pengesahan hubungan antara
laki-laki dan perempuan. Dengan adanya walimah setidaknya mereka yang dekat
akan mengetahui bahwa kedua mempelai telah sah sebagai suami istri.
Namun, kadang-kadang pelaksanaan walimah terkesan berlebihan.
Dalam kaitan ini, Nabi saw bersabda:
َأع
ِن
ِنلاَاو
َ
ِحا
Artinya: ‚ Umumkanlah Pernikahan itu‛40
Nabi menyuruh untuk mengadakan keramaian, artinya janganlah
peristiwa tersebut disembunyikan. Dan diantara Hikmah walimah antara lain
adalah:41
a) Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT.
40
Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi, al-jami’ al-Sahih, juz III, 407.
34
b) Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dan kedua orang
tuannya.
c) Sebagai tanda resmi akad nikah.
d) Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami isteri.
e) Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah.
C. Praktek Walimatul ‘Urs Menurut Hukum Islam
Praktek walimatul ’urs yang bersifat normatif bisa dipahami atau
ditarik suatu pemahaman dari hadst-hadist Rasul baik yang bersifat qouly
ataupun fi’ly. Pemahaman tersebut bisa dijadikan sebuah praktek walimatul
’urs secara kontekstual, karena merupakan hasil memformulasikan demi
menghasilkan persepsi tentang praktek walimah yang dilakukan oleh
Rasulullah maupun para sahabat.
Dalam Islam diajarkan untuk sederhana dalam segala aspek kehidupan,
termasuk dalam melaksanakan walimatul ’urs harus sederhana tidak boleh
berlebih-lebihan. Seseorang yang tidak mau dianggap miskin atau
ketinggalan zaman lalu mengadakan walimatul ‘urs dengan pesta meriah.
Para tamu bersenang-senang, akan tetapi tuan rumahnya mengalami
kesedihan, bahkan dengan berhutang dan menjual atau menggadaikan
harta,42tidak dibenarkan, karena yang terpenting adalah mengadakanpesta
penikahan sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT.
42 Ibnu Hajar al-Asqolani, Bulúgh al-Marom, Terj. Kahar Masyhur, ‛Bulugh al-Marom‛ (Jakarta:
35
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf
menyatakan bahwa Nabi saw menganjurkan supaya dalam mengadakan
sebuah walimatul ’urs menyembelih walaupun hanya seekor kambing. Akan
tetapi jika tidak mampu, maka boleh berwalimah dengan makanan apa saja
yang disanggupinya.
Abdul Fatah Idris dalam Kifayatul Ahyar menyebutkan bahwa
sedikitnya walimatul ’urs bagi orang yang mampu adalah dengan seekor
kambing, karena Nabi Muhammad saw menyembelih seekor kambing ketika
menikah dengan Zaenab binti Jahsy. Dan dengan apapun seseorang itu
melakukan walimatul ’urs sudah dianggap cukup, karena Nabi Muhammad
saw melakukan walimatul ’urs untuk Shofiyah binti Syaibah dengan tepung
dan kurma.43
عبَىَعَ َلوَاَ:تَلاَقَا ََّاََةبيشَِتنِبََةّيِفصَنع
اسََِِض
.ريِعشَنَِِنيّد ِبَِهِئ
Artinya: Dari Shafiyah binti Syaibah, bahwa ia berkata, "Nabi saw mengadakan walimah atas (pernikahannya) dengan sebagian istrinya dengan dua mud gandum. [HR. Bukhari]44.
Sesuai dengan hadist diatas, walimatul ‘urs yang dilaksanakan oleh
Nabi jauh dari sifat pemborosan dan kesia-siaan dengan membuat berbagai
macam jenis makanan. Dengan kata lain, menurut hadist diatas, standarisasi
biaya dalam sebuah perayaan walimatul ‘urs adalah dengan tidak melebihi
seekor kambing, artinya mengundang orang yang cukup dijamu dengan
43 Abdul Fatah, Kifayatul Akhyar, terjemahan ringkasan Fiqih Islam Lengkap ( Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), 218-219.
44Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, 255.
36
seekorkambing. Kalaupun lebih tidak masalah asalkan masih dalam
batas-batas kemaslahatan.
Dalam walimatul ’urs sendiri, disunatkan bagi para dermawan agar ikut
serta dalam membiayai pelaksanaannya. Dalam al-Qur’an,Allah menegaskan
dalam surat An-Nur ayat: 32:
Artinya: dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.45
Perintah menikahkan dalam ayat ini, disamping ditujukan kepada wali
nikah, juga kepada orang-orang kaya agar mengambil bagian dalam memikul
beban pembiayaan pelaksanaan pernikahan.46
Untuk memperlihatkan kebahagiaan dalam acara walimatul ’urs, Islam
membolehkan adanya acara kegembiraan diantaranya adalah mengadakan
hiburan dan nyanyian yang mubah dalam pernikahan. Yang dimaksud
dengan nyanyian disini adalah nyanyian yang sopan dan terhormat yang
sama sekali steril dariperkataan kotor dan tindakan amoral.
Diantara hiburan yang dapat menyegarkan jiwa, menggairahkan hati
dan memberikan kenikmatan pada telinga adalah nyanyian. Islam
37
memperbolehkannya selama tidak mengandung kata-kata keji dan kotor atau
menggiring pendengarnya berbuat dosa. Tidaklah mengapa bila nyanyian itu
diiringi dengan musik selama tidak sampai melenakan. Bakan itu dianjurkan
pada momen-momen kebahagiaan dalam rangka menebarkan perasaan
gembira dan menyegarkan jiwa.47
Walimatul ’urs pada zaman Nabi diiringi sebuah hiburan dengan tujuan
untuk memeriahkan perayaan tersebut dari satu sisi dan sisi yang lain adalah
untuk menghibur para undangan agar merasa nyaman dan tenteram selama
perayaan dilangsungkan. Hiburan atau nyanyian diperbolehkan untuk
mengiringi pengantin dalam sebuah perayaan walimatul ’ursselama
dihindarkan dari kemungkaran dan hal-hal yang bertentangan dengan
syari’at. Meskipun dalam pernikahan diperbolehkan mengadakan hiburan
-hiburan, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan. Pada zaman Rasulullah
SAW banyak bentuk walimah yang dapat dijadikan model, walau di zaman
mereka pun sudah mampu melaksanakan walimatul ’urs dengan segala
kemewahan. Akan tetapi mereka tidak melaksanakan hal yang demikian.
Mereka menganggap, lebih baik kekayaan yang mereka miliki dipergunakan
bagi kemaslahatan masyarakat.48
47Muhammad Ali Ash-Shabuni, Az Zawájul Islámil Mubakkir: Sa’aadah, Terj. Iklilah
Muzayyanah Djunaedi, ‛Hadiah Untuk Pengantin‛( Jakarta: Mustaqim, 2001), 305.
48 A. Qurrah, Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Melalui Internet (Jakarta: PT Golden
38
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat: 31:
Artinnya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.49
49
BAB III
BIOGRAFI DAN GAMBARAN TENTANG PANDANGAN HABIB IDRUS BIN MUHAMMAD ALAYDRUS TERHADAP MEMAJANG PENGANTIN DI
KHALAYAK UMUM
A.Profil Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus
1. Biografi Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus
Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah pimpinan dari Majelis
Rasulullah Jawa Timur. Habib Idrus lahir di Surabaya, 4 Mei 1981, Habib
Idrus menikah dengan Wardah binti Umar Alaydrus yang lahir di Surabaya,
2 Maret1984 dan sekarang sudah dikarunia seorang anak laki-laki bernama
Muhammad Husain bin Idrus Alaydrus. Habib Idrus bertempat tinggal di
dijalan Simokerto gang 2 no: 15 Surabaya.1
1 Habib Idrus, Wawancara, Surabaya, 29 Juli 2016.
Habib Idrus Bin Muhammad Alaydrus Wardah Binti Umar Alaydrus
Menikah dan Mempunyai seorang anak laki-laki
Muhammad Husain bin Idrus Alaydrus
Muhammad bin Abdul
Qadir Alaydrus Sholeh Alaydrus Halimah binti Abdul Qodir
bin Idrus Alaydrus Dan
Syifa’ Alaydrus
Habib Sholeh Alaydrus
Dan Alwiyah Baharun
Umar bin Hamid Alaydrus
Alwiyah binti Ahmad Assegaf Habib Hamid
bin Mahmud Alaydrus
Dan Fatum Assegaf
Habib Ahmad bin Ali Assegaf
40
2. Latar Belakang Pendidikan Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus
Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus sebelum berdakwah melalui
majelis Rasulullah beliau adalah seorang guru privat dari rumah ke rumah
yang dengan berbagai mata pelajaran seperti dalam bidang Bahasa Arab dan
Fiqih. Salah satu murid Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah
anak dari Prof. Dr. Abdullah Sahab, seorang dosen di Institut Teknologi
Sepuluh November (ITS).2
Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus dulu semasa sekolah dasar beliau
menimba Ilmu di SD At-Tarbiyah Surabaya, lalu beliau melanjutkan
belajarnya di Pondok Pesantren Darul Hadist Malang. Habib Idrus menimba
Ilmu di Darul Hadist Malang selama empat tahun dengan gurunya yakni
Syech Abdullah Abdun, pengasuh pondok pesantren di Darul Hadits Malang.
Namun semangat beliau tidak hanya sampai disitu saja, Habib Idrus lalu
melanjutkan menimba Ilmu di Darul Musthofa Tarim Hadramaut Yaman.
Habib Idrus banyak menimba Ilmu dengan Habib Umar bin Muhammad bin
Hafidz selama tujuh tahun. Beliaulah Al-Habib Umar bin Muhammad bin
Hafidz Syekhul Murobbi Habib Idrus.3
Semangat Habib Idrus buat selalu belajar tidak pernah padam di Darul
Musthofa Tarim Hadramaut Yaman. Selain Habib Umar bin Muhammad bin
Hafidz sebagai guru Habib Idrus, masih banyak lagi guru-guru Habib Idrus
semasa belajar di Darul Musthofa Tarim Hadramaut Yaman yakni bersama
Habib Ali Mashur bin Muhammad bin Syech Abu Bakar (Yaitu kakak dari
41
Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz), Habib Sa’ad Alaydrus, lalu Habib
Salim Assatri dan masih banyak guru-guru beliau yang lainnya.
3. Latar Sosial Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus
Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah seorang yang sangat
luar biasa dalam berdakwah, untuk mengajak seluruh umat muslim agar
menambah kecintaanya dengan baginda Nabi Muhammad saw. Habib Idrus
berdakwah untuk m\enyebarkan agama Islam dengan selalu bersholawat
kepada Nabi Muhammad saw dan selalu berdzikir kepada Allah.
Saat berumur lima tahun Habib Idrus telah ditinggal oleh ibunya. W\alau
sudah ditinggal ibunya wafat, Habib Idrus tetap selalu semangat dalam
menimba Ilmu untuk dapat berdakwa menyebarkan Agama Islam.
Ketika Habib Idrus di beri Isyarat oleh Habib Mundzir dan juga Habib
Umar untuk mendirikan Jalsatul Itsnail di jawa Timur, beliau masih tidak
berani, namun karena dorongan dari guru-guru beliau akhirnya di dirikanlah
Majelis Rasulullah saw Jawa Timur dengan jama’ah yang masih sangat
sedikit.
Habib Idrus mulai berdakwah dari rumah ke rumah dan masjid
kemasjid. Dan perlu diketahui juga bahwasannya di sekitar kediaman Habib
Idrus banyak orang yang non muslim karena beliau tinggal di daerah sekitar
orang-orang cina atau orang non muslim, ada juga orang yang muslim tapi
42
Disinilah semangat beliau mak\in bertambah untuk dapat selalu
menyebarkan agama Islam yang Rohmatal Lilalamin.
4. Kiprah Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus dal