• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komponen Meteorologi Curah Hujan. Komponen. Komponen Loss. Direct Runoff. Komponen. Komponen Routing. Akuifer. Baseflow. Saluran Sungai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komponen Meteorologi Curah Hujan. Komponen. Komponen Loss. Direct Runoff. Komponen. Komponen Routing. Akuifer. Baseflow. Saluran Sungai."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam HEC-HMS, proses hujan-limpasan yang terjadi dalam suatu DAS dibagi menjadi enam komponen utama (Gambar 2.3):

• Komponen meteorologi

• Komponen loss

• Komponen direct runoff (limpasan langsung)

• Komponen baseflow (aliran dasar)

• Komponen routing (penelusuran banjir)

• Komponen reservoir

Perhitungan pertama dilakukan pada komponen meteorologi. Pada komponen ini, analisis meteorologi dilakukan terhadap data presipitasi, dimana diupayakan agar curah hujan terdistribusi ke seluruh DAS secara spasial (dengan cara interpolasi, ekstrapolasi) dan temporal (pengisian data yang tidak terukur, pembangkit data presipitasi hipotesis).

Curah hujan yang terdistribusi spasial dan temporal akan jatuh baik pada pemukaan

pervious maupun impervious. Sebagian hujan yang jatuh pada permukaan pervious akan hilang akibat intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi, yang dimodelkan dalam komponen loss. Curah hujan efektif yang berasal dari komponen loss akan berkontribusi terhadap aliran limpasan langsung dan aliran

airbumi dalam akuifer. Curah hujan yang jatuh pada permukaan impervious akan langsung menjadi limpasan tanpa mengalami berbagai bentuk kehilangan (losses), yang ditransformasi menjadi aliran permukaan (overland flow) dalam komponen direct runoff.

Pergerakan air dalam akuifer dimodelkan dalam komponen baseflow. Baik baselow

maupun overland flow akan mengalir pada saluran sungai. Proses translation dan

attenuation aliran sungai akan disimulasi pada komponen routing. Terakhir, efek dari fasilitas hidrolik (bendungan) dan cekungan alami (danau, kolam, lahan basah) akan dimodelkan dalam komponen reservoir.

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai dengan Januari 2007, di Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Bogor.

Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’ LS dan 106o40’–107o00’ BT. Secara administratif terletak di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor, Jawa Barat.

Gambar 2.3 Komponen hujan-limpasan yang direpresentasikan model HEC-HMS (Cunderlik & Simonovic 2004) Curah Hujan

Permukaan Pervious Permukaan Impervious

Losses Direct Runoff

Akuifer

Baseflow Saluran Sungai

Reservoir Operator Outlet DAS Komponen Meteorologi Komponen Loss Komponen Baseflow Komponen Direct Runoff Komponen Routing Komponen Reservoir

(2)

No Analisis Presipitasi HEC-HMS Hidrograf Debit Model Hidrograf Tinggi Muka Air Rating Curve Hidrograf Debit Pengamatan Kalibrasi Satisfactory? (Pengujian Model) - Analisis Sensitivitas - Simulasi Hidrograf Aliran

Yes

Parameter DAS

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

• Data curah hujan harian sesaat (per 30 menit) tahun 2004 dari Stasiun Gadog dan Gunung Mas.

• Data curah hujan kumulatif harian tahun 2004 dari Stasiun Cilember dan Citeko.

• Data curah hujan harian tahun 1985-2002 dari Stasiun Katulampa, Citeko dan Gunung Mas.

• Data tinggi muka air harian sesaat (per jam) tahun 2004 dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa.

• Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004.

• Peta digital elevation model DAS Ciliwung bagian hulu (90 x 90 m).

• Peta tanah semi detail DAS Ciliwung bagian hulu tahun 1992.

• Seperangkat komputer dengan program HEC-HMS, HEC-DSS, ArcView GIS, ER Mapper serta Microsoft Office Excel.

3.3 Metode Penelitian

Secara umum, diagram alir metode penelitian ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1. Analisis data presipitasi dan penentuan parameter fisik DAS diperlukan sebagai masukan model HEC-HMS. Selanjutnya hasil model berupa hidrograf aliran, akan disesuaikan dengan hidrograf pengamatan. Proses kalibrasi terhadap parameter-parameter model dilakukan agar hidrograf hasil model mendekati nilai pengamatannya. Untuk itu diperlukan tahap pengujian model, sehingga kemiripan hidograf hasil model dengan pengamatan dapat terukur.

Analisis sensitivitas dapat berguna unuk melihat pengaruh perubahan nilai-nilai parameter masukan terhadap parameter hasil model. Pada penelitian ini, analisis sensitivitas HEC-HMS dilakukan terhadap parameter bilangan kurva, dengan pertimbangan bahwa bilangan kurva memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hidrograf yang dihasilkan suatu DAS. Simulasi hidrograf aliran dilakukan untuk mendapatkan perkiraan debit banjir di masa mendatang berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan dan curah hujan maksimum.

(3)

3.3.1 Analisis Presipitasi

Analisis presipitasi diperlukan sebagai salah satu masukan dalam model HEC-HMS, yaitu menentukan metode perhitungan hujan wilayah. Dalam penelitian ini, curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan bobot setiap stasiun hujan yang dihitung menggunakan metode poligon Thiessen.

Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen

Poligon Thiessen diperoleh dengan cara menarik garis bagi tegak lurus pada sisi-sisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan. Gambar 3.2 menyajikan poligon Thiessen dari 4 stasiun hujan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu.

Dalam menentukan perkiraan debit banjir, analisis frekuensi berguna untuk meghitung hujan harian maksimum pada berbagai periode ulang (T). Persamaan analisis frekuensi yang dikemukakan Chow (1964) memerlukan faktor frekuensi (KT) yang nilainya tergantung tipe distribusi. Pada penelitian ini hujan harian maksimum dianggap mengikuti distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, dengan persamaan faktor frekuensi sebagai berikut (Haan 1977):

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = 1 ln ln 5772 , 0 7797 , 0 T T KT

3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan Impervious Area

Besarnya bilangan kurva ditentukan berdasarkan metode yang telah dikembangkan oleh Soil Consrvation Service (SCS). McCuen (1982) menyebutkan bahwa bilangan kurva menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya.

SCS telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah menjadi empat kelompok hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group = HSG). Sifat-sifat tanah berdasarkan pengelompokan HSG tertera pada Tabel 3.1. Kelompok tanah tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga cara berikut: (a) berdasarkan sifat-sifat tanah, (b) peta tanah detail, (c) laju infiltrasi minimum. Tabel 3.2 menyajikan hubungan laju infiltrasi minimum dengan masing-masing kelompok tanah.

Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan

sifat-sifatnya.

HSG Sifat-Sifat Tanah

A Pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat B Loess dangkal, lempung berpasir C

Lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah dan tanah berkadar liat tinggi

D

Tanah- tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis dan tanah-tanah tertentu

Richard H McCuen (1982)

Tabel 3.2 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS

Kelompok Tanah

Laju Infiltrasi Minimum (mm/ jam) A 203,2 – 304,8 B 101,6 – 203,2 C 25,4 – 101,6 D 0,0 – 25,4 Richard H McCuen (1982)

Dalam menentukan keadaan kandungan air tanah (KAT) sebelumnya seringkali dipergunakan keadaan rata-rata daerah aliran pada keadaan tempat dan waktu tertentu (McCuen 1982). SCS menyusun tiga keadaan KAT sebelumnya sebagai berikut:

Kondisi I : Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu, telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan.

Kondisi II : Keadaan rata-rata.

Kondisi III : Hujan lebat atau ringan dan temperatur rendah telah terjadi dalam lima hari terakhir, tanah jenuh air.

(4)

SCS memberikan batas jumlah curah hujan untuk setiap kondisi KAT sebelumnya seperti pada Tabel 3.3. Pada penelitian ini, perhitungan proses hujan-limpasan dianggap berlangsung pada musim tumbuh.

Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya.

Total curah hujan lima hari sebelumnya (mm) Kondisi

Musim Dorman Musim Tumbuh

I < 13 < 35

II 13 – 28 35 – 53

III > 28 > 53

Richard H McCuen (1982)

Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi II mengikuti tabel yang disajikan SCS (Lampiran 1). Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi I dan III dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Chow dkk (1988), sebagai berikut:

) ( 058 , 0 10 ) ( 2 , 4 ) ( II CN II CN I CN − = dan, ) ( 13 , 0 10 ) ( 23 ) ( II CN II CN III CN + =

Untuk DAS yang terdiri dari beberapa macam tipe tanah dan penggunaan lahan, nilai bilangan kurva ditetapkan sebagai nilai

composite (gabungan). Bilangan kurva

composite ditentukan berdasarkan bobot luas bentuk penggunaan lahan yang ada di dalam DAS (USACE 2001).

= = = n i i n i i i composite A CN A CN 1 1

dimana, CNcomposite ialah bilangan kurva gabungan untuk seluruh DAS, i menyatakan indeks untuk subdivisi dari DAS dengan tipe penggunaan dan jenis tanah yang sama, dan Ai adalah luas subdivisi ke-i.

Selain bilangan kurva, parameter yang juga berpengaruh terhadap volume limpasan suatu DAS adalah luas daerah impervious.

Impervious area dari suatu DAS adalah luasan dari DAS dimana semua kontribusi dari presipitasi akan menjadi limpasan langsung tanpa mengalami infiltrasi, evaporasi ataupun bentuk kehilangan air lainnya (USACE 2001).

Penentuan impervious area diperkirakan berdasarkan tipe penggunaan lahan dan faktor

imperviousness (Tabel 3.4).

Tabel 3.4 Faktor imperviousness berdasarkan tipe penggunaan lahan.

Penggunaan Lahan Imperviousness (%) Faktor

Hutan 0 Tanah Terbuka 5 Agrikultur 5 Residensial 30 Komersial 80 USACE (2000)

3.3.3 Penyusunan Basin Model

Representasi dari kondisi fisik suatu DAS dikonfigurasi dalam basin model. Sistem yang terdiri dari elemen-elemen hidrologi dihubungkan dalam suatu jaringan untuk mensimulasi proses limpasan. Terdapat tujuh elemen hidrologi yang tersedia dalam HEC-HMS, dimana masing-masing elemen mewakili bagian dari total respon suatu DAS terhadap presipitasi dengan menggunakan sebuah model matematika, yaitu:

Subbasin

Subbasin atau subDAS merupakan elemen yang hanya memiliki satu outflow yang diperoleh berdasarkan data meteorologi (curah hujan dan evaporasi) dengan memperhitungkan

loss, curah hujan efektif, serta aliran dasar.

Reach

Elemen reach yang memiliki satu atau lebih inflow dan hanya satu outflow, merupakan elemen dimana proses routing terjadi. Outflow dihitung menggunakan salah satu dari beberapa metode yang tersedia dalam model saluran terbuka (open channel flow model).

Reservoir

Reservoir memiliki satu atau lebih inflow dan satu outflow terhitung. Elemen ini dapat digunakan pada model reservoir, danau dan kolam.

Source

Source merupakan elemen yang tidak memiliki inflow dan hanya memiliki satu outflow. Source digunakan untuk merepresentasikan kondisi batas terhadap basin model, misalnya outflow terukur dari reservoir atau tinggi muka air tanah regional yang tidak termodelkan.

(5)

Junction

Junction dapat memiliki lebih dari satu inflow dan lebih dari satu outflow. Biasanya digunakan untuk merepresentasikan sebuah pertemuan sungai atau aliran.

Diversion

Diversion memiliki dua outflow dengan satu atau lebih inflow. Elemen ini dapat digunakan untuk merepresentasikan bendungan yang mengalihkan aliran kedalam kanal-kanal atau saluran.

Sink

Sink dapat memiliki lebih dari satu inflow, tetapi tidak ada outflow. Sinks digunakan untuk merepresentasikan titik terendah dari suatu area drainase atau outlet dari suatu basin model.

Penyusunan basin model juga mencakup perhitungan pada 4 submodel utama:

1) Loss Model

Bagian dari presipitasi yang hilang akibat infiltrasi, intersepsi, evaporasi dan bentuk kehilangan lainnya sebelum menjadi limpasan (precipitation loss) dianalisis dalam loss model. Pada dasarnya perhitungan loss model

bertujuan untuk mencari curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang menyebabkan terjadinya limpasan. Pada penelitian ini, perhitungan dilakukan menggunakan metode SCS curve number.

Perhitungan curah hujan efektif dengan metode SCS mempertimbangkan faktor penggunaan dan penutupan lahan. Curah hujan efektif Pe, dihitung menggunakan persamaan:

(

)

S Ia P Ia P Pe + − − = 2

dimana P adalah volum total curah hujan, Ia

adalah kehilangan air awal atau initial abstraction (initial loss), dan S merupakan

potential maximum retention. Nilai Ia dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

Ia = 0,2 S

Potential maximum retention ditentukan berdasarkan parameter bilangan kurva (CN) yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan. Persamaan empiris untuk menentukan nilai S

adalah:

CN CN

S=25400−254

(SI)

2) Direct Runoff Model

Perhitungan limpasan langsung yang berasal dari curah hujan efektif dianalisis dalam direct runoff model. Dalam penelitian ini, analisis limpasan langsung dilakukan menggunakan tiga metode hidrograf satuan sintetik, yaitu: Snyder, SCS, dan Clark.

Hidrograf Satuan Snyder

Snyder (1938) mengembangkan hidrograf satuan sintetik berdasarkan studinya di daerah pengaliran Appalachian Highlands. Parameter masukan yang diperlukan untuk metode Snyder meliputi time lag dan koefisien puncak. Persamaan time lag yang diperoleh Snyder untuk DAS yang berukuran 10-10.000 mil2 adalah:

(

)

0,3 c ms t l

C

L

L

t

=

dimana,

tl = time lag (jam), merupakan interval waktu antara saat terjadi curah hujan maksimum sampai dengan saat terjadinya debit puncak,

Ct = koefisien yang menggambarkan variasi kemiringan dan simpanan DAS,

Lms = panjang sungai utama (km), Lc = panjang saluran utama dari titik

terdekat ke pusat DAS (km). Koefisien Ct memiliki nilai yang bervariasi menurut topografi, dari daerah dataran sampai pegunungan. Nilai Ct hasil penelitian Snyder diperoleh berkisar antara 1,8–2,2 dengan rata-rata 2. Semakin curam kemiringan DAS maka akan semakin kecil nilai Ct yang dihasilkan. (Viessman et al 1977).

Debit puncak, Qp (cfs), ditentukan berdasarkan fungsi dari time lag, koefisien simpanan Cp, dan luas daerah pengaliran A (mil2), sebagai berikut:

l p p

t

A

C

Q

=

640

Nilai koefisien simpanan Cp bervariasi antara 0,4 sampai 0,8. Nilai Cp yang besar menunjukkan time lag yang kecil dan berkorelasi dengan nilai Ct yang kecil pula. • Hidrograf Satuan SCS

Metode yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service untuk pembuatan hidrograf satuan sintetik didasarkan atas hidrograf tak berdimensi (dimensionless), yang

(6)

merupakan hasil analisis pada sejumlah besar hidrograf satuan alami dari berbagai DAS dengan luas dan kondisi geografis yang beragam. Metode SCS hanya memerlukan penentuan nilai waktu puncak (time to peak

atau time of rise, tp) dan debit puncak, Qp. Persamaannya adalah sebagai berikut:

l p t D t = + 2 dimana,

tp = waktu puncak (jam), merupakan selang waktu antara mulai terjadinya hujan sampai debit puncak,

D = durasi hujan (jam), ditentukan dengan persamaan D = 0,133 tc, dengan tc adalah waktu konsentrasi,

tl = time lag (jam). Dan persamaan debit puncak:

p p t A C Q =

dimana, C merupakan konstanta konversi, bernilai 2,08 dalam SI, atau 484 dalam foot-pound system, dan A merupakan luas DAS.

Persamaan empiris yang digunakan SCS untuk menentukan parameter time lag, adalah:

5 , 0 7 , 0 8 , 0 1900 ) 1 ( aws S L t ms l + = dimana,

Lms = panjang sungai utama (ft), aws = kemiringan rata-rata DAS (%),

S = potential maximum retention (in.)

= 1000/CN -10,

CN = Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan.

Hidrograf Satuan Clark

Bentuk hidrograf satuan sintetik model Clark pada dasarnya ditentukan berdasarkan parameter waktu konsentrasi (tc), koefisien simpanan DAS (R) dan diagram luas-waktu.

Johnstone and Cross (1949, dalam USACE 2000) mengenalkan salah satu persamaan untuk mencari waktu konsentrasi (jam):

5 , 0 0 , 5 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ars L t ms c

dengan Lms adalah panjang sungai utama (mil), dan ars adalah kemiringan saluran atau slope channel (ft/mil).

Clark menunjukkan bahwa nilai parameter koefisien simpanan (storage coefficient, R). dapat dihitung sebagai aliran di titik inflection point pada sisi menurun (falling limb) dari suatu hidrograf dibagi dengan fungsi waktu terhadap aliran (dt/dQ).

Diagram luas-waktu menentukan jumlah luasan simpanan DAS yang memberikan kontribusi pada debit luaran DAS sebagai fungsi waktu yang dinyatakan sebagai bagian dari waktu konsentrasi (USACE 2000). Persamaan yang digunakan HEC-HMS untuk kurva luas-waktu adalah:

⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ≥ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − ≤ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 2 : , 1 414 , 1 1 2 : , 414 , 1 5 , 1 5 , 1 c c c c t t t untuk t t t t untuk t t A A

dimana, At adalah luas kumulatif yang terkontribusi pada waktu t, dan A adalah luas total DAS.

3) Baseflow Model

Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang tertunda dari suatu kejadian hujan. Pada penelitian ini, metode perhitungan aliran dasar yang digunakan adalah exponential recession model. Hubungan antara aliran dasar pada periode t (Qt) dan aliran dasar awal/pada t=0 (Qo) adalah (USACE 2000):

t o

t

Q

k

Q

=

dengan k merupakan konstanta resesi.

Parameter baseflow model yang diperlukan HEC-HMS sebagai masukan meliputi aliran dasar awal, konstanta resesi dan aliran

threshold (aliran saat dimulainya kurva resesi pada sisi yang menurun dari sebuah hidrograf). Ketiga parameter tersebut ditetapkan berdasarkan analisis terhadap hidrograf pengamatan.

4) Routing Model

Routing model didasarkan atas konsep penelusuran banjir yang digunakan untuk mensimulasi rambatan gelombang aliran air melalui sungai dan waduk. Penelitian ini menggunakan metode Muskingum yang didasarkan pada persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.

(7)

Parameter yang diperlukan adalah travel time (k) dan faktor pembobot (x). Travel time

atau waktu tempuh aliran dari titik inlet sampai outlet, ditentukan melalui hubungan antara kecepatan aliran (Vw) dengan panjang sungai (L) melalui persamaan:

w V

L K =

Berdasarkan Hukum Seldon, kecepatan gelombang banjir ditetapkan sebagai berikut:

dy dQ B Vw = 1

dimana B adalah lebar atas permukaan saluran, dan dQ/dy adalah slope rating curve pada titik representatif saluran.

Faktor pembobot (x) dalam metode Muskingum berkisar antara 0 sampai 0,5 dengan rata-rata 0,2 untuk aliran alami. Pada penelitian, penentuan nilai x diperoleh dari hasil trial-error pada saat kalibrasi, dengan menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai masukan awal.

3.3.4 Kalibrasi

Kalibrasi model merupakan proses penyesuaian nilai-nilai parameter model sampai didapat hasil model yang sama atau mendekati hasil pengamatan. Metode yang digunakan dalam HEC-HMS adalah objective functions dan search methods.

Tabel 3.5 Metode perhitungan objective function

Kriteria Persamaan*) Sum of absolute errors =

=NQ i s i q i q Z 1 0() () Sum of squared residuals

=

[

]

− =NQ i si q i q Z 1 2 0() () Percent error in peak 100 ( () () ) 0 0 peak q peak q peak q Z= s − Peak weighted root mean square error objective function ( ) / 1 0 0 2 1 0 2 ( ) ) ( ) ( ) ( ) ( 1 0 ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = ∑ = q mean mean q i q i q i q NQ Z NQ i s USACE (2000)

*) Z = objective function; NQ = jumlah ordinat hidrograf hasil perhitungan; qO(i) = debit observasi; qS(i) = debit hasil perhitungan; qO(peak) = debit puncak observasi;

qO(mean) = rata-rata debit observasi; dan qS(peak) = debit puncak hasil perhitungan.

Objective functions merupakan ukuran kuantitatif bagi goodnes-of-fit yang menunjukkan derajat keragaman antara hidrograf hasil perhitungan dengan data pengamatan (Tabel 3.5). Search methods

digunakan untuk meminimalkan objective function dan mendapatkan nilai parameter yang paling sesuai. Pencarian nilai parameter dilakukan dengan cara iterasi melaui proses

trial and error. Dua algoritma search methods

yang tersedia dalam HEC-HMS adalah

univariate-gradient search algorithm dan

Nelder and Mead simplex search algorithm.

IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG BAGIAN HULU

4.1 Letak dan Luas Daerah

Secara umum sungai Ciliwung mengalir dari arah Selatan ke Utara, melalui wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kotip Depok dan DKI Jakarta. DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum, dengan hulunya di sebelah Selatan yaitu berada di Gunung Gede–Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta.

DAS Ciliwung dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Pada Penelitian ini akan dibahas mengenai DAS Ciliwung bagian hulu, meliputi wilayah Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Kedunghalang, mulai dari Desa Tugu sampai SPAS Katulampa, yaitu di sekitar Desa Katulampa, Ciawi, Bogor. Secara geografis DAS Ciliwung bagian Hulu terletak di daerah antara 06o02’ sampai 06o55’ LS dan 106o35’ sampai 107o00’ BT dengan luas wilayah sekitar 148 km2.

4.2 Iklim

Iklim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung pada umumnya adalah iklim tropis, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 19-25oC. Menurut sistem klasifikasi Schmidt–Ferguson, berdasarkan perbandingan jumlah rata-rata bulan basah dengan bulan kering, DAS Ciliwung bagian hulu termasuk ke dalam tipe iklim A.

Rata-rata curah hujan wilayah di DAS Ciliwung bagian hulu berkisar antara 122-564 mm/bulan. Bulan basah terjadi selama 8-10 bulan (Agustus–Mei) dengan bulan terbasah Januari, dan bulan lembab 2-4 bulan (Juni– September) dengan bulan terkering adalah Agustus.

Gambar

Gambar 2.3 Komponen hujan-limpasan yang direpresentasikan model HEC-HMS (Cunderlik &amp; Simonovic 2004) Curah Hujan
Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian
Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan  sifat-sifatnya.
Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi  KAT sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait