• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi behavior dengan teknik aversi dalam menigkatkan kedisiplinan sholat berjamaah pada seorang santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Krembung, Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terapi behavior dengan teknik aversi dalam menigkatkan kedisiplinan sholat berjamaah pada seorang santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Krembung, Sidoarjo."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

TERAPI BEHAVIOR DENGAN TEKNIK AVERSI DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SHOLAT BERJAMAAH PADA SEORANG SANTRI DI PONDOK PESANTREN BURHANUL HIDAYAH,

KREMBUNG, SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Najibatun Nufus Nim: B03213016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Najibatun Nufus (B03213016), Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam

Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo

Fokus penelitian adalah (1) bagaimana proses Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo ? (2) bagaimana hasil proses Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa data menggunakan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Disini penulis menjelaskan tentang bagaimana proses Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo yaitu salah satu siswi kelas IX yang seharusnya taat mengikuti sholat berjamaah karena sholat berjamaah adalah kewajiban bagi setiap santri. Faktor internal yaitu faktor yang timbul dari dalam dirinya sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang timbul dari luar seperti kondisi lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam ketidakdisiplinan kliien ini berawal dari dirinya sendiri dan juga didukung oleh faktor lingkungan yaitu temannya yang mengajak untuk tidak melakukan sholat berjamaah padahal sebelumnya klien merupakan santrii yang taat pada aturan yang ada kemudian temannya mengajak untuk tidak disiplin dan melanggar aturan maka iapun akhirnya malas untuk melakukan sholat berjamaah.

Pada proses konseling dengan menggunakan terapi Behavior dengan teknik aversi, konselor hanya memberikan penguatan positif dengan alasan mencegah proses hukuman agar tidak sampai terjadi pada klien karena akan mengakibatkan klien menarik diri dari konselor. Dengan teknik aversi ini klien dapat lebih dekat dengan konselor jadi konselor dapat dengan mudah mengajak atau memberikan arahan kepada klien agar bisa disiplin dalam sholat berjamaah. Klien mengatakan bahwa dirinya ingin berubah dan meninggalkan kebiasaan buruknya.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo. Dan hasil akhir dari proses konseling ini dapat dikatakan cukup berhasil karena separuh dari gejala yang dialami mulai ada perubahan yang baik.

(7)

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Kedisiplinan Sholat Berjamaah ... 38

D. Implementasi Teknik Aversi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamah ... 49

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 52

(8)

BAB IV : ANALISIS DATA

A.Analisis Proses ... 82 B. Analisis Hasil... 88 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ... 97

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewasa ini kecanggihan teknologi mempermudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi, baik informasi berupa ilmu pengetahuan, tempat – tempat sekitar, tempat bermain, tempat makan, sampai hal terkecilpun bisa di ketahui lewat internet yang merupakan akses dimana seseorang menjangkau

seluruh bagian dari isi dunia ini.

Informasi adalah jenis acara yang mempengaruhi suatu negara dari sistem dinamis. Informasi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan yang

didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi.1Namun istilah ini memiliki banyak arti dan tergantung pada konteks secara umum yang

berhubungan dengan konsep seperti arti, pengetahuan, negenteropi, persepsi, stimulus, komunikasi, kebenaran, reperesentasi dan rangsangan pada mental seseorang.

Informasi dapat diperoleh dengan mudah akan tetapi tak banyak juga orang yang bisa atau mau memanfaatkan apa yang telah disediakan lewat

kecanggihan teknologi yang ada saat ini. Artinya masih banyak sekali orang yang masih malas untuk mencari atau mengakses data baik berupa informasi atau pengetahuan dari internet.

Manusia sebagai makhluk hidup dan berkembang dapat mengalami berbagai perubahan sebagai suatu akibat yang ditimbulkan dari adanya

1

(10)

2

perkembangan pada diri manusia yang di dalamnya terdapat faktor bawaan dan juga faktor lingkungan.2 Artinya setiap manusia memiliki proses perkembangan masing – masing yang di dalamnya pasti ada faktor dari bawaannya sendiri dan juga faktor dari lingkungan sekitar. Terkadang ada

salah satu faktor yang mendominasi perkembangan seseorang baik itu menjadi lebih baik atau sebaliknya.3 Mau tidak mau kita sebagai makhluk sosial bersentuhan dengan kehidupan lewat seseorang, kelompok, atau situasi

tertentu pada taraf dimana kita memiliki gambaran diri yang baik.4

Manusia juga di anggap sebagai makhluk individu yang berasal dari

bahasa latin ‘’individuum’’ yang artinya tidak terbagi. Bisa di artikan bahwa individu adalah suatu kesatuan dalam diri seseorang yang memang tidak bisa dibagi atau dipecah menjadi beberapa bagian. Kata individu sendiri

merupakan suatu kesatuan terkecil dan terbatas.

Menurut A. Lysen, manusia lahir sebagai makhluk individual yang

bermakna tidak terbagi atau tidak terpisahkan antara jiwa dan raga. Seperti halnya hewan, secara biologis manusia dilahirkan dengan kelengkapan fisik yang memang lebih sempurna daripada makhluk lainnya karena manusia

mempunyai akal yang membedakannya dengan makhluk lain seperti yang sudah di terangkan dalam Al-qur’an bahwaAllah telah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna dimana sudah dikatakan dalam Qs. At-Tiin ayat 4 yang artinya ‘’Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam

2

E. Koeswara,Teori – teori kepribadian,(Bandung: PT. Eresco 1991) hal 11

3

Rosleny Marliani,Psikologi Perkembangan, (Bandung : Pustaka Setia, 2015), hal 15

4

Mary Rebeccan Rivkha E. Rogacion,Enneagram Timur 9 Tipe Kepribadian,(Yogyakarta:

(11)

3

bentuk yang sebaik-baiknya’’. Segala yang dilakukan manusia tidak semata digerakkan oleh jasmaninya akan tetapi juga aspek rohaninya.5

Psikologi perkembangan sebagai cabang psikologi yang menelaah berbagai perubahan intra-individual. Tugas psikolgi perkembangan ini,

seperti yang dikatakan oleh La Bouvie, ‘’Tidak hanya mendeskripsikan, tetapi juga menjelaskan atau mengeksplikasikan perubahan – perubahan perilaku menurut tingkat usia sebagai masalah hubungan anteseden (gejala yang

mendahului) dan konsekuensinya.6

Teknik aversi adalah suatu teknik dimana dilakukan untuk meredakan

perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak diinginkan sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tidak muncul atau terhambat proses kemunculannya. Penekanan pada teknik ini biasanya menggunakan stimulus

yang menyakitkan contoh: kejutan listrik dan aversi kimia yaitu klien diberi sengatan listrik atau atau obat – obatan yang membuatnya jera dan tidak melakukan perilaku yang tidak diinginkan ini.7

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui sebuah proses dari serangkaian perilaku seseorang yang menunjukkan nilai

ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Disiplin adalah patuh dengan sebuah peraturan dengan kesadaran diri penuh.8 Dari kata disiplin inilah muncul kata kedisiplinan yang berasal dari kata disiplin yang

5

Bimo Walgito,Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Andi, 2003), hal 31 6

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan,(Jakarta: Erlangga, 1980), hal 2 7

Latipun,Psikologi Konseling,(Malang, UMM press, 2003), hal 110

8

(12)

4

mendapat imbuhan ke – an yang mempunyai arti latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu menaati tata tertib.9

Shalat adalah suatu ibadah dimana termasuk ibadah yang paling mulia dan paling dicintai Allah. Posisi sholat dalam agama termasuk dalam

tiangnya yang sebelumnya telah digambarkan Rasululloh yakni sholat adalah tiangnya agama. Selain merupakan tiang agama sholat juga merupakan obat dalam menyembuhkan penyakit–penyakit yang ada dalam diri manusia.

Hadits juga menerangkan bahwa ‘’Allah mewajibkan sholat fardlu lima kali. Barang siapa yang melakukannya maka Allah sedikitpun tidak akan

menyia – nyiakannya ganjarannya, serta Allah telah berjanji untuk memasukkan ke surga. Akan tetapi, apabila seseorang meninggalkannya maka Allah sedikitpun tidak akan menjanjikan apapun kepadanya. Apabila

Allah berkehendak maka Allah akan mengampuninya dan apabila Allah tidak berkehendak maka Allah tidak akan mengampuninya.10

Berjamaah adalah berkumpul bersama dalam suatu kelompok atau perkumpulan. Shalat berjamaah artinya shalat bersama-sama, baik di masjid, mushalla, maupun di rumah, dengan syarat ada imam dan ada makmumnya.

Pengertian shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama dan sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang yakni imam dan

makmum. Cara mengerjakannya, imam berdiri di depan dan makmum di

9

W.J.S Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997)

hal 254 10

Syaikh Jalal Muhammad Syafi’i, The Power oh Shalat, (Bandung : MQ Publishing,

(13)

5

belakangnya. Makmum harus mengikuti perbuatan imam dan tidak boleh mendahului.

Penulis menemukan adanya seorang murid, bernama Afina Aninnas yang merupakan seorang santri di pondok pesantren malas untuk sholat

berjamaah. Ia beranggapan bahwa sholat berjamaah itu lama dan membosankan, serta terkadang jika ia sedang terburu –buru ia bahkan tidak mau sholat berjamaah. Padahal peraturan di pondok pesantren mewajibkan

santrinya untuk sholat berjamaah setiap waktu. Apabila tidak berjamaah maka pengurus akan bertindak tegas dengan cara mendenda dengan yang sudah di

sepakati. Tapi tetap saja Fina jarang sholat berjamaah ataupun kalau jamaah pasti dia bermalas–malasan untuk berangkat.

Dulu afina termasuk anak yang selalu menurut dengan apa yang

diucapkan oleh kedua orangtuanya akan tetapi tahun terakhir saat duduk di bangku sekolah menengah pertama sikapnya mulai berubah dia jadi sering

membantah saat pulang tidak menurut dengan apa yang dikatakan oleh kedua orangtuanya terlebih dia juga kasar terhadap adiknya. Setelah di ketahui ternyata penyebabnya adalah dia di pondok merasa diperlakukan tidak adil

oleh para pengurus. Menurutnya pengurus itu suka sekali mencari kesalahan para juniornya padahal mereka sebenarnya juga melakukan kesalahan serta

pengurus disana juga bukan menanamkan bahwa pengurus itu di hormati melainkan di takuti. Saya pernah menyaksikan secara langsung cara pengurus menangani hal yang menurut saya sepeleh akan tetapi perlakuan mereka

(14)

6

Pada saat itu memang sudah cukup malam sekitar pukul 09.00 WIB dan di jadwal memang tertera waktu untuk tidur tapi ada sebagian sanntri yang

belum tidur. Ketika saya sampai di lantai atas saya melihat seorang pengurus membawa sebuah rotan dan menggebrak seluruh kamar yang di dalamnya

belum tidur. Saya terkejut dengan kejadian itu kenapa sampai bertindak seperti itu padahal dulu sewaktu saya masih menjabat sebagai pengurus dan teman-teman saya kita tidak pernah sampai bicara kasar pada junior kita jadi

mereka bukan takut pada kita akan tetapi segan. Jadi ada ataupun tidak adanya kita mereka selalu patuh pada aturan. Jika pengurus di takuti maka

jika mereka tidak melihat atau memantau semua juniornya akan melakukan pelanggaran sebagai bentuk penolakan.

Dari situlah akhirnya peneliti merasa tertarik untuk mengambilnya

sebagai bahan skripsi, maka penulis dengan segenap kemampuan ingin menyelesaikan hasil obsevasi yang di lakukan kepada klien.

Permasalahan yang dialami oleh Fina dan kemampuan penulis dalam teknik aversi membuat penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Terapi Behavior dengan Teknik Aversi dalam meningkatkan Kedisiplinan Sholat Berjamaah pada Seorang Santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

(15)

7

1. Bagaimana cara menerapkanteknik aversipada seorang santri yang kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah?

2. Bagaimana hasil dari teknik aversi yang digunakan pada seorang santri yang kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan tujuan seperti berikut : 1. Mengetahui proses penerapan teknik aversi pada seorang santri yang

kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah.

2. Mengetahui hasil penerapan teknik aversi pada seorang seorang santri

yang kurang disiplin dalam melakukn sholat berjamaah. D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis diharapkan akan

memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

a. Menambah wawasan bagi peneliti lain dalam hal teknik aversi pada seorang siswi yang kurang disiplin dalam melakukan sholat berjamaah?

b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, khususnya pada mahasiswa jurusan Bimbingan dan

Konseling Islam. 2. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

(16)

8

E. Definisi Konsep 1. Terapi behaviorisme

Terapi behaviorisme yang mendapat sebutan mazhab kedua dalam bidang ilmu tentang tingkah laku adalah karya para ahli yang berhubungan

rapat dengan teori behaviorisme. Teori yang bersifat umum di rumuskan oleh John B. Watson tepat pada peralihan abad ini.11

Terapi behaviorisme di dalam penelitian yang akan saya lakukan

adalah terapi yang lebih menekankan pada perilaku seseorang yang dibentuk dari lingkungan atau keadaan sekitar dimana setiap orang punya

sifat bawaan yang nantinya akan di padukan dengan kondisi lingkungannya dan membentuk sebuah karakter pada diri seseorang. 2. Teknik Aversi

Teknik aversi ini adalah teknik yang menggunakan stimulus yang menyakitkan guna menekan perilaku yang tidak diinginkan agar tidak

muncul bahkan jika bisa teknik ini bertujuan untuk menghilangkan perilaku lama agar tidak muncul kembali. Perilaku ini biasanya merupakan perilaku maladaptif yang di tekan dengan stimulus agar perilaku terebut

tidak muncul atau terhambat kemunculannya. Biasanya yang digunakan dalam teknik aversi berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian

ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.

11

(17)

9

Teknik aversi adalah metode-metode yang digunakan para behavioris maupun secara luas sebagai metode-metode untuk membawa

orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Kendali-kendali aversi bisa bekerja secara langsung dan tidak disadari juga bisa secara tidak langsung

dan terselubung. Pemberian hukuman tidak dianjurkan meskipun klien sendiri menginginkan penghapusan tingkah laku yang tidak diinginkannya melalui hukuman. Apabila tersedia alternatif lain selain hukuman maka

hukuman jangan digunakan. Cara yang positif yang mengarahkan kepada tingkah laku yang baru dan lebih layak harus dicari dan digunakan

sebelum terpaksa menggunakan pemerkuat negatif.

Menurut Skinner, penguatan positif jauh lebih efektif dalam mengendalikan tingkah laku karena hasilnya lebih bisa diramalkan serta

kemungkinan timbulnya tingkah laku yang tidak diinginkan akan lebih kecil. Hukuman adalah sesuatu yang buruk yang meski bisa menekan

tingkah laku yang diinginkan, tidak melemahkan kecenderungan untuk merespon bahkan untuk menekan tingkah laku tertentu. Akibat yang tidak diinginkan berkaitan dengan penggunaan pengendalian aversif maupun

penggunaan hukuman.12

Penelitian yang akan saya lakukan dalam teknik aversi ini memang

teknik yang digunakan untuk mempertegas atau membiasakan seseorang agar tidak memunculkan perilaku maladaptif dan memperoleh perilaku baru dengan cara yang menyakitkan. Akan tetapi Skinner mengatakan

12

(18)

10

bahwa penguatan positif jauh lebih efektif dibandingkan dengan pemberian hukuman. Akan banyak hal yang ditimbulkan jika mengunakan

hukuman salah satu contohnya klien akan menghindari peneliti karena menganggap semua sama dan juga hukuman memang diperbolehkan

dalam teknik ini tapi jika ada alternatif lain kiranya tidak menggunakan hukuman untuk mendisiplinkan seseorang.

3. Kedisiplinan dalam Meningkatkan Sholat Berjamaah

a. kedisiplinan

adalah ketaatan terhadap aturan atau tata tertib. Tata tertib

adalah seperangkat peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi yang tertib dan teratur. Jadi kedisiplinan adalah menaatai tata tertib dalam semua aspek kehidupan, diantaranya: agama, sosial, budaya,

pergaulan, sekolah, dan lain – lain. Keberhasilan seseorang dalam sebuah usaha tergantung pada kedisiplinannya karena orang yang

disiplin adalah orang yang berbuat dengan mestinya tanpa dibuat – buat dan tanpa mengurangi keadaan yang sebenarnya.13

1) Faktor Kedisiplinan

Dalam rangka membina dan meningkatkan kedisiplinan seorang siswa dalam melaksanakan ibadah sholat terutama di

lingkungan pondok pesantren maka perlu di perhatikan unsur yang mempengaruhinya agar disiplin bisa terwujud dalam perilaku siswa yang kemudian menjadi suatu kesadaran pada dirinya untuk

13

A.S. Moenir, Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan

(19)

11

melakukan hal itu dengan sendirinya. Adapun faktornya adalah sebagai beriku:

Pada dasarnya sholat yang utama adalah sholat berjamaah. Sholat berjamaah adalah sholat yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih yang dilakukan bersamaan dan salah satunya menjadi imam dalam sholat tersebut. Dalam setiap gerakan sholat memiliki banyak

sekali manfaat untuk tubuh kita.15

Rasululloh bersabda: ‘’ sholat berjamaah melebihi sholat sendirian dengan dua puluh derajat’’. Diriwayatkan bahwa esok pada hari kiamat dikumpulkan sekelompok orang yang (cahaya) wajahnya seperti matahari. Ketika malaikat bertanya kepada mereka tentang perbuatannya, mereka

menjawab: ‘’kami sudah berada didalam masjid ketika adzan di kumandangkan.16

14

Evi Chumaidah, Upaya Peningkatan Pendidikan Kedisiplinan Sholat Berjamaah di

Madrasah Tsanawiyah Negeri Sidoarjo (Surabaya : Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), hal 34

15

Imam Musbikin, Misteri Sholat Berjamaah bagi Kesehatan Fisik dan Psikis,

(Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2007), hal 53 16

(20)

12

Kedisiplinan sholat berjamaah adalah suatu kondisi dimana seseorang menaati aturan atau tata tertib untuk melakukan sholat

berjamaah. Sholat berjamaah yang dimaksut adalah sholat berjamaah dimana sholat tersebut dilakukan dengan seluruh santri dan pak yai di

mushollah. Sholat berjamaah menjadi salah satu aturan yang harus dilakukan oleh para santri di sebuah pondok pesantren. Apabila santri tidak melakukan aturan atau tata tertib untuk melakukan sholat secara

berjamaah di masjid atau di dalam pondok maka akan dikenakan sanksi yang telah disepakati sebelumnya. Misalkan di pondok pesantren di daerah

Sidoarjo sanksi yang dikenakan pada seorang santri yang tidak melakukan sholat berjamaah adalah membaca Al-Qur’an satu juz dengan tartil dan tajwid yang benar serta dengan disertai denda, dimaksutkan agar santri

enggan untuk meninggalkan sholat berjamaah dan agar para santri dapat disiplin dalam melakukan sholat berjamaah tanpa unsur paksaan

melainkan mewajibkan diri sendiri untuk melakukan sholat berjamaah.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian yang mengkaji penerapan Teknik Aversi dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah menggunakan pendekatan studi kasus sehingga bisa mengetahui lebih mendalam dan terperinci

tentang suatu permasalahan atau fenomena yang hendak di teliti17, dan

17

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling

(21)

13

menggunakan jenis penelitian kualitatif, sehingga dalam laporan hasil penelitian diungkapkan secara apa adanya dalam bentuk uraian naratif.

2. Subyek Penelitian

Nama : Afina Aninnas

Umur : 15 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : PP. Burhanul Hidayah

3. Tahap–tahap Penelitian a. Tahap pra-lapangan

Peneliti melakukan observasi pendahuluan melalui pengamatan dan mencari suatu informasi dari salah satu sebagaian sumber terhadap sesuatu, yang dijadikan tempat untuk memperoleh judul, dan yang

sesuai gambaran umum keadaan dilapangan serta memperoleh kepastian antara judul dengan kenyataan yang ada di lapangan.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Peneliti berusaha menerapkan teknik aversi dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah pada seorang santri di Pondok Pesantren

Burhanul Hidayah. c. Tahap penyelesaian

Tahap selanjutnya menganalisis data yang telah dikumpulkan selama kegiatan lapangan.

4. Jenis dan Sumber Data

(22)

14

Jenis data adalah hasil pencatatan penelitian baik yang berupa fakta ataupun angka, dengan kata lain segala fakta dan angka yang

dijadikan bahan untuk menyusun informasi. Penelitian akan kurang valid jika tidak ditemukan jenis data atau sumber datanya. Adapun jenis

data penelitian ini adalah:

1) Data primer adalah data inti dari penelitian ini, yaitu proses dalam penerapan teknik aversi dalam meningkatkan kedisiplinan sholat

berjamaah pada seorang santri di Pondok Pesantren Burhanul Hidayah Sidoarjo, yang di ambil dari observasi di lapangan,

tingkah laku, kegiatan keseharian, dan latar belakang, serta respon dari remaja yang telah diberikan penanganan.

2) Data sekunder adalah data yang diambil dari sumber kedua atau

berbagai sumber guna melengkapi data primer18. Yakni teman-teman dari subyek penelitian dan teman-teman serta guru di pondok

pesantren Burhanul Hidayah. b. Sumber data

Untuk mendapat keterangan dan informasi, peneliti

mendapatkan informasi dari sumber data, yang di maksud sumber data adalah subjek dari mana data di peroleh19. Adapun yang dijadikan sumber data adalah:

18

Berhan Bungin,Metode Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif,

(Surabaya: Universitas Airlangga, 2001), hal.128 19

(23)

15

1) Sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari konseli yakni Fina serta didapat dari peneliti sebagai konselor.

2) Sumber data sekunder, yaitu data-data yang di peroleh dari perpustakaan yang digunakan untuk mendukung dan melengkapi

data primer20.

5. Teknik Pengumpulan Data

Mendapatkan data dari sumber penelitian maka ada beberapa teknik pengumpulan data yang sesuai yaitu:

a. Interview (wawancara)

Wawancara ini dilakukan pada subjek. Menggunakan wawancara terstruktur yaitu digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

b. Observasi (pengamatan)

Teknik observasi ini diklasifikasikan menurut tiga cara. Pertama, pengamat bertindak sebagai partisipan atau observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya, dengan observasi partisipan ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

20

(24)

16

Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang yaitu peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi meraka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang mana pengamat bertindak sebagai partisipan.

6. Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka langkah berikutnya adalah analisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif, analisis. Sehingga dalam pelaporan hasil penelitian tidak sekedar

menyimpulkan dan menyusun data, tetapi meliputi analisis data dan interpretasi data. Penulis juga menggunakan analisis data di lapangan model

Miles and Huberman yaitu dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu, pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban

yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutan pertanyaan lagi,

sampai tahap tertentu. Aktivitas dalam data yaitu: a. Data reduction

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan terperinci. Semakin lama peneliti di lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak,

(25)

17

melalui reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Data display

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Peneliti membuat penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dam sejenisnya.

c. Conclusion drawing

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah pemeriksaan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan krediabel. 7. Teknik Keabsahan Data

(26)

18

a. Ketekunan pengamatan

Melakukan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambung dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Memperdalam pengamatan terhadap hal-hal yang diteliti yaitu

tentang proses penerapan teknik dalam meningkatkan kedisiplinan sholat berjamaah.

b. Observasi yang diperdalam

Menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian

memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. c. Trianggulasi

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pemeriksaan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Peneliti memeriksa data-data

yang diperoleh dengan subjek peneliti, baik melalui wawancara maupun pengamatan, kemudian data tersebut peneliti bandingkan dengan data

yang ada di luar yaitu sumber lain, sehingga keabsahan data bisa dipertanggung jawabkan.

G. Sistematika Pembahasan

(27)

19

Bab I. Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep, metode penelitian, sistematika pembahasan.

Bab II.Teknik aversi dan kedisiplinan sholat berjama’ah Bab III. Penyajian data

Bab IV. Analisis data.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Behavior

1. Pengertian Terapi Behavior

Terapi tingkah laku adalah gabungan dari beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh ahli yang berbeda. Menurut Willis, terapi

tingkah laku berasal dari dua konsep yang dituangkan oleh Ivan Pavlov dan Skinner. Tetapi Latipun, menambahkan J.B. Watson setelah Pavlov

dan Skinner sebagai tokoh yang mengembangkan dan menyempurnakan prinsip-prinsip behaviorisme. Pendiri behaviorisme sendiri adalah J.B. Watson yang mengesampingkan nilai kesadaran dan

unsur positif manusia lainnya.24

Pendiri dari teori behaviorisme adalah Jhon Broads Watson,

menurutnya psikologi harus menjadi ilmu yang objektif, dalam artian psikologi harus dipelajari sebagaimana mempelajari ilmu pasti atau ilmu lain. Oleh karena itu, ia tidak mengakui adanya kesadaran yang

hanya dapat diteliti melalui metode intropeksi yang dianggap tidak obyektif dan tidak ilmiah. Pengaruh Watson yang lain adalah

psikoterapi, yaitu dengan digunakannya teknik kondisioning untuk menyembuhkan kelainan- kelainan tingkah laku.25

24

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar- Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana,

2011) hal. 167 25

(29)

21

Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan

bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum- hukum yang mengendalikan tingkah laku.

Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode- metode dan prosesur- prosedur pada data yang diamati.26

Terapi behavior adalah terapi tentang tingkah laku. Sekilas

tentang terapi tingkah laku menurut Marquis, terapi tingkah laku adalah suatu teknik yang menerapkan informasi–informasi ilmiah guna menemukan pemecahan masalah yang dihadapi oleh manusia. Jadi tingkah laku berfokus pada bagaimana orang–orang belajar dan kondisi –kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka. Istilah terapi tingkah laku atau konseling behaviorisme berasal dari bahasa Inggris Behavior Counselingyang untuk pertama kalinya digunakan oleh Jhon

D. Krumboln (1964). Krumboln adalah pemotor utama dalam menerapkan pendekatan behaviorisme terhadap konseling, meskipun dia melanjutkan aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950.

Madzhab penganut behaviorisme berpendapat bahwa sikap manusia adalah hasil dari salah satu faktor berikut:

a. Kegagalan mempelajari atau memperoleh lingkungan yang sesuai b. Mempelajari pola – pola tingkah laku yang tidak sesuai atau

penyakit

26

Gerald Corey, Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika

(30)

22

c. Menghadapi suasana pertarungan – pertarungan yang menghendaki ia untuk membedakan dan mengambil keputusan – keputusan dimana ia merasa tidak sanggup untuk melakukannya.27

Menurut Gerald Corey setiap orang dipandang memiliki

kecenderungan – kecenderungan positif dan negatif yang sama dan tingkah laku yang sama dan segenap tingkah laku manusia yang dipelajari.28

Terapi behavior adalah pendekatan yang ada pada konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku.29 Terapi behavior adalah teknik yang digunakan pada gangguan tingkah laku yang diperoleh dari cara belajar yang salah, dan karena diubah melalui proses belajar, untuk mendapatkan tingkah laku yang sesuai.30

Behaviorisme adalah sebuah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati,

bukan dengan proses mental. Artinya, menurut aliran ini perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa dilihat secara langsung. Misalnya, guru tersenyum terhadap murid, atau murid

mengganggu murid yang lainnya, dan sebagainya. Namun pemikiran, perasaan dan motif yang dialami yang tidak dapat dilihat oleh orang

27

Hasan Langulung, Teori – Teori Kesehatan Mental. (Jakarta: Pustaka Al – Husna, 1992) hlm. 23-24

28

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Eresco, 1997) hlm. 198

29

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Eresco, 1997) hlm. 196

30

(31)

23

lain bukanlah objek yang tepat untuk ilmu perilaku karena tidak bisa diobservasi secara langsung.

Terapi behavior adalah salah satu teknik yang digunakan dalam

menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan

bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang

disebut dengan belajar.31

Para Behavioris radikal memandang bahwa tingkah laku manusia bukan didasari oleh pilihan dan kebebasan, melainkan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi objektif di dunia pada masa lampau dan hari ini.

Jadi, lingkungan menempati posisi penting dalam pembentukan tingkah laku manusia.

Aspek penting dari terapi behaviorisme adalah bahwa perilaku dapat didefinisikan secara operasional, diamati, dan diukur32. Para behavioris berpandangan bahwa gangguan tingkah laku merupakan akibat dari proses belajar yang salah. Maka, untuk memperbaikinya

diperlukan perubahan lingkungan menjadi lebih positif dengan harapan tingkah laku yang dimunculkan bersifat positif pula.

31

Kartini Kartono,Psikologi Sosial 3, (Jakarta: CV. Rajawali 1997) hlm. 301-302 32

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar- Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana

(32)

24

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu yang memandang individu dari sisi fenomena fisik,

dan cenderung mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme cenderung tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,

minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Behaviorisme menganggap peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh

individu. Behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku adalah hasil belajar. Proses belajar artinya, proses

perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku

dikendalikan faktor-faktor lingkungan. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap interaksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme

ingin menganilisis hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan.33

Terapi behavioral berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh: (a) pemusatan perhatian kepada tingkah

laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan (d) penafsiran objektif atas hasil-hasil

terapi.

33

(33)

25

Pada dasarnya, terapi behavioral diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah lakuyang

maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment

dispesifikan, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tentang tujuan ditolak.

Karena tingkah laku yang dituju dispesifikan dengan jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci dengan metode-metode konseling diterangkan,

maka hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi.34

Ciri – ciri dari terapi behavior sendiri adalah berpusat pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, cermat dalam mengurai treatment yang diberikan, perumusan prosedur yang objektif pada

permasalahan yang ada, penaksiran objektif atas hasil terapi. Terapi behavior merupakan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang

bersumber dari berbagai tentang teori belajar. Terapi behavior ini meyertakan penerapan yang sistematis pada prinsip belajar dan perubahan tingkah laku kearah yang adaptif. Pendekatan behavior ini

memberikan manfaat baik pada bidang klinis maupun pendidikan. Hal ini dijelaskan dalam Qs. An-Nahl: 97 yang artinya ‘’Barang siapa melakukan kebaikan, baik laki – laki maupun perempuan dalam beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang

34

(34)

26

telah mereka kerjakan’’. Jadi dapat kita simpulkan dari ayat diatas jika kita mengubah tingkah laku orang lain kepada kebaikan maka Allah

akan memberikan balasan bagi kita pahala yang lebih dari apa yang kita harapkan. Oleh karenanya kita sebagai umat Islam utamanya konselor

islami harus ‘’Fastabiqul Khoirot’’ dengan tujuan memperoleh ridho dari Allah SWT.

Pada dasarnya terapi tingkah laku lebih kepada membuang tingkah laku maladaptif kepada perilaku adaptif serta memperkuat

perilaku dan mempertahankan perilaku yang diinginkan.35

2. Latar Belakang Terapi Behavior

Behaviorisme lahir sebagai suatu reaksi dari sebuah

intreksionisme dan juga psikoanalisis. Perkembangan terapi ini ditandai dengan suatu pertumbuhan yang fenomenal sejak akhir tahun 1950an.

Pada awal tahun 1960an, laporan tentang penggunaan teknik terapi tingkah laku muncul dalam kepustakaan profesional. John Watson, pendiri behaviorisme menyingkir dari psikologi konsep seperti

kesadaran, determinasi diri, dan berbagai fenomena subjektif lainnya. Ia mendirikan psikologi tentang kondisi tingkah laku yang dapat diamati.36

Terapi ini dihasilkan oleh beberapa hasil eksperimen para

behaviorist yang memberikan sumbangan pada sebuah prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Pendekatan ini memiliki perjalanan yang

35

Gerald corey, Teori dan Praktek Konseling dan psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Adhitama, 2009) hal. 197

36

(35)

27

panjang mulai dari penelitian laboratorium terhadap binatang hingga terhadap manusia. Secara garis besar perkembangannya terdiri dari 3

trend utama, yaitu kondisioning klasik, kondisioning operan, dan kognitif.

3. Tujuan Terapi Behavior

Tujuan umum dari terapi behavior adalah untuk menciptakan suasana baru bagi setiap proses belajarnya. Teori mendasar yang ada

pada diri manusia adalah setiap tingkah laku manusia itu dipelajari, termasuk tingkah laku maladaptif. Apabila tingkah laku tersebut

tingkah laku neurotik learned maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan) dan tingkah laku yang baik dan efektif bisa diperoleh. Teori tingkah laku sebenarnya terdiri atas penghapusan sikap yang tidak

efektif kemudian diganti dengan perilaku yang lebih efektif, dan juga memberikan pengalaman– pengalaman pembelajaran didalamnya yang berisi respon–respon yang layak dan belum dipelajari.

Tujuan adanya konseling behavior sendiri adalah untuk

membantu konseli menghilangkan respon – respon atau tingkah laku lama yang merusak dirinya dengan mempelajari yang lebih baik dan

sehat. Tujuan terapi behavior adalah untuk memperoleh perilaku baru, menghilangkan perilaku lama yang maladaptif dan juga menjaga perilaku baru yang diinginkannya serta memperkuatnya.37

4. Teknik–Teknik Terapi Behavior 37

(36)

28

a. Desensitisasi Sistematik

Teknik ini merupakan perpaduan dari beberapa teknik seperti

memikirkan sesuatu, menenangkan diri (relaksasi) dan membayangkan sesuatu. Dalam pelaksanaannya konselor berusaha

untuk menanggulangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi oleh konseli. Dengan teori pengkondisian klasik maka respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.

Cara yang digunakan dalam keadaan santai adalah dengan memberikan stimulus yang menimbulkan kecemasan kemudian

dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai. Memasangkan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur.38 b. Terapi Implosif dan Pembanjiran

Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara

berulang-ulang. Teknik pembanjiran berbeda dengan teknik desensitisasi sistematik dalam arti teknik pembanjiran tidak menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan.

Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan

kecemasan klien. Menurut teknik ini, jika seseorang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan

38

(37)

29

konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan akan tereduksi atau terhapus.39

c. Terapi Aversi

Teknik pengkondisian aversi digunakan untuk meredakan

perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan sehingga perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul. Stimulus yang tidak menyenangkan diberikan secara

bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak diinginkan. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan sengatan

listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Perilaku yang dapat dimodifikasi dengan teknik pengkondisian aversi adalah perilaku maladaptif, seperti merokok, obsesi kompulsi, penggunaan zat adiktif,

penyimpangan seksual. d. Latihan Asertif

Latihan asertif merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Sebagai contoh

ingin marah, tapi tetap berespon manis.

Latihan asertif adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam

hal-hal berikut:

1) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya

39

(38)

30

2) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya

3) Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata “tidak” 4) Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya

5) Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

Latihan asertif ini mengajak konselor untuk berusaha memberikan

keberanian kepada klien dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing (bermain peranan).

Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dan klien sebagai bawahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan konselor menjadi bawahan yang mampu dan berani

mengatakan sesuatu keberanian. Hal ini memang bertentangan dengan perilaku klien selama ini, dimana jika ia dimarahi atasan diam saja,

walaupun dalam hatinya ingin mengatakan bahwa ia benar.40 e. Memberi Contoh (modelling)

Pemberian contoh merupakan teknik yang sering digunakan oleh konselor. Karena semua pengalaman yang didapat dari hasil belajar dapat

dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung atau tidak langsung kepada objek berikut konsekuensinya. Dengan pemberian contoh, konseli akan belajar dari tingkah laku orang lain yang menjadi

40

(39)

31

objek. Selain itu konseli dapat belajar dari sisi negatif dan positif dari objek yang dilihatnya.41

f. Home Work

Yaitu suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu

menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya ialah dengan memberi tugas rumah untuk satu minggu. Misalnya tugas klien adalah tidak menjawab jika dimarahi ibu tiri.

Klien menandai hari apa dia menjawab dan hari apa dia tidak

menjawab. Jika seminggu dia tidak menjawab selama lima hari, berarti ia diberi lagi tuas tambahan sehingga selama tujuh hari tidak menjawab jika dimarahi.

Selain teknik-teknik yang telah dikemukakan diatas, Corey juga

menambahkan teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristic yang termasuk dalam metode-metode pengondisian operan, antara lain:

1. Perkuatan positif, adalah teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera setelah tingakh laku yang diharapkan muncul.

2. Percontohan (modeling). Dalam teknik ini dapat mengamati seseorang yang dijadikan contohnya untuk berperilaku kemudian di perkuat dengan

mencontoh tingkahlaku sang model.

3. Token economy, teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku klien.42

41

Gerald Corey,Teori & Praktek Konseling & Psikoterapi, hal.213 42

Namora Lumongga Lubis,Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktek,

(40)

32

4. Pembentukan respon. Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari

tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respon berwujud

pengembangan suatu respon yang pada mulanya tidak terdapat pembendaharaan tingkah laku individu.

5. Perkuatan intermiten, mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku

yang diinginkan, misalnya dengan pujian atau hadiah.

6. Penghapusan. Cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif

adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Wolpe menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh.43

B. Teknik Aversi

1. Pengertian teknik aversi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia terapi adalah

pengobatan penyakit.44 Sedangkan aversi adalah perasaan tidak setuju disertai dengan dorongan untuk merubah tingkah laku diri atau menghindarnya.45 Teknik aversi ini telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan– gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang

menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat

43

Gerald Corey,Teori dan Praktek Koseling dan Psikoterapi,hal. 219-221

44

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 1258

45

(41)

33

kemunculannya. Teknik aversi adalah teknik yang bertujuan melemahkan perilaku maladaptif pada perilaku yang adaptif dalam hal

ini adalah santri dalam sebuah pondok pesantren yang selalu ada saja alasan untuk tidak melakukan sholat berjamaah. Stimulus yang

diberikan pada teknik aversi biasanya berupa hukuman atau sanksi (ta’zir)dengan kejutan listrik atau memberikan ramuan yang membuat mual. Teknik aversi bisa melibatkan penarikan penguatan positif atau

penggunaan berbagai bentuk hukuman.

Teknik – teknik dalam aversi inilah yang digunakan para behavioris karena metode ini dianggap cukup memberikan pengaruh pada perubahan tingkah laku klien meski cara yang digunakan sedikit menekan guna menghindari konsekuensi terburuk agar klien tidak

melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagian besar lembaga – lembaga memakai prosedur – prosedur aversi untuk mengendalikan para anggotanya untuk membentuk tingkah laku individu agar sesuai dengan aturan yang ada.46

Terapi aversi dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak

diinginkan dengan memberikan stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak memunculkan perilaku

yang tidak diinginkan.47 Butir yang penting adalah bahwa maksud dari prosedur aversi ialah menyajika cara untuk menahan respon maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh 46

Gerald Corey, Teori & Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Adhitama, 2013), hal 216

47

(42)

34

tingkah laku alternatif yang adaptif dan mampu memperkuat dirinya sendiri. Salah satu kesalahpahaman yang populer adalah bahwa teknik– teknik yang berlandaskan hukuman merupakan perangkat yang paling penting bagi para terapis tingkah laku. Sebenarnya hukuman jangan

sering dilakukan meskipun mungkin para konseli meminta penghapusan tingkah laku melalui proses penghukuman. Apabila cara – cara yang merupakan alternatif bagi hukuman tersedia maka hukuman jangan

digunakan. Cara yang positif dan mengarah pada tingkah laku baru akan lebih efektif jika digunakan.48

2. Jenis Teknik Aversi

Ada berbagai media yang dapat digunakan dalam pelaksanaan terapi aversi ini diantaranya yaitu:

a. Kejutan listrik adalah dengan memasangkan elektroda pada lengan, betis atau jari sehingga dapat menghasilakn kejutan

listrik.

b. Convert sensitization adalah dengan meminta klien untuk membayangkan perilaku maladaptif yang bisa dilakukan dan

akibat apa yang akan ditimbulkan guna menimbulkan rasa penyesalan atau perasaan bersalah.

c. Aversi kimia adalah dengan memasukkan bahan kimia semacam obat atau cairan sehingga menimbulkan rasa mual pada klien.

48

(43)

35

d. Penjenuhan adalah membuat diri klien merasa jenuh terhadap suatu tingkah laku, sehingga dia tidak lagi mau unutk melakukan

perilaku tersebut lagi.

3. Langkah - Langkah Teknik Aversi

Tahap dari terapi aversi ada 4 langkah yaitu: assesment, menentukan tujuan apa yang ingin dicapai, menerapkan teknik,dan yang terakhir adalah follow up.

a. Assesment

Dalam melakukan assesment konselor melakukan hal yang

bertujuan untuk menentukan apa yang akan dilakukan oleh klien pada saat proses konseling. Adapun teknik yang dilakukan dalam proses assesmen ada beberapa yaitu: pertama kali kita harus

terlebih dulu menganalisis tingkah laku klien yang bermasalah (maladaptif) kemudian menganalisis situasi apa yang ada didalam

permasalahan klien sehingga konselor dapat dengan tepat memberikan bantuan pada klien. Setelah menganalisis situasi yang dialami klien kemudian mencari tau apa yang sebenarnya

menjadi motivasi klien untuk berubah menjadi lebih baik lagi, dengan motivasi yang kuat klien dapat mencapai keberhasilan

yang baik dengan cara mengontrol dirinya, dalam artian mengontrol agar perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul. Dalam melakukan kontrol pada diri sendiri juga diperlukan

(44)

36

hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya membutuhkan orang lain. Menganalisa fisik dan

kondisi sosial budaya juga diperlukan dalam proses assesmen ini karena dengan melakukannya konselor dapat mengerti keadaan

klien seperti apa dan bagaimana. b. Menentukan Tujuan

Setelah melakukan assesmen tentunya perlu menentukan

tujuan dari proses konseling yang akan dilakukan. Tujuan konseling ini dilakukan sesuai kesepakatan antara konselor dan

klien berdasarkan dengan informasi yang telah diterima konselor dan dianalisa. Konselor membantu klien melihat masalah atas dasar tujuan yang hendak dicapai. Memperhatikan hambatan yang

kemungkinan muncul selama proses konseling juga di butuhkan agar dapat diukur dan mengantisipasi setiap hambatan dengan

baik. Menentukan tujuan sebaiknya dilakukan dengan menyusun apa saja tujuannya dalam satu urutan yang detail.

c. Menerapkan Teknik

Menentukan teknik yang baik untuk dilakukan adalah inti dari proses konseling karena teknik juga dapat memengaruhi

berhasil atau tidaknya suatu proses konseling dalam melakukan tujuan yang hendak dicapai. Konselor dan klien selanjutnya menerapkan teknik yang sudah di sepakati oleh keduanya sesuai

(45)

37

d. Follow Up

Proses follow up ini merupakan proses menjadi tahap

akhir dalam proses konseling, dimana dalam tahap ini juga dilakukan evaluasi selama proses konseling dari awal hingga saat

ini apakah ada perubahan dalam diri klien ataukah sebaliknya. Jika hasil yang dicapai sebaliknya maka konselor dan klien memberi jalan untuk mencari jalan dan memantau proses

konseling apakah selama proses konseling ada sesuatu yang salah atau sesuatu yang mungkin kurang maksimal dalam

melakukannya.49

Tujuan dari teknik aversi ini untuk menghukum perilaku negatif dan memperkuat perilaku positif. Hukuman yang digunakan bisa

dengan kejutan aliran listrik50 bisa juga dengan proses aturan yang berlaku karena dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di pondok

pesantren yang notabenenya menerapkan hukum secara islami dan mendidik utamanya bagi para santri di pondok pesantren tersebut. 4. Pengondisian Teknik aversi

Teknik aversi ini bisa dipakai untuk mengubah atau menghilangkan perilaku buruk yang ada pada klien. Teknik ini

digunakan untuk meningkatkan kepekaan klien dalam menerima stimulus yang disenenanginya dengan sebaliknya. Stimulus yang disajikan diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku

49

Gantina Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011) hal 157 50

(46)

38

yang tidak dikehendaki. Dalam artian ketika perilaku tidak diinginkan ini muncul maka proses penghukuman akan berlaku. Pengondisian ini

diharapkan dapat membentuk efek yang tidak diinginkan dengan menyajikan stimulus yang sebaliknya.

Apabila hukuman digunakan akan ada beberapa kemungkinan terbentuknya efek samping secara emosional tambahan seperti: tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya

apabila penghukum berada dalam suatu tempat dimana ada pelaku tersebut, jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi

tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan untuk menarik diri secara berlebihan, pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan

tingkah laku yang dihukum.51

Hal yang perlu dilihat dalam menggunakan teknik ini adalah ada

beberapa poin yang menjadi sudut perhatian bagi peneliti dalam melaksanakan teknik ini agar hukuman jangan sering dilakukan apabila sangat terpaksa melakukan hukuman maka lebih baik menghukum

sekaligus mendidik sebagai contoh dalam pondok pesantren Burhanul Hidayah ini santri yang tidak melaksanakan sholat berjamaah akan

dihukum membaca Al - Qur’an satu juz di tengah lapangan antara pondok putra dan putri serta namanya akan tercantum pada papan yang

51

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi,(Bandung: Refika Adhitama,

(47)

39

ada di dalam pondok putra atau putri, dengan begitu para santri akan lebih hati–hati agar tidak melanggarnya.

C. Kedisiplinan Sholat Berjamaah 1. Pengertian kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin yang dibentuk dari kata

disiplin yang di imbuhi ke-an, yaitu menjadi suatu kata kedisiplinan yang artinya suatu hal yang membuat seseorang melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kehendak langsung, ketaatan, kepatuhan, kepada

peraturan ataupun tata tertib yang ada.

Kedisiplinan adalah ketaatan terhadap aturan atau tata tertib. Tata

tertib adalah seperangkat peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi yang tertib dan teratur. Jadi kedisiplinan adalah menaati tata tertib dalam semua aspek kehidupan, diantaranya: agama, sosial, budaya,

pergaulan, sekolah, dan lain– lain. Keberhasilan seseorang dalam sebuah usaha tergantung pada kedisiplinannya karena orang yang disiplin adalah

orang yang berbuat dengan mestinya tanpa dibuat – buat dan tanpa mengurangi keadaan yang sebenarnya.52

Kedisiplinan harus ditegakkan dalam segala bidang karena tanpa

ada kedisiplinan seseorang akan susah mencapai sesuatu yang di inginkan. Pada intinya kedisiplinan merupakan sebuah kunci keberhasilan

seseorang dalam kehidupannya. Entah itu disiplin dalam kebiasaan sehari

52

A.S. Moenir, Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Pembinaan

(48)

40

– hari ataupun disiplin dalam melakukan suatu kegiatan akademis. Seseorang dalam melakukan kegiatan yang kecil sekalipun sangat perlu

disiplin karena setiap apa yang dilakukan sangat tepat dan harus sesuai dengan prediksinya. Bahkan biasanya orang yang disiplin setiap menit

waktunya akan dijadwalkan dan melakukan apapun sesuai dengan schedule yang telah dibuatnya. Jadi biasanya orang yang seperti ini tidak mau membuang – buang waktu terlalu lama hanya untuk bersenang – senang belaka.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan

Dalam rangka membina dan meningkatkan kedisiplinan seorang siswa dalam melaksanakan ibadah sholat terutama di lingkungan pondok pesantren maka perlu di perhatikan unsur yang mempengaruhinya agar

disiplin bisa terwujud dalam perilaku siswa yang kemudian menjadi suatu kesadaran pada dirinya untuk melakukan hal itu dengan sendirinya.

Adapun faktornya adalah sebagai berikut:

1) Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor dari dalam diri seorang individu itu

sendiri dengan kata lain pembawaan dari sejak manusia itu lahir. Faktor ini mempunyai peran penting dalam sebuah kehidupan

(49)

41

berperan mempengaruhi kehidupan manusia akan tetapi bisa ditunjang dengan cara didik dan lingkungan tempat tinggalnya agar

terbentuk pribadi yang diinginkan.

2) Faktor Ekstern53

Faktor ekstern adalah suatu yang mempengaruhi diri seorang individu dari luar artinya bisa dari orang lain, lingkungan atau lain sebagainya.

Seorang siswa meninggalkan sholat jamaah bisa diakibatkan

karena terpengaruh oleh seorang teman yang dilihatnya meninggalkan sholat jamaah sehingga dalam kesadarannya meniru hal tersebut. Dan juga mungkin itu berkelanjutan karena lingkungan

pesantren yang kurang dalam hal kontrol kepada siswa yang meninggalkan sholat jamaah tersebut.

Implikasinya seorang siswa merasa nyaman dengan perbuatan

melanggar peraturan pesantren tersebut tanpa ada rasa bersalah dan secara tidak sadar menjadi sebuah kebiasaan (habbit) yang terus menerus dikerjakan. Ini perlu disadari bersama bahwa faktor dari luar

ini tidak kalah pentingnya dalam membentuk kebiasaan siswa.

3) Indikator Kedisiplinan Sholat Berjamaah

a. Disiplin dalam melaksanakan sholat berjamaah

53

Evi Chumaidah, Upaya Peningkatan Pendidikan Kedisiplinan Sholat Berjamaah di

(50)

42

b. Bila mendengar adzan dikumandangkan segera bergegas mengambil air wudlu

c. Melaksanakan sholat sunnah rowatib

d. Meluruskan shof ketika melaksanakan sholat berjamaah

e. Melaksanakan sholat berjamaah bagaimanapun keadaannya f. Aktif melaksanakan sholat berjamaah

g. Dzikir dan do’a setelah melakukan sholat berjamaah

3. Pengertian Sholat Berjamaah

Berjamaah adalah berkumpul bersama dalam suatu kelompok atau perkumpulan. Shalat berjamaah artinya shalat bersama-sama, baik di

masjid, mushalla, maupun di rumah, dengan syarat ada imam dan ada makmumnya. Pengertian shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama dan sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang yakni

imam dan makmum. Cara mengerjakannya, imam berdiri di depan dan makmum di belakangnya. Makmum harus mengikuti perbuatan imam dan

tidak boleh mendahului.

Pada dasarnya sholat yang utama adalah sholat berjamaah. Sholat berjamaah adalah sholat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang

dilakukan bersamaan dan salah satunya menjadi imam dalam sholat tersebut. Dalam setiap gerakan sholat memiliki banyak sekali manfaat

untuk tubuh kita.54

54

Imam Musbikin, Misteri Sholat Berjamaah bagi Kesehatan Fisik dan Psikis,

(51)

43

Rasululloh bersabda: ‘’sholat berjamaah melebihi sholat sendirian dengan dua puluh derajat’’. Diriwayatkan bahwa esok pada hari kiamat dikumpulkan sekelompok orang yang (cahaya) wajahnya seperti matahari. Ketika malaikat bertanya kepada mereka tentang perbuatannya, mereka

menjawab: ‘’kami sudah berada didalam masjid ketika adzan di kumandangkan.55

Allah juga telah mensyariatkan untuk umat ini berkumpul pada

suatu waktu yang sangat di kenal. Di antaranya adalah dalam sehari dan semalam, seperti, sholat fardlu lima waktu. Kaum muslimin berkumpul

untuk melaksanakan sholat di dalam masjid setiap siang dan malam lima kali.56 Dasar hukum sholat berjamaah sendiri menurut sumber lain adalah sunnah muakkad yaitu di bawah wajib dan diatas sunnah biasa. 57 Usman meriwayatkan secara marfu’ (yakni, menisbahkan ucapan ini kepada Nabi SAW) : ‘’barang siapa menghadiri sholat jamaah isya’ di masjid, seakan –akan ia bertahajjud setengah malam, dan barang siapa menghadiri sholat jamaah shubuh seakan–akan ia bertahajjud semalam suntuk.58

Sholat sendiri dapat menghindari penundaan dan berguna untuk

mengatur waktu kita dalam meakukan aktivitas sehari – hari contoh kecilnya ketika kita berangkat sekolah di pagi hari pasti kita telah

melaksanakan sholat shubuh. Sholat shubuh ini juga bisa untuk mencegah

55

Imam Al-Ghazali,Keagungan Salat, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal 50

56

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan,Kitab Sholat, (Jakarta: PT. Darul Falah, 2007), hal 191

57

Kahar Mansyur,Salat Wajib menurut Madzhab Empat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995

), hal 329 58

Al – Ghazali,Rahasia – Rahasia Shalat, (Kairo-Mesir: Dar At – Turats Al – ‘Arabiy),

(52)

44

menunda kita untuk bermalas – masalan di tempat tidur dan juga bisa untuk mengatur waktu dengan bangun agak pagi untuk sholat shubuh

maka kita akan mempersiapkan untuk sekolah agar tidak ada barang atau pekerjaan yang terlupa karena sudah dipersiapkan lebih pagi. 59 Maka bersegeralah menuju masjid, dan carilah shaf pertama. Sungguh, dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW telah bersabda,

Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka

tidak bisa mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh

mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 580)

Allah dan Para Malaikat Bershalawat Kepada Orang-Orang Di

Shaf Awal

Dan tidakkah Anda ingin shalat bersama dengan para malaikat?!

Diriwayatkan dari Al Barra’ bin ‘Adzib bahwa Nabishallallaahu ‘alaihi

wa sallambersabda,

Muhammad Bahnasi,Sholat sebagai Terapi Psikologi,(Bandung: Mizan Media Utama,

(53)

45

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada

orang-orang di shaf awal, dan muadzin itu akan diampuni dosanya

sepanjang radius suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu

yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia

akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat

bersamanya”(HR. Ahmad dan An Nasa’i dengan sanad yang jayyid)

Dalam hadits lain dari Nu’man bin Basyirradhiyallahu

‘anhubeliau berkata, “Aku mendengar Rasululullahshallallahu ‘alaihi

wa sallambersabda,

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada

orang-orang di shaf pertama, atau di beberapa shaf yang awal”

Ancaman bagi orang yang mengakhirkan jamaah

Maka, wahai saudaraku seiman, bergegaslah menuju masjid jika

adzan telah dikumandangkan. Segera tinggalkan segala keperluan duniawimu, segeralah mengambil air wudhu’, sebab Allah dan Rasul-nya telah mengancam dengan tegas lewat sabda Nabi-Nya.

Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullahshallallaahu ‘alaihi

wa sallammelihat diantara shahabat ada yang mengakhirkan berangkat ke

masjid, maka beliau bersabda :

(54)

46

Tidaklah suatu kaum mengakhirkan (yaitu menuju masjid) hingga Allah akan mengakhirkan mereka

Syaikh Ibnu ‘Utsaiminrahimahullahberkata,

“Oleh karena itu hendaklah orang-orang merasa takut apabila

mereka mengakhirkan suatu ibadah, mereka akan diuji dalam bentuk

Allah ‘azza wa jalla akhirkan dalam segala bentuk kebaikan” (Ikhtishar

FatawaIbnu ‘Utsaimin13/54)

Sebagai penutup, hendaklah kita selalu mengingat firman AllahTa’ala yang artinya: “Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan

dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang

disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan

Rasul-Rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang

dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid : 21)60

4. Pengertian Kedisiplinan Sholat Berjamaah

Kedisiplinan sholat berjamaah adalah suatu aturan yang ada dalam sebuah kelompok guna melaksanakan sholat lima waktu. Seseorang

melakukannya dengan senang hati dan memang menjadi sebuah keharusan bagi dirinya sendiri untuk melaksanakan sholat berjamaah.

60

(55)

47

5. Faktor–Faktor Kedisiplinan Sholat Berjamaah

Ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi kedisiplinan

seseorang terlebih sholat berjamaah. Disini saya akan membahas faktor kedisiplinan di pondok pesantren:

a. Faktor Intern

Faktor intern ini berasal dari dalam dirinya dimana seseorang

akan melaksanakan sholat berjamaah jika dia ingin sholat berjamaah entah itu dengan tujuan apa atau bagaimana. Dorongan dari dalam diri

ini yang biasanya membuat seseorang terkadang enggan untuk beranjak pergi ke masjid guna melaksanakan sholat berjamaah. Banyak sekali faktor yang membuat enggan pergi sholat berjamaah

diantaranya: sedang asik melakukan sesuatu yang kalau di tinggal sayang, bisa juga karena malas pergi, dan lain sebagainya. Intinya

seseorang akan mengerjakan sesuatu jika dorongan dari dalam dirinya kuat maka ia akan melakukannya akan tetapi jika dorongan dalam dirinya lemah maka ia tidak akan mengerjakannya.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor dari luar diri seorang individu

entah itu lingkungan atau kondisi yang sedang dihadapinya. Selain faktor Intern ada faktor ekstern yang juga berpengaruh pada seseorang. Termasuk dalam hal disiplin sholat berjamaah. Banyak

Gambar

  Gambar 3.1.Pelaksanaan Konseling dengan Teknik Aversi
Gambar 3.2.Mekanisme Perubahan Konseli Ketika Melakukan Proses Konseling dengan
Tabel 3.3.

Referensi

Dokumen terkait