• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Korporasi. Edisi Desember 2007 BULETIN WWF. Suara Tesso Nilo. l Edisi : Desember 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Korporasi. Edisi Desember 2007 BULETIN WWF. Suara Tesso Nilo. l Edisi : Desember 2007"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BULETIN WWF

Edisi Desember 2007 Hubungan Korporasi

Suara Tesso Nilo

l

Edisi : Desember 2007

(2)

alam Lestari, Pembaca yang terhormat,

Proses menuju percepatan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo telah menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi telah memberikan dukungan tertulis untuk perluasan tersebut. Sebagai tindak lanjutnya di tingkat pusat, sekarang tengah dilakukan pembahasan dan langkah-langkah menuju perluasan tersebut. Kami berharap, sedikit informasi yang kami berikan pada buletin edisi kali ini terkait upaya perluasan tersebut dapat memberikan gambaran proses perluasan itu dan semoga upaya tersebut dapat segera menjadi kenyataan demi keutuhan hutan Tesso Nilo.

Proses perluasan Taman Nasional Tesso Nilo terus bergulir, pengamanan taman nasional pun terus diintensifkan oleh pemegang otoritas kawasan. Upaya pengamanan tersebut tidak semudah yang dibayangkan karena harus diakui bahwa berbagai permasalahan telah menanti di kawasan tersebut untuk diselesaikan. Tumpang tindih lahan dengan kawasan taman nasional, perambahan, pembalakan liar adalah beberapa permasalahan yang harus ditangani segera. Seperti halnya yang terjadi pada September lalu, satu koperasi yang lahannya tumpang tindih dengan Taman Nasional Tesso Nilo termonitor oleh tim patroli Balai Taman Nasional Tesso Nilo tengah memasukkan alat berat yang akan digunakan untuk membersihkan lahan yang mereka claim milik koperasi tersebut. Pihak Balai TNTN dan aparat penegak hukum melakukan penyitaan terhadap alat berat tersebut namun hal ini berbuntut pada gugatan pihak koperasi terhadap Balai Taman Nasional Tesso Nilo. Proses persidangan telah beberapa kali digelar dan redaksi kali ini mengangkat sekelumit kasus ini di edisi kali ini.

Konflik manusia dan satwa liar adalah hal lain yang juga kami sajikan kali ini. Korban materil maupun non materil masih akan tetap terjadi selagi akar permasalahan konflik tersebut belum diatasi. Alih fungsi lahan, perambahan, pembalakan liar dan kebakaran hutan masih tetap berlangsung di habitat satwa liar yang tersisa. Kondisi ini tentu akan memicu potensi konflik serupa tetap terjadi sehingga penanganan konflik yang lebih komprehensif sangat diperlukan.

Tesso Nilo yang dicanangkan menjadi kawasan konservasi gajah juga tidak luput dari perambahan yang terjadi baik didalam kawasan taman nasional maupun usulan perluasannya. Aktifitas illegal ini merupakan ancaman paling berat bagi keutuhan hutan tersebut. Oleh karena itu harus ada upaya komprehensif penanganan permasalahan ini yang dapat memberikan solusi konkrit dan efektif. Pada pertengahan 2005, lewat proses konsultasi dengan pihak terkait, WWF melihat bahwa salah satu bentuk penanganan perambahan tersebut adalah perlu adanya kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat sehingga masyarakat tidak tergantung pada hutan. Salah satu bentuk pengembangan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah pengembangan perkebunan ubi kayu dan pabriknya. Hal ini didasari bahwa di provinsi Riau terdapat pabrik kertas yang membutuhkan serat ubi kayu dalam skala besar untuk proses produksinya. Studi kelayakan untuk kegiatan ini dan sosialisasi kepada pihak terkait telah dilaksanakan, proses ini juga merupakan hal yang kami sampaikan pada edisi kali ini. Semoga proses yang telah dilalui ini memberikan gambaran bagi kita untuk kegiatan tersebut.

Banyak hal lagi yang pembaca akan dapatkan di edisi kali ini, oleh karena itu kami mengajak pembaca untuk meluangkan waktu membaca buletin Suara Tesso Nilo ini. Semoga bermanfaat dan terimakasih atas perhatiannya.

Wassalam ww,

Dudi Rufendi

Program Manager

DARI REDAKSI

DAFTAR ISI

l Tantangan Penegakan Hukum di

Taman Nasional Tesso Nilo

l Lagi, Tim Flying Squad Mendapatkan

Anggota Baru

l Dimana Rumah Mereka?

l Menuju Perluasan Taman Nasional

Tesso Nilo

l Jalan Koridor, Cara pintas

menghancurkan hutan

l Kisah Sang Survivor di Hutan Belantara

Kerumutan

l Pembangunan Industri Ubi Kayu

(Cassava Project) di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo

S

SUSUNAN ReDAKSI

Penanggungjawab

Dudi Rufendi

Redaksi

Nursamsu

Sri Mariati

Dani Rahadian

Suhandri

Syamsidar

M. Yudi Agusrin

Alamat Redaksi:

Perkantoran Grand Sudirman B.1 Jl. Dt. Setia Maharaja - Pekanbaru

Telp/Fax: (0761) 855006 E-mail: tessonilo@wwf.or.id Website: http://www.wwf.or.id/tessonilo

Suara Tesso Nilo

(3)

Badan Pertanahan Kabupaten

Indragiri Hulu pada April 1999

sementara Taman Nasional Tesso

Nilo ditunjuk pada tahun 2004.

Menurut Penggugat jika

seandai-nya lahan-lahan tersebut karena

perubahan administrasi

pemerin-tahan daerah (dalam hal ini

peme-karan wilayah) masuk ke dalam

wilayah Kabupaten Pelalawan maka

perubahan administrasi wilayah itu

tidak dapat menghapuskan atau

menghilangkan hak-hak

kepemi-likan yang ada atasnya karena

Sertifikat Hak Milik tersebut telah

diakui Sah oleh instansi yang ada

di daerah maupun pusat.

Sidang gugatan ini mulai digelar

pada 1 November 2007 dengan

agenda proses mediasi antara

Tergugat dan Penggugat agar

per-masalahan ini dapat diselesaikan

dengan jalan damai. Namun

medi-asi ini tidak mendapatkan jalan

tengah. Dari beberapa kali

rang-kaian sidang yang telah digelar,

Balai Taman Nasional Tesso Nilo

dengan dukungan analisa hukum

dari Kantor Bantuan Hukum–Riau

dan dilengkapi dengan

dokumen-dokumen terkait dan peraturan

yang berlaku berkeyakinan bahwa

kawasan Koperasi Mekar Sakti

tersebut tumpang tindih dengan

Taman Nasional Tesso Nilo.

Dasar-dasar pemikiran tersebut antara

lain:

1. Bahwa dasar penempatan

(ploting) penunjukan kawasan

Taman Nasional Tesso Nilo

mengacu kepada kawasan

Hutan Produksi Terbatas di

Kelompok Hutan Tesso Nilo

seluas ± 38.576 (tiga puluh

delapan ribu lima ratus tujuh

puluh enam) hektar merupakan

areal HPH PT. Inhutani IV (eks

Tantangan Penegakan Hukum di

Taman Nasional Tesso Nilo

B

alai Taman Nasional Tesso Nilo

telah mengintensifkan patroli

rutin pengamanan kawasan dan

sosialisasi kepada masyarakat

seki-tar mengenai keberadaan taman

nasional tersebut dan peraturan

terkait terhadap

keberadaan-nya. Pada patroli yang

dilaku-kan bulan September 2007, tim

patroli menemukan bahwa salah

satu koperasi yang lahannya

tum-pang tindih dengan taman nasional

tersebut tengah berusaha

mema-sukkan sebuah alat berat ke dalam

kawasan. Alat berat berupa satu

unit excavator ini akan digunakan

untuk membersihkan lahan yang di

claim koperasi tersebut yang

bera-da bera-dalam taman nasional untuk

dijadikan perkebunan sawit. Tim

patroli memberikan usaha

persua-sif kepada pihak koperasi untuk

tidak membawa masuk alat berat

itu karena kawasan tersebut

ter-masuk kawasan Taman Nasional

Tesso Nilo. Namun usaha persuasif

ini tidak diindahkan oleh pihak

koperasi tersebut.

Pihak Balai Taman Nasional

Tesso Nilo didukung tim patroli

bersama Tesso Nilo dan aparat

kepolisian kemudian melakukan

penyitaan terhadap alat berat

tersebut pada September 2007.

Pihak Koperasi Mekar Sakti dalam

hal ini diwakili oleh ketua koperasi

tersebut, Jaffar Tambak

mendaftar-kan gugatannya terhadap Menteri

Kehutanan Rupublik Indonesia CQ

Kepala Balai Taman Nasional Tesso

Nilo ke Pengadilan Negeri Rengat.

Dalam gugatannya, Koperasi Mekar

Sakti menyatakan bahwa Tergugat

dalam hal ini Balai Taman Nasional

Tesso Nilo (BTNTN) telah

melaku-kan kesalahan ploting kawasan

dimana pihak Tergugat menyatakan

bahwa kawasan Koperasi Mekar

Sakti berada dalam Taman Nasional

Tesso Nilo dibawah administrasi

Kabupaten Pelalawan sedangkan

menurut pihak Penggugat (Koperasi

Mekar Sakti) areal koperasi

terse-but telah mendapat sertifikat dari

Edisi Desember 2007 LAPORAN UTAMA

Suara Tesso Nilo

(4)

Pengamanan Taman Nasional

Tesso Nilo mutlak dilaksanakan

untuk

melindungi

keutuhan

kawasan yang kaya akan keaneka

ragaman hayati tersebut. Namun

tentu saja tidak serta merta

upaya-upaya pengamanan ini berjalan

mulus dilapangan seperti halnya

adanya gugatan Ketua Koperasi

Mekar Sakti tersebut. Dan tentu

saja hal ini tidak akan

menyurut-kan langkah pemegang otoritas

kawasan untuk tetap melakukan

penegakan hukum terhadap

kegi-atan-kegiatan yang melanggar

hukum di dalam Taman Nasional

Tesso Nilo, seperti halnya

penang-kapan terhadap enam orang

pen-jarah kawasan TNTN pada awal

Desember lalu. (lihat Press Release

Balai TNTN).

Permasalahan tumpang

tin-dih lahan atau perizinan

bukan-lah masabukan-lah baru tapi masih saja

sering terjadi. Permasalahan yang

baru terungkap kemudian ini

ten-tunya menyita banyak hal dan

memakan waktu dalam upaya

mencari kejelasan status lahan

tersebut. Pada hal permasalahan

tersebut bisa dihindari bila para

pemegang otoritas saling

berkoor-dinasi dengan baik dan

mener-apkan kewenangannya sesuai

peraturan dan perundangan yang

berlaku.

(Syamsidar)

HPH PT. Dwi Marta) yang telah

dicabut izinnya oleh Menteri

Kehutanan melalui keputusan

No.10258/Kpts-II/2002 tanggal

13 Desember 2002 jo No. 282/

Kpts-II/2003 tanggal 25 Agustus

2003. Sehingga jauh sebelum

kawasan hutan ini ditetapkan

oleh Menteri Kehutanan sebagai

Kawasan Taman Nasional Tesso

Nilo merupakan Kawasan Hutan

Produksi Terbatas (HPT) yang

berarti kawasan hutan ini

meru-pakan Hutan Negara.

2. Bahwa berdasarkan ploting

(penempatan) objek sengketa/

perkara dengan peta TATA GUNA

HUTAN KESEPAKATAN (TGHK)

kawasan tersebut termasuk

dalam Hutan Produksi Terbatas

(HPT) berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 173/Kpts-II/1986,

tang-gal 6 Juni 1986. Sehingga jauh

sebelumnya (1986) objek

sang-keta telah ditetapkan sebagai

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

3. Bahwa berdasarkan

plot-ing

(penempatan)

objek

sengketa/perkara

dengan

Peta RENCANA TATA RUANG

WILAYAH PROVINSI DAERAH

TINGKAT I RIAU kawasan

terse-but berada di dalam kawasan

Hutan Produksi sesuai dengan

dengan Pasal 22 huruf (a) point

(1) dan (3), Peraturan Daerah

Propinsi Daerah Tingkat I Riau

Nomor 10 Tahun 1994,

tang-gal 19 Agustus 1994. Sehingga

jauh sebelumnya (1994) objek

sengketa telah ditetapkan

sebagai Hutan Produksi sesuai

dengan RENCANA TATA RUANG

WILAYAH PROVINSI DAERAH

TINGKAT I RIAU

Hingga awal Januari 2008,

rangkaian sidang kasus gugatan

ini masih berlanjut di Pengadilan

Negeri Rengat-Indragiri Hulu.

Edisi Desember 2007 LAPORAN UTAMA

Suara Tesso Nilo

(5)

Siaran Pers Balai Taman Nasional Tesso Nilo

Enam Orang Penjarah Kawasan TNTN Ditangkap

Tim Patroli Balai Taman Nasional Tesso Nilo menangkap tangan enam orang penjarah (penebang

pohon) di dalam Taman Nasional Tesso Nilo pada hari Rabu tanggal 12 Desember 2007 sekitar pukul

13.00 wib. Lokasi penangkapan pada koordinat S 00º 17´ 40´´ dan E 102º 01´ 39,6´´ yang berada

dalam wilayah administrasi Dusun Bagan Limau Desa Air Hitam Kecamatan Ukui

Kab.Pelalawan-Riau. Tersangka dan barang bukti berupa dua unit chain saw dan dua unit sepeda motor diamankan di

Kepolisian sektor Ukui- Kab. Pelalawan untuk proses hukum lebih lanjut.

Ketika ditemukan para tersangka tersebut tengah melakukan penebangan pohon di dalam kawasan

hutan yang termasuk dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Tim patroli menemukan mereka pada tiga

lokasi berbeda namun masih berdekatan satu sama lain. Lokasi penebangan tersebut merupakan salah

satu lokasi yang di claim oleh pihak tertentu sebagai lokasi koperasi yang tumpang tindih dengan

kawasan yang ditunjuk menjadi taman nasional tersebut.

Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Drh. Hayani Suprahman MSc, menyatakan ”Para

tersangka tersebut terbukti melakukan penebangan di dalam Taman Nasional Tesso Nilo dan telah

menyalahi UU No. 41/ 1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf e yang menyatakan setiap orang

dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki

hak atau izin dari pejabat yang berwenang. “Apa lagi ini jelas-jelas terjadi di dalam kawasan yang telah

ditunjuk menjadi Taman Nasional, tentu saja kegiatan ini berkonsekuensi pada penegakan hukum”,

jelasnya lebih lanjut.

Kepala Balai Taman Nasional menambahkan bahwa pihaknya akan terus melakukan penegakan

hukum terhadap para penebang liar ataupun perambah di dalam kawasan karena hal ini sudah menjadi

agenda nasional sesuai instruksi presiden. Oleh karena itu ia menghimbau semua pihak untuk

mendu-kung pengamanan Taman Nasional Tesso Nilo dan penegakan hukum terhadap kegiatan illegal yang

terjadi di dalam taman nasional tersebut.

Balai TNTN akan meningkatkan pengamanan taman nasional antara lain dengan meningkatkan

frekuensi patroli baik rutin dan gabungan sehingga gangguan terhadap taman nasional tersebut dapat

diminimalkan. Selain itu penegakan hukum yang dilaksanakan bersama dengan aparat penegak hukum

diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan hutan untuk tidak melakukan kegiatan

tersebut baik di Tesso Nilo maupun di kawasan hutan lainnya di Riau.

DEPARTEMEN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

BALAI TAMAN NASIONAL TESSO NILO

Komplek Rukan Bank Syariah Mandiri Jl. Maharaja Indra Lintas Timur Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan – Riau Telp/Fax : (0761) 494728 E_Mail : tn_Tessonilo@ yahoo.com

Edisi Desember 2007 LAPORAN UTAMA

Suara Tesso Nilo

(6)

liar, ia kemudian berjalan pelan dan waspada. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat Ria tengah bermain dengan seekor bayi gajah. Dalam keterkejutannya, dia berlalu kem-bali ke kamp Flying Squad untuk menyampaikan kelahiran ini kepa-da teman-temannya yang lain kepa-dan segera menghubungi Syamsuardi, Koordinator mereka yang berada di Pekanbaru menginformasikan berita gembira ini. Ketika ditanya menge-nai jenis kelamin bayi gajah terse-but, Warkasa baru menyadari karena terlalu bersemangatnya dia untuk menyampaikan berita ini, ia belum sempat memperhatikan bayi gajah tersebut lebih lama.

Menerima perintah bahwa bayi gajah dan induknya harus dipindahkan ke dalam camp untuk alasan keaman-an, semua perawat gajah segera menuju lokasi dimana Ria dirantai. Di lokasi itu, mereka melihat bayi gajah sudah menyusui kepada induknya. Semua sangat bahagia melihat induk dan bayi gajah dalam keadaan sehat. Kebahagiaan bertambah setelah para

R

ia, salah seekor gajah betina,

anggota tim Flying Squad (tim pengusir gajah liar) yang ditempat-kan di Taman Nasional Tesso Nilo melahirkan seekor gajah jantan pada Minggu sore kemarin, 16 Desember. Flying Squad terdiri dari empat ekor gajah dan delapan orang perawatnya yang bekerja untuk mengusir gajah liar kembali ke habitatnya di Taman Nasional Tesso Nilo. Dengan kelahiran kali ini, tim Flying Squad kini memiliki dua anggota baru karena Lisa, salah seekor gajah betina lainnya juga telah melahirkan seekor anak gajah bulan Februari lalu.

Sekitar pukul empat lewat tiga puluh menit, Minggu sore itu, Warkasa, salah seorang perawat gajah yang bertugas merawat gajah Ria ber-maksud mengambil Ria dari tempat dimana ia dirantai, sekitar 1,5 km dari kamp Flying Squad untuk mandi sore. Ketika Warkasa mendekati belu-kar disekitar akasia dekat perbatasan dengan taman nasional tersebut, ia mendengar suara-suara. Ia curiga, jangan-jangan itu adalah suara gajah

Edisi Desember 2007 Mitigasi Konflik Manusia-Gajah

Suara Tesso Nilo

perawat menyadari bahwa gajah yang baru lahir berkelamin jantan sehingga sekarang tim Flying Squad memiliki sepasang anak gajah.

Para perawat kemudian mengajak Ria dan bayinya berjalan menuju kamp. Sepanjang perjalanan, terkadang bayi gajah yang baru lahir tersebut men-coba berlari, dia terlihat sangat sehat dan senang. Sesampainya di kamp, Ria dan bayinya ditempatkan di pos pemantauan yang terletak dibelakang rumah para perawat gajah. Perawat gajah kemudian memberikan makan-an tambahmakan-an bagi Ria seperti pelepah pisang dan gula merah.

Bagi Ria (25 tahun), bayi ini adalah anak keduanya. Ia telah per-nah melahirkan bayi jantan sebe-lumnya yang diberi nama Riko di tahun 1996 di Pusat Latihan Gajah. Namun sayang, ketika berumur empat tahun, anak gajah terse-but mati. Pengalaman Ria melahir-kan sebelumnya bisa jadi banyak membantu dirinya melahirkan Tesso dengan lancar. (Syamsidar)

Lagi, Tim

Flying Squad

(7)

Edisi Desember 2007 Mitigasi Konflik Manusia-Gajah

Suara Tesso Nilo

gajah tersebut tidak mau duduk. Warkasa

yang bersiap-siap hendak turun dari gajah itu

malah terjungkir balik, ”serasa nyawa berada

ditiang gantungan” katanya karena ia sempat

beberapa menit terbawa oleh gajah itu dalam

keadaan posisi kepala menghadap ke bawah.

Warkasa mulai bergabung dengan tim

Flying Squad (WWF- BBKSDA Riau) pada awal

2006 yang kemudian bertugas untuk merawat

Ria, salah satu dari empat ekor gajah

Flying

Squad

tersebut bersama rekannya Erwin

Daulay. Disini, Warkasa harus mengasah

kemampuannya ”bermain-main” dengan gajah

karena sebagai salah satu anggota tim

Flying

Squad

(Pengusir Gajah Liar) dia harus punya

keberanian lebih, apalagi bila berhadapan

dengan gajah liar. Ia harus dapat memberi

motivasi bagi Ria untuk berani berhadapan

dengan gajah liar untuk kemudian

menggi-ring gajah liar tersebut kembali ke habitatnya

sehingga tidak terjadi konflik antara manusia

dan gajah.

Konflik antara manusia dan gajah akan

terus terjadi selama akar permasalahannya

tidak dipecahkan. Warkasa berharap

pengam-bil kebijakan dapat lebih arif bersikap dalam

menyelesaikan permasalahan ini sehingga

Tesso-Tesso lainnya akan dapat lahir dan

berkembang alami di habitatnya.

K

urang lebih enam tahun sudah Warkasa

merawat gajah, pekerjaan yang ditekuni

oleh hanya segelintir orang saja. Awalnya ia

tidak pernah membayangkan akan dapat

mema-hami tingkah laku gajah si hewan bertubuh besar

tersebut, namun kini ”si raksasa” itu telah menjadi

bagian dari irama hidupnya.

Setiap pagi dan sore hari Warkasa merawat

Ria salah seekor gajah betina dalam Tim Pengusir

Gajah Liar (Flying Squad) yang ditempatkan di

Taman Nasional Tesso Nilo secara bergantian

dengan perawat gajah Ria yang lainnya. Kini

kesi-bukannya semakin bertambah sejak Ria melahirkan

Tesso. ”Ria dan Tesso harus mendapatkan

perha-tian lebih saat-saat sekarang ini,” tutur Warkasa

karena Ria perlu mendapatkan makanan tambahan

untuk pemulihan kesehatannya setelah melahirkan

dan juga bayinya”.

Kehadiran Tesso ditengah-tengah tim Flying

Squad memberikan keceriaan sendiri. Melihat

tingkah laku si kecil Tesso yang berlari-lari pelan

mengejar induknya, terkadang terjatuh kemudian

bangkit lagi. Atau bila induknya tengah

dimandi-kan, Tesso pun tak mau ketinggalan, sesekali dia

menyelip kebawah badan induknya atau

menge-lilingi perawatnya, kemudian berguling-guling di

tanah. Ini sebenarnya cukup menambah repot

pekerjaan, tapi bagi Warkasa ada perasaan

menye-nangkan bekerja sambil mengamati tingkah laku

bayi gajah tersebut. Tidak terbayangkan gajah

yang dikenal hewan berbadan besar itu bisa

ter-lihat menggemaskan seperti layaknya binatang

kesayangan. Terlintas dipikirannya kehidupan alami

gajah-gajah liar di habitatnya tentu lebih indah,

namun menyempitnya habitat tentu membuat

hidup para gajah ini tak seindah dulu lagi.

Sebagian gajah-gajah yang berkonflik ditangkap

lalu dipindahkan ke habitat lain atau di masukkan

ke Pusat Latihan Gajah (PLG) untuk dijadikan gajah

atraksi misalnya. Dan di PLG Minas lah pertama kali

sekitar akhir 2001 Warkasa mulai belajar

memaha-mi karakter gajah. Diawal pembelajarannya, setiap

hari ia memperhatikan tingkah laku gajah dan

pekerjaan perawat senior dalam merawat gajah.

Pelan-pelan ia pun akhirnya mulai bisa

mendeka-ti, merawat dan bahkan mengendalikan gajah.

Warkasa punya pengalaman yang tak terlupakan,

waktu itu ada seekor gajah liar yang baru dilatih

di PLG tersebut ketika diperintahkan untuk duduk,

(8)

parah akibat menjadi korban konflik dengan gajah di Desa Palas Kecamatan Pangkalan Kuras. Korban ketika itu tengah bekerja di kebun sawitnya. Besar kemungkinan gajah yang terkepung di Desa Redang Sekolah yang mencederai korban tersebut karena dua desa tersebut masih bertetangga.

Pemerintah setempat menggelar rapat-rapat untuk memba-has upaya penanggulangan konflik gajah ini. Hingga akhirnya sampai pada satu kesimpulan demi keselamatan masyarakat, gajah tersebut ditangkap untuk kemudian dipindahkan ke Pusat Latihan Gajah di Minas. Penangkapan lewat koordinasi dengan pemerintah setempat dilaksanakan di Desa Sering Kecamatan Pangkalan Kuras-Kabupaten Pelalawan karena pada saat itu gajah tersebut telah berpindah lokasi.

Kenapa gajah ini kerap muncul ke permukaan?

Fakta bahwa hilangnya habitat dan terjadinya fragmentasi adalah sebab utama kenapa gajah kerap berkonflik. Namun, fakta lain yang patut diakui adalah translokasi atau pelepas-liaran gajah dari satu tempat ke tempat lain tidak otomatis menyelesaikan konflik, yang ada malah memindahkan masalah ke lain daerah. Bagaimana bisa? Kasus penangkapan gajah

Dimana

Rumah

Mereka?

S

udah hampir lima bulan dua ekor gajah betina liar berke-liaran di Desa Redang Seko Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan sekitar 25 km dari Taman Nasional Tesso Nilo hingga akhirnya mereka menemukan jalan kembali ke Tesso Nilo. Keberadaan dua gajah ini mulai meresahkan masyarakat pada Mei lalu karena keduanya telah memasuki perkebunan sawit masyarakat. Tindakan pengusiran oleh tim Flying Squad (Pengusir Gajah Liar) dan Balai Besar KSDA Riau telah dilak-sanakan namun kondisi gajah yang sudah terkepung diantara keberadaan aktifitas manusia membuat pengusiran tidak ber-hasil menggiring kedua gajah liar tersebut ke Taman Nasional Tesso Nilo. Namun demikian, pemantauan pergerakan kedua gajah ini tetap dilakukan hingga akhirnya keduanya terpantau oleh tim Flying Squad pada awal September lalu di sekitar Desa Lubuk Kembang Bunga, salah satu desa yang berbatasan lang-sung dengan Taman Nasional Tesso Nilo.

Pada beberapa kesempatan lain dua ekor gajah betina terse-but didapati oleh anggota tim Flying Squad mencoba mendekati gajah muda Flying Squad ”Nella”, anak gajah yang berumur satu tahun. Dua ekor gajah liar tersebut begitu menikmati bermain bersama Nella seolah-olah anak gajah tersebut merupakan anak mereka

Sementara itu, seekor gajah jantan pada waktu yang bersa-maan juga dilaporkan berkeliaran di Desa Kemang Kecamatan Bunut. Tak ada tempat baginya untuk bersembunyi karena tempat ia terdampar merupakan kawasan pemukiman. Secara kasat mata jalur untuk kembali ke Tesso Nilo pun sudah tidak mungkin karena gajah ini berada diseberang jalan lintas timur yang memisahkan daerah tersebut dengan kawasan hutan Tesso Nilo. Hal ini mengakibatkan gajah tersebut beberapa bulan terkepung dan berkeliaran di desa tersebut dan desa sekitarnya. Buntutnya, gajah ini sempat melalap beberapa petak perkebun-an sawit masyarakat dalam ruperkebun-ang terkepung itu. Sementara itu, pada bulan Mei tersebut juga satu orang dewasa cedera cukup Dua ekor gajah betina yang terkepung di tengah kebun sawit di Desa Redang Seko. Foto: Syamsuardi/ WWF-Tesso Nilo Prog.

Dua ekor gajah betina yang terkepung di tengah kebun sawit di Desa Redang Seko. Foto: Syamsuardi/ WWF-Tesso Nilo Prog.

Edisi Desember 2007 Mitigasi Konflik Manusia-Gajah

Suara Tesso Nilo

Kemang dan disorientasi dua gajah betina Redang Seko adalah contoh kasus aktual.

Berdasarkan hasil survei dan rekaman kejadian, sebuah analisis dari tim WWF Riau menunjukkan bahwa individu gajah pada kedua kasus diatas merupakan gajah translokasi dari dae-rah lain ke Tesso Nilo beberapa waktu lalu. Hal ini dapat dilihat dari identifikasi tanda-tanda fisik yang dapat dikenali, juga dari kurangnya pengenalan gajah tersebut terhadap daerah

(9)

seki-periodik kendati vegetasi di antaranya itu sedang dan atau telah berubah menjadi perkebunan.

Belajar dari kasus pelepas-liaran gajah tanpa memahami bio-ekologi, tanpa mengakses denyut sosial ekonomi budaya masyarakat, yang hanya berpikir penyelesaian ”konflik” secara instan dan sektoral maka hasilnya sia-sia. Ongkos penanganan konflik akan lebih menjadi mahal oleh karena penanganannya bisa berulang-ulang. Kerugian akan jadi melebar dalam dua dae-rah besar yang jaraknya sangat jauh. Kemadae-rahan masyarakat akan bertambah luas seperti hitungan deret ekonomi. Semua itu karena gajah yang semula bermukim di daerah utara dipindah paksa ke selatan, yang notabene ruangnya tidak lebih baik dari tempat sebelumnya.

Upaya penanganan konflik manusia-gajah haruslah dilaku-kan secara komprehensif untuk mencegah kerugian yang sia-sia. Hasil analisis WWF, tahun 2006 kantong habitat gajah yang tarnya. Untuk kasus dua ekor gajah betina yang terdampar di

Desa Redang Seko tersebut setelah kembali menemukan jalan ke Tesso Nilo, cukup sering terpantau oleh tim Flying Squad keluar masuk kawasan taman nasional. Dari hasil pantauan ini terlihat bahwa kedua gajah betina tersebut tidak cukup men-genali kondisi Tesso Nilo sehingga cukup membuat tim Flying Squad kewalahan untuk menggiring gajah tersebut masuk ke dalam kawasan. Berbeda dengan gajah tempatan, jikapun ses-ekali mereka ke luar dari kawasan taman nasional, penggiringan akan lebih mudah dilakukan karena mereka biasanya telah menandai jalur-jalur tertentu.

Pelepas-liaran yang tidak terukur dan terencana dengan baik adalah fenomena yang sesungguhnya ada terkait upaya instan untuk mengatasi konflik manusia dan gajah. Konflik memang dapat mengancam kedua belah pihak, terutama kele-starian gajah. Eskalalasinya saat ini semakin berkembang dan kompleks. Telah disadari tingginya

kebutuhan lahan dengan meng-konversi hutan alam menjadi per-kebunan, pemukiman atau pert-ambangan mendorong timbulnya konflik yang semakin besar dan rumit diselesaikan dengan tuntas dan cepat. Berbagai upaya mitiga-si konflik telah dilakukan, namun sejauh ini belum membuahkan hasil yang maksimal. Kesulitan ini menjadi beban berkepanjangan bagi pemegang otoritas karena kompleksitasnya permasalahan.

Ketersediaan pakan, tempat berlindung dan tempat berkem-bang biak adalah tiga faktor pent-ing yang harus dipenuhi di dalam daerah jelajah (homerange). Gajah sumatera sebagai anak jenis gajah Asia memiliki daerah jelajah yang sangat bervariasi. Belum ada studi

yang komprehensif tentang luasan daerah jelajah untuk gajah Sumatera. Namun, sebagai ilustrasi, gajah Asia di India Selatan memiliki daerah jelajah berkisar 105-320 km2 (Sukumar, 1989), atau di India Utara daerah jelajah kelompok betina antara 184-320 km2 dan kelompok jantan 188-408 km2 (Williams et al. 2001).

Pemahaman yang baik tentang kondisi habitat yang ideal sangat diperlukan bagi pengelola dan eksekutor di lapangan. Pengetahuan tentang pola pergerakan, perilaku sosial, dan ekologi ”kelayakan habitat” adalah patut dipahami. Informasi yang akurat menyangkut kebutuhan ruang yakni daerah jelajah dan juga pergerakan musiman juga menjadi suatu keharusan. Gajah memiliki daya ingat yang sangat baik. Pernah terjadi di Kenya Afrika, sekelompok gajah liar ”dendam” membunuh manusia karena si korban pernah menembak anggota dari kelompok gajah itu dua tahun sebelumnya. Seperti kebanyakan satwa liar, gajah menggunakan homerange yang sama secara

tersisa berkisar antara 9-10 kantong saja dari 15 kantong yang teridentifikasi pada survei tahun 2003. Perlindungan hutan yang tersisa terutama habitat gajah merupakan solusi yang dapat memecahkan akar permasalahan konflik tersebut. Dari beberapa kantong habitat gajah yang ada di Riau, sebagian telah hilang, bahkan yang tersisa pun kini beberapa berada dalam kondisi kritis karena alih fungsi lahan dan permasalahan kehutanan lain-nya. Pilihan translokasi gajah yang berkonflik disuatu daerah ke daerah lainnya bukanlah menjadi solusi terhadap permasalahan ini jika tidak diikuti dengan kesiapan kawasan tujuan relokasi. Studi kelayakan habitat secara biologi dan ekologi harus dilak-sanakan, selain itu perlu juga kajian sosial ekonomi budaya untuk mengakomodir aspirasi masyarakat sekitar. Pengamanan habitat (misalnya pembuatan parit gajah, pagar listrik dan lain-lain) dan monitoring paska translokasi dalam jangka waktu yang aman harus pula diterapkan untuk mencegah terjadinya konflik baru. (Ahmad Yahya, Syamsidar)

Edisi Desember 2007 Mitigasi Konflik Manusia-Gajah

Suara Tesso Nilo

(10)

Edisi Desember 2007 Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

0

kawasan yang masuk dalam areal perluasan Taman Nasional Tesso Nilo akan mengacu pada mekanisme yang ada dimana BPK (Bina Produksi Kehutanan) akan mencabut ijin HPH yang sepenuhnya masuk dalam kawasan usulan perluasan TNTN. Sementara itu bagi HPH yang seba-gian arealnya masuk usulan perlu-asan TNTN maka perizinannya akan diadendum. Saat ini sedang dalam proses pencabutan dan adendum tersebut.

Hingga saat ini sudah dilakukan beberapa langkah-langkah persiapan antara lain:

a. Sudah terbentuk Tim Kecil (ter-diri WWF, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, dan BTNTN) yang dikoordinasikan bersama Subdit Pemolaan dan Pengembangan-Dirjen PHKA dan sudah menghasilkan krite-ria penunjukan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo..

b. Tim Penegakan Hukum dikoordi-nasikan oleh Balai TNTN berang-gotakan SPORC, WWF, dan mitra lainnya tetap melaksanakan upaya-upaya untuk menguran-gi kerusakan kawasan dan atau penegakan hukum.

c. Tim Sosialisasi dikoordinasikan oleh Balai TNTN bekerjasama dengan WWF dan mitra TNTN lainnya melakukan sosialisasi kepada para pemukim/perambah di areal rencana perluasan TNTN. d. Ditjen PHKA dan Ditjen BPK

akan melakukan rapat koordinasi dengan pihak RAPP dan PT.Siak Raya Timber membahas tumpang tindih lahan dengan kawasan TNTN dan status PT.Siak Raya Timber.

e. Ditjen PHKA akan mengkoor-dinir pembentuk tim Pemerintah

Menuju Perluasan Taman

Nasional Tesso Nilo

O

ptimisme tercapainya perluasan Taman Nasional Tesso Nilo men-jadi 100.000 hektar menmen-jadi hara-pan baru di tahun 2008. Diakhir 2007, jalan panjang menuju per-luasan Taman Nasional Tesso Nilo telah membersitkan harapan untuk terrealisasinya usulan tersebut. Pada tanggal 21 November 2007, Gubernur Riau melalui Surat Rekomendasi nomor: 522.Ekbang/66.30 men-dukung perluasan Taman Nasional Tesso Nilo menjadi ± 100.000 hek-tar. Rekomendasi ini menjadi salah satu dasar fundamental untuk proses perluasan Taman Nasional Tesso Nilo yang memastikan bahwa pemerintah daerah mendukung penuh perluas-an tersebut. Rperluas-angkaiperluas-an pertemuperluas-an para pengambil kebijakan terkait di tingkat nasional pun semakin intensif untuk mengambil langkah-langkah persiapan perluasan taman nasional tersebut.

Rekomendasi Gubernur Riau dikeluarkan berdasarkan reko-mendasi perluasan Tesso Nilo oleh Bupati Pelalawan kepada Gubernur Riau melalui surat rekomendasin-ya nomor 522.1/Dishut/959 peri-hal Rekomendasi Perluasan Taman Nasional Tesso Nilo pada tanggal 16 Juli 2007. Dalam rekomendasi Gubernur Riau menyatakan penam-bahan luas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo seluas ± 67.964 ha yang terdiri dari:

1. Areal HPH Nanjak Makmur seluas ± 44.978 ha

2. Areal HPH Siak Raya Timber selu-as ± 18.812 ha

3. Areal HPH Hutani Sola Lestari seluas ± 4.174 ha

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 48/ Menhut-II/2004 tentang PERUBAHAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 70/KPTS-II/2001

TENTANG PENETAPAN KAWASAN HUTAN, PERUBAHAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN bahwa per-mohonan perubahan fungsi kawasan kepada Menteri Kehutanan antara lain melampirkan saran/pertimbangan teknis Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota atau Propinsi untuk yang lin-tas Kabupaten/Kota, Rekomendasi Gubernur atau Bupati/Walikota dan penelitian dari Tim Terpadu terhadap kawasan hutan yang dimohon.

Dari proses yang telah dilewati ini, kelengkapan yang dibutuhkan untuk proses perluasan TNTN selan-jutnya adalah pertimbangan teknis dari Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) dan Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan (BPK). Dengan adanya pertimbangan teknis terse-but, Badan Planalogi (Baplan) akan membuat surat pertimbangan teknis ke Menteri kehutanan tentang per-luasan TNTN dan paralel dilakukan pembentukan tim terpadu serta tim terpadu turun ke kawasan usulan perluasan. Hasil kajian lapangan dari tim terpadu ini nantinya menjadi per-timbangan bagi rekomendasi perlu-asan ke Menteri Kehutanan. Dengan persamaan persepsi diantara pihak berkepentingan untuk penyelamatan kekayaan Tesso Nilo, diharapkan realisasi proses perluasan tersebut dapat terlaksana segera.

Kawasan usulan perluasan TNTN ini berada di kawasan hutan produksi terbatas yang saat ini berada di tiga konsesi HPH yang berstatus masih aktif walaupun tidak lagi dikelola secara aktif karena pemegang konse-si tidak mengajukan RKT (Rencana Kerja Tahunan) sejak tahun 2003. Dengan adanya perluasan ini, status

(11)

Edisi Desember 2007 Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

areal usulan perluasan TNTN terse-but ada kelompok gajah yang ber-jumlah lebih dari 20-30 ekor. Dengan menyelamatkan gajah di Riau berarti menyelamatkan masyarakat dari korban jiwa maupun korban harta karena konflik dengan gajah. (Sri Mariati, Syamsidar)

Indonesia untuk deklarasi perlu-asan Taman Nasional Tesso Nilo di CBD (Convention on Biological Diversity-Jerman pada bulan Mei 2008.

Melihat upaya persiapan perlu-asan Taman Nasional Tesso Nilo yang tengah berlangsung ini kita berharap

semoga dapat berjalan lancar agar penyelamatan kawasan yang memi-liki kekayaan keanekaragaman haya-ti terhaya-tinggi di dunia tersebut dapat terwujud secepatnya dan ada solusi untuk penanganan konflik gajah yang masih terus terjadi di Riau dengan jalan menyelamatkan habitat gajah yang tersisa saat ini seperti di

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 48/Menhut-II/2004

TENTANG

PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 70/KPTS-II/2001

TENTANG PENETAPAN KAWASAN HUTAN, PERUBAHAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

Menimbang :

a. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 telah diatur ketentuan mengenai penetapan kawasan hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan;

b. bahwa untuk kelancaran di dalam penetapan kawasan hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan sesuai Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, maka dipandang perlu untuk mengubah Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 dengan Keputusan Menteri Kehu-tanan.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; 9. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 399/Kpts-II/1990 jo Nomor 634/Kpts-II/1996 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan; 11. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 400/Kpts-II/1990 jo Nomor 635/Kpts-II/1996 tentang Panitia Tata Batas;

12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 613/Kpts-II/1997 tentang Pedoman Pengukuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Perairan; 13. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/kpts-II/1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan;

14. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/Kpts-II/2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan. M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 70/KPTS-II/2001

TEN-TANG PENETAPAN KAWASAN HUTAN, PERUBAHAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Pasal I

1. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: Pasal 8

Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perubahan status kawasan hutan produksi apabila memenuhi persyaratan: a. Digunakan untuk kepentingan strategis.

b. Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan yang didasarkan hasil penelitian terpadu.

c. Tidak menimbulkan enclave atau tidak memotong kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang tidak layak untuk satu unit pengelolaan. d. Hasil scoring berdasarkan kriteria dan standar penatagunaan kawasan hutan mempunyai nilai kurang dari 125.

e. Tidak mengurangi kecukupan luas minimal kawasan hutan dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu 30% (tiga puluh persen) dari luas DAS.

f. Apabila berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis harus mendapat persetujuan DPR.

g. Pada wilayah Kabupaten/Kota atau Propinsi yang mempunyai kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) harus didahului dengan relokasi fungsi kawasan hutan dengan HPK.

h. Pada wilayah Kabupaten/Kota atau Propinsi yang tidak mempunyai HPK harus disediakan tanah pengganti yang “clear and clean” dengan ratio: 1. 1 : 1 untuk pembangunan kepentingan umum terbatas oleh pemerintah.

2. 1 : 2 untuk pembangunan proyek strategis yang diprioritaskan pemerintah. 3. 1 : 1 untuk penyelesaian okupasi atau enclave.

4. Minimal 1 : 3 untuk yang sifatnya komersial.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

(12)

Edisi Desember 2007 Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

2. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: Pasal 12

Dalam hal kawasan hutan yang dimohon bukan HPK, permohonan harus dilengkapi dengan: a. Hasil penelitian terpadu.

b. Butir a dilampiri peta dengan skala minimal 1 : 100.000.

3. Ketentuan ayat (1) Pasal 13 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 13 berbunyi sebagai berikut: Pasal 13

(1) Atas saran/pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau hasil penelitian Tim Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Men-teri menolak atau menyetujui permohonan pelepasan kawasan hutan tersebut.

(2) Dalam hal kawasan hutan yang dimohon bukan HPK diproses relokasi fungsi dengan Keputusan Menteri. 4. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

Tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) butir b dilakukan melalui proses: 1. Permohonan tukar menukar kawasan hutan yang diajukan kepada Menteri dilampiri:

a. Peta dengan skala minimal 1 : 100.000.

b. Rekomendasi Gubernur atau Bupati/Walikota dilampiri peta dengan skala minimal 1 : 100.000. c. Peta usulan tanah pengganti dengan skala minimal 1 : 100.000.

2. Atas permohonan tukar menukar kawasan hutan, Eselon I terkait lingkup Departemen Kehutanan menyampaikan saran/pertimbangan teknis kepada Menteri dengan dilampiri peta skala minimal 1 : 100.000.

3. Penelitian Tim Terpadu terhadap kawasan hutan yang dimohon dan usulan tanah pengganti.

4. Atas dasar saran/pertimbangan teknis butir 2 atau hasil penelitian terpadu butir 3, Menteri memberikan penolakan atau persetujuan permohonan tukar menukar kawasan hutan dan usulan tanah pengganti.

5. Apabila permohonan disetujui, dilakukan penyelesaian “clear and clean” tanah pengganti yang diusulkan. 6. Pembuatan berita acara tukar menukar kawasan hutan.

7. Penunjukan tanah pengganti sebagai kawasan hutan dengan keputusan Menteri Kehutanan.

8. Pelaksanaan tata batas oleh Panitia Tata Batas (PTB) terhadap kawasan hutan yang akan dilepas maupun tanah pengganti dan dibuat serta ditandatan-gani Berita Acara Tata Batas (BATB) dan Peta Tata Batas.

9. Berdasarkan BATB dan Peta Tata Batas kawasan hutan yang telah dilakukan penelahaan hukum dan teknis oleh Eselon I terkait lingkup Departemen Kehutanan, Badan Planologi menyiapkan konsep Keputusan Menteri beserta peta lampiran skala minimal 1 : 100.000 tentang:

a. Pelepasan kawasan hutan,

b. Penetapan batas kawasan hutan yang baru yang berbatasan dengan kawasan hutan yang dilepas, dan c. Penetapan tanah pengganti sebagai kawasan hutan.

10. Menteri menetapkan Keputusan beserta peta lampirannya tentang: a. Pelepasan kawasan hutan,

b. Penetapan batas kawasan hutan yang baru yang berbatasan dengan kawasan hutan yang dilepas, dan c. Penetapan tanah pengganti sebagai kawasan hutan.

5. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 18 berbunyi sebagai berikut: Pasal 18 Permohonan perubahan fungsi kawasan hutan diajukan kepada Menteri dilampiri:

a. Saran/pertimbangan teknis Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota atau Propinsi untuk yang lintas Kabupaten/Kota. b. Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur untuk yang lintas Kabupaten/Kota.

c. Peta skala minimal 1 : 100.000.

Pasal II Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 23 Januari 2004 MENTERI KEHUTANAN,

ttd.

MUHAMMAD PRAKOSA Salinan sesuai dengan aslinya

Kepala Biro Hukum dan Organisasi

ttd. Ir. SUYONO NIP. 080035380

Salinan Keputusan ini disampaikan Kepada Yth. :

1. Menteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta. 2. Menteri Dalam Negeri di Jakarta.

3. Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah di Jakarta. 4. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigran di Jakarta. 5. Menteri energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta.

(13)

Edisi Desember 2007 Pengelolaan Kawasan Konservasi

Suara Tesso Nilo

(14)

Edisi Desember 2007 Pemberantasan Kejahatan Kehutanan

Suara Tesso Nilo

hutan perawan.

Tapi, untung bagi perusahaan pulp, rugi tetaplah bagi negara dan kepentingan publik. Ruginya selalu lebih besar dari pada untung bagi kepentingan mereka sendiri. Rugi di sisi ekonomi negara, rugi di sisi agenda konservasi dan rugi di bidang sosial kemasyarakatan yang pelik, seperti apa yang terjadi sekarang di koridor-koridor yang ada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo.

Jalan Koridor

Cara Pintas Menghancurkan Hutan

S

epanjang mata lurus memandang, jalan yang dibuat di tengah-tengah hutan ibarat satu anugerah yang terindah. Tapi, betulkah begitu, sanak?

Pada hakekatnya, jalan penebangan atau lebih dike-nal koridor, seperti yang ada di kawasan hutan Tesso Nilo –sektor Ukui dan Baserah—merupakan jalan pintas bagi percepatan kerusakan hutan. Perambahan, pembalakan liar, pembakaran hutan, pemukiman ilegal, pencaplokan

Koridor RAPP Sektor Ukui yang berbatasan dengan hutan Tesso Nilo pada awal pembukaannya. Foto: WWF-Tesso Nilo Prog.

lahan, dan konversi hutan lainnya merupakan turunan akibat dari pembukaan koridor. Belum lagi, ketegangan sosial yang dipicu oleh koridor dengan ongkos sosial dan ekonominya cukup besar.

Dari tiga kasus yang sudah dan sedang terjadi, jalan koridor dibuat oleh perusahaan bubur kertas dan kertas. Di Tesso Nilo, PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP), anak perusahaan APRIL, di Kampar Peninsula oleh RAPP/APRIL dan yang terbaru yang kini sedang berlang-sung oleh Sinar Mas Group (APP) di kawasan blok hutan Bukit Tigapuluh. Artinya, praktek pengelolaan buruk pun (tandingan untuk “better management practice”) bisa saling tiru antara perusahaan kehutanan, asalkan itu atas nama keuntungan yang berlimpah.

Ada dua motif dari koridor di hutan alam: keserakah-an akkeserakah-an kayu alam dkeserakah-an murahnya biaya operasional. Bayangkan berapa kubik mereka akan mendapatkan kayu MTH (...) jika lebar jalan dan paritnya sekitar 20-50 m, dengan panjang 30 km, ini ukuran sedang saja. Berapa kayu masuk kantong mereka? Setelah itu, berapa juga biaya ekonomis yang mereka raup dengan membuat terobosan jalan dengan memangkas

hutan-Pembangunan Koridor RAPP Sektor Ukui telah menjadi salah satu penyebab pemicu perambahan di hutan Tesso Nilo. Foto: WWF-Tesso Nilo Prog.

Areal hutan segera jadi chaos amburadul setelah jalan koridor dibuka. Dan pihak yang membuka jalan tak per-nah bersedia bertanggungjawab atas dampak jalan yang dibukanya. Tidak ada akuntabilitas dan penilaian yang dilakukan oleh pihak berwenang terhadap dampak yang ditimbulkan akibat pembukaan koridor, seolah dua hal ini merupakan sesuatu yang terpisah.

Lihatlah apa yang terjadi di lapangan. Pembuatan koridor oleh RAPP/APRIL di Tesso Nilo sebagaimana juga pengembangan akasia pada luas 500 m di dua sisi sepanjang 30 km (luas sekitar 3.000 ha) dirintis pada 2001-2002. Jalan ini bernama koridor sektor Baserah. Menyusul pembuatan koridor ini kurun 2002-2003 mun-cullah 25 kelompok pembalakan liar (illegal logging) yang beroperasi guna memenuhi permintaan bahan baku untuk pulp dan kertas, termasuk untuk APRIL sendiri. Si perusahaan pembuat jalan tidak melindungi area yang seharusnya dilindunginya. Perkembangan pesat kelom-pok perusak hutan tak lama setelah jalan dibuka, tentu bukan satu kebetulan, dan berkemungkinan besar ada korelasinya dengan koridor yang dibuat.

(15)

mem-Edisi Desember 2007 Pemberantasan Kejahatan Kehutanan

Suara Tesso Nilo

babat hutan guna membangun jalan

penebangan yang baru, bernama sektor Ukui dengan panjang 25 km. Kawasan hutan HPH PT Nanjak Makmur dan PT Siak Raya Timber yang diabaikan pemiliknya jadi sasaran empuk penebangan kayu oleh siapapun. Dan akhirnya mem-buka akses perambahan ke kawasan hutan Tesso Nilo. Pemukiman ile-gal pun bermunculan, tidak hanya disepanjang koridor namun jauh ke jantung hutan tersebut. Sekitar 15.000 ha hutan alam habis dan berubah jadi kebun sawit, karet dan ratusan rumah ilegal.

Apakah perusahaan bisa melepaskan diri dari tanggungjawab melindungi area yang seharusnya dilakukannya itu? Peraturan menga-takan pengembangan koridor yang dilakukan oleh perusahaan seharus-nya juga menjadi tanggungjawab oleh perusahaan guna melindungi kawasan di sepanjang koridor dari aksi ilegal.

Bukit Tigapuluh

Bukit Tigapuluh dan Tesso Nilo merupakan dwi tunggal dalam impi-an konservasionis Riau untuk bisa dipersatukan. Tapi, berhati-hatilah untuk memimpikan hal itu meng-ingat betapa rusaknya Tesso Nilo sekarang dan ancaman besar di depan mata yang dihadapi lans-kap hutan Bukit Tigapuluh. Yang menghubungkan dua hutan besar ini bukanlah kawasan konservasi, tapi kesamaan nasib hutan akibat pembuatan koridor.

Sinar Mas Group/APP membuat koridor baru dengan menebangi hutan alam, membelahnya menjadi bersimpang mengarah ke Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan bekas HPH PT Dalek Hutani Esa, padahal areal ini diusulkan kelompok kon-servasi menjadi Kawasan Lindung Khusus bagi kelangsungan hidup populasi orang utan Sumatera yang dilepas liarkan kembali.

Sementara di bagian lainnya di sini, ditemukan bagian akhir pem-buatan koridor di ujung selatan oleh PT Satria Baja Perkasa (SBP),

kontraktor PT WKS ( Wana ....). Pembuatan jalan penebangan yang membabat habis hutan alam di Kawasan Hutan Lindung Khusus yang diusulkan kelompok konservasi jelas mengancam keanekaragaman hayati yang kaya di lanskap ini.

Koridor kecil dan lama eks HPH PT IFA dibuka lagi oleh SMG/APP. Padahal koridor di konsesi eks HPH PT IFA ini berada di dalam usulan konsesi HTI yang belum dikukuhkan oleh Departemen Kehutanan. Adanya

Koridor yang baru dibuka oleh APP di blok hutan Bukit Tigapuluh. Foto: Tim FCU / WWF-Tesso Nilo Prog. dampak lingkungan dan sebagainya. Kasus koridor Tesso Nilo dimana puluhan ribu hutan alam dengan cepat dibabat dan dikonversi akan kembali terulang di Bukit Tigapuluh. Ketika faktor legalitas dipermainkan dan disembunyikan, hutan-hutan alam yang dijadikan jalan koridor tanpa kajian Amdal yang kompre-hensif, tentu menjadi korban tak berdaya. Siapa yang bertanggung-jawab sekarang dan nanti? Jika dikri-tik, para pembuat koridor hanya

koridor di wilayah minim pengawasan aparat justru mempercepat laju perusakan hutan. Kegiatan konversi hutan alam ini jelas dipertanyakan legalitasnya karena pengelolaan eks HPH PT IFA sedang diproses oleh Departemen Kehutanan dan masih pertanyaan besar, apakah grup APP sudah memenuhi persyaratan analisa

berlindung pada nama masyarakat, mereka yang juga nanti yang per-tama dikriminalisasikan. Dan sejauh mata memandang, pohon-pohon akasia lurus menjulang, ketika hutan alam habis dibabat. Jalan pintas menuju deforestasi: koridor. (Afdhal Mahyuddin)

(16)

Siang itu, tanggal 9 November, 2007 dengan mengen-darai perahu motor,tim kami bergerak membelah sungai Kerumutan menuju Suaka Margasatwa Kerumutan. Dimulai dari Dusun Tanjung Kepalo, Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan. Kiri dan kanan sungai adalah hutan gambut yang ditumbuhi pepohonan khas-nya rawa, pandan pandanan di pinggiran sungai harus membuat kami tetap waspada kalau tidak mau terjerat durinya yang tajam. Bila kita memandang lebih ke darat tampak pohon-pohon besar dengan diameter diatas 30 cm, serta tanaman rotan yang terkadang saling mem-belit. Sesekali kami menjumpai pondok – pondok seder-hana beratap rumbia dipinggiran sungai tempat warga setempat mencari ikan.

Pelan namun pasti, sambil melakukan pengamatan, pompong demikian masyarakat lokal menyebut perahu dengan mesin tempel tersebut terus bergerak men-elusuri sungai yang membelah Suaka Margasatwa Kerumutan. Diantara suara pompong yang bising, tiba tiba kami dikejutkan oleh panggilan seseorang “Tolong….

Peser

Saat itu tim kami yang terdiri dari empat orang, yaitu Budi, Sukur, Pak Eran dan saya, Zulfahmi, sedang melakukan survei di daerah Tanjung Sepoteh dan Suaka Margasatwa Kerumutan ,Kabupaten Pelalawan-Riau men-cari tanda-tanda keberadaan harimau Sumatera. Kami mengumpulkan informasi dari masyarakat sekitar ten-tang tanda-tanda keberadaan harimau. Tanda-tanda itu kami perlukan untuk mendukung studi populasi dan dis-tribusi harimau Sumatera yang tengah dilaksanakan oleh WWF Indonesia dimana saya ikut bergabung. Setelah informasi terkait didapat, kami akan memasang kamera jebak (camera trap) pada beberapa lokasi sampel untuk mendapatkan informasi yang akurat yang mendukung penelitian yang sedang dilaksanakan. Ini bukanlah survei kami yang pertama ke kawasan tersebut, sebelumnya kami telah pernah melakukan pemasangan kamera jebak pada beberapa lokasi disekitarnya.

Edisi Desember 2007 Konservasi Harimau Sumatera

Suara Tesso Nilo

Kisah Sang Survivor di Hutan

Belantara Kerumutan

Kisah Sang Survivor di Hutan

Belantara Kerumutan

Kisah Sang Survivor di Hutan

Belantara Kerumutan

Kisah Sang Survivor di Hutan

Belantara Kerumutan

S

udah dua belas hari nasib seorang pemuda terkatung-katung di belantara hutan rawa

Kerumutan- Semenanjung Kampar Kabupaten Pelalawan Riau. Berjuang sendiri mencari

jalan keluar dari belantara, semakin jauh ia berjalan yang ditemui bentang sungai yang luas. Ia

mungkin tak kan pernah melupakan hari itu, hari ke tiga belas, ketika kondisinya telah lemah

tak berdaya akhirnya diselamatkan oleh empat orang pemuda.

Luka-luka disekujur tubuh pemuda itu pun telah pulih seolah ingin menghapus jejak

nasib-nya yang terdampar tiga belas hari di tengah-tengah hutan dan air. Kini pemuda itu kembali

menekuni pekerjaannya membantu orang tua nya menjual buah-buahan di Kecamatan Ukui,

Kabupaten Pelalawan- Riau.

(17)

Edisi Desember 2007 Konservasi Harimau Sumatera

Suara Tesso Nilo

sarung. Semua ini membuat kami makin iba. Dengan suara seperti hampir menangis dia menjawab per-tanyaan kami “ Tak tahu bang….aku tak tau….”

Kami diam sejenak. Kami sal-ing berpandangan mencari-cari keputusan yang tepat. Akhirnya aku memutuskan untuk menolong pemu-da tersebut. Sukur, pemupemu-da setem-pat yang juga menjadi pemandu kami, berusaha merapatkan perahu kami ketepian.”Cepatlah naik.” kata-nya pada orang itu. Dengan binar mata bahagia dan tenaga yang ter-sisa ia berusaha berenang mencapai pompong kami. Kelelahan tak ter-kira namun rasa lega terpancar dari wajah pemuda itu, terkulai lemah badan nya setelah ia berhasil menaiki pompong kami.

“Siapa nama kamu?” tanya ku padanya. “Syawal Sidabutar, bang… Umur saya 26 tahun” jawabnya sam-bil terengah. Tanpa pikir panjang ku suruh Budi mengambil makanan dan air minum. ”Nih makan” kata Budi sambil membuka bungkusan coklat. Syawal pun menyantapnya dengan lahap. Sukur memberikan pakaian dan celana pendek untuk digunak-an nya. Beberapa saat kemudidigunak-an kami memberikan nasi beserta lauk pauk kepadanya. Setelah beristira-tolong bang…..”. Dengan sedikit

bin-gung kami mencari – cari si pemilik suara tersebut . Dipinggir sungai kami melihat seorang laki-laki tanpa pakaian melambaikan tangan pada kami.Secara spontan mesin pompong kami matikan, kebingungan masih melanda kami sementara pemuda di seberang sungai tersebut terus ber-teriak minta tolong “Tolong …. tolong bang….saya orang baik-baik”.

Secara naluriah kami ingin segera menolong orang itu, tapi tiba-tiba “Tunggu, hati-hati, kita belum tahu siapa orang itu” Pak Eran, masyara-kat lokal yang mengemudikan pom-pong kami itu mengingatkan kami sembari mengambil sebilah parang untuk berjaga-jaga. “Jangan merapat dulu, kita pastikan dulu asal-usul orang itu” katanya lagi. Jarak kami dengan orang itu masih cukup jauh. Ku keluarkan kamera, kupikir dengan memotretnya kami akan dapat meli-hat wajah orang itu dengan jelas. Ternyata benar, ketika kulihat hasil zoom kamera terlihat pemuda itu dengan badan kurus dan penuh luka.

Maka berbagai pertanyaan pun meluncur dari mulut kami, “Siapa kau…dari mana kau…bagaimana kau bisa sampai kesini…?” Pemuda itu

menjawab dengan memelas “ Tolong, bang… aku orang baik-baik, sudah tiga belas hari tidak makan…tolong antarkan aku ke kantor polisi…” Tak kurang waspada dengan menge-luarkan senjata kami balas bertanya dengan lantang “Dimana kawan-kawan mu?” Sementara pompong bergerak mendekat, wajah orang tak dikenal itu semakin jelas,muka yang pucat dan badan yang penuh luka dengan hanya terbalut selembar kain

Menyelamatkan seorang yang terdampar di rimba rawa Kerumutan. Foto: Tim Riset Harimau/ WWF-Tesso Nilo Prog.

(18)

menolong karena takut. Mereka mengira saya orang jahat katanya sambil melihat pada ku. “Saya ber-hutang nyawa pada abang–abang semua karena mau menolong saya.” tambahnya.

Terpikir oleh kami akan nasibnya dan ingin membantunya sepenuh-nya, namun pekerjaan kami harus tetap berlanjut. Tak lama kemudian kami berpapasan dengan pompong lain yang menuju ke desa Teluk Meranti. Kami menghentikan pom-pong tersebut untuk menanyakan kesediaan mereka mengantarkan Syawal ke kantor polisi terdekat. Tapi apa mau dikata, mereka tidak bersedia mengantarkan Syawal hat sebentar, raut wajah Syawal

tampak lebih segar. Barulah saat itu kami berani menanyakan cerita yang selengkapnya.

Diceritakannya bahwa ia berasal dari desa Ukui. Bersama sepuluh orang teman sekampungnya, ia baru saja lari dari pekerjaannya seba-gai perawat akasia di perkebunan akasia yang baru seminggu mere-ka jalani. Meremere-ka mendengar mere-kabar bahwa mandor perkebunan itu tidak akan bertanggung jawab atas nasib mereka. Upah mereka dibawa pergi oleh mandor perkebunan yang nama perkebunannya pun Syawal tak per-nah tahu. Melihat kondisi ini, Syawal dan teman-temannya memutuskan untuk melarikan diri dari perke-bunan tersebut.

“Saya sudah dua hari berada di tepi sungai ini, bang.” tambahnya “Dari sepuluh orang, kami memen-car menjadi dua kelompok, masing-masing lima orang. Tapi kami ber-sama di dalam hutan hanya dua hari. Pada hari ketiga ketika bangun pagi saya sudah sendirian, tas berisi pakaian dan uang saya dibawa pergi oleh keempat teman saya, entah apa sebabnya saya tidak tahu. Setelah itu saya berjalan tanpa arah, tak tahu mau kemana”

Aku bertanya padanya “Bagaimana kamu bertahan hidup di hutan ini?” “Saya makan buah-buahan hutan dan minum air rawa” jawabnya. “Apa kamu tidak takut dengan binatang buas?” tambah Budi penasaran. “Tidak terpikirkan lagi bang, saya cuma mencoba ber-tahan hidup dari hari ke hari dan berharap akan menemukan orang atau kampung.” jawabnya menera-wang hari yang telah dilaluinya.

“Pada hari ketujuh, sayup-sayup saya mendengar suara pompong, semangat saya timbul lagi, mem-bayangkan akan bertemu dengan orang. Saya berjalan kearah asal suara pompong itu. Tiga hari kemu-dian baru saya temukan sungai ini.” “Sebelum ditolong oleh abang, saya pernah bertemu pompong penang-kap ikan, tapi mereka tak mau

Edisi Desember 2007 Konservasi Harimau Sumatera

Suara Tesso Nilo

ke kantor Polisi karena takut akan dimintai keterangan. Akhirnya kami memutuskan membawa serta Syawal ikut dengan kami.

Hari semakin sore, kami melan-jutkan perjalanan menelusuri sungai Kerumutan dan menumpang di salah satu pondok masyarakat pencari ikan yang kebetulan lagi kosong. Dalam pikiran kami ada perasaan senang telah menyelamatkan orang yang betul-betul butuh pertolongan. Mendengar kisah Syawal, kami mera-sa takjub dan seakan tidak percaya bahwa ada seorang manusia yang berhasil bertahan hidup di dalam hutan tanpa pakaian dan makanan selama tiga belas hari. (Zulfahmi)

(19)

kayu dan pabriknya guna memenuhi kebutuhan industri kertas tersebut.

WWF- Indonesia dengan dukun-gan WWF- Belanda, TDI, PT RAPP, Forum Masyarakat Tesso Nilo dan Pemerintah (baik pemerintah di tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten) merupakan para pihak yang terlibat melalui porsinya masing-masing dalam pengembangan industri cassava ini. WWF sebagai suatu lembaga konser-vasi tetap pada komitmennya bahwa proyek ini haruslah dapat menurunkan tekananan masyarakat pada Taman Nasional Tesso Nilo dan tidak memun-culkan masalah baru yang mening-katkan konflik satwa liar (gajah dan harimau) dengan manusia. Dilain pihak, untuk keperluan industri, pihak PT. RAPP telah menyatakan perhatian mereka bahwa produk modified starch yang dihasilkan dari pengembangan proyek ini harus memenuhi standar mutu yang diterima RAPP. Sedangkan Forum Masyarakat Tesso Nilo mendo-rong kepedulian pihak investor untuk penyerapan tenaga kerja masyarakat dan keuntungan ekonomi yang akan diperoleh masyarakat sekitar TNTN.

Fase persiapan proyek telah dimulai pada bulan Maret 2006 dan diperki-rakan berlanjut hingga pertengahan 2008. Kemudian rencananya akan dilanjutkan dengan pembangunan per-kebunan dan pabrik pada akhir tahun 2008. Proses pengembangan proyek ini telah melalui tahapan antara lain : (1) Survei awal dari TDI yang telah

dilaksanakan pada bulan Maret 2006 untuk memetakan alternatif pengembangan ekonomi masyara-kat di sekitar Tesso Nilo

(2) Pencarian informasi dalam rangka menyusun rencana usaha yang telah dilaksanakan TDI pada bulan Desember 2006 yang memfokuskan kepada pencarian informasi yang diperlukan dalam pengembangan

Membuka Peluang Peningkatan Ekonomi Masyarakat

Pembangunan Industri Ubi Kayu

(Cassava

Project)

di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo

Penanganan illegal logging yang cukup berhasil di Kawasan Hutan Tesso Nilo tidak dengan sendirinya meng-hilangkan ancaman terhadap habitat Kawasan Hutan Tesso Nilo. Ancaman baru yang lebih menghawatirkan adalah perambahan yang berdasar-kan hasil monitoring terus meningkat dari tahun ke tahun. Tingkat ancaman semakin tinggi juga muncul dari perke-bunan (HTI dan kebun sawit) maupun pemukiman baru yang akan semakin memperbesar deforestasi. Berdasarkan pengamatan kasat mata di lapang-an, terlihat wilayah-wilayah konsesi perusahaan yang memiliki HPH (Hak Pengusahaan Hutan), saat ini sudah tidak mampu dijaga lagi dari kon-versi hutan untuk perkebunan terutama kebun sawit oleh masyarakat setempat atau pendatang. Konversi hutan berlan-jut terus seperti halnya pada beberapa lokasi di kawasan Tesso Nilo dan beralih fungsi menjadi pemukiman-pemukiman perambah.

Konsep pengelolaan kawasan kon-servasi yang melibatkan secara lang-sung komponen-komponen penting dalam pengelolaannya, yaitu pemer-intah, perusahaan dan masyarakat serta didukung oleh LSM perlu dikem-bangkan. Upaya yang dilakukan adalah mencari strategi yang paling tepat dalam melibatkan semua pihak dalam perlindungan kawasan, namun juga meningkatkan ekonomi masyarakat secara nyata. Inisiatif pengembangan perkebunan dan pabrik pengolahan ubi kayu (cassava) menjadi tapioka (modi-fied starch) bertujuan untuk mendapat-kan pilihan ekonomi yang berarti bagi masyarakat di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), membangun pem-biayaan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) jangka panjang dan pelibatan kelompok masyarakat lokal maupun pendatang yang melakukan perambahan dalam kegiatan

perke-bunan ubi kayu.

Industri kertas memerlukan kanji yang dikandung oleh ubi kayu dalam proses produksinya. Seperti halnya RAAP, Selama ini masih mengimpor bahan tersebut dari Thailand. Setiap tahunnya RAPP memerlukan sekitar 35.000 ton tapioka (8.000 tapioka alami dan 27.000 tapioka yang telah dimodi-fikasi). Industri tapioka yang cukup dominan sebenarnya ada di Lampung namun kenyataannya tidak cukup memadai untuk memenuhi standar kebutuhan dan kualitas untuk indutri. Padahal, ini adalah suatu peluang yang bagus bahwa Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam ini seha-rusnya mampu memproduksi produk yang bernilai tambah, misalnya tapioka yang diperlukan untuk industri kertas tersebut.

Pihak PT RAPP diperkirakan lang-sung dapat menghemat biaya transpor-tasi untuk pembelian modified starch dari Thailand setiap tahunnya. Disisi lain, sebagian keuntungan pabrik dan perkebunan ini diharapkan dapat disi-sakan sebagai dana investasi untuk perlindungan TNTN dan meningkatkan kesadaran dan perilaku positif masyara-kat pada perlindungan TNTN.

Dalam semangat konservasi dan peningkatan ekonomi masyarakat seki-tar hutan terutama hutan Tesso Nilo maka WWF-Indonesia dengan dukungan WWF-Belanda pada awal tahun 2006 melakukan survei terhadap alternatif-alternatif ekonomi yang dapat dikem-bangkan di sekitar Tesso Nilo dalam upaya mencari solusi untuk perambah-an yperambah-ang sperambah-angat mengperambah-ancam keutuhperambah-an kawasan hutan tersebut. Dari hasil survei awal yang dilaksanakan oleh TDI (Tournois Dynamic Innovations BV), sebuah lembaga konsultan dari Belanda yang telah memiliki pengalaman serupa di Brazil, ditarik suatu kemungkinan untuk mengembangkan perkebunan ubi

Edisi Desember 2007 Pemberdayaan Masyarakat

Suara Tesso Nilo

Referensi

Dokumen terkait

Brodjonegoro, yang diadakan Rabu 13 Mei 2015 lalu, terungkap bahwa perlambatan ekonomi sudah terjadi dari tahun 2012 sebagai dampak dari pelemahan harga komoditas yang

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh plasmodium ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp betina yang mengandung plasmodium. Pemukiman masyarakat

Ekamas Fortuna dan juga SPSI me ncoba menyelesaikan perselisihan PHK di luar pengadilan melalui Penyelesaian Bipartit, yang merupakan perundingan antara SPSI dengan

Sementara jika kita lihat pada tiap Program Studi, mahasiswa DPI dan DKV memiliki skor terendah untuk komponen ini dengan kategori tidak puas, beberapa alasan

Gempabumi yang sering terjadi berdasarkan peta seismisitas dari bulan Juli 2016- Maret 2017 adalah gempabumi dangkal yang ditunjukan oleh titik berwarna merah pada

Dari penilaian panel ahli, indeks kualitas sampel program infotainment yang dipilih secara random menunjukkan angka yang jauh dibawah standar program berkualitas yang ditetapkan

dan/atau sanksi administratif serta publikasi di media cetak. Uang paksa merupakan salah satu tekanan agar orang atau pihak yang dihukum mematuhi dan melaksanakan

Berdasarkan model penelitian dan hasil pengujian hipotesis dapat dijelaskan bahwa untuk meningkatkan kinerja perusahaan farmasi diperlukan tiga tahap pengembangan,