• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan habib Idrus bin Muhammad Alaydrus terhadap memajang pengantin saat walimatul 'urs dalam perspektif hukum Islam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pandangan habib Idrus bin Muhammad Alaydrus terhadap memajang pengantin saat walimatul 'urs dalam perspektif hukum Islam."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN HABIB IDRUS BIN MUHAMMAD

ALAYDRUS TERHADAP MEMAJANG PENGANTIN SAAT

WALIMATUL ‘URS

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Oleh

Nur Laili

NIM. C01212086

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga SURABAYA

(2)

PER}.IYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini saya:

Nama

NIM

Fakultas/Jurusan

Judul Skripsi

Nrn Laili

c0r212086

Syariah dan Hukum/ Ahwal Al-Syaltsiyyah

Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus Terhadap Memajang Pengantin Saat Walimatul 'Urs Dalam Perspektif Hukum Islam.

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa s*ripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/ karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagran yang

dirujuk sumbernya.

Surabaya, 03 Agustus 2016

Saya menyatakan

Nur Laili

c01212086

(3)

PERSETUJUAN PE,MBIMBING

Skripsi yang ditulis oleh Nur Laili NIM.C01212086 yang berjudul "Pandangan

Habib Idrus Bin Muhammad Alaydrus Terhadap Memajang Memajang Pengantin

Saat Walimatul 'Urs Dalam Perspektif Hukum Islam"

ini

telah diperiksa dan disetuj ui unt uk dimunaqas ahkan.

Surabaya, 03 Agustus 2016 Dosen Pembimbing.

(4)

PENGESA}IAN

Slaipsi yang ditulis oleh Nur Laili NIM. CAI2I2086 ini telah dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqasah Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel pada hari Senin, 15 Agustus 2A16, dan dapat diterima sebagai salah

satu persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana strata satu dalam Ilmu Syari'ah.

Majelis Munaqasah Skripsi

Penguji

II

Dr. H. Darmawan. S.HI.. M.HI.

\-rP. 1 9800410200501 1004

\T.

NIP. I 9540525 198503 1001

Penguji

III

ll <

W

Sukamto. SH..MS

196003121999031001

Penguji IV

)

Muhammad Hatta. S.As. MHI NIP. I 97 i 10262007 0 | t0 12

Surabaya, 15 Agustus 2016 Mengesahkan,

Fakultas Syariah dan Hukum

(5)
(6)

Abstrak

Hamam, NIM. D01396013

PERANAN GURU AGAMA DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA DI MTs. TARBIYATUL AKHLAQ DI DESA WEDORO ANOM KEC. DRIYOREJO KAB. GRESIK

Masalah yang menjadi kajian dalam penulisan skripsi ini adalah: bagaimana upaya guru agama dalam mengembangkan kreatitivitas belajar siswa di MTs Tarbiyatul Akhlaq Wedoroanom Kec. Driorejo Kab. Gresik, bagaimana keadaan belajar siswa di MTs tersebut dan bagaimana peranan guru agama dalam mengembangkan kreativitas belajar siswanya. Adapun metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini dengan populasi yang terdiri dari siswa MTs. Tarbiyatul Akhlaq yang berjumlah 130 siswa, sampelnya diambil 30% dari jumlah populasi sehingga jumlahnya sebanyak 40 siswa, teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan metode observasi, interview, dokumentasi dan angket, sedang analisa datanya menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan data statistik yang menggunakan korelasi product moment.

(7)

DAFTAR

ISI

Halaman

}IALAMAN JI]DUL

HALAMAN NOTA DINAS...

HALAMAN PENGESAHAN .."... ....

}IALAMAN MOTTO

HALAMAN PERSEMBAHAN

fi

t't

f

,r. , t

y.'

I

(8)

BAB.

III

l.

Pengertian Guru Agama

2. Syarat-sYarat Guru Agama

3. Tugas dan tanggung jawab Guru Agama'

"""""

""

4. Strategi Guru Agama dalam mengajar

5. Macanr-macam fungsi Guru Agama " " " " " " " " " " "'

B. Masalah Kreatifltas Belajar Siswa

1. Pengertian kreatifitas belajar 2. PentingnYa kreatifitas belajar

3. Meningkatkan kreatifitas belajar siswa

4'Kegiatanuntukmengembangkankreatifitasbelajarsiswa.

5.Faktor-faktoryangmempengaruhikreatifitasbelajarsiswa.

C.PerananGuruAgarnadalamupayamengembangkankreatifitas belajar siswa.

Laporan hasil penelitihan

A. Sekilas tentang gambaran objek penelitihan

1. Sejarah berdirinya Mts. Tarbiyatul Akhlaq di Wedoro Anom Kec. Driyorejo Kab- Gresik

2. Struktur Organisasi Mts. Tarbiyatul Akhlaq 3. Keadaan tenaga pendidik dan siswa

4. Fasilitas

I

saranapendidkanya ...""
(9)

B. Penyajian data dan analisa data'

""""

i.

Penyajian data

2. Analisa data

BAB.

IV

: Kesimpulan, Saran dan penutup

"""

"

"

A. KesirnPulan

'.."""

i B. Saran-saran

C.

PenutuP

""""""""":'

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah sebuah ikatan suci, ikatan yang akan mengahalalkan

yang haram dan menyatukan dua insan keluarga. Perkawinan adalah pintu menuju

kebaikan yang bertebaran pada jalan-Nya, dan juga bagian dari keindahan yang

Allah beri di dunia. 1 Dalam pandangan Islam, perkawinan merupakan ibadah dan

ketaatan. Seorang mukmin dapat meraih pahala dan balasan, bila mengikhlaskan

niat, menuluskan kehendak, serta memaksudkan perkawinannya demi menjaga

dirinya dari hal-hal yang diharamkan, bukan sekedar dorongan hawa nafsu yang

menjadi tujuan dasar dalam perkawinan. 2

Ajaran Islam yang agung mengangkat kenikmatan biologis kepada derajat

keluhuran dan kesucian, yang mengubah kebiasaan menjadi ibadah dan yang

mengubah syahwat menjadi jalan untuk meraih ridho Allah SWT. Satu syarat,

yaitu niat yang benar untuk mengubah kebiasaan menjadi ibadah.3 Perkawinan

dimaksudkan untuk menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan dan mewujudkan

tujuan yang karenanya Allah telah menciptakan manusia, yakni melahirkan

keturunan yang sholeh, yang tampanya kehidupan takkan mungkin berlanjut. 4

1 Felix Y. Siauw, Udah Putusin Aja! (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), 98. 2 M. Ali Ash-Shobuni, Perkawinan Islami (Solo: Mumtazah, 2008), 20.

3

Ibid, 21

4

(11)

2

Bagi dua orang yang saling mencintai, perkawinan mungkin suatu hal

paling indah yang terjadi pada mereka. Perkawinan juga bukan hanya soal

mempersatukan dua hati yang saling mencintai. Perkawinan juga merupakan

salah satu syari’at agama yang disunnahkan. Tujuan perkawinan sendiri dalam

Islam adalah:5

1. Menjaga Diri Dari Perbuatan Maksiat

2. Mengamalkan Ajaran Rasulullah saw

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami dan menerapkan Syariat

Islam

4. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih

5. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Dari tujuan perkawinan itu sendiri maka akan membentuk rumah tangga

yang Islami yakni merupakan basis penting dalam perjalanan pembangunan

ummat. Rumah tangga merupakan organisasi terkecil yang bisa menjadi

gambaran mikro kondisi sebuah masyarakat. Ia juga merupakan pijakan kedua

setelah pembinaan individu muslim, dan wadah praktis untuk

pengamalan-pengalaman syariat Islam secara berkelompok dan terorganisasi. Fungsi-fungsi

dalam rumah tangga yang teratur dan terstruktur rapi disertai semangat amanah

dan tanggung jawab masing-masing anggotanya akan menciptakan kondisi yang

5

Yazid, ‚Tujuan Pernikahan Dalam Islam‛, dalam

(12)

3

tentram dan di ridhai Allah SWT.6 Jika suami sebagai qawwa>m (pemimpin) dan

istri sebagai ribatul bait (pengatur) rumah tangga menyadari amanat tersebut

akan dipertanggung jawabkan di akhirat, maka akan terwujudnya rumah tangga

yang samara (saki>nah}, mawaddah}, rah}mah}).

Seperti yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ar RÚm ayat 21 yaitu:

                                    

Artinya: ‚dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir‛. 7

Sudah menjadi hal yang biasa di kalangan masyarakat bahwa

memberlangsungkan pesta pernikahan adalah salah satu ajaran Islam. Bahkan

untuk di Indonesia, pesta pernikahan tidak hanya sekedar sebuah ajaran adiluhung

agama, tetapi sudah menjadi kearifan lokal transnasional yang sudah

turun-temurun diwariskan secara massif dan sudah mengakar kuat. Realitas ini

menunjukkan bahwa budaya lokal telah ikut ambil bagian dalam mensukseskan

momentum ini.8

Berjuta suku, ras, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia serta ditopang

oleh luas wilayah yang tebentang dari sabang sampai merauke, telah membuka

6

A. Mudjab Muhalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Mitra Pustaka: Yogyakarta, 2008), 23.

7

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, 2002),796.

8

(13)

4

kemajemukan model pesta pernikahan. Di satu sisi, ini merupakan daya tarik

tersendiri bagi anak negeri. Di sisi yang lain, bentuk hajatan pernikahan ini juga

menyisakan banyak persoalan yang kompleks. Krisis moral telah menyulap pesta

yang agung ini kehilangan esensinya. Kode etik serta norma agama yang

seharusnya menjadi pedoman hidup di dalam segala segi\ kehidupan lenyap

dimakan zaman.9

Pesta perkawinan yang seharusnya sebagai ajang untuk mendulang barokah

kini ternodai lantaran perayaannya penuh dengan praktik kemaksiatan, dimana

pada saat pelaksanaan walimatul ‘urs pengantin perempuan dengan berhias secara

berlebihan di pajang di depan tamu laki-laki yang bukan muhrimnya, ada pula

laki-laki dan perempuan bercampur baur (ikhtila>t) satu sama lain, busana

mampelai wanita yang menampakkan warna kulit hingga terdapat bagian tubuh

yang tidak tertutupi, berphoto mesra para tamu undangan dengan pengantin, non

mahram bersalaman dengan kedua mempelai hingga ada yang saling cium pipi

kanan dan pipi kiri, bahkan ada pula yang sampai mabuk-mabukan di malam

pesta.

Namun tidak hanya itu saja zaman sekarang ini adanya kebiasaan yang

sudah menjadi adat di masyarakat yakni memajang pengantin terutama pengantin

perempuan di semua tamu undangan dengan tidak memakai jilbab dan

bertabarruj, yang mana semuanya itu bisa di nikmati oleh seluruh undangan tamu

9

(14)

5

laki-laki karena pada dasarnya perbuatan zina itu semuanya di mulai dari mata.

Dan tidak diragukan lagi bagi orang-orang yang masih mempunyai fitrah suci

terhadap agama, bahwa perbuatan seperti itu banyak mengandung kerusakan

besar, laki-laki asing mempunyai peluang besar untuk melihat

perempuan-perupuan mutabarrijat10 dan akibat buruk yang akan timbul darinya. Sedangkan

prosesi pernikahan merupakan awal kita mencari ridho Allah untuk membangun

keluarga baru dengan hal-hal yang diridhoi Allah dan jauh dari maksiat.

Dalam sebuah pesta perkawinan pengantin di dudukkan dengan

memamerkan kecantikan, perhiasan dan keindahan (tabarruj) didepan khalayak

umum pada saat walimatul ‘urs, Allah berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 33

yang berbunyi:                                                  

Artinya: ‚Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu

berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai

ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya‛ 11

Suatu hal yang lazim di sekitar kita bahwa kaum muslimin masih

terkungkung kuat oleh adat dan tradisi nenek moyang saat menyelenggarakan

pesta perkawinan. Hukum adatlah yang menjadi pijakan dalam masalah

pernikahan. Sementara itu, syariat Islam yang amat mulia dan telah diridhai oleh

10

Mutabarrijat adalah wanita-wanita yang membuka aurat.

11

(15)

6

Allah justru dikesampingkan. Kalau adat dan tradisi tersebut sesuai dengan Islam,

tidak menjadi masalah. Namun, adat yang ada ternyata banyak yang bertentangan

dengan Islam, baik dari segi keyakinan maupun tata cara salah satunya yakni

memajang pengantin pada saat acara walimatul ‘urs yang merupakan kebiasaan

masyarakat yang tidak sesuai syariat Islam yakni menampakkan perhiasan dan

keindahan kepada laki-laki yang bukan mahram, sebagaimana yang dilakukan

oleh perempuan-perempuan pada masa jahiliyah sebelum Islam datang. Dalam

ayat yang lain, Allah berfirman dalam al-Qur’an surat An-Nur ayat 31 yaitu:

                                                                                                                                                       

Artinya: ‚Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka

(16)

7

mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai

orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung‛. 12

Bahkan sudah menjadi kebiasan di masyakarat dalam sebuah pesta

perkawinan yakni pengantin saling berciuman di khalayak umum yang dapat

menimbulkan syahwat atau keinginan bagi yang melihatnya. Dari proses

pernikahan seperti itu sudah sangat menyalahi aturan dalam ajaran islam,

sedangkan sebuah perkawinan untuk mencapai sebuah keluarga islami adalah

rumah tangga yang di dalamnya ditegakkan adab-adab islami, baik yang

menyangkut individu maupun keseluruhan anggota rumah tangga dan proses

perkawinannya sesuai dengan syariat Islam.

Keluarga islami adalah sebuah rumah tangga yang didirikan di atas landasan

ibadah. Mereka bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam

kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada yang ma’ruf dan

mencegah dari yang mungkar, karena kecintaan mereka kepada Allah.13

Sebuah langkah awal untuk membangun sebuah keluraga yang Islami atau

sesuai syariat yaitu dari proses pernikahan yang sesuai adab-adab perkawinan

dalam agama islam. Seperti proses perkawinan di kalangan habaib yang tidak

memajang pengantin di khalayak umum pada saat walimatul ‘urs, di takutkan

adanya kemungkaran di dalamnya, dan juga tidak mencampur baurkan tamu

wanita dan laki-laki dalam pesta perkawinannya, selain ditakutkan adanya

12

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Ag`ung, 2002), 676.

13

(17)

8

ikhtilat juga di takutkan kehilangan esensi dari proses perkawinan yang dapat

menghilangkan keberkahan terhadap proses perkawinan tersebut.

Berpijak dari pemikiran diatas, dan belum adanya pembahasan secara

komprehensif mengenai hukum dari memajang pengantin di khalayak umum,

maka penulis tergerak untuk melakukan penelitian dalam bentuk sebuah skripsi

dengan judul ‚Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus Terhadap

Memajang Pengantin Saat Walimatul ‘Urs Dalam Perspektif Hukum Islam‛.

Maka untuk memperoleh kesimpulan yang pasti, penulis akan melakukan

penelitian guna mendapatkan fakta yang akan dijadikan bahan untuk menjawab

permasalahan tersebut.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat

diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Perkawinan menurut Hukum Islam.

2. Tujuan perkawinan dalam Islam.

3. Pesta perkawinan yang terjadi dimasyarakat yang telah menjadi sebuah adat.

4. Pesta perkawinan yang sesuai syariat islam.

5. Memajang pengantin saat walimatul ‘urs.

6. Pesta perkawinan di kalangan habaib.

Dari beberapa masalah yang dapat diidentifikasi penulis diatas dan

(18)

9

pembahasan skripsi yang akan ditulis, maka penulis membatasi terhadap

permasalahan tentang:

1. Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus Terhadap memajang

pengantin saat walimatul ‘urs.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap Pandangan Habib Idrus bin Muhammad

Alaydrus memajang pengantin saat walimatul ‘urs.

C.Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus terhadap

memajang pengantin saat walimatul ‘urs?

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Habib Idrus bin

Muhammad Alaydrus tentang memajang pengantin saat walimatul ‘urs?

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara

penelitian yang dilakukan, dengan kajian atau penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya sehingga diharapkan tidak adanya pengulangan materi penelitian

secara mutlak.

Penelitian terkait Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus

Terhadap memajang pengantin saat walimatul ‘urs belum pernah dilakukan

sebelumnya, Penulis hanya menemukan beberapa karya tulis lain yang sedikit

(19)

10

1. Miskino dalam makalahnya ‚Pendidikan Calon Pengantin Membentuk

Keluarga Yang Berkarakter Dan Berkualitas‛ Makalah ini membahas

seberapa pentingkah suatu pendidikan calon pengantin diperlukan bagi para

calon pengantin saat ini. Sedangkan untuk membentuk keluarga yang

berkualitas dan berkarakter ada banyak faktor lain yang mendukung dalam

suatu keluarga.14

2. Skripsi, Ruqaiyah yang berjudul ‚tinjauan yuridis terhadap kursus calon

pengantin di malaysia dan Indonesia‛. Skripsi ini membahas tentang

Permasalahan keluarga yang terjadi di masyarakat yang menyebabkan

pemerintah khususnya dari Kementerian Agama berinisiatif untuk

melaksanakan program suscantin untuk meningkatkan kualitas keluarga yang

baik dan diharapkan dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah

dan rahmah. 15

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nita Herlina Ekasaputri yang berjudul

‚Islamic Parenting Diwilayah Minoritas (Cara Keluarga Muslim

Menanamkan dan Mempertahankan Keyakinan Anggota Keluarga didaerah

Semarapura Tengah, Klungkung Bali)‛. Skripsi ini membahas tentang cara

sebuah keluarga orang muslim untuk Menanamkan dan Mempertahankan

14Miskino, ‚Pendidikan Calon Pengantin Mmebentuk Keluarga Yang Berkarakter Dan Berkualitas‛ (Universitas Muhammadiyah Prof, Dr. Hamka, Bekasi, 2010).

15 Ruqaiyah ‚tinjauan yuridis terhadap kursus calon pengantin di malaysia dan indonesia‛.( Skripsi

(20)

11

Keyakinan Anggota Keluarganya karena mereka berada di wilayah yang

minoritas orang muslim.16

4. Skripsi Adiana Rakhmi Halan yang berjudul ‚analisis hukum islam terhadap

upah fotografer pre wedding: hasil keputusan bahtsul masail ke xii forum

musyawarah pondok pesantren putri (fmp3) se jawa timur‛.17 Skripsi ini

membahas tentang hokum dari upah fotografer pre wedding dengan mengkaji

hasil keputusan bahtsul masail ke xii forum musyawarah pondok pesantren

putri (fmp3) se jawa timur.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan:

1. Mengetahui terhadap Pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus

Terhadap memajang pengantin saat walimatul ‘urs.

2. Mengetahui Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Habib Idrus bin

Muhammad Alaydrus Tentang memajang pengantin saat walimatul ‘urs.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat, sekurang- kurangnya

dalam 2 (dua) hal di bawah ini:

1. Aspek teoritis

16

Nita Herlina Ekasaputri ‚islamic parenting diwilayah minoritas (cara keluarga muslim menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga di daerah semarapura tengah, klungkung–bali)‛\(Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).

17

Adiana Rakhmi Halan ‚analisis hukum islam terhadap upah fotografer pra wedding: hasil keputusan bahtsul masail ke xii forum musyawarah pondok pesantren putri (fmp3) se jawa

(21)

12

a. Kegunaan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi peneliti

selanjutnya dan juga diharapkan dapat berguna untuk dijadikan bahan

acuan penelitian berikutnya, kemudian untuk mengetahui proses

perkawinan yang sesuai syariat Islam.

b. Penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan pengetahuan tentang

Hukum memajang pengantin saat walimatul ‘urs

2. Aspek praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan hukum

bagi seluruh masyarakat terhadap Hukum memajang pengantin saat

walimatul ‘urs demi tercapainya perkawinan yang sesuai dengan syariat

Islam.

b. Memberikan pandangan tentang hukum memajang pengantin saat

walimatul ‘urs menurut pandangan Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus.

A. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah deretan pengertian yang dipaparkan secara

gamblang untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, yaitu:

1. Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah\ seorang Habib yang menjadi

pemimpin dalam Majelis Rasulullah saw di Surabaya, Seorang yang telah

menyebarkan agama Islam melalui dakwahnya keberbagai tempat.

(22)

13

guru mulia Al-Hafidz Al-Musnid Al-Habib Umar bin Hafidz bin Syeikh

Abu Bakar bin Salim dan merupakan sahabat dari Al-Habib Munzir bin

Fuad Al-Musawa.

2. Memajang Pengantin: Menempatkan orang yang sedang melangsungkan

perkawinannya secara rapi untuk dipamerkan di depan semua orang.

3. Hukum Islam : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang

berkenan dengan kehidupan berdasarkan Al-quran, Hadist dan pandangan

Ulama.18

Berdasarkan definisi operasional yang telah dipaparkan di atas, maka

penelitian dengan judul ‚Pandangan Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus

Terhadap Memajang Pengantin Saat Walimatul ‘Urs Dalam Perspektif Hukum

Islam‛, terbatas pada pembahasan mengenai pandangan Al-Habib Idrus bin

Muhammad Alaydrus dan juga Pandangan menurut Hukum Islam itu sendiri

terhadap Memajang Pengantin saat Walimatul ‘Urs .

B. Metode Penelitian

Supaya dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggung jawabkan

dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka penulis membutuhkan data

tentang pelaksanaan pemajangan pengantin di khalayak umum yang terjadi di

masyarakat.

(23)

14

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif yang berupa studi

tokoh. Oleh karena itu, data yang dikumpulkan merupakan data yang diperoleh dari

tokoh yang diambil sebagai obyek penelitian. Agar penulisan skripsi ini dapat

tersusun dengan benar, maka penulis memandang perlu untuk mengemukakan

metode penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:

1. Data yang dihimpun

a. Data-data tentang Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus mengenai

Biografi, Latar Belakang Pendidikan, Latar Sosial, dan juga Kiprah Habib

Idrus bin Muhammad Alaydrus.

b. Data-data tentang hasil penelitian yang akan dilakukan tentang masalah

memajang pengantin saat walimatul ‘urs.

2. Sumber Data

Berdasarkan data yang akan dihimpun di atas, maka yang menjadi sumber

data dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber data primer

Sumber data primer di sini adalah sumber data yang diperoleh

secara langsung dari subyek penelitian.19 Dalam penelitian ini sumber

data primer adalah Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus terhadap

Pemajangan Pengantin saat walimatul ‘urs.

b. Sumber data sekunder

(24)

15

Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

didapatkan oleh peneliti dari subjek penelitiannya,20 sumber data

sekunder berasal dari kepustakaan yang dilakukan dengan menelusuri

kepustakaan berdasarkan sumber-sumber bacaan seperti : buku-buku

yang berhubungan dengan Perkawinan, Kaidah Usul Fiqih,

Perkawinan yang sesuai syariat Islam, dokumen-dokumen, jurnal

ilmiah yang pada dasarnya berhubungan dengan topik yang bisa

dijadikan sebagai landasan berfikir guna memperkuat faktor - faktor

di dalam penyusunan penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan proses yang sangat menentukan baik

tidaknya sebuah penelitian. Maka kegiatan pengumpulan data harus dirancang

dengan baik dan sistematis, agar data yang dikumpulkan sesuai dengan

permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan salah satu sumber untuk memperoleh data

dari buku dan bahan bacaan mengenai penelitian yang pernah

dilakukan.21 Studi dokumen ini adalah salah satu cara pengumpulan data

20 Ibid, 56.

(25)

16

yang digunakan dalam suatu penelitian sosial. Pengumpulan data

tersebut dilakukan guna memperoleh sumber data primer dan sekunder,

baik dari kitab-kitab, buku-buku, maupun dokumen lain yang berkaitan

dengan kebutuhan penelitian.

b. Wawancara

Mengumpulkan data dengan cara wawancara, wawancara adalah

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab

sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan atau

tanpa menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan

informasi-informasi atau keterangan-keterangan.22 Dalam hal ini peneliti dalam

mencari keterangan data menggunakan pedoman wawancara, sedangkan

responden yang diwawancarai adalah Al-Habib Idrus bin Muhammad

Alaydrus.

4. Teknik pengolaan data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapan tahapan

sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh

denganmemilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang

22 Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Cetakan Kesepuluh,(Jakarta: PT

(26)

17

meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian,

kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan. 23

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga

dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.

5. Teknik analisis data

Setelah data telah terkumpul baik itu data primer dan data sekunder

maka langkah berikutnya adalah teknik analisis data. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang bersifat deskriptif dengan

menggunakan pola pikir deduktif.

Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk

membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki. Metode ini dipergunakan untuk membahas permulaan pembahasan

dengan menggunakan teori-teori atau dalil-dalil yang bersifat umum tentang

pemajangan pengantin saat walimatul ‘urs.

C. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan dalam judul ini mempunyai alur pikiran yang jelas dan

terfokus pada pokok permasalahan, maka penulis menyusun sistematika dalam lima

bab dari Judul ini meliputi:

(27)

18

Bab pertama, sebagai pendahuluan berisi tentang uraian latar belakang

masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil

penelitian, definisi operasional, metode penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab kedua, merupakan landasan teori, pada skripsi ini penulis menjelaskan

teori- teori yang di gunakan dalam penelitian tersebut, yakni berupa seputar

tinjauan umum walimatul ‘urs yang membahas tentang pengertian walimatul ‘urs,

kedudukan walimatul ‘urs yang berisikan tentang dasar hukum walimah, hukum

menghadiri walimah, etika menghadiri walimah, hal-hal yang disunnahkan dalam

walimah, hikmah walimah ‘urs dan juga yang terakhir menerangkan tentang

praktek walimatul ‘urs menurut hukum Islam.

Bab ketiga, merupakan penelitian tentang pemajangan pengantin saat

walimatul ‘urs, yakni berupa Biografi Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus,

Latar Belakang Pendidikan, Latar Sosial dan yang terakhir tentang Kiprah Habib

Idrus bin Muhammad Alaydrus dalam berdakwah.

Bab keempat, berupa Analisis Hukum Islam terhadap pandangan Al-Habib

Idrus bin Muhammad Alaydrus tentang pemajangan pengantin saat walimatul

‘urs.

Bab kelima, merupakan bagian terakhir dari skripsi atau penutup yang

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM WALIMATUL ‘URS

A.Pengertian Walimatul ‘Urs

Agama Islam telah mensyari’atkan kepada kita semua untuk

mengumumkan sebuah pernikahan. Hal itu bertujuan untuk membedakan dengan

pernikahan rahasia yang dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu,

pengumuman tersebut juga bertujuan untuk menampakkan kebahagiaan terhadap

sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT kepada seorang mukmin, sebab dalam

pernikahan dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya. Dan dalam ikatan itu

juga, akan tertepis semua prasangka negatif dari pihak lain. Tidak akan ada yang

curiga, seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang wanita, itulah

sebabnya Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menyiarkan akad

nikah atau mengadakan suatu walimah untuk mengumumkan acara

perkawinannya di proses walimatul ‘urs pada khalayak umum.1

Dari Aisyah, bahwa Nabi saw bersabda:

ِهَاَُلَوسَرََلَاَقَ:تَلَاَقََة ِئَاعَنع

:

َاونِعَأ

ِب

عجاوَِحاَ ِنلا

وُ

ِدِجاسَماَيِفَ

و

رضا

َِهيَعَاوب

ب

ّدلا

ِف

Artinya: Dari aisyah telah berkata Rasulullah saw: ‚Umumkan pernikahanmu, tempatkanlah di masjid, dan pukullah musik rebana. (HR.Tirmizi).2

Tidak diragukan bahwa mengadakan siaran dimasjid-masjid adalah lebih mendapatkan perhatian dan berpengaruh,oleh karena di masjid-masjid merupakan

(29)

20

tempat orang banyak berkumpul , lebih lebih pada zaman sahabat,

masjid-masjid merupakan tempat pertemuan umum.

َطخَاّ َل

َلاَقََة ِطاَفَّيِعَب

َ

ة يِلوَنَِِ رعِْلَّدبَاَهَِّإَ:َ َّسوَِهيَعَهَّلاَىَّصَِهاَُلوسر

.

Artinya: ‛Tatkala Ali meminang Fatimah Radhiyallahu anhuma ia berkata,

‘Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya

merupakan keharusan bagi pengantin untuk menyelenggarakan walimah

)pesta perkawinan).(HR. Ahmad)3.

Dalam kehidupan sehari-hari kata walimah sering diartikan sebagai

pertemuan (perjamuan) formal, yang diadakan untuk menerima tamu, baik itu

dalam pernikahan maupun pertemuan lainnya. Maksudnya adalah makanan yang

disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai

makanan untuk tamu undangan atau lainnya.4

Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menyebutkan bahwa walimah adalah

tiap-tiap jamuan merayakan pernikahan, kelahiran anak, khitanan, atau peristiwa

menggembirakan lainnya yang mengundang orang banyak untuk datang, maka

dinamakan walimat.5

Dalam pembahasan ini, akan diperjelas makna walimah kaitannya dengan

’urs (pernikahan) yang selama ini sudah dipahami banyak kalangan masyarakat,

dan bahkan sudah menjadi budaya tersendiri dari masing-masing daerah atau

wilayah.

Walimatul ‘urs terdiri dari dua kata, yaitu al-walimah dan al-‘urs. Al

walimah secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata ﺔﻤﻴ ﻭ١ artinya

3 Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, Juz V, 395. 4

Slamet Abidin, Fiqih Munakahat (Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999),149.

5

(30)

21

Al-jam’u yaitu berkumpul, sebab antara suami istri berkumpul. Walimah juga

berasal dari kata Arab al-Walim artinya makanan pengantin. Maksudnya adalah

makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan, bisa juga

diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.6 Dan pengertian

walimatul ’urs adalah walimah untuk pernikahan yang menghalalkan hubungan

suami istri dan pemindahan status kepemilikan.7

Walimatul sendiri diserap dalam bahasa Indonesia menjadi walimah, dalam

fiqh Islam mengandung makna yang umum dan makna yang khusus. Makna

umum dari walimah adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang

banyak. Sedangkan walimah dalam pengertian khusus disebut walimatul ‘urs

mengandung pengertian peresmian pernikahan yang tujuannya untuk

memberitahu khalayak ramai bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami

istri, sekaligus sebagai rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas

berlangsungnya pernikahan tersebut.8Bahwa walimah terjadi pada setiap dakwah

(perayaan dengan mengundang seseorang) yang dilaksanakan dalam rangka untuk

memperoleh kebahagiaan yang baru. Yang paling mashur menurut pendapat yang

mutlak, bahwa pelaksanaan walimah hanya dikenal dalam sebuah pesta

pernikahan.9

Menurut Sayyid Sabiq, walimah diambil dari kata al-walmu dan

mempunyai makna makanan yang dikhususkan dalam sebuah pesta pernikahan.

`

6 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah VII, TerjemahFiqih Sunnah (Bandung: Alma’arif, 1990), 149. 7 Muhammad bin Ismail, Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Jilid II (Jakarta: Darus Sunnah

Press, 2010), 724.

(31)

22

Dalam kamus hukum, walimah adalah makanan pesta perkawinan atau tiap-tiap

makanan yang dibuat untuk para tamu undangan.10

Berbeda dengan ungkapannya Zakariya al-Anshari, bahwa walimah terjadi

atas setiap makanan yang dilaksanakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang

baru dari pesta pernikahan dan kepemilikan, atau selain dari keduanya. Tentang

kemashuran pelaksanaan walimah bagi pesta pernikahan sama dengan apa yang

telah diungkapkan oleh Syafi’i.

Jadi bisa diambil suatu pemahaman bahwa pengertian walimatul ’urs adalah

upacara perjamuan makan yang diadakan baik waktu aqad, sesudah aqad, atau

dukhul (sebelum dan sesudah jima’). Inti dari upacara tersebut adalah untuk

memberitahukan dan merayakan pernikahan yang dilakukan sebagai ungkapan

rasa syukur dan kebahagiaan keluarga.

Pada umumnya pelaksanna Walimah diadakan ketika acara akad nikah

berlangsung, atau sesudahnya, bisa jadi ketika hari perkawinan (mencampuri

istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan

yang berlaku dalam masyarakat tersebut.11 Dan di dalam masyarakat kata

walimah dimutlakkan untuk acara pesta perkawinan saja, banyak macam-macam

dari bentuk walimah itu sendiri, diantaranya:12

1. Walimatul ‘Ursy adalah walimah dalam pesta perkawinan.

2. Walimatul Khitan adalah suatu walimah dalam acara khitan.

10 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz. VII, Terjemah Fiqih Sunnah( Bandung: PT Al-Ma’arif, Cet.

Ke-2, 1982),166.

(32)

23

3. Aqiqah adalah walimah dalam acara penyembelihan kambing ketika

kelahiran anak.

4. Naqiah adalah walimah karena datangnya musafir.

5. Wakirah adalah walimah dalam acara memasuki rumah (bangunan) baru.

6. Wadimah adalah walimah dalam acara karena selamat dari musibah

7. Makdubah adalah walimah yang diadakan tapi tampa ada sebab.

8. Tasyakuran Haji adalah walimah yang diadakan sebelum berangkat haji

atau setelah datang dari haji.

B. Kedudukan Walimah

1. Dasar Hukum Walimah

Walimatul ‘urs merupakan mata rantai dalam pembahasan nikah yang

juga mempunyai aspek-aspek hukum dalam pelaksanaannya. Sudah menjadi

kebiasaan fiqh (yang terkadang juga dipahami sebagai hukum Islam)

mengenal istilah ikhtilaf dalam penetapan hukum. Ikhtilaf sudah sering

terjadi di kalangan ulama fiqh dalam penetapan hukum suatu masalah yang

menurut mereka perlu disikapi. Sikap peduli para ulama dalam pemaknaan

dan pemahaman ayat-ayat al-Qur’an maupun hadist-hadist Rasul

dijadikannya sebagai dalil untuk menentukan hukum yang pantas bagi

pelaksanaan walimatul ‘urs.13

Pandangan mereka terhadap dalil-dalil yang menerangkan tentang

walimah jelaslah berbeda, sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka kuasai

dalam memahami sumber hukum Islam sebagai pemaknaan sosial. Hukum

13

(33)

24

yang dilegalisasikan oleh para ulama’ ada beberapa macam, diantaranya

hukum wajib dalam mengadakan suatu walimatul ‘urs bagi orang yang

melangsungkan pernikahan. Wajibnya melaksanakan walimatul ‘urs

berdasarkan sabda Nabi kepada Abdurrahman:14

َا َ:َلاَقَفَ رْفصَرَثَاَفوعَِنبَِن حّرلاَِدبعَىَعَ َأرَ َّيِبّنلاََّ َاَ ِلا َِنبَِ ََاَنع

َ؟اَ

َف

َ ِلوَاَ. َلَُهاَ رابَفَ:َلاَقَ.ب ََنَِ اوََِ وَىَعًََأر اَتجّوزتَىَِّاَ:َلاَق

َ. ا ِبَوَلَو

Artinya: Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi saw melihat ada bekas kuning-kuning pada 'Abdur Rahman bin 'Auf. Maka beliau bertanya, "Apa ini ?". Ia menjawab, "Ya Rasulullah, saya baru saja menikahi wanita dengan mahar seberat biji dari emas". Maka beliau bersabda, "Semoga Allah memberkahimu. Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan (menyembelih) seekor kambing". [HR. al-Tirmizi]15

Dan Nabi sendiri tidak pernah meninggalkan untuk menghadirinya,

meski diperjalanan atau dirumah.16Dalam hadist tersebut menjadikan lafadz

لﻭأ ٌ ﻭلﻭ ٌ

ةاشب sebagai dalil keharusan mengadakan sebuah walimatul ’urs. Yang

mana fi’il amar dalam hadist tersebut mengandung perintah wajib. Hal ini

dikemukakan oleh Abdul Aziz Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam.17

Akan tetapi jumhur ulama’ berpendapat bahwa mengadakan acara

walimatul ’ursy hukumnya adalah sunah. Hal ini dikarenakan walimah

adalah pemberian makanan lantaran mendapat kegembiraan seperti

mengadakan pesta-pesta yang lain. Maka amar (anjuran) Nabi, dalam hadits

14Abdul Fatah, Kifayatul Akhyar (Semarang: Rineka Cipta, 1990), 219. 15Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi, al-jami’ al-Sahih, juz III, 402

16Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemah Bulúgh Al-Maram (Bandung: Mizan

Pustaka, 2010), 427.

17Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996),

(34)

25

adalah amar sunnah, karena diqiyaskan kepada amar menganjurkan korban

pada hari raya Haji dan pesta-pesta lainnya.18

َلاَق

ََا

:

ا

َا

َلو

ُلوسر

ِها

ىَص

ِها

ِهيَع

َسو

ىَع

ئيش

نِ

ِهِئاسَِ

ا

َلوَا

ىَع

ِبني

َلوَا

ا ِب

Artinya:Dari Anas, ia berkata,"Rasulullah saw, tidak pernah mengadakan pesta perkawinan dengan isterinya seperti ketika pernikahanannya dengan zaenab, beliau berpesta dengan seekor kambing.(HR. Bukhari).19

Dalam shahih Imam Bukhari dari Shafiyah binti Syaibat, ia berkata:

اسََِِضعبَىَعَ َلوَاَ:تَلاَقَا ََّاََةبيشَِتنِبََةّيِفصَنع

.ريِعشَنَِِنيّد ِبَِهِئ

Artinya: Dari Shafiyah binti Syaibah, bahwa ia berkata, "Nabi saw mengadakan walimah atas (pernikahannya) dengan sebagian istrinya dengan dua mud gandum. [HR. Bukhari]20.

Setiap ada pernikahan selalu disertai dengan resepsi pernikahan atau

walimah. Acara semacam ini sudah dianggap biasa dan telah membudaya

bagi setiap masyarakah manapun, hanya saja cara dan sistemnya yang

berbeda. Sedangkan maksud yang terkandung dari mengadakan walimahan

itu tiada lain hanya untuk menunjukan rasa syukur atas pernikahan yang

telah terjadi sebagai rasa bahagia untuk dinikmati bersama masyakarat

disekitar lingkungannnya.

Beberapa hadits tersebut diatas menunjukkan bahwa walimah itu boleh

diadakan dengan makanan apa saja sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan

oleh Nabi saw, bahwa perbedaan-perbedaan dalam mengadakan walimah

(35)

26

oleh beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain,

tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.

2. Hukum Menghadiri Walimah

Menghadiri undangan walimah merupakan suatu kewajiban bagi setiap

Muslim. Dan janganlah ia meninggalkannya, sebagaimana telah jelas dari

hadits Abu Hurairah Radhiallohu’anhu yang telah lalu. Diriwayatkan dari

‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallohu’anhuma, Rosulullah Sholallohu’alaihi wa

Sallam bersabda:

بِ يَْفَ رعَِة يِلوَىَلِإَ ُكدحَأَيِعدَاَِإ

Artinya: Jika salah seorang dari kalian diundang ke resepsi pernikahan,

maka hendaklah ia datang memenuhinya.‛ (HR. Muslim)21

Apabila menghadiri undangan walimah untuk menunjukan perhatian,

memeriahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka

hukumnya menghadiri walimah adalah wajib. Jadi apabila seseorang

menerima undangan untuk menghadiri walimah ia harus datang kecuali

kalau ada halangan-halangan tertentu yang betul-betul menyebabkan orang

itu tidak dapat mendatangi undangan walimah tersebut.

Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila:22

a. Tidak ada udzur syar’i.

b. Dalam walimah itu tidak ada atau tidak digunakan untuk

perbuatan mungkar.

21 Abi al-Husain Muslim, Sahih Muslim, juz II, 1054.

(36)

27

c. Yang diundang baik dari kalangan orang kaya maupun miskin.

Pada saat seseorang mendapatkan undangan walimah, sedangkan

seseorang tersebut dalam keadaan puasa, maka sebaiknya tetap mendatangi

undangan dengan tujuan untuk mendoakan kedua pengantin.23Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:24

دحَأَيِعدَاَِإ

بِ يَْفَ اعَطَىَلِإَ ُك

،ِّ صيَْفَا ِئاصََ اَكَْ ِإوَ،

عْطيَْفَارِطْف ََ اَكَْ َِِف

Artinya: ‚Jika salah seorangmu diundang, maka hendaklah ia kabulkan.

Jika ia sedang puasa, maka hendaklah ia mendoakannya dan jika ia tidak puasa, maka hendaklah ia ikut makan (hadir).25

Ada yang berpendapat bahwa hukum menghadiri undangan adalah

fardhu/wajib kifayah. Menurut Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali,

menghadiri undangan walimah itu hukumnya wajib, bahkan fardhu ‘ain.

Sedangkan menurut pendapat syafi’iyah dan Hanabilah hukum menghadiri

walimah itu sunnah bukan wajib. Berkata al-Lachmi dari pengikut Maliki<

bahwa menurut mazhab hukumnya Sunnah.26

Menurut pendapat sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah yang lain,

hukumnya fardhu kifayah. Dalam kitab al-Bahr dan al-Itrah dan Syafi’i

bahwa memperkenankan undangan walimah itu hukumnya sunnah, seperti

walimah-walimah yang lain juga.27

23 Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 148. 24 Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemah Bulúgh Al-Maram ( Bandung: Mizan

Pustaka, 2010), 427.

25

Abi al-Husain Muslim, Sahih Muslim, juz II, 1054.

(37)

28

Adapun menghadiri undangan selain walimah, maka menurut Jumhur

Ulama dianggap sebagai sunnah muakkad.28

Sebagian golongan Syafi’i berpendapat adalah wajib. Tetapi Ibnu Hazm

menyangkal bahwa pendapat ini dari jumhur sahabat dan tabi’in, karena

hadits-hadits diatas memberi pengertian wajibnya menghadiri setiap

undangan baik undangan perkawinan atau yang lainya.29

Diterangkan didalam kitab Fiqih Sunnah bahwasannya syarat undangan

yang wajib didatangi ialah:

1. Pengundangnya mukallaf, merdeka, dan berakal sehat.

2. Undangannya tidak dikhususkan kepada orang-orang kaya saja

sedangkan orang miskin tidak.

3. Undangan tidak ditujukan kepada orang yang disenangi dan dihormati

saja.

4. Pengundangnya beragama Islama, demikianlah pendapat yang lebih

sah.

5. Khusus pada hari yang pertama (pendapat yang terkenal).

6. Belum didahului dengan undangan lain, kalau undangan lain maka

yang pertama harus didahulukan.

(38)

29

7. Tidak ada kemungkaran dan hal-hal lain yang menghalangi

kehadirannya.

8. Yang diundang tidak ada udzur.30

Namun apabila undangan yang ada udzur atau tempatnya jauh sehingga

memberatkan, maka boleh tidak hadir.

Memperhatikan syarat-syarat tersebut diatas, jelas bahwa apabila

walimah dalam pesta perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja

hukumnya adalah makruh. Nabi Muhammad saw bersabda, dari Abu

Hurairah ra:

رتيوَ،َُءايِنْغَأاَا َلَىعديَِة يِلوْلاَ اعَطَِاعَطلاَرش

َ

َدَقَفََوعدلاَ رتَن وَ،َُءارَقُفْلا

هَلوسروَهَلاَىصع

Artinya: Sejelek-jelek makanan adalah makanan pada walimah yang

di mana diundang orang-orang kaya saja dan tidak diundang orang-orang

miskin. Siapa yang meninggalkan undangan tersebut, maka ia telah

mendurhakai Allah dan Rasul-nya.31

Pesta perkawinan yang wajib didatangi bila ada dua undangan pada

waktu yang bersamaan adalah pesta yang pertama. Adapun pesta yang

kedua hukumnya sunnah dan yang ketiga hukumnya makruh .32

Diceritakan dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah saw, bersabda :

هع سوُءايِرَِثِلَاَلاوَفورع َىَِاَلاوَقحَِويَُلوَأَُة يِلَوْلَا

30 Ibid, 170-171.

31

Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzab Syafi’i ( Bandung: Pustaka Setia, 2007), 310.

32

(39)

30

Artinya: ‚walimah hari pertama merupakan hak, hari kedua adalah

makruh sedangkan hari ketiga adalah riya dan pamer.‛33

Menurut sebagian ulama, tidak makruh menghadiri undangan walaupun

sampai tujuh hari asalkan dengan niat yang baik. Imam bukhari juga

berpendapat demikian.

Apabila dalam jamuan-jamuan itu ada sesuatu yang terlarang oleh

agama, seumpamanya perbuatan munkar itu tidaklah wajib menghadirinya,

bahkan dilarang. Seperti menjamu orang dengan minuma keras. Berdansa

-dansi, pihak pengantin di pajang didepan umum dengan menampakkan

auratnya dan perbuatan munkar lainya.

Namun, bila kehadiran kita mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan

maksiat tersebut, wajiblah ketika itu menghadirinya. Termasuk juga

perbuatan mungkar bila sengaja menghidangkan untuk dipamerkan belaka

bukan untuk dimakan.34

Beberapa hal yang perlu diingat dan diperhatikan baik bagi yang

menyelenggarakan walimah maupun yang menghadiri walimah supaya

tindakan itu sesuai dengan nilai-nilai ibadah adalah:35

1. Walimah harus diselenggarakan dengan kemampuan jangan

berlebih-lebihan dan jangan memboroskan hal-hal yang dipandangan tidak

perlu.

33 Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi, al-jami’ al-Sahih, juz III, 404. 34

Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzab Syafi’i ( Bandung: Pustaka Setia, 2007),311.

(40)

31

2. Menyelenggarakan walimah harus dengan ikhlas, jangan mengharap

sumbangan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.

3. Tamu-tamu harus disambut dengan rasa hormat dan diterima kasih.

Jangan membedakan antara yang membawa sumbangan atau yang

tidak, ataupun antara yang kaya dan yang miskin.

4. Menyelenggarakan hiburan diperbolehkan, asal tidak bertentangan

dengan ajaran agama.

5. Para tamu jangan sampai menolak hidangan yang disuguhkan, kalau

senang dimakan kalau tidak senang dibiarkan.

6. Sebaiknya menyelenggarakan walimah diadakan sekali saja.

3. Etika Menghadiri Walimah

Dalam menghadiri undangan, lebih-lebih undangan walimah. Ada

beberapa etika yang harus diperhatikan dan di jaga. Diantaranya adalah:36

Pertama, dalam menghadiri walimah pernikahan jangan sampai punya

niat hanya sekedar akan mengisi perut dengan makanan yang enak dan lezat.

Tapi harus berniat mengikuti sunnah Rasul, menghormati saudara atau

teman, turut menghibur hati dan membuat gembira yang sedang punya hajat,

dan menyambung tali persaudaraan, jangan sampai mempunyai prasangka

buruk terhadap orang lain baik kenalan maupun saudara yang tidak di

undang.

Kedua, mendoakan shohibul hajat setelah selesai menyantap hidangan.

(41)

32

Ketiga, bila dalam pelaksanaan walimah pernikahan sudah dapat

dipastikan ada perbuatan maksiat maka tidak perlu menghadiri. Yang

demikian berarti ada udzur syar’i, misalnya dalam resepsi ada hiburan

sedangkan pemainnya tampir mengumbar aurat, maka tidak perlu dihadiri,

kecuali kalau memang berniat ingin member nasehat kepada tuan rumah.

Bila tidak, lebih baik kembali pulang sebelum resepsi dimulai.37

4. Hal-hal yang di Sunnahkan dalam Walimah

a. Disembelihkan seekor kambing atau lebih bagi yang mampu. Hadis Rasulullah saw:

َلاَق

ََا

:

ا

َلوَا

ُلوسر

ِها

ىَص

ِها

ِهيَع

َسو

ىَع

ئيش

نِ

ِهِئاسَِ

ا

َلوَا

ىَع

ِبني

َلوَا

ا ِب

Artinya:Dari Anas, ia berkata,"Rasulullah saw, tidak pernah mengadakan pesta perkawinan dengan isterinya seperti ketika pernikahanannya dengan zaenab, beliau berpesta dengan seekor kambing.(HR. Bukhari).38

Walimah yang sederhana selalu dilakukan Rasulullah, sebagai contoh

teladan bagi umatnya. Bahkan beliau merasa cukup dengan menyembelih

lebih dari seekor kambing juga diperbolehkan, yang terpenting tidak

berlebihan.39

b. Menghidangkan hidangan ala kadarnya, bila memang tidak mampu

menyajikan daging.

37 Mudjab Muhalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya ( Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 150. 38

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, 255.

(42)

33

c. Berniat mengikuti sunnah rasul, bukan dengan niat lain. Menghibur

sanak kerabat dengan makanan yang bergizi, bukan yang memabukkan

atau membahayakan.

d. Dalam pelaksanaan walimah harus benar-benar menjauhi perkara yang

tidak layak dilakukan dalam pandangan agama. Misalnya dengan dansa

ria, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, minum-minuman

beralkohol dan kemaksiatan lain yang erat hubungannya dengan

walimatul ‘ursy.

5. Hikmah Walimah

Adapun hikmah dalam walimah ini adalah sebagai pemberitahuan

kepada khalayak ramai tentang terjadinya pengesahan hubungan antara

laki-laki dan perempuan. Dengan adanya walimah setidaknya mereka yang dekat

akan mengetahui bahwa kedua mempelai telah sah sebagai suami istri.

Namun, kadang-kadang pelaksanaan walimah terkesan berlebihan.

Dalam kaitan ini, Nabi saw bersabda:

َأع

ِن

ِنلاَاو

َ

ِحا

Artinya: ‚ Umumkanlah Pernikahan itu‛40

Nabi menyuruh untuk mengadakan keramaian, artinya janganlah

peristiwa tersebut disembunyikan. Dan diantara Hikmah walimah antara lain

adalah:41

a) Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT.

40

Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi, al-jami’ al-Sahih, juz III, 407.

(43)

34

b) Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dan kedua orang

tuannya.

c) Sebagai tanda resmi akad nikah.

d) Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami isteri.

e) Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah.

C. Praktek Walimatul ‘Urs Menurut Hukum Islam

Praktek walimatul ’urs yang bersifat normatif bisa dipahami atau

ditarik suatu pemahaman dari hadst-hadist Rasul baik yang bersifat qouly

ataupun fi’ly. Pemahaman tersebut bisa dijadikan sebuah praktek walimatul

’urs secara kontekstual, karena merupakan hasil memformulasikan demi

menghasilkan persepsi tentang praktek walimah yang dilakukan oleh

Rasulullah maupun para sahabat.

Dalam Islam diajarkan untuk sederhana dalam segala aspek kehidupan,

termasuk dalam melaksanakan walimatul ’urs harus sederhana tidak boleh

berlebih-lebihan. Seseorang yang tidak mau dianggap miskin atau

ketinggalan zaman lalu mengadakan walimatul ‘urs dengan pesta meriah.

Para tamu bersenang-senang, akan tetapi tuan rumahnya mengalami

kesedihan, bahkan dengan berhutang dan menjual atau menggadaikan

harta,42tidak dibenarkan, karena yang terpenting adalah mengadakanpesta

penikahan sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT.

42 Ibnu Hajar al-Asqolani, Bulúgh al-Marom, Terj. Kahar Masyhur, ‛Bulugh al-Marom‛ (Jakarta:

(44)

35

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf

menyatakan bahwa Nabi saw menganjurkan supaya dalam mengadakan

sebuah walimatul ’urs menyembelih walaupun hanya seekor kambing. Akan

tetapi jika tidak mampu, maka boleh berwalimah dengan makanan apa saja

yang disanggupinya.

Abdul Fatah Idris dalam Kifayatul Ahyar menyebutkan bahwa

sedikitnya walimatul ’urs bagi orang yang mampu adalah dengan seekor

kambing, karena Nabi Muhammad saw menyembelih seekor kambing ketika

menikah dengan Zaenab binti Jahsy. Dan dengan apapun seseorang itu

melakukan walimatul ’urs sudah dianggap cukup, karena Nabi Muhammad

saw melakukan walimatul ’urs untuk Shofiyah binti Syaibah dengan tepung

dan kurma.43

عبَىَعَ َلوَاَ:تَلاَقَا ََّاََةبيشَِتنِبََةّيِفصَنع

اسََِِض

.ريِعشَنَِِنيّد ِبَِهِئ

Artinya: Dari Shafiyah binti Syaibah, bahwa ia berkata, "Nabi saw mengadakan walimah atas (pernikahannya) dengan sebagian istrinya dengan dua mud gandum. [HR. Bukhari]44.

Sesuai dengan hadist diatas, walimatul ‘urs yang dilaksanakan oleh

Nabi jauh dari sifat pemborosan dan kesia-siaan dengan membuat berbagai

macam jenis makanan. Dengan kata lain, menurut hadist diatas, standarisasi

biaya dalam sebuah perayaan walimatul ‘urs adalah dengan tidak melebihi

seekor kambing, artinya mengundang orang yang cukup dijamu dengan

43 Abdul Fatah, Kifayatul Akhyar, terjemahan ringkasan Fiqih Islam Lengkap ( Jakarta: Rineka

Cipta, 1990), 218-219.

44Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, 255.

(45)

36

seekorkambing. Kalaupun lebih tidak masalah asalkan masih dalam

batas-batas kemaslahatan.

Dalam walimatul ’urs sendiri, disunatkan bagi para dermawan agar ikut

serta dalam membiayai pelaksanaannya. Dalam al-Qur’an,Allah menegaskan

dalam surat An-Nur ayat: 32:

                                 

Artinya: dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.45

Perintah menikahkan dalam ayat ini, disamping ditujukan kepada wali

nikah, juga kepada orang-orang kaya agar mengambil bagian dalam memikul

beban pembiayaan pelaksanaan pernikahan.46

Untuk memperlihatkan kebahagiaan dalam acara walimatul ’urs, Islam

membolehkan adanya acara kegembiraan diantaranya adalah mengadakan

hiburan dan nyanyian yang mubah dalam pernikahan. Yang dimaksud

dengan nyanyian disini adalah nyanyian yang sopan dan terhormat yang

sama sekali steril dariperkataan kotor dan tindakan amoral.

Diantara hiburan yang dapat menyegarkan jiwa, menggairahkan hati

dan memberikan kenikmatan pada telinga adalah nyanyian. Islam

(46)

37

memperbolehkannya selama tidak mengandung kata-kata keji dan kotor atau

menggiring pendengarnya berbuat dosa. Tidaklah mengapa bila nyanyian itu

diiringi dengan musik selama tidak sampai melenakan. Bakan itu dianjurkan

pada momen-momen kebahagiaan dalam rangka menebarkan perasaan

gembira dan menyegarkan jiwa.47

Walimatul ’urs pada zaman Nabi diiringi sebuah hiburan dengan tujuan

untuk memeriahkan perayaan tersebut dari satu sisi dan sisi yang lain adalah

untuk menghibur para undangan agar merasa nyaman dan tenteram selama

perayaan dilangsungkan. Hiburan atau nyanyian diperbolehkan untuk

mengiringi pengantin dalam sebuah perayaan walimatul ’ursselama

dihindarkan dari kemungkaran dan hal-hal yang bertentangan dengan

syari’at. Meskipun dalam pernikahan diperbolehkan mengadakan hiburan

-hiburan, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan. Pada zaman Rasulullah

SAW banyak bentuk walimah yang dapat dijadikan model, walau di zaman

mereka pun sudah mampu melaksanakan walimatul ’urs dengan segala

kemewahan. Akan tetapi mereka tidak melaksanakan hal yang demikian.

Mereka menganggap, lebih baik kekayaan yang mereka miliki dipergunakan

bagi kemaslahatan masyarakat.48

47Muhammad Ali Ash-Shabuni, Az Zawájul Islámil Mubakkir: Sa’aadah, Terj. Iklilah

Muzayyanah Djunaedi, ‛Hadiah Untuk Pengantin‛( Jakarta: Mustaqim, 2001), 305.

48 A. Qurrah, Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Melalui Internet (Jakarta: PT Golden

(47)

38

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat: 31:

































Artinnya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.49

49

(48)

BAB III

BIOGRAFI DAN GAMBARAN TENTANG PANDANGAN HABIB IDRUS BIN MUHAMMAD ALAYDRUS TERHADAP MEMAJANG PENGANTIN DI

KHALAYAK UMUM

A.Profil Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus

1. Biografi Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus

Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah pimpinan dari Majelis

Rasulullah Jawa Timur. Habib Idrus lahir di Surabaya, 4 Mei 1981, Habib

Idrus menikah dengan Wardah binti Umar Alaydrus yang lahir di Surabaya,

2 Maret1984 dan sekarang sudah dikarunia seorang anak laki-laki bernama

Muhammad Husain bin Idrus Alaydrus. Habib Idrus bertempat tinggal di

dijalan Simokerto gang 2 no: 15 Surabaya.1

1 Habib Idrus, Wawancara, Surabaya, 29 Juli 2016.

Habib Idrus Bin Muhammad Alaydrus Wardah Binti Umar Alaydrus

Menikah dan Mempunyai seorang anak laki-laki

Muhammad Husain bin Idrus Alaydrus

Muhammad bin Abdul

Qadir Alaydrus Sholeh Alaydrus Halimah binti Abdul Qodir

bin Idrus Alaydrus Dan

Syifa’ Alaydrus

Habib Sholeh Alaydrus

Dan Alwiyah Baharun

Umar bin Hamid Alaydrus

Alwiyah binti Ahmad Assegaf Habib Hamid

bin Mahmud Alaydrus

Dan Fatum Assegaf

Habib Ahmad bin Ali Assegaf

(49)

40

2. Latar Belakang Pendidikan Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus

Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus sebelum berdakwah melalui

majelis Rasulullah beliau adalah seorang guru privat dari rumah ke rumah

yang dengan berbagai mata pelajaran seperti dalam bidang Bahasa Arab dan

Fiqih. Salah satu murid Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah

anak dari Prof. Dr. Abdullah Sahab, seorang dosen di Institut Teknologi

Sepuluh November (ITS).2

Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus dulu semasa sekolah dasar beliau

menimba Ilmu di SD At-Tarbiyah Surabaya, lalu beliau melanjutkan

belajarnya di Pondok Pesantren Darul Hadist Malang. Habib Idrus menimba

Ilmu di Darul Hadist Malang selama empat tahun dengan gurunya yakni

Syech Abdullah Abdun, pengasuh pondok pesantren di Darul Hadits Malang.

Namun semangat beliau tidak hanya sampai disitu saja, Habib Idrus lalu

melanjutkan menimba Ilmu di Darul Musthofa Tarim Hadramaut Yaman.

Habib Idrus banyak menimba Ilmu dengan Habib Umar bin Muhammad bin

Hafidz selama tujuh tahun. Beliaulah Al-Habib Umar bin Muhammad bin

Hafidz Syekhul Murobbi Habib Idrus.3

Semangat Habib Idrus buat selalu belajar tidak pernah padam di Darul

Musthofa Tarim Hadramaut Yaman. Selain Habib Umar bin Muhammad bin

Hafidz sebagai guru Habib Idrus, masih banyak lagi guru-guru Habib Idrus

semasa belajar di Darul Musthofa Tarim Hadramaut Yaman yakni bersama

Habib Ali Mashur bin Muhammad bin Syech Abu Bakar (Yaitu kakak dari

(50)

41

Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz), Habib Sa’ad Alaydrus, lalu Habib

Salim Assatri dan masih banyak guru-guru beliau yang lainnya.

3. Latar Sosial Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus

Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah seorang yang sangat

luar biasa dalam berdakwah, untuk mengajak seluruh umat muslim agar

menambah kecintaanya dengan baginda Nabi Muhammad saw. Habib Idrus

berdakwah untuk m\enyebarkan agama Islam dengan selalu bersholawat

kepada Nabi Muhammad saw dan selalu berdzikir kepada Allah.

Saat berumur lima tahun Habib Idrus telah ditinggal oleh ibunya. W\alau

sudah ditinggal ibunya wafat, Habib Idrus tetap selalu semangat dalam

menimba Ilmu untuk dapat berdakwa menyebarkan Agama Islam.

Ketika Habib Idrus di beri Isyarat oleh Habib Mundzir dan juga Habib

Umar untuk mendirikan Jalsatul Itsnail di jawa Timur, beliau masih tidak

berani, namun karena dorongan dari guru-guru beliau akhirnya di dirikanlah

Majelis Rasulullah saw Jawa Timur dengan jama’ah yang masih sangat

sedikit.

Habib Idrus mulai berdakwah dari rumah ke rumah dan masjid

kemasjid. Dan perlu diketahui juga bahwasannya di sekitar kediaman Habib

Idrus banyak orang yang non muslim karena beliau tinggal di daerah sekitar

orang-orang cina atau orang non muslim, ada juga orang yang muslim tapi

(51)

42

Disinilah semangat beliau mak\in bertambah untuk dapat selalu

menyebarkan agama Islam yang Rohmatal Lilalamin.

4. Kiprah Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus dal

Referensi

Dokumen terkait