LAPORAN TEKNIS
TEMATIK TAHUN 2013
Tim
Penyusun:
Rr. Widhya Yusi Samirahayu, SE., MT
Dr. Purwoko Adhi
Yadi Radiansah, ST
Zaenul Arifin, SAP
KATA
PENGANTAR
Program Tematik tahun 2013 di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET) terdiri dari 9 kegiatan, yang terbagi dalam tiga bidang yaitu Elektronika, Telekomunikasi, dan Bahan dan Komponen Mikroelektronika.
Laporan Teknis ini disusun oleh masing‐masing tim peneliti kegiatan yang bersangkutan, dan hanya menampilkan hasil‐hasil yang dicapai selama tahun 2013. Oleh karena itu, laporan ini tidak bersifat akumulatif walaupun beberapa kegiatan telah memasuki tahap akhir. Akan tetapi, laporan ini tetap diharapkan bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat pada umumnya.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, baik secara substansi maupun format penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa kami harapkan guna perbaikan kualitas laporan teknis PPET dimasa yang akan datang.
Bandung, Januari 2014
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Kepala,
Dr. Hiskia
NIP. 19650615 199103 1 006
DAFTAR
ISI
Suryadi Satyawan., M.T.
4. Rancang Bangun Antena Radar Pengawas Pantai Menggunakan Teknologi Film Tebal – Peneliti Utama : Dr.Ir. Yuyu Wahyu, MT Circulator – Peneliti Utama : Tony Kristiantoro, S.ST
Pengembangan
Modul
Sub
‐
Sistem
Radar
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Pengembangan Modul Sub‐Sistem Radar
FMCW
2. Kegiatan Prioritas : Teknologi Informasi dan Komunikasi
3. Peneliti Utama :
Nama : Arief Suryadi Satyawan.
Jenis Kelamin : Laki‐laki
4. Sifat Penelitian : Baru/Lanjutan Tahun ke ‐ 1
5. Lama Penelitian : …2…. (Dua) Tahun
6. Biaya Total 2013 : Rp. 166.989.000
Bandung, 20 Desember 2013
Ketua PME PPET LIPI, Peneliti Utama
Dr. Purwoko Adhi, DEA
NIP. 19670911 198701 1 001
Arief Suryadi Satyawan., M.T.
NIP. 19730801 199403 1 005
ABSTRAK
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan modul subsistem radar yang dapat diterapkan khususnya pada sistem radar FMCW. Secara umum kegiatan ini dibagi dalam dua tahap pengerjaan sesuai dengan tahun anggaran penelitian yang diusulkan. Pada usulan tahun 2013 akan dilakukan pengembangan modul Direct Digital Synthesizer (DDS) yang berfungsi sebagai pembangkit sinyal FMCW pada pemancar radar, sedangkan pada tahun 2014 akan dilakukan pengembangan modul Analog to Digital Converter (ADC) yang berfungsi sebagai data acquisition sinyal radar pada sisi penerima.
Berbeda dengan pengembangan sistem atau subsistem radar sebelumnya, pada dua tahap kegiatan ini akan dilakukan rancang bangun modul secara menyeluruh meliputi disain rangkaian elektronika beserta perangkat lunak pendukungnya, dan fabrikasi hingga menjadi modul yang siap pakai. Dengan demikian diharapkan melalui kegiatan ini akan didapat modul subsistem radar yang dapat menggantikan peran modul‐modul yang sebelumnya banyak didatangkan dari luar negeri. Selain itu, disain dan pengembangan modul subsistem radar ini selanjutnya diharapkan dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan sistem radar
FMCW.
Untuk mencapai sasaran kegiatan pada tahun pertama yaitu terwujudnya prototype modul DDS, maka telah dilakukan beberapa tahapan proses yang meliputi disain rangkaian DDS dengan menggunakan komponen utama AD9956, realisasi rangkaian DDS tersebut pada papan PCB multilayer, dan pengukuran kinerja rangkaian DDS di laboratorium. Pada tahap disain, rangkaian DDS dibuat untuk dapat menghasilkan sinyal luaran hingga 200 MH dan level sinyal – 10 dBm. Sedangkan pada tahap realisasi, rangkaian DDS dibentuk pada papan PCB enam layer dengan bantuan perangkat lunak Altium, sebelum dicetak pada jenis PCB yang sesuai (FR4). Pada tahap akhir, rangkaian DDS yang telah dilengkapi komponen diukur kinerjanya di laboratorium.
Kata kunci: Sistem Radar, Direct Digital Synthesizer, Analog to Digital Converter, Data 2000 kita telah mulai melakukan pengembangan sistem radar baru bebasis teknologi FMCW, yang selanjutnya ditandai dengan pembangunan sistem radar pengawas pantai di Cilegon (Banten) untuk mengamati pergerakan kapal di sekitar selat sunda. Sistem radar ini selanjutnya menjadi percontohan dalam rangka membangun stasiun radar di tempat lain, disamping menjadi sarana penelitian khususnya dibidang sistem radar.
merupakan tantangan bagi pengembangan sistem radar nasional, namun dapat menjadi peluang bagi para peneliti untuk dapat menghasilkan komponen atau modul pendukung sistem radar.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam kegiatan tahun pertama ini dapat dirumuskan dalam tiga bagian, yaitu kegiatan perencanaan dan realisasi, pengukuran dan perbaikan alat dan dokumentasi kegiatan, yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Perancangan dan Realisasi
Pada tahap perancangan diawali dengan melakukan disain modul rangkaian Direct Digital Synthesizer. Untuk itu perlu diperhatikan pemilihan jenis komponen yang diperlukan baik dari sisi spesifikasi teknis maupun kemudahan dalam memperoleh komponen tersebut di dalam atau luar negeri. Disamping itu disain rangkaian Direct Digital Synthesizer juga harus memperhitungkan konsumsi daya yang diperlukan, serta besaran sinyal masukan atau luaran rangkaian yang sesuai.
Setelah melalui tahap disain rangkaian maka masalah berikutnya adalah merealisasikan disain tersebut kedalam bentukperangkat keras (realisasi pada papan PCB). Pada tahapan ini perlu dilakukan pengerjaan disain rangkaian elektronika menggunakan perangkat lunak seperti Protel, yang selanjutnya hasilnya dapat dicetak pada papan PCB. Terakhir adalah pemasangan komponen‐komponen elektronika pada papan PCB tersebut yang mungkin akan membutuhkan ketelitian dalam hal penyolderan, mengingat beberapa komponen digital yang digunakan mungkin berukuran cukup kecil.
b) Pengukuran dan Perbaikan
Modul Direct Digital Synthesizer selanjutnya diukur untuk mengetahui kinerjanya. Pada tahap ini diperlukan beberapa alat ukur pendukung seperti osciloscope, function generator atau spectrum analyzer. Perbaikan mungkin perlu dilakukan untuk memperbaiki kinerja modul tersebut sehingga sesuai dengan spesifikasi teknis yang diharapkan dalam disain.
c) Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Dokumentasi kegiatan penelitian dilakukan dalam bentuk laporan teknis akhir kegiatan, disamping pembuatan satu buah makalah ilmiah hasil penelitian ini pada jurnal nasional.
2. TUJUAN DAN SASARAN 2.1 Tujuan
2.2 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terwujudnya modul Direct Digital Synthesizer pada akhir tahun pertama penelitian dan modul Analog to Digital Converter pada akhir tahun kedua penelitian.
3. METODE
Metodologi yang juga mencakup tahapan, sasaran dan luaran dari kegiatan ini dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1.
NO. TAHAPAN SASARAN LUARAN METODOLOGI
1 Perencanaan dan realisasi
Disain dan realisasi modul DDS
• Disainrangkaian skematik DDS
• Spesifikasi teknis yang diharapkan
• Data komponen yang akan digunakan beserta rangkaain yang diperlukan sistem
• Modul perangkat keras DDS
• Survey dan studi lapangan: dari metoda ini diharapkan terkumpul data‐data yang berkaitan dengan komponen‐komponen yang dibutuhkan, serta aspek‐aspek teknis pembuatan Direct Digital Synthesizer (DDS).
• Perancangan spesifikasi: akan dirancang spesifikasi yang diseusuaikan dengan data‐data hasil survey
• Perancangan prototipe: akan dirancang Direct
Digital Synthesizer (DDS) berdasarkan
spesifikasi yang telah ditentukan serta disain rangkaian dalam papan PCB.
• Realisasi peralatan pada papan PCB dan pemasangan komponen.
2 Pengukuran dan
Prototype DDS sesuai spesifikasi teknis yang diinginkan
Prototype DDS • Pengukuran besaran kelistrikan
4. RENCANA CAPAIAN, HASIL, DAN PEMBAHASAN 4.1 Rencana Capaian
Tabel 2.
1. Survey komponen penunjang DDS di dalam dan luar negeri.
2. Survey pembuatan PCB multilayer di
1. Disain skematik rangkaian DDS 2. Disain rangkaian
pada papan PCB (multilayer)
3. Pabrikasi rangkaian DDS pada papan PCB
1. Pengukuran kinerja
B U L A N No Kegiatan/
Penanggung Jawab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
DDS 2. Perbaikan
kekurangan
5. Dokumentasi dan
pembuatan laporan dan realisasi karya ilmiah
4.2 Hasil dan Pembahasan
Dasar Teori
Pada sistem radar FMCW seperti yang diperlihatkan pada gambar 1., Direct Digital Synthesizer (DDS) digunakan untuk membangkitkan sinyal sinus termodulasi FM.
Gambar 1. Blok Diagram Radar FMCW dengan DDS [3]
Pada dasarnya, DDS merupakan metode untuk menghasilkan sinyal analog, biasanya sinyal sinus, caranya dengan membangkitkan sinyal yang berubah – ubah terhadap waktu dalam bentuk digital, dan kemudian dirubah ke dalam bentuk analog dengan bantuan Digital to Analog Converter (DAC) [10]. Konstruksi yang sederhana dari DDS menyebabkan pengaturan frekuensi keluaran DDS ditentukan oleh sebuah nilai tuning word. Konstruksi digital memberi banyak keuntungan dalam penerapan DDS, diantaranya [1]:
1. Arsitektur digital dapat mengurangi kebutuhan sistem analog yang sensitif terhadap temperatur.
2. Interface DDS yang tersedia akan memudahkan sistem untuk dapat dikendalikan dengan lebih praktis dan lebih dioptimalkan, karena semua berada di bawah kendali processor.
Gambar 2. Diagram Blok Direct Digital Synthesizer [3]
Secara umum diagram tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Address Counter melewatkan dan mengakses lokasi memori pada PROM. Selain itu Address Counter juga memuat kesetaraan word amplitudo sinyal sinus yang akan dikonversi ke dalam bentuk analog. Sine lookup adalah perangkat penyimpan informasi amplitudo digital yang menghubungkan satu gelombang penuh dari gelombang sinus dan berfungsi sebagai sine lookup table. Sedangkan register adalah tempat untuk penyusunan amplitudo digital. Terakhir, DAC berfungsi untuk merubah sinyal digital yang telah diolah sebelumnya menjadi sinyal analog.
Dengan menerapkan fungsi phase accumulator pada rangkaian sinyal digital, arsitektur DDS dapat dirubah agar lebih fleksibel. Blok diagram arsitektur tersebut terlihat pada gambar 3.
Gambar 3. Frequency – tunable DDS System [3]
Apabila bagian DDS tersebut dilihat lebih detail, masing – masing mempunyai cara kerja dan sinyal output yang berbeda. Sinyal output yang berbeda tersebut dapat dilihat pada diagram seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Gambaran Sinyal Pada Tiap‐Tiap Proses DDS [3]
Phase Accumulator
Phase accumulator berfungsi untuk menjumlahkan informasi fasa dari tahap sebelumnya. Karena yang akan disintesis adalah frekuensi, maka nilai frekuensi adalah tetap. Frekuensi adalah turunan pertama dari fasa ( ). Turunan pertama tersebut bernilai konstan jika grafik fungsi fasa berbentuk garis lurus atau pertambahan nilai fasanya tetap. Karena itu accumulator ini juga disebut accumulator fasa.
Ditinjau dari segi data yang diolah maka terdapat dua struktur accumulator, yaitu struktur accumulator yang memanipulasi data biner dan struktur accumulator yang beroperasi dengan basis desimal. Data yang diakumulasi oleh accumulator adalah data dengan format BCD (Binary Coded Decimal).
Accumulator pada dasarnya adalah gabungan antara perangkat yang disebut adder dan perangkat register. Dari kedua bagian perangkat ini, adder adalah bagian yang sering dioptimasi ( dilakukan peningkatan kerja ), karena semakin lebar jumlah bit dalam accumulator, waktu tunda yang diakibatkan bagian adder tidak bisa diabaikan lagi. Optimasi ( peningkatan kerja ) blok accumulator tersebut menggunakan metode pipelining untuk rangkaian logika kecepatan tinggi, tetapi penerapan metode pipelining ini berpengaruh terhadap update rate dari DDS.
Gambar 5. Blok Diagram Struktur Phase Accumulator [3]
Nilai fasa yang tersimpan pada register frekuensi input ditambahkan ke nilai accumulator fasa , satu kali setiap perioda clock sistem. Hasil penjumlahan tersebut kemudian dimasukkan ke lookup tabel (LUT). LUT akan merubah informasi fasa tadi menjadi informasi amplituda.
Untuk accumulator seperti yang terlihat pada gambar 5., frekuensi output (Fout) dan frekuensi clock (Fref) memiliki hubungan dengan nilai penambahan fasa ( ) yang dirumuskan dengan persamaan :
(1)
Gambar 6. Hubungan Fasa Dengan Amplituda
Gambar 7. Lingkaran Fasa
Proses akumulasi fasa dilakukan dengan lingkaran fasa. Gambar 6., menunjukkan akumulasi fasa dari sinyal sinus dengan frekuensi 1/8 frekuensi clock. Lingkaran menunjukkan akumulasi fasa sebesar π/4 setiap siklus clock. Titik‐titik pada garis lingkaran menunjukkan nilai fasa pada suatu waktu dan bentuk gelombang sinus menunjukkan representasi amplituda yang bersesuaian. Perubahan fasa ke amplituda terjadi dalam lookup table. Terlihat bahwa penambahan fasa selama periode clock adalah π/4 radian atau 1/8 dari .
Osilasi sinus merupakan vektor yang berputar di sekeliling lingkaran fasa seperti ditunjukkan pada gambar 7. Setiap titik pada lingkaran fasa ini berkorespondensi dengan satu titik tertentu pada gelombang keluaran dan titik ini dihasilkan sebagai vektor bergerak di sekeliling lingkaran fasa. Satu putaran pada lingkaran fasa merupakan satu siklus sinusoidal. Jumlah titik diskrit lingkaran fasa sesuai dengan resolusi accumulator fasa. Nilai kendali frekuensi masuk (k) menunjukkan ukuran lompatan atau jump size.
Dalam domain waktu, sinyal yang dihasilkan dapat dituliskan sebagai persamaan :
DDS melakukan proses sampling pada saat , dengan Tref adalah interval sampling.
adalah frekuensi referensi dan n = 0,1,…
Setiap amplituda sample x(nTref) dikalkulasi untuk mendapatkan fasa
...(3)
Dengan Fout=k.Fref. Fref adalah resolusi frekuensi yang juga merupakan frekuensi minimum yang dapat dihasilkan jika menggunakan referensi Fref. Fref sama dengan
. Sehingga:
...(4)
Nilai frekuensi keluaran yang diberikan oleh persamaan (4) juga disebut dengan DDS Tuning Equation. Substitusi persamaan (4) ke persamaan (2) dengan dan t=nTref akan menghasilkan :
... (5)
Deretan sampel tergantung dengan besarnya (n) dan (k). Dalam persamaan diatas (n) sebagai indeks waktu dan (k) sebagai indeks frekuensi. Dengan nilai (k) tetap dan nilai (n) berubah akan memperoleh alamat untuk sampel pada frekuensi tertentu. Tetapi jika besarnya nilai (k) dirubah dan nilai (n) tetap, akan diperoleh sampel yang berbeda, yaitu sesuai dengan frekuensi yang berbeda. Parameter inilah yang menyebabkan terdapat 2 cara perubahan frekuensi untuk sistem DDS [4].
Keluaran accumulator merupakan korelasi antara frekuensi yang diinginkan dengan clock dalam bentuk phase ramp. Keluaran ini selanjutnya akan menjadi masukan bagi blok ROM atau lookup table. Keluaran dari phasa accumulator adalah seperti seperti pada gambar 8.
Terdapat beberapa teknik implementasi untuk ROM ini. Teknik pertama adalah implementasi penuh PROM untuk 4 kuadran sebesar 360o. Teknik ini memerlukan memory yang sangat besar. Teknik yang kedua adalah hanya mengimplementasikan satu kuadran sebesar 90o, sedangkan untuk kuadran lain dilakukan operasi pembalikan dan pencerminan terhadap kuadran pertama. Pembalikan dilakukan oleh sinyal sign dan pencerminan dilakukan oleh sinyal quad. Hal ini dapat dilaksanakan karena informasi seluruh kuadran sudah terkandung pada kuadran pertama.
Jika keluaran yang dibutuhkan harus memiliki kecepatan tinggi maka memori hanya memiliki waktu akses sedikit. Tetapi karena memori merupakan rangkaian paling lambat pada rangkaian sistem, maka diperlukan pendekatan (cara) lain untuk memperoleh efisiensi dan efektifitas. Cara pertama adalah dengan melakukan multipleks sebesar N memori, sehingga setiap satu memori hanya beroperasi pada 1/N kecepatan clock sistem. Cara kedua adalah mengeksploitasi sifat monoton fungsi sinus, sehingga ukuran memori dapat dikecilkan menjadi 1/50 kali. Pada cara kedua ini melibatkan DSP (Digital Signal Processing).
Sehubungan dengan pengaturan frekuensi, dengan mengakses semua alamat PROM yang dikendalikan MSB, quad dan sign dengan kenaikan sebesar satu maka akan diperoleh frekuensi dasar. Frekuensi yang merupakan kelipatan tidak bulat dari frekuensi dasar akan dihasilkan, apabila tidak semua alamat ROM dicacah. Dalam hal ini selang alamat yang dicacah tidak bernilai satu.
Suatu sistem DDS yang kompleks dilengkapi dengan kemungkinan untuk modulasi amplituda, frekuensi, dan fasa secara digital. Masukan blok LUT ini dapat dimodulasi amplituda. Sehingga keluaran blok ini sudah dianggap keluaran sistem DDS dalam format digital. Adapun keluaran dari sine lookup table adalah pada gambar 9.
Gambar 9. Keluaran Sine lookup Table Digital to Analog Converter (DAC)
Bagian terakhir yang menjadi rangkaian DDS adalah bagian yang melakukan perubahan dari sinyal digital menjadi sinyal analog untuk dapat digunakan dalam domain analog. Untuk memperoleh laju clock yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan multipleks pada bagian logika dan memori, namun DAC akan membatasi unjuk kerja sistem.
DDS dibatasi pada frekuensi yang cukup rendah. Frekuensi tertinggi berkaitan dengan frekuensi clock yang mampu diberikan kepada rangkaian. Pada metode DDS juga memiliki derau yang lebih besar dari metode lain. Maka untuk memperoleh keaslian spektrum yang lebih baik diperlukan proses filter pada output dengan menggunakan LPF ( Low Pass Filter ) yang tepat.
Disain Rancangan
a) Komponen Utama DDS
Pada kegiatan ini, pembuatan disain rangkaian DDS menggunakan teknologi yang terakhir dikeluarkan oleh Analog Device, yaitu produk komponen terintegrasi AD9956 yang didalamnya terdapat rangkaian DDS dan Phase Lock Loop (PLL). Komponen ini memiliki spesifikasi teknis utama sebagai berikut:
a) 400 MSPS internal DDS clock speed b) 48‐bit frequency tuning word c) 14‐bit programmable phase offset d) Integrated 14‐bit DAC
e) 1.8 V supply for device operation
Diagram blok komponen AD9956 selanjutnya dapat dilihat seperti pada gambar 10. Mengingat keperluan disain yang akan mengoperasikan DDS pada frekuensi luaran 160 MHz, dari system clock maksimum 400 MHz, maka komponen ini sesuai dengan keperluan system radar FMCW. Disamping itu, system clock ini dapat diperoleh dari sinyal masukan RF hingga 2,4 GHz.
Gambar 10. Fungsi‐fungsi dalam komponen AD9956
b) Disain Rangkaian
Gambar 13. Disain PCB
Realisasi Rancangan Pada Papan PCB
Selanjutnya rangkaian DDS dibuat pada papan PCB dalam konstruksi multilayer, seperti diperlihatkan pada gambar 14.
19
Realisasi Perangkat Lunak
Perangkat lunak DDS direalisasikan pada PC dengan menggunakan bahasa pemrograman C. Pada dasarnya disain perangkat lunak ini bertujuan untuk mengatur DDS agar menghasilkan sinyal luaran yang berfariasi pada rentang frekuensi tertentu. Bentuk tampilannya dapat dilihat seperti pada gambar 15 dan 16. Pada gambar 15., perangkat lunak direalisasikan untuk aplikasi Jammer, sedangkan pada gambar 16., untuk aplikasi pembangkitan sinyal pada system radar FMCW.
Gambar 15. Aplikasi DDS untuk Jammer.
Gambar 16. Aplikasi DDS untuk Pembangkitan Sistem Radar FMCW
Pengukuran Awal Kinerja DDS
DRO
Pembagi 9 DDS
9 GHz
1 GHz 50 MHz
21
Gambar 17. Pengukuran Awal Prototype DDS
23
Pengukuran Lanjutan
+ 1,8 Vdc
Gnd
+ 3,3 Vdc
RF input Output Signal Configuration
Signal
Prototype DDS Power
Supply
Signal Generator Spectrum Analyzer PC
Gambar 20. Bentuk Spektrum Daya Sinyal Luaran DDS
Level daya luaran untuk sinyal masukan 400 MHz dan level daya – 10 dBm juga tidak selamanya sama. Pada gambar 21., diperlihatkan level daya yang dihasilkan untuk setiap frekuensi luaran yang dibangkitkan.
Gambar 21. Level Daya Luaran vs Frekuensi Sinyal luaran (untuk sinyal masukan ‐ 10 dBm dengan frekuensi 400 MHz)
Masih dengan sinyal masukan yang sama, nilai frekuensi luaran yang dihasilkan prototype DDS memiliki simpangan maksimum 0,5 MHz dan minimum 0,3 MHz., seperti yang diperlihatkan pada gambar 22.
Gambar 22. Simpangan Frekuensi Luaran Terukur
OUTPUT (rencana sesuai yg tercantum dalam proposal)
No Output Rencana Realisasi Capaia n (%)
Keterangan
1 Jurnal Nasional 1 0 80% Masih dalam
penyelesaian
Prototipe, desain, konsep sosial yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat dan pengakuan LIPI
1 1 100% Pengukuran kinerja
masih terus dilakukan, disamping memperbaiki kekurangan yang muncul saat pengukuran tersebut.
5. KENDALA DAN PERMASALAHAN
Pembuatan disain rangkaian pada papan PCB multilayer dan pengadaan komponen harus dilakukan di luar negeri hal ini berakibat pada waktu dan biaya.
(Usulan yang perlu dilakukan adalah memberikan keringanan pajak bea masuk komponen dari luar negeri untuk keperluan penelitian).
6. KESIMPULAN
Kegiatan disain dan realisasi DDS telah dilakukan. Secara keseluruhan meski beberapa kendala muncul dalam tahapan kegiatannya, namun masih dapat diatasi, sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai dengan jadwalnya.
Adaptation for Vehicles Technology”, 2000.
[3] Crawford,James. “Frequency Synthesizer Design Handbook”. London : Artect House, 2004.
[8] Murphy, “All About Direct Digital Synthesizer”. Analog Dialogue.
http://www.analog.com/analogdialogue, Eva. 2004.
Prentiss, Dylan. “Characteristics of Radar”. Department of Geography : University of California, 2005.
Rancang
Bangun
Modul
Surya
Berbasis
Dye
‐
Sensitized
Solar
Cell
Lia
Muliani
Pranoto,
ST.,MT
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Rancang Bangun Modul Surya Berbasis Dye‐ Sensitized Solar Cell
Abstrak
Modul surya berbasis Dye‐sensitized solar cell (DSSC) merupakan integrasi dari beberapa sel surya DSSC yang terhubung secara seri untuk menghasilkan output daya yang lebih besar. DSSC adalah sel surya generasi baru yang dibentuk melalui proses mekanisme photoelectrochemical, dimana proses absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan proses separasi muatan oleh bahan inorganik semikonduktor berstruktur nano. Pembuatan modul surya berbasis DSSC ini merupakan teknologi baru dan menjanjikan biaya produsi yang relatif rendah dibanding dengan pembuatan modul surya dengan bahan silikon. Teknologi yang akan digunakan dalam pembuatan modul surya DSSC pada kegiatan ini adalah screen printing, yaitu teknologi untuk mendeposisikan bahan‐bahan berupa pasta ke atas substrat melalui pola pada screen. Pasta yang digunakan pada penelitian ini adalah nanocrystalline TiO2, sedangkan substrat yang digunakan adalah TCO glass. Metode interkoneksi antar sel yang akan dibangun adalah berupa rangkaian seri yang terintegrasi secara internal mengikuti pola interkoneksi tipe‐Z. Proses pembuatan DSSC ini akan dilakukan secara bertahap di PPET LIPI selama 3 tahun. Tahun 2013 merupakan tahun pertama telah dilakukan perancangan disain modul DSSC berukuran 5x10 cm2 dengan interkoneksi seri tipe Z dan telah dilakukan uji coba pembuatan modul surya. Tahun kedua (2014) direncanakan realisasi pembuatan modul surya berukuran 5x10 cm2 serta optimalisasi disain sel dan parameter proses fabrikasinya. Sedangkan pada tahun 2015 akan dilakukan scale up modul surya DSSC berukuran 10x10 cm2 dan diharapkan dapat mencapai efisiensi 3%. Penelitian tahun 2013 telah menghasilkan disain modul surya interkoneksi seri tipe Z yang memiliki 3 buah sel tunggal ukuran 1x9,8 cm (total area aktif 3x9,8 cm2) dengan efisiensi konversi 0,77% ; daya maksimum 10,49mW ; tegangan Voc 1,87V dan arus Isc 10,51 mA. Kegiatan penelitian rancang bangun modul surya dye‐sensitized solar cell masih harus dilanjutkan dan ditingkatkan serta diharapkan mampu menunjang program pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang energi baru dan terbarukan dengan pengembangan material sel surya berstruktur nano.
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Meningkatkan kebutuhan energi di dunia, menjadi suatu tantangan bagi para ilmuwan, peneliti dan industri untuk melakukan penelitian dan pengembangan pengadaan sumber energi alternative baru dan terbarukan. Energi cahaya dan panas yang dihasilkan oleh matahari merupakan sumber energi hayati terbesar di dunia, sehingga matahari tidak kalah penting dengan berbagai sumber energi lain seperti angin, air, minyak bumi, dan lain sebagainya. Sel surya merupakan suatu divais yang secara langsung mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Penggunaan sel surya di dunia sebagai pembangkit energi listrik tenaga surya mengalami lonjakan kebutuhan yang relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kapasitas produksi sel surya secara global, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1. Grafik tesebut menunjukkan peningkatan signifikan terhadap permintaan pasar dunia akan ketersediaan modul surya (PV module). Tingginya permintaan tersebut diyakini akan terus meningkat di masa datang. Hal ini mengindikasikan pentingnya penguasaan teknologi pembuatan modul surya di Indonesia
Gambar 1. Grafik peningkatan produksi sel surya global1.
Penelitian dan pengembangan proses sel surya di dunia saat ini masih didominasi oleh sel surya berbahan silikon single crystalline maupun polycrystalline. Namun sel surya silikon ini harganya masih relatif mahal, sehingga berbagai usaha untuk mencari teknologi alternatif untuk pengembangan yang memiliki potensi harga relatif murah. Saat ini kecenderungan pengembangan teknologi proses sel surya mengarah pada teknologi struktur nano, baik pengembangan rekayasa bahan ataupun material. Pengembangan rekayasa bahan atau material skala nanometer telah membangkitkan sebuah sel surya jenis baru yang dapat merealisasikan sel surya biaya rendah di masa yang akan datang. Bahan‐bahan ini meliputi sebagai
1
bahan‐bahan organik dan nano partikel inorganik, termasuk didalamnya Dye‐ Sensitized Solar Cell (selanjutnya disingkat DSSC)
Perkembangan divais sel surya jenis DSSC bermula dari hasil penelitian Michael Gratzel dan rekannya dari Laboratorium Photonic dan Interface EPFL Switzerland di awal tahun 1990‐an. Konsep ini cukup mendapat perhatian sebagai teknologi masa depan sebagai alternatif sel surya konvensional berbasis silikon dikarenakan proses fabrikasinya yang cukup mudah dan bahan yang relatif murah. Selain itu, dengan tampilannya yang cukup estetis, modul sel surya jenis inipun semakin disukai sebagai elemen dekoratif khususnya untuk Building Integrated Photovoltaics (BIPV) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Contoh aplikasi modul DSSC pada Building Integrated Photovoltaics (BIPV) [2].
berdasarkan penguasaan teknologi pembuatan sel yang sudah diteliti pada kegiatan penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh pola dimensi area aktif sel terhadap performa modul secara keseluruhan.
b. Pengaruh metode interkoneksi antar sel dalam satu modul. c. Optimalisasi disain modul.
d. Optimalisasi parameter proses fabrikasi modul.
1.3Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguasai teknologi fabrikasi modul berbasis sel surya jenis dye sensitized menggunakan teknologi screen printing. Kegiatan ini merupakan follow up dari kegiatan penelitian kami sebelumnya yang bertujuan untuk menguasai teknologi pembuatan nanocrystalline TiO2 dye‐sensitized solar cell menggunakan teknologi yang sama, yaitu screen printing. Melalui penguasaan teknologi pembuatan modul, diharapkan sel surya jenis dye sensitized ini nantinya dapat diaplikasikan untuk kebutuhan energi pada skala yang lebih besar.
Sasaran
Sasaran kegiatan penelitian penelitian ini adalah penguasaan teknologi pembuatan modul surya berbasis dye‐sensitized solar cell, yang direalisasikan melalui perancangan disain dan fabrikasi modul. Secara umum, hasil kegiatan penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan konstribusi ilmiah dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya menunjang program pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang energi baru dan terbarukan. Keluaran / Output dari penelitian ini :
‐ disain modul surya
‐ publikasi jurnal nasional 1 buah
‐ publikasi seminar nasional/internasional 1 buah
1.4Kerangka Analitik
Dye‐Sensitized Solar Cell
Dye‐Sensitized Solar Cell (DSSC) merupakan sel surya generasi baru yang dibentuk melalui mekanisme photoelectrochemical. Perkembangan divais ini bermula dari hasil penelitian Michael Gratzel dan rekannya dari Laboratorium Photonic dan Interface EPFL Switzerland di awal tahun 1990‐an. Sel surya pertama yang dikembangkan oleh O’Regan dan Gratzel tahun 1991 menghasilkan konversi energi efisiensi hingga 7%, dan di tahun 1993 Nazeeruddin dan kawan menghasilkan efisiensi sebesar 10 %[4,5].
(anoda). Sedangkan substrat TCO glass kedua, disebut kutub positif (katoda), dilapisi oleh platinum (Pt) dan berfungsi sebagai counter electrode.
Gambar 3. Skema struktur Dye‐Sensitized Solar Cell [6]
Prinsip kerja DSSC pada dasarnya merupakan reaksi reduksi‐oksidasi (redox) dengan tahapan reaksi sebagai berikut:
‐ Energi photon yang diserap oleh molekul dye mengakibatkan electron tereksitasi dari orbit terluar (highest occupied molecular orbital – HOMO) D menuju orbit
Elektron tersebut kemudian diinjeksikan ke conduction band TiO2 meninggalkan molekul dye teroksidasi D+ sesuai persamaan berikut: elektroda negatif dan kemudian bergerak melalui external load menuju elektroda positif yaitu counter electrode. Dengan adanya platinum sebagai katalisator, elektron tersebut berekombinasi dengan hole yang terdapat dalam elektrolit dan membentuk muatan negatif iodine.
−
a. b.
Gambar 4. Contoh modul surya: a. terkoneksi secara eksternal ; b. terkoneksi secara internal dalam satu substrat.
Faktor‐faktor yang perlu diperhatikan dalam mendisain modul surya DSSC secara internal adalah sebagai berikut [7]:
1. Pengaruh efek shading pada sel.
2. Resiko terjadinya electrophoresis akibat kebocoran elektrolit.
3. Efek resistansi shunt (RSH) yang dapat berpengaruh secara electrolytical, bukan
hanya secara electrical seperti halnya pada sel surya silikon.
Berdasarkan metode pembuatan interkoneksinya, terdapat 3 tipe rangkaian integrasi seri yang dapat digunakan untuk membangun modul surya DSSC [8]. Ketiga metode tersebut dapat dibuat menggunakan teknologi screen printing. Metode tersebut adalah:
Koneksi tipe‐Z
Gambar 5. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe‐Z dari tampak samping [7,8].
Koneksi tipe‐W
Proses awal pembentukan tipe W serupa dengan tipe Z. Perbedaan tipe W dengan tipe Z terletak pada pola screen printing pada masing‐masing substrat. Pada tipe W, masing‐masing substrat berfungsi sebagai front electrode dan counter electrode sekaligus karena kedua substrat mendapat pelapisan TiO2 dan Pt dengan struktur berselang seling (lihat Gambar 6). Pada tahap interkoneksi akhir, kedua substrat disatukan dengan pembentukan seal sebagai pembatas antar sel, tanpa adanya perak sebagai penghubung seperti halnya pada tipe Z. Kontak antar sel terbentuk dengan cara menyatukan kedua substrat pada bagian front electrode dan counter electrode yang saling berlawanan.
Koneksi Monolithic
Seperti halnya kedua tipe sebelumnya, perbedaan tipe monolithic ini terdapat pada pola pelapisan substrat. Bedanya, tipe monolithic hanya membutuhkan satu substrat glass yang terlapisi TCO (lihat gambar 7). Hal ini sangat menguntungkan secara ekonomis dikarenakan harga TCO glass yang relatif mahal. Sedangkan kelemahan tipe monolithic ini adalah dibutuhkannya elemen ZrO2 sebagai pemisah anoda dan katoda, serta dibutuhkannya graphite sebagai penghubung seri antar sel. Hal tersebut merupakan factor penghambat karena pembentukan koneksi seri dengan resistansi rendah menggunakan graphite relatif sulit untuk direalisasikan.
Gambar 7. Tahap fabrikasi interkoneksi tipe monolithic dari tampak samping [7.8].
Karakterisasi Modul Surya
Dalam pengukuran sebuah komponen sel maupun modul surya, karakteristik yang diperlukan adalah Kurva I‐V atau hubungan arus dan tegangan, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 8.
Gambar 8. Kurva hubungan Arus dan tegangan sebuah sel surya Parameter‐parameter dari kurva tersebut adalah :
1. Arus hubung singkat (ISC) dapat dilihat dalam kurva dan sekaligus tegangan
hubung terbuka (VOC). Arus hubung singkat dilihat pada saat tegangan V=0
2. Daya keluaran maksimum diperoleh dari hasil kali tegangan dan arus yang sebuah sel terhadap sel yang ideal. Penyimpangan yang terjadi ini diakibatkan pengaruh resistansi seri dan resistansi paralel.
1.5 Hipotesa
Integrasi sel surya jenis DSSC ke dalam bentuk modul telah diteliti oleh beberapa narasumber, termasuk oleh Späth et. Al. [9] dan Okada et. Al. [10] yang telah berhasil memfabrikasi modul surya DSSC berukuran 10x10 cm2 menggunakan interkoneksi tipe‐Z. Selain itu, berbagai modul surya DSSC serupa dengan ukuran yang lebih besar juga telah dibuat dan dipublikasikan oleh beberapa peneliti, seperti contohnya Sastrawan et. Al. Dengan modul surya ukuran 30x30 cm2 [11] dan Dai et. Al. dengan modul surya ukuran 40x60 cm2 [12]. Kestabilan perfoma modul surya DSSC jangka panjang juga merupakan faktor penting. Hal inipun telah diteliti dan terbukti mampu menghasilkan output daya sesuai yang diharapkan dalam kurun waktu setengah tahun [13].
Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa rancang bangun modul surya berbasis DSSC adalah hal yang dapat direalisasikan. Selain itu perancangan modul surya DSSC juga sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut karena banyak faktor baik dari segi material maupun teknologi fabrikasi yang dapat diteliti mengingat teknologi DSSC sendiri masih relatif baru dibanding kompetitornya yaitu sel surya konvensional berjenis silikon.
Pada kegiatan ini disain modul yang efektif dan parameter proses yang optimal akan diteliti untuk menghasilkan proses fabrikasi yang repeatible sehingga didapatkan modul surya dengan karakteristik listrik yang baik dan efisiensi yang tinggi. Faktor yang juga tak kalah penting untuk dioptimalkan adalah pemilihan material hermatic sealing yang tepat untuk mendukung performa kerja modul surya dalam jangka panjang.
II. PROSEDUR DAN METODOLOGI
2.1Peralatan
Peralatan yang digunakan meliputi peralatan proses dan peralatan pengukuran. Beberapa peralatan utama meliputi screen printer, conveyor furnace, sun simulator, laser trimmer dan sputtering system (Gambar 9). Peralatan pendukung lainnya seperti four point probe, screen maker, timbangan, mutimeter,alat ukur intensitas cahaya, peralatan bor mekanik, hot plate, peralatan kimia seperti petri disk, pipet, gelas kimia dll. Peralatan analisa material seperti SEM, XRD, UV‐Vis Spectrofotometer, IPCE menggunakan jasa kerjasama dari instansi lain.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 9 : Peralatan proses screen printer (a), conveyor furnace (b), sun simulator (c), sputtering system (d) dan laser trimmer (e)
2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : - TEC15 Glass, TEC8 Glass
- Pasta TiO2, DSL 18 NR‐AO, DSL NT - Larutan Electrolit HSE
- Pasta Perak temperatur rendah
Kegiatan ini seluruhnya dilakukan di laboratorium Bahan dan Komponen Mikroelektronika PPET‐LIPI. Untuk kegiatan analisa seperti SEM, XRD, UV‐VIS dan IPCE dilakukan di laboratorium di luar PPET‐LIPI antara lain ITB dan UNS.
Rancangan modul dibangun menggunakan sel dengan pola strip dengan interkoneksi tipe‐Z. Teknologi fabrikasi yang digunakan adalah teknologi screen printing. Struktur sel yang dibangun akan menggunakan bahan utama semikonduktor berupa nc‐TiO2 dengan counter electrode dilapisi platinum (Pt). Sedangkan substrat yang akan dipakai adalah TCO glass berbahan fluorine‐tin‐oxide (FTO) yang paling umum digunakan untuk membangun sel surya DSSC, dikarenakan FTO memiliki resistansi yang lebih stabil pada proses bersuhu tinggi dibanding kompetitornya yaitu indium‐tin‐oxide (ITO). Skema proses pembuatan modul surya DSSC ditunjukan pada gambar 10.
Kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013 meliputi :
o Pembuatan disain modul dan perancangan screen untuk proses
printing.
o Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm
o Percobaan pembuatan modul ukuran 5x10 cm2 dengan tipe Z
interkoneksi, (luas area aktif 3x9,8 cm)
o Pengukuran dan analisa hasil karakterisasi proses
.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tahun 2013 merupakan tahun pertama penelitian rancang bagun modul surya dye sensitized solar cell dengan teknologi screen printing. Pada tahun ini kegiatan penelitian yang dilakukan adalah disain rangkaian modul DSSC, percobaan pembuatan sel tunggal 1 x 9,8 cm dan percobaan pembuatan modul surya dengan sel tunggal yang disusun secara seri dengan interkoneksi secara internal. Disain
Persiapan Substrat
Sintering dan Drying
Pembuatan pola TCO menggunakan laser/etsa
Pembentukan electric contact
Pengisian elektrolit Pewarnaan
Sealing
Pengeboran substrat
Persiapan/pencampuran pasta
Pelapisan pasta Pt, glass frit,
dan perak pada counter electrode
Assembly (penyatuan substrat)
Pengukuran dan Analisa Pelapisan pasta TiO2, glass
rangkaian dibuat dengan menggunaan Corel Draw, seperti ditunjukkan pada Gambar.11
Disain rangkaian sub‐modul DSSC memiliki beberapa pola rangkaian untuk membentuk suatu rangkaian sub‐modul. Dalam pembuatan disain pola rangkaiannya alligment antar pola harus presisi, sehingga nantinya dapat memudahkan dalam proses pembuatan sub‐modul dan menghasilkan divais sub‐modul yang memiliki performa yang baik
W = seal 1mm W =Ag 0.5mm
wactive area = 10 mm 100 mm
Laser scribed line
FTO
Seal Ag
Glass TiO2
Platina
Seri connected
Glass
FTO
Gambar 11. Disain sub‐modul tiga buah grid dengan interkoneksi tipe‐Z
Parameter listrik (Voc, Isc, FF, η) dan karakteristik kurva I‐V sub‐modul DSSC dipengaruhi oleh parameter internal dan parameter ekternal. Parameter internal dapat bervariasi dipengaruhi oleh material dan proses fabrikasinya. Sedangkan parameter eksternal ditentukan oleh dimensi dan resistansi seri yang terjadi. Parameter ekternal ditentukan berdasarkan literatur dan hasil penelitian sebelumnya [14] dan ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel.1 Parameter Eksternal sub‐modul DSSC yang terdiri dari 3 sel
Parameter Description Value
Wa width of active area 10 mm
Wd (Wseal)
Distance from end of active are to series
contact
1 mm
yaitu pola fotoelektroda TiO2, counter electrode (Pt), dan kontak konduktor (Ag) dan pola untuk sealing (glas frit) seperti ditunjukkan pada gambar.12
Cuting TCO
100mm
Glass Frit Silver TiO2
Platina Pola keseluruhan
50 mm 22.029mm 13.727mm 14.244mm
Gambar 12. Rancangan untuk pola screen untuk rangkaian sub‐modul DSSC
Screen yang digunakan untuk pola TiO2 adalah screen dari bahan nylon, sedangkan untuk pola konduktor dan glass frit adalah stainless steel screen. Pembuatan pola screen dilakukan menggunakan emulsi berupa Ulano line‐3 dan ulano 133. Screen yang digunakan adalah dari bahan nylon dan stainless steel. Gambar 13 menunjukkan pola screen yang dihasilkan
Gambar 13. Screen untuk rangkaian sub‐modul DSSC
3.2 Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm
Tujuan dari percobaan pembuatan sel tunggal ini adalah mengetahui karakteristik listrik yang dihasilkan sel tunggal dengan luas aktif sekitar 1x9,8 mm. Dimensi ini nantinya akan diaplikasikan untuk pembuatan sub‐modul DSSC untuk tiap selnya. Dengan diketahuinya karalteristik listriknya sel ukuran ini, maka dapat diperkirakan performa atau karakteristik sub‐modul DSSC yang dihasilkan.
Pembuatan sel tunggal dengan luas aktif 1x9,8 mm menggunakan substrat kaca konduktif berlapis fluorinetin‐oxide (FTO) dengan resistansi 15Ω/ . Bahan fotoanoda berupa pasta TiO2 produk Dyesol DSL 18NR‐O. Deposisi lapisan semikonduktor TiO2 dilakukan menggunakan teknik screen‐printing yang relatif mudah, murah dan dapat digunakan untuk skala produksi. Kaca FTO yang sudah dideposisikan lapisan TiO2, dikeringkan dalam oven dan kemudian dibakar dalam conveyor belt furnace pada suhu 500oC selama 15 menit. Proses pewarnaan dilakukan dengan perendaman dalam larutan dye berbasis Ruthenium (Z907, Dyesol) dengan pelarut etanol selama 24 jam pada suhu ruang. Lapisan elektroda lawan (counter electrode) menggunakan Platina yang dideposisi melalui metoda sputtering [3]. Perakitan sel surya berbasis dye‐sensitized dilakukan dengan cara menggabungkan lapisan fotoanoda dan lapisan counter‐elektroda menggunakan lapisan thermoplastic sealant yang memiliki ketebalan 50 mikron. Pada proses penggabungan lapisan, sebagian area dibiarkan terbuka sebagai lubang udara untuk pengisian larutan elektrolit. Area tersebut kemudian ditutup menggunakan glass frit. Larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan redoks iodine I‐/I3 (Dyesol HSE). Prototipe sel ditunjukkan pada gambar.14
Gambar 14. Sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm
Gambar.15 Kurva I‐V sel surya luas aktif 1x9,8 mm
Tabel.2 Data karakteristik listrik sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm
Sampel sel surya Karakteristik
Sel‐1 Sel‐2
Open circuit voltage Voc (Volts) 0,639 0,611
Short circuit current Isc (mA) 9,2 10,2
Maximum power Pm (Watt) 1,9 x 10‐03 2.16 x 10‐03
Fill factor, FF 0.329 0.344
Efisiensi (%) 0,38 0,43
Resistansi seri (Ohm) 42,26 38,18
Gambar 16. IPCE Sel surya dengan luas aktif 1x9,8 mm
3.3 Pembuatan sub‐modul surya DSSC 3x9,8 cm
Pembuatan sub‐modul surya DSSC dilakukan melalui tahapan proses seperti yang ditunjukkan pada gambar 10 di atas.
a. Preparasi substrat
Substrat yang digunakan adalah kaca konduktif FTO dengan resistivitas bahan 8 Ω/sq. Substrat dipotong dengan ukuran 5x10cm2. Pencucian substrat dilakukan dalam ultrasonic cleaner menggunakan cabun air, DI water dan IPA. Proses pemotongan lapisan konduktor pada kaca FTO (scribbing) tidak dapat dilakukan menggunakan laser dikarenakan alat tersebut mengalami kerusakan, sehingga pemotongan dilakukan menggunakan diamond cutter.
b. Pembuatan lapisan fotoelektroda TiO2
dalam oven dan kemudian dibakar dalam conveyor belt furnace pada suhu 500oC selama 15 menit (Gambar 18).
Gambar 18. Lapisan elektroda lawan Pt transparan
d. Pelapisan glass frit dan pasta konduktor
Pelapisan glass frit bertujuan untuk memisahkan antara sel tunggal. Glass frit dideposisi melalui metoda screen printing tepat di daerah yang terpotong (scribbing) pada kedua elektroda, yaitu fotoelektroda dan counter elektroda. Bagian sribbing harus tertutup rapat olah lapisan glass fris, sehingga ketiga sel tunggal terpisah.
Konduktor Perak (Ag) digunakan sebagai penghubung dalam interkoneksi seri antar sel. Pencetakkan pasta perak juga dilakukan pada kedua elektrodanya, seperti ditunjukkan pada gambar 18.
e. Perakitan sub‐modul dan pengisian larutan elektrolit
Perakitan sub‐modul surya berbasis dye‐sensitized dilakukan dengan cara menggabungkan lapisan fotoanoda TiO2 dan lapisan elektroda Pt. Penggabungan kedua elektroda harus dilakukan secara tepat sesuai dengan pola glass frit dan konduktor Ag, seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Pada proses penggabungan lapisan, sebagian area dibiarkan terbuka sebagai lubang udara untuk pengisian larutan elektrolit. Setelah digabungkan modul tersebut dijepit dan dipanaskan sampai ikatan kedua elektrodanya kuat (Gambar 20). Larutan elektrolit redoks iodine I‐/I3 (Dyesol,EL‐HSE) disuntikkan melalui area tersebut, kemudian ditutup menggunakan glass frit.
Laser scribed line
FTO
Seal Ag
Glass TiO2
Platina Glass
FTO
Gambar 19. Disain sub‐modul surya dye‐sensitized
Gambar 20. Proses perakitan sub‐modul dye‐senistized
3.4 Karakteristik kurva I‐V sub‐modul dye‐sensitized
Pengukuran kurva I‐V sub‐modul dilakukan menggunakan Sun Simulator AM1,5 National Instrument, sumber cahaya Xenon dengan intensitas 50 mW/cm2. Sub‐modul surya berbasis substrat FTO 8 ohm/sq dibuat menggunakan dengan elektroda lawan Pt dengan proses yang berbeda, yaitu Pt printing menggunakan pasta transparan (Tipe‐A) dan Pt sputtering (Tipe‐B). Secara fisik keduanya berbeda. Sub‐modul surya menggunakan pasta Pt transparan secara estatika memiliki tampilan yang lebih baik.
Gambar 21: Kurva I‐V sub‐modul luas area 3x9,8 cm2 menggunakan Pt printing (Tipe‐A) dan Pt Sputtering (Tipe‐B)
Tabel.3 Data karakteristik listrik sel surya dengan luas aktif 3x9,8 cm2 Sub‐modul Tipe‐A Sub‐modul Tipe‐B Karakteristik
Sampel‐1 Sampel‐2 Sampel‐1 Sampel‐2
Open circuit voltage Voc (Volts) 1,94 1,98 1,87 2,09
Short circuit current Isc (mA) 10,46 10,42 10,51 11,47
Maximum power Pm (mWatt) 8,5 8,0 10,49 8,97
Vmp (Volt) 1,22 1,17 1,34 1,53
Imp (mA) 6,9 6,8 7,8 5,87
Fill factor, FF 0,42 0.38 0,53 0,37
Efisiensi (%) 0,61 0,58 0,77 0,65
Resistansi seri (Ohm) 87,31 105,67 45,7 72,7
Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa proses pelapisan Pt sebagai elektroda pembanding dapat mempengaruhi performansi dari sub‐modul surya yang dibuat. Terlihat bahwa sub‐modul surya dengan Pt sputtering memiliki karakteristik listrik yang lebih baik dibandingkan dengan Pt printing. Efisiensi konversi terbaik dari sub‐modul Tipe‐A adalah 0,61% sedangkan sub‐modul Tipe‐B adalah 0,77%. Hal ini disebabkan oleh resistansi kontak untuk lapisan elektroda lawan Pt sputtering lebih kecil diibanding Pt printing. Pt sputtering lebih murni disbanding Pt printing yang dibuat dari pasta yang mengandung bahan‐bahan organic sebagai binder.
Selain optimasi dan kompatibilitas komponen‐komponen pembentuknya, kinerja modul surya juga dipengaruhi oleh teknik dan ketepatan dalam proses perakitan modul surya [7]. Pada proses perakitan, perak dan lapisan glass frit (Gambar 6) memegang peranan yang sangat penting sebagai penghubung dan pemisah antara sel tunggalnya. Bagian lapisan fotoelektroda dan lapisan elektroda lawan harus disatukan secara tepat. Pencetakkan pasta perak sebagai penghubung harus dibuat dengan tepat agar kontak seri antar sel terhubung dengan baik sehingga memperkecil resistansi seri.. Demikian juga bagian scribbing pada kedua elektroda harus tertutup rapat oleh lapisan glass frit sebagai pemisah. Kegagalan dalam mengisolasi dan memisahkan tiap sel tunggal, akan mengakibatkan kebocoran larutan elektrolit, sehingga akan terjadi resistansi kontak antar sel.
Gambar 22 menunjukkan contoh produk sub‐modul surya substrat kaca yang dibuat dengan interkoneksi internal tipe Z (total area aktif 3 x 9,8 cm2).
Gambar.22 Prototipe sub‐modul surya dye‐sensitized menggunakan Pt spinting (transparan)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Proses penelitian Rancang Bangun Modul Surya berbasis Dye‐Sensitized Nanocrystalline telah dilakukan di PPET LIPI. Kinerja modul surya dipengaruhi oleh kompatibilitas komponen‐komponen pembentuknya serta teknik dan ketepatan dalam proses perakitan modul surya. Dalam mendisain suatu pola rangkaian modul surya DSSC harus memperhatikan parameter internal (material dan proses fabrikasinya) dan parameter eksernal (dimensi dan resistansi seri yang terjadi). Pembuatan disain pola rangkaiannya alligment antar pola harus presisi, sehingga memudahkan dalam proses pembuatan modul surya yang memiliki performansi yang baik. Disain modul surya ukuran 5x10 cm2 dengan tipe Z interkoneksi yang memiliki 3 buah sel tunggal ukuran 1x9,8 cm.(total area aktif 3x9,8 cm2) telah diaplikasikan dalam fabrikasi divaisnya. Karakteristik modul terbaik menghasilkan efisiensi konversi 0,77% ; daya maksimum 10,49mW ; tegangan Voc 1,87V dan arus Isc 10,51 mA.
4.2 Saran
Selain optimasi dan kompatibilitas komponen‐komponen pembentuknya, kinerja modul surya juga dipengaruhi oleh teknik dan ketepatan dalam proses perakitan modul surya. Karakteristik proses masih harus dilakukan untuk mendapatkan parameter proses yang optimal dan dihasilkan performansi modul yang tinggi sehingga diperlukan penelitian lanjutan.
REFERENSI
[1] http://cleantechnica.com/2013/05/11/solar‐module‐manufacturing‐trends‐in‐ 2012/ didownload tanggal 18 Desember 2013. Vlachopoulos,M. Gratzel, “Conversion of Light to Electricity by Cis‐ X2bis(2,2'‐ Bipyridyl‐4,4'‐Dicarboxylate)Ruthenium(Ii) Charge‐Transfer Sensitizers (X = Cl‐, Br‐, I‐, Cn‐, and Scn‐) on Nanocrystalline TiO2 Electrodes”, Journal of theAmerican Chemical Society, vol. 14, hal. 6382‐6390, 1993.
[6] http://international.pv‐tech.org
[8] G. E. Tulloch, “Light and energy ‐ dye solar cells for the 21st century”, Journal large‐sized dye sensitized solar cells”, Journals of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, vol. 164, hal. 193‐198, 2004.
[11] R. Sastrawan, A. Hinsch, J. Beier, U. Belledin, S. Hemming, S. Hore, R. Kern, C. Prahl, C. Vetter, U. Würfel, J. Luther, F. M. Petrat and A. Prodi‐Schwab, “Towards Manufacturing Dye Solar Cells”, Proceedings, 20th European Photovoltaic Solar Energy Conference and Exhibition, Barcelona, Spain, 2005. [12] S. Dai, K. Wang, J. Weng, Y. Sui, Y. Huang, S. Xiao, S. Chen, L. Hu, F. Kong, X. Surya jenis Dye‐sensitized berbasis Nanokristal TiO2, prosiding Seminar Nasional XIV, Kimia dalam Pembangunan, 2011.
Penelitian ini didukung oleh Program Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan IPTEK DIPA 2013 – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Terima kasih kepada Puslit Elektronika dan Telekomunikasi (PPET‐LIPI) atas fasilitas yang diberikan pada kegiatan penelitian ini.
Pembuatan
Sel
Surya
Berbasis
Polimer
Dra.
Erlyta
Septa
Rosa,
MT
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan Penelitian : Pembuatan Sel Surya Berbasis Polimer
2. Kegiatan Prioritas :
3. Peneliti Utama :
Nama : Dra. Erlyta Septa Rosa, MT
Jenis Kelamin : Wanita
4. Sifat Penelitian : Lanjutan Tahun ke ‐ 3
5. Lama Penelitian : 3 (Tiga) Tahun
6. Biaya Total 2013 : Rp. 222.980.000,‐
Bandung, 20 Desember 2013
Ketua PME PPET LIPI, Peneliti Utama
Dr. Purwoko Adhi, DEA
NIP. 19670911 198701 1 001
Dra. Erlyta Septa Rosa, MT
NIP. 19630915 199203 2 003
Abstrak
Sel surya polimer merupakan sel surya dengan struktur bulk heterojunction dimana molekul‐molekul dari dua jenis material polimer yang berfungsi sebagai donor elektron (tipe‐p) dan akseptor elektron (tipe‐n) dicampur menjadi film bulk sehingga membentuk heterojunction diantara keduanya. Film bulk tersebut berfungsi sebagai active layer yang berkerja menyerap cahaya matahari dan membangkitkan elektron pada saat cahaya matahari mengenai permukaan substrat/kaca.
Ada 4 (empat) jenis sel surya yang akan dibuat pada penelitian ini dengan menggunakan 4 (empat) jenis campuran polimer yang berbeda sebagai active layer. Campuran polimer yang pertama adalah [poly(2‐methoxy‐5‐(3,7‐ dimethyloctyloxy)‐1,4‐phenylene vinylene)] (MDMO‐PPV) dan [6,6 phenyl C61‐ butyric acid methyl ester] atau PCBM; campuran polimer kedua adalah poly (3‐ hexylthiophene) P3HT dan PCBM; campuran polimer ketiga adalah hybrid MDMO‐ PPV dengan partikel nano seng oksida (ZnO); serta campuran polimer yang keempat adalah hybrid P3HT dengan partikel nano ZnO. Metoda yang akan digunakan dalam pembuatan sel surya berbasis polimer ini adalah lapis tipis (thin film). Pertama‐tama polimer dilapiskan dengan teknik screen printing di atas permukaan substrat kaca yang sudah dilapisi dengan elektroda transparan Indium Tin Oxide (ITO). Selanjutnya di bagian bawah polimer dilapiskan elektroda alumunium (Al) menggunakan teknik sputtering/evaporasi. Fasilitas peralatan untuk proses tersebut semua tersedia di Laboratorium BKME PPET – LIPI.
I. Pendahuluan
i. Latar belakang, ruang lingkup dan batasan kegiatan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan salah satu sumber energi baru dan terbarukan yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Adapun inti dari PLTS adalah sel surya, yaitu divais yang mampu mengubah cahaya matahari menjadi listrik secara langsung. Sel surya generasi pertama, yaitu sel surya yang menggunakan substrat silikon kristal, saat ini dianggap terlalu mahal dan tidak dapat bersaing dengan pembangkit listrik lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air maupun pembangkit listrik tenaga uap. Oleh karena itu banyak peneliti mulai mengembangkan sel surya yang lebih murah dengan menggunakan material non‐silikon, yang disebut sebagai sel surya generasi kedua dan ketiga1.
Pengembangan sel surya generasi ketiga banyak dilakukan menggunakan teknologi nano, salah satunya adalah sel surya yang menggunakan polimer sebagai material aktifnya. Sel surya berbasis polimer ini, atau juga disebut sebagai sel surya plastik, selain dapat diproduksi dengan biaya proses yang lebih murah, juga mempunyai keunggulan lain, yaitu lebih fleksibel dan ringan. Meskipun demikian efisiensi yang dihasilkan sekitar 6%, masih lebih rendah dibandingkan dengan sel surya silikon, sehingga masih banyak peluang yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sel surya berbasis polimer ini secara lebih intensif2,3.
Dalam penelitian ini akan dikembangkan proses pembuatan sel surya berbasis polimer dengan metoda lapis tipis (thin film) menggunakan teknik screen printing. Screen printing merupakan teknik yang umum digunakan dalam industri devais elektronika karena merupakan teknik yang mudah, murah dan dapat diaplikasikan pada area yang luas4. Dalam penelitian ini akan digunakan 2 (dua)
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari tupoksi dan renstra Puslit Elektronika dan Telekomunikasi LIPI dalam bidang pengembangan bahan dan komponen mikroelektronika. Selain itu penelitian ini juga disesuaikan dengan Program Tematik LIPI dalam bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan maupun bidang Material Maju dan Nanoteknologi, serta Program Prioritas Bappenas untuk LIPI dalam bidang Material Maju (Advanched Material) dan Nanoteknologi.