• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU PANDUAN PENANGANAN RABIES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BUKU PANDUAN PENANGANAN RABIES"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DI SUMATERA BARAT

Strategi pencegahan, pengendalian dan pemberantasan rabies meliputi daerah tertular, terancam dan daerah/desa bebas. Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah menyebarnya rabies ke desa yang masih berstatus bebas dan/atau terancam. Pengendalian adalah segala upaya yang dilakukan untuk menekan munculnya rabies serendah mungkin yang ada di desa tertular. Selanjutnya program pemberantasan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan virus rabies dari Propinsi Sumatera Barat. Keseluruhan Strategi Penanggulangan rabies di Sumatera Barat, secara skematis disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Strategi Penanggulangan Rabies Pada HPR

I. Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Desa Tertular

Secara teknis, penanggulangan rabies sesungguhnya tidaklah begitu sulit, mengingat penularan utama terjadi melalui luka karena gigitan HPR dan vaksin untuk mencegahnya telah banyak tersediA dengan kualitas yang tinggi. Namun demikian, karena umumnya cara pemeliharan anjing yang belum begitu baik (dilepas dan belum memperhatikan aspek kesehatan) dan telah merupakan kebiasaan masyarakat, maka kompleksitas penanggulangan rabies bertautan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

I.1. Pendekatan Sosial Budaya

(2)

dilakukan, sehingga aspek epidemiologi penyakit yang ditularkan belum sepenuhnya terungkap dengan baik. Sumatera Barat memiliki densitas populasi anjing yang sangat tinggi dan mayoritas cara pemeliharaannya dilepas, sejak lama menjadi perhatian berbagai pihak terhadap ancaman rabies.

Mempertimbangkan hal – hal tersebut diatas, dalam rangka untuk memperoleh dukungan yang optimal dari masyarakat dalam penanggulangan rabies, maka pendekatan program akan bertumpu pada kondisi sosial budaya masyarakat Sumatera Barat. Dalam kaitan itu, maka sosialisasi rabies sangat bersifat strategis, dalam rangka untuk meningkatkan kepedulian masyarakat (pulic awareness) dan implementasi program di lapangan.

I. 2. Pendekatan Teknis

Di samping pendekatan non-teknis, strategi pemberantasan juga berlandaskan pada aspek teknis yang secara nasional telah tersedia prosedur penanganan wabah rabies yaitu Kiatvetindo Rabies (Anonim, 2002). Pedoman ini dapat dimodifikasi seperlunya sesuai kondisi sosial budaya, kondisi geografi, ekologi anjing dan dan keberadaan koloni kera di Sumatera Barat (Putra dkk, 2008). Prinsip utama dalam strategi pencegahan, pengendalian dan pemberantasan darurat rabies adalah memutus mata rantai penularan rabies yang dilakukan dengan melaksanakan program secara massal, serentak dan integrasi, yang memuat prinsip atau tahapan :

 Mengenal penyebaran penyakit secara dini (early detection)

 Melaporkan kasus rabies sedini mungkin (early report)

 Bertindak cepat dan efektif (effective decision-making and response action)

 Tahap pemulihan (recovery)

 Tahap kaji ulang program (review)

Semua pendekatan strategi penanggulangan rabies bersifat dinamis dan bersifat fleksibel sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan penyebaran rabies di lapangan. Untuk memudahkan evaluasi keberhasilan program, desa digunakan sebagai satu unit epidemiologi.

Elemen - elemen program dalam penanggulangan rabies (Anonim, 2002) meliputi : vaksinasi; pendataan, penertiban dan pengawasan pemeliharaan HPR; eliminasi; observasi hewan tersangka rabies; pengawasan lalulintas HPR; penyidikan/tracing; surveilans; sosialisasi dalam rangka komunikasi- informasi dan edukasi; peningkatan peran serta masyarakat; monitoring; legislasi dan pertolongan pasien penderita rabies. Program perlindungan terhadap sekitar 48 koloni monyet di seluruh Sumatera Barat dari ancaman rabies, akan diatur dalam program khusus.

I. 2. 1. Program Vaksinasi a. Rasional

Rabies adalah “Vaccine Preventable Disease” yang maknanya bahwa kemunculan rabies dapat dicegah melalui program vaksinasi. Dengan demikian, program vaksinasi merupakan kegiatan teknis utama.

b. Tujuan

(3)

rabies. Kegiatan vaksinasi wajib dilakukan secara massal dan serentak dalam periode yang relatif singkat.

c. Persiapan

sebelum gerakan vaksinasi massal yang serentak, ada beberapa hal penting yang harus dipersiapkan, antara lain :

 validasi data estimasi HPR di desa target, untuk memperkirakan jumlah vaksin yang diperlukan.

 Vaksin disimpan pada suhu 40 C – 80 C.

 Penyediaan logistik (Syringe, ice box, sarung tangan, collar/kalung, penning/tag,dan lain-lain)

 Kartu registrasi anjing

 Formulir-formulir yang diperlukan

 Koordinasi

 Pelatihan vaksinatur bersertifikat (termasuk satgas desa, jika diperlukan)

 Sosialisasi pada masyarakat yang menjadi target program

 Pengumuman (TV, Radio, media cetak) d. Pelaksanaan

 program vaksinasi dilakukan setiap hari

 menggunakan tiga pendekatan : pos vaksinasi (misal balai banjar), kunjungan dari rumah ke rumahdan menggunakan mobil keliling.

 Sasaran vaksinasi adalah anjing, kucing, kera

 Di desa yang sudah pernah di vaksinasi, target umur HPR adalah umur 3 bulan atau lebih. Di daerah yang belum pernah divaksinasi HPR semua umur (paling muda umur 1 bulan)

 Untuk mencapai target yang ditetapkan, setelah program vaksinasi massal dilakukan penyisiran terhadap anjing-anjing yang belum tervaksin

 Penanganan vaksin rabies selalu dalam rantai dingin. Transportasi vaksin ke lapangan agar tetap dijaga dalam keadaan dingin, yaitu menggunakan kontainer atau termo es.

 Di Sumatera Barat vaksin rabies yang digunakan adalah Rabivet

 Jenis vaksin Rabivet penningnya berbentuk segi empat tanpa warna, saat diberi booster vaksinasi diberi warna merah, selanjutnya booster diberikan tiap tahun bagi setiap individuHPR

 Vaksin disuntikkan secara IM/SC, atau sesuai petunjuk pabrik

 Anjing berumur di bawah 3 bulan agar dicatat dan wajib divaksinasi setelah berumur 3 bulan (daerah yang sudah divaksinasi)

 Prioritas pelaksanaan vaksinasi dimulai dari desa terancam menuju desa tertular, selanjutnya di desa bebas. Status desa ditetapkan berdasarkanpeta rabies

 Pencatatan data vaksinasi menggunakan Formulir No. 1 e. Target

minimal 70% dari populasi anjing yang ada di desa target tervaksinasi f. Kegiatan Evaluasi pasca vaksinasi

 serum diambil dengan methode random sampling, dengan tingkat kepercayaan 95% dan dengan asumsi bahwa vaksin yang digunakan mampu menstimulasi zat kebal protektif 90%.

 Sebelum anjing divaksin, ambil serum

(4)

 Data vaksin yang digunakan dicatat

 Respon antibodi terhadap rabies diuji dengan tes serologi (ELISA atau SNT) dan hasilnya dikonversi ke Internasional Unit (IU/ml)

g. Indikator keberhasilan

 lebih dari 70% anjing tervaksin, dan pakai kalung serta penning

 padapengujian terhadap serum anjing pasca vaksinasi (6, 9, 12 bulan) yang diambil dengan teknik sampling, seluruhnya memiliki antibodi protektif terhadap rabies

I. 2. 2. Program Pendataan, Penertiban dan Pengawasan Pemeliharaan HPR

a. Rasional

data populasi HPR (terutama anjing) termasuk turnover population (pertambahan populasi karena kelahiran dan kematian) perlu di data secara baik, karena akan menjadi target wajib dalam kegiatan vaksinasi. Pemeliharaan an jing yang tidak baik, dibiarkan berkeliaran di tempat – tempat umum dan tidak divaksinasi sangat rentan dan mendukung siklus penularan rabies.

b. Tujuan

Untuk menghitung secara akurat coverage vaksinasi yang dicapai, selanjutnya untuk memperkirakan besarnya tingkat kekebalan dalam populasi (herd immunity).

c. Persiapan

 Untuk pengumpulan data HPR gunakan Formulir No. 2

 Pengumpulan data berbasis dusun , dilakukan dengan metode sampling random, yang mewakili seluruh Kabupaten, Kecamatan dan Desa di Sumater Barat, dengan asumsi 99% dusun ada anjingnya dan tingkat kepercayaan 95% (telah tersedia dana untuk 2.500 dusun)

 Perankan masyarakat desa dalam pendataan HPR

 Petugas Dinas mendalami PERDA Penanggulangan Rabies

d. Pelaksanaan

 Dilaksanakan sebelum vaksinasi massal dilaksanakan (data telah selesai)

 Data ditabulasi menggunakan Formulir No. 3

 hitung rasio jumlah penduduk : anjing

 Sosialisai PERDA penanggulangan rabies di Sumatera Barat e. Target

 Pendataan HPR di 2.500 dusun di seluruh Sumater Barat

 Sosialisasi PERDA penanggulangan Rabies di Sumatera Barat, diprioritaskan secara bertahap di desa tertular, terancam kemudian desa yang masih bebas rabies

f. Indikator Keberhasilan

 Data HPR dapat dianalisis dengan baik dan mencerminkan / mendekati populasi yang sesungguhnya (terutama untuk anjing)

 Jumlah anjing yang berkeliaran di tempat – tempat umum secara bertahap berkurang

(5)

a. Rasional

Anjing yang memperlihatkan klinis rabies dan/atau telah terekspose oleh anjing klinis rabies dapat mengancam keselamatan dan kesehatan manusia

b. Tujuan

Untuk melindungi manusia dari ancaman rabies, menghambat penyebaran rabies dan sebagai pendukung program vaksinasi

c. Persiapan

 Tulup dan bahan-bahan

 Larutan beracun (strychnine sulfat/nitrat)

 Sarung tangan

 Pelatihan penggunaan tulup

 Set peralatan/bahan untuk pengambilan dan penyimpanan sampel otak

 Biaya penguburan d. Pelaksanaan

 Memperhatikan kesejahteraan hewan (animal welfare)dengan tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan manusia

 Eliminasi dilaksanakan secara selektif dan terfokus (targeted). Selektif di dusun/desa tertular rabies, terfokus pada anjing sasaran

 Dilaksanakan secara Tuntas dengan dukungan penuh masyarakat, sehingga tidak ada anjing yang berpindah tempat

 Data Eliminasi menggunakan Formulir No. 4 e. Target

ditujukan kepada anjing – anjing yang memperlihatkan klinis rabies

Anjing yang telah terekspos dengan anjing rabies, dalam rumah tangga atau di dusun/desa tertular.

f. Indikator keberhasilan

 Menurunnya ancaman rabies dan menghemat penggunaan VAR pada manusia

 Coverage vaksinasi meningkat

 Menurunnya penyebaran rabies

I.2.4. Program Observasi HPR tersangka Rabies a. Rasional

Anjing (HPR) penderita rabies akan mati dalam kurun waktu 14 hari masa observasi, pasca ia menggigit orang (klinis).

b. Tujuan

Memberikan rasa aman bagi orang yang digigit anjing (HPR) dan menghemat penggunaan VAR manusia.

c. Persiapan

 kandang observasi

 Tempat (gedung) untuk menempatkan kandang observasi

 Makanan anjing (HPR)

 Petugas pemelihara anjing (HPR)

(6)

d. Pelaksanaan

 Dalam melaksanakan tugasnya, petugas wajib dilengkapi dengan peralatan pelindung diri

 Kalau HPR mati dalam masa observasi, spesimen otak wajib diambil sesuai prosedur yang telah ditetapkan, selanjutnya dikirim ke laboratorium

 Kalau HPR tidak mati dalam observasi, HPR dikembalikan ke pemiliknya. Informasi ini wajib dilaporkan ke Dinas Kesehatan Terkait

 Kalau observasi dilaksanakan di tempat pemilik, HPR wajib diikat/dirantai atau dikandangkan untuk melindungi pemilik dari ancaman rabies

 Data observasi HPR pasca menggigit orang menggunakan Formulir No. 5. e. Target

 Terutama ditujukan kepada anjing (HPR) yang menggigit orang

 Dapat juga dilakukan terhadap HPR yang diduga tertular rabies f. Indikator Keberhasilan

 Efektifnya penggunaan VAR pada manusia

I.2.5. Program Pengawasan Lalu Lintas HPR a. Rasional

Perpindahan anjing (HPR) antar area (dari daerah tertular) karena intervensi manusia adalah sumber utama penyebaran rabies.

b. Tujuan

Menghambat / menghentikan penyebaran rabies dari daerah tertular ke daerah yang masih bebas.

c. Persiapan

 Pelatihan kader / satgas desa d. Pelaksanaan

 Penyuluhan / Sosialisasi rabies, sesuai program IV.1.2.8.

 Penegakan peraturan sesuai PERDA penanggulangan Rabies Sumatera Barat

 Memberdayakan aparat desa untuk melakukan pengawasan lalu lintas HPR

 Memfungsikan kader karantina pertanian yang telah dilatih / dibentuk e. Target

 Tidak adanya HPR yang keluar dari daerah tertular rabies karena intervensi manusia / pemilik

f. Indikator keberhasilan

 menurunnya resiko penyebaran rabies dari daerah tertular, sehingga jumlkah desa tertular tidak mengalami pertambahan

I.2.6. Program Penyidikan dan Penelusuran Kasus a. Rasional

(7)

b. Tujuan

Mendeteksi dan mengkonfirmasi dugaan kasus rabies pada HPR sedini mungkin, dan untuk menelusuri sumber penularan (backward tracing) dan arah penyebaran (forward tracing) rabies guna menetapkan kebijakan vaksinasi dan eliminasi selektif yang terfokus (targeted)

c. Persiapan

 Peralatan dan bahan penyidikan

 Pelatiahan petugas d. Pelaksanaan

 Melakukan penyidikan penyakit ke lokasi kejadian

 Mengambil spesimen otak HPR yang diduga menderita rabies

 Melakukan penulusuran sumber penularan (backward tracing) di lapangan

 Menganalisis arah penyebaran (forward tracing) rabies

 Pengumpulan data penyidikan menggunakan Formulir NO. 6 e. Target

 Tersidiknya semua dugaan kasus rabies yang menyerang hewan f. Indikator keberhasilan

 Pelaporan yang cepat dari masyarakat terhadap adanya dugaan munculnya rabies pada hewan, sehingga rabies dapat dideteksi secara dini.

I.2.7. Program Surveilans a. Rasional

Surveilans sebagai intelijen epidemiologi dapat mengungkap perjalanan rabies dengan berbagaiinteraksinya di lapangan, sehingga upaya pemberantasan bisa berjalan lebih efekif dan efisien

b. Tujuan

Mengungkap data epidemiologi rabies untuk memperkuat arah kebijakan / strategi pemberantasan berdasarkan perkembangan rabies. Karena rabies bersifat zoonosis, maka kegiatan surveilans wajib dilaksanakan secara terintegrasi, menyangkut data pada hewan dan manusia

c. Persiapan

 Koordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk integrasi kegiatan

 Menetapkan metode sampling

 Pengadaan bahan dan alat yang diperlukan d. Pelaksanaan

 Melakukan kegiatan pengumpulan data di lapangan

 Data kasus gigitan HPR pada manusia gunakan Formulir No. 7

 Data kasus rabies pada HPR gunakan Formulir No. 8

 Data pengumpulan otak HPR gunakan Formulir No. 9

 Data untuk surveilans seroepidemiologi gunakan Formulir No. 10

 Melakukan analisis data dan pelaporan e. Target

 Tahap pemberantasan rabies, surveilans otak HPR menggunakan pendekatan berbasis resiko (risk based surveillance)

(8)

 Informasi tingkat insiden (incidence rate) atau tingkat penyerangan (attack rate) rabies

 Informasi peta rabies (distribusi geografi)

 Informasi efikasi vaksin pasca vaksinasi rabies

 Informasi tentang prediksi besarnya resiko penularan rabies keluar dari daerah tertular

I.2.8. Program Sosialisasi a. Rasional

Jika masyarakat (pemilik HPR) memahami ancaman/ bahaya rabies maka HPR nya akan dipelihara secara terbaik dan dirawat kesehatannya, termasuk mengikuti program vaksinasi rabies

b. Tujuan

Program sosialisasi dalam rangka mengintensifkan komunikasi, penyebaran informasi dan edukasi berkaitan dengan rabies. Diarahkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang rabies serta kemungkinan ancaman yang dapat terjadi

c. Persiapan

 Melatih tenaga penyuluh khusus rabies

 Menyiapkan pesan kunci sesuai sesuai target audiens

 Hindari penyampaian pesan yang saling kontradiksi agar tidak membingungkan masyarakat dan menimbulkan kepanikan

 Contoh pesan kunci lihat laporan d. Pelaksanaan

Tatap muka dengan masyarakat adat

 Dilakukan di Balai – balai Banjar

 Kepada pengempon atau pengelola kawasan Wanara wana (“hutan monyet”)

Dialog interaktif. Ditujukan pada kelompok masyarakat yang berpendidikan, tokoh masyarakat, aparat pemerintah, lembaga swadaya masyarakat untuk menampung aspirasi dan meluruskan persepsi yang keliru tentang penanggulangan rabies

Workshop, Seminar, symposium. Ditujukan kepada kalangan organisasi profesi, peneliti, praktisi, aparat pemerintah atau pemerhati di bidang kesehatan dan kesehatan hewan guna mendapatkan masukan untuk penyempurnaan program pemberantasan

Sarana penyajian pesan

 Melalui TV, Radio

 Pemutaran film rabies

 Penyebaran brosur, leaflet

 Pemasangan baliho

 Melalui pertunjukan tradisional e. Target

Pesan rabies dapat menjangkau seluruh Bali. Penyampaian pesan melalui TV akan lebih efektif

f. Indikator keberhasilan

(9)

 Terjadi perubahan prilaku masyarakat, sehingga terwujud sikap kewaspadaan dini terhadap dugaan rabies, baik pada hewan maupun pada manusia

 Mendukung terlaksananya program pemberantasan rabies yang telah ditetapkan

I.2.9. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat a. Rasional

Mengingat kompleksitas rabies, terutam yang berkaitan dengan HPR, peran serta masyarakta sangat diharapkan untuk bersama – sama membantu pemerintah dalam penanggulangan rabies.

b. Tujuan

 Melibatkan masyarakat dalam program sosialisasi / penyuluhan, setelah mengikuti pelatihan

 Melibatkan masyarakat dalam pengawasan lalu lintas HPR, setelah mengikuti pelatihan (Kader Karantina Pertanian)

 Melibatkan masyarakat tertentu sebagai vaksinatur, setelah mengikuti pelatihan (jika sangat dibutuhkan)

 Melibatkan masyarakat dalam pendataan HPR, setelah mengikuti pelatihan

 Melibatkan masyarakat untuk mensukseskan program vaksinasi massal yang dilaksanakan secara serentak

c. Persiapan

 perlu koordinasi

 Penetapan desa/Nagari target

 Perlu beberapa jenis pelatihan d. Pelaksanaan

dilaksanakan di bawah koordinasi dan/atau bersama – sama pemerintah (Dinas terkait), tergantung pada jenis kegiatan yang dilaksanakan

e. Target

Di setiap desa ada anggota masyarakat yang ikut terlibat dalam penanggulangan rabies (satgas desa)

f. Indikator keberhasilan

 Pendataan HPR mendekati akurat

 Capaian Coverage Vaksinasi >70% per desa

 Pengawasan lalu lintas HPR optimum

 Laporan dini kasus rabies ke pemerintah, baik pada hewan maupun pada manusia

I.2.10. Program monitoring a. Rasional

Program yang dirancang dengan baik tetapi tidak dilaksanakan di lapangan atau program yang disusun tidak dapat dilaksanakan pada kondisi lapangan, maka ia tidak akan mencapai target yang telah ditetapkan secara optimim

b. Tujuan

(10)

c. Persiapan

 Membuat check list untuk melakukan monitoring program penanggulangan rabies di seluruh Kabupaten / Kota

 Membuat jadwal kunjungan d. Pelaksanaan

 Membuat laporan analisis hasil monitoring

 Mengambil kebijakan sesuai hasil monitoring e. Target

 Program terlaksana dengan baik di lapangan, atau

 Petugas lapangan memberikan masukan untuk penyempurnaan program f. Indikator keberhasilan

Harmonisasi program penanggulangan rabies di seluruh Sumatera Barat

I.2.11 Program Legislasi a. Rasional

Semua peraturan dibuat sebelum program penanggulangan rabies dilaksanakan, agar ada kepastian hukum

b. Tujuan

Agar semua program yang akan diselenggarakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Demikian juga pelaksana program didukung oleh produk peraturan secara ilegal c. Persiapan

 Pembuatan pedoman teknis pemberantasan rabies, di tingkat propinsi dan tingkat Kabupaten / Kota

 Pembentukan Tim Koordinasi Rabies termasuk Tim Teknis, di tingkat propinsi dan di tingkat Kabupaten / Kota

 Pembuatan peraturan penutupan wilayah, di tingkat propinsi oleh Gubernur Sumatera Barat dan tingkat Kabupaten / Kota

 Pembuatan peraturan penertiban dan pengawasan lalu lintas / pemeliharaan HPR, dapat diatur melalui Peraturan Bupati/Walikota/Gubernur atau melalui peraturan daerah Propinsi / Kabupaten / Kota

 Pada tahap akhir (jika target tercapai), pembuatan produk hukum bahwa Propinsi Sumatera Barat telah dapt dinyatakan bebas rabies

d. Pelaksanaan

Penertiban peraturan sesuai dengan hirarkhi pemerintahan dan obyek yang diatur

e. Target

Semua produk hukum yang diperlukan untuk menunjang program penanggulangan rabies di seluruh Sumatera Barat dapat diwujudkan

f. Indikator

 Terwujud harmonisasi produk peraturan

(11)

I.2.12. Program Pertolongan Pasien Penderita Rabies a. Rasional

Makin cepat orang yang digigit anjing rabies ditangani, maka tingkat ancaman terhadap kemungkinan tertular virus rabies dapat dihindari

b. Tujuan

Melindungi keselamatan dan kesehatan manusia dari ancaman gigitan anjing (HPR) yang menderita rabies

c. Persiapan

 Membangun sistem pelaporan gigitan HPR yang diduga rabies

 Membuat PROTAP penatalaksanaan orang yang digigit HPR d. Pelaksanaan

 PROTAP pertolongan pertama bagi orang yang digigit HPR

 Pendataan HPR yang menggigit manusia, termasuk penatalaksanaannya

 Observasi HPR pasca menggigit orang (lihat butir I.2.4)

 Treatmen untuk orang yang digigit HPR sesuai PROTAP E. Target

Informasi gigitan HPR pada manusia dilaporkan secepatnya pada petugas Dinas kesehatan terdekat

f. Indikator Keberhasilan

Treatmen gigitan HPR pada manusia dapat dilaksanakan sesuai PROTAP, sehingga jumlah kematian akibat rabies dapat di nol kan

II. Pencegahan Rabies di Desa / Nagari terancam

Sumatera Barat memiliki wilayah yang luas , dan memiliki populasi Anjing yang cukup banyak. Sampai saat ini di Indonesia, belum dilaporkan adanya hewan lain selain Anjing, Kucing dan Kera yang ikut berperan dalam penularan rabies di lapangan. Dan yang paling berperan dalam penularan rabies di Indonesia adalah melalui gigitan Anjing.

Pada dasarnya, sasaran program adalah untuk seluruh Sumatera Barat. Akan Tetapi dalam kenyataan di lapangan sering harus berhadapan dengan berbagai kendala atau keterbatasan. Dalam kaitan itu pengmabil kebijakan diharuskan untuk mengambil suatu prioritas tanpa mengurangi efektivitas dari strategi pemberantasan. Mempertimbangkan hal – hal tersebut, maka pelaksanaan seluruh program diprioritaskan untuk desa terancam dan desa tertular. Jadi pelaksanaan program di Desa terancam sama dengan di desa tertular. Desa terancam adalah desa yang secara geografi bertetangga dengan desa tertular dan/atau termasuk dalam daya jelajah (home range)

III. Pencegahan Rabies di Daerah Bebas

Ancaman yang paling memungkinkan untuk masuknya rabies ke pulau bebas adalah melalui masuknya hewan tertular (sedang dalam masa inkubasi) secara ilegal (penyelundupan melalui kapal laut, perahu, mobil). Hal ini telah diketahui secara luas. Untuk itu, wilayah Kepulauan Mentawai harus tetap diawasi dari masuknya anjing dari luar Kep. Mentawai

(12)

anjing, kucing dan monyet yang berasal dari desa/daerah tetular. Dengan demkian, program sosialisasi memegang peranan yang sangat strategis, sampai dengan program pemberantasan lainnya dapat diimplementasikan.

PELAPORAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBERANTASAN

Parameter keberhasilan dari pelaksanaan program di lapangan, sekurang – kurangnya akan dievaluasi berdasarkan : capaian coverage vaksinasi, efikasi vaksin, tingkat serangan (attack rate) rabies, distribusi penyebaran rabies, capaian pembebasan berbasis desa.

I.1. Capaian Coverage Vaksinasi

Target coverage vaksinasi rabies per Desa / Nagari sekurang – kurangnya 70% I.2. Efikasi Vaksin

Vaksin yang digunakan mampu membentuk zat kebal protektif terhadap rabies sekitar 99% dari HPR yang di vaksin, dan zat kebal tersebut tetap bertahan dalam tubuh HPR sekurang – kurangnya selama 1 tahun pasca vasksinasi

I.3. Tingkat Serangan (attack rate) Rabies

Tingkat serangan / insidens rabies semakin menurun dan selanjutnya menjadi nol, dibandingkan dengan pada saat awal pencanangan program pemberantasan. Pendekatan penghitungan menggunakan data di Desa, kecamatan atau kabupaten tertular

I. 4. Distribusi Penyebaran Rabies

Peta distribusi rabies adalah untuk seluruh Sumatera Barat. I.5. Capaian Pembebasan Berbasis Desa

Untuk memudahkan efektivitas pelaksanaan program di lapangan, Desa dibagi menurut status/ aktivitas rabies di desa tertular. Penilaian status atau aktivitas rabies di desa tertular dinilai hanya berdasarkan adanya kasus rabies sesuai hasil pengujian laboratorium dan dengan mempertimbangkan rata-rata masa inkubasi rabies pada anjing yang paling mungkin (most likely) yaitu 1 – 6 bulan (MacDiarmid dan Corrin, 1999).

Atas pertimbangan tersebut, status atau aktivitas rabies di desa tertular dibagi dan didefinisikan sebagai berikut :

1. Status rabies sangat aktif, jika di desa tersebut dalam kurun waktu 6 bulan atau lebih sejak ditemukan kasus rabies pertama, siklus rabies masih berlanjut dan muncul 3 kali atau lebih dalam periode waktu yang berlainan (bulan)

2. Status rabies aktif, jika di desa tersebut dalam kurun waktu 6 -9 bulan sejak ditemukan kasus rabies pertama, siklus rabies masih berlanjut dan muncul 2 kali dalam periode waktu yang berlainan (bulan)

3. Status rabies 6 -9 bulan tidak ada kasus, jika di desa tersebut dalam kurun waktu 6 -9 bulan sejak ditemukan kasus rabies pertama, tidak ditemukan kasus rabies baru lagi

(13)

5. Status rabies kasus baru, jika di desa tersebut telah muncul kasus baru rabies dalam kurun waktu di bawah 6 bulan dan kecendrungannya belum dapat diketahui. Dari status rabies baru ini, perkembangan selanjutnya mengikuti kriteria seperti disebutkan di atas

Gambar

Gambar 1. Strategi Penanggulangan Rabies Pada HPR

Referensi

Dokumen terkait

Hasil didapatkan bahwa pelaksanaan program P2 rabies di Sumatera Utara belum berjalan optimal dalam hal pelaksanaan surveilans epidemiologi, pelacakan kasus, tata laksana

TIKOR merumuskan program penanggulangan rabies di pulau Flores dilakukan dengan cara pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dilaksanakan terhadap semua anjing

Berdasarkan informasi dari masyarakat Desa Kutuh (tetangga Desa Ungasan) bersamaan dengan kejadian rabies pada anjing dan manusia di Desa Ungasan, sapi-sapi

Simpulan yang dapat ditarik adalah sapi bali di daerah Ungasan, Kutuh, dan Peminge telah tertular rabies, serta kerugian yang di alami oleh peternak dari tiga

Berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat di Bali diyakini bahwa pemilik yang memelihara hanya satu anjing akan berupaya mencegah anjingnya tertular rabies dibandingkan dengan

Faktor-faktor penghambat dan pendukung Implementasi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Hewan Beresiko Rabies khususnya hewan anjing di

TIKOR merumuskan program penanggulangan rabies di pulau Flores dilakukan dengan cara pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dilaksanakan terhadap semua anjing

Persentase perilaku masyarakat pemilik anjing di desa yang belum pernah dilaporkan terjadi kasus rabies di Kabupaten Gianyar disajikan pada Tabel 1, sedangkan