• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMBOLISME DALAM SAJAK L HORLOGE KARYA CHARLES BAUDELAIRE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMBOLISME DALAM SAJAK L HORLOGE KARYA CHARLES BAUDELAIRE"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

0

SIMBOLISME DALAM SAJAK L’HORLOGE

KARYA CHARLES BAUDELAIRE

Oleh :

ELIA MADYA K 1805 1007 0012

JURUSAN SASTRA PERANCIS

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

(2)

1

SIMBOLISME DALAM SAJAK L’HORLOGE KARYA CHARLES BAUDELAIRE

Oleh : Elia Madya K*

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Simbolisme dalam Sajak L’Horloge karya Charles Baudelaire. Sajak tersebut diambil dari buku kumpulan sajak Les Fleurs du Mal,

dalam kategori Spleen et Idéal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan ide-ide simbolisme, yang terkandung dalam sajak karya Charles Baudelaire. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana unsur-unsur pembentuk puisi mendukung terciptanya simbolisme dalam sajak tersebut.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan analisis melalui metode analisis struktural karya sastra, khususnya kajian puisi, yang meliputi analisis unsur fonologi, unsur sintaksis, dan unsur semantik. Teori-teori yang mendukung penelitian ini adalah teori tentang simbolisme dan teori tentang unsur-unsur pembentuk puisi. Melalui rangkaian analisis ini, kita dapat lebih memahami seperti apa ide simbolisme yang disampaikan penyair melalui sajak berjudul L’Horloge ini.

Kata kunci : simbolisme, simbol, correspondence, sinestesia

*penulis adalah mahasiswi program studi Sastra Perancis Fakultas Ilmu Budaya yang lulus pada tanggal 5 juli 2012

(3)

2

ABSTRACT

This research titled The Symbolism in The Poem ‘L’Horloge’ by Charles Baudelaire. This poem was taken from an anthology book Les Fleurs du Mal, under category of poem Spleen et Idéal.

The purpose of this research is to reveal and describe the ideas of symbolism in Baudelaire’s poem. In addition, this research describes how the poetic elements support the creation of symbolism in a poem.

To achieve these objectives, the analytical work was done by the method of structural analysis in literary works, especially in poetry, which consist of analysis of the phonology, syntax, and semantics. There are a few theories which support this research; the theory of symbolism and theories of elements forming poetry. Through this analytical work, we can achieve better understanding about how the ideas of symbolism which conveyed by poet in poem L'Horloge.

PENDAHULUAN

Di Prancis, puisi sudah ada sejak zaman pemerintahan Charlemagne antara tahun 800-888. Pada mulanya, puisi digunakan dalam bentuk nyanyian dengan bait yang panjang dan dipentaskan dalam pertunjukan teater. Seiring perubahan zaman, puisi mengalami perkembangan, khususnya pada abad XIX. Di abad tersebut kemajuan dan perkembangan puisi terbilang pesat, seiring dengan berkembangnya aliran-aliran kesusastraan seperti romantisme, realisme, naturalisme, dan simbolisme. Tentunya, setiap aliran mengembangkan tema-tema yang berbeda sesuai dengan kekhasan aliran kesusastraan yang dianut.

Charles Baudelaire merupakan penganut dan pencetus utama lahirnya simbolisme pada abad XIX, yang kemudian diikuti oleh Arthur Rimbaud, Paul Verlaine, dan Stephane Mallarmé pada masa berikutnya. Walaupun berada dalam aliran yang sama, yakni simbolisme, para penyair simbolis tersebut memiliki

(4)

3 kekhasan masing-masing dalam berkarya. Dalam hal ini, Charles Baudelaire dengan simbolisme Baudelaire-nya, memberikan peranan dan pengaruh terhadap perkembangan aliran simbolisme dalam sajak di era selanjutnya.

Simbolisme yang dianut Baudelaire, bukanlah mengenai penggunaan simbol-simbol yang memiliki makna konvensional seperti yang terdapat dalam semiotik. Penggunaan suatu obyek sebagai simbol yang digunakan dalam karya, memiliki arti tersendiri bagi si penyair. Untuk menghindari penjelasan yang bersifat eksplisit dalam sajaknya, Baudelaire menggunakan simbol sebagai alat untuk mengungkapkan perasaaan dan pikirannya. Hal tersebut merupakan suatu pembaharuan dalam seni, karena untuk mengetahui arti atau maksud dari simbol dalam sajak, dibutuhkan peranan kesesuaian antara makna dengan obyek yang dijadikan simbol tertentu.

Karena kekhasan di atas, maka akan dilakukan analisis mengenai simbolisme Baudelaire yang terdapat dalam sajaknya. Sajak berjudul L’Horloge, yang merupakan bagian dari buku antologi Les Fleurs du Mal, akan menjadi obyek penelitian dalam skripsi ini. Berbeda dengan sajak simbolis lainnya, sajak L’Horloge

memiliki keunikan pada cara penulisan dan penyampaian yang digunakan Baudelaire, di mana dia menggunakan tuturan yang dinyatakan dalam kalimat langsung pada sajak tersebut. Oleh karena itu, sajak ini akan dijadikan bahan kajian simbolisme Baudelaire dalam karya tersebut.

Tujuan dari dilakukannya analisis dalam skripsi ini untuk adalah mengungkapkan dan mendeskripsikan ide simbolisme yang terkandung dalam sajak

L’Horloge. Kemudian menemukan dan mendeskripsikan bagaimana unsur-unsur pembentuk puisi mendukung terciptanya simbolisme Baudelaire dalam sajak tersebut. Menurut Roman Jakobson dan Levi Strauss (Rifaterre, 1977 :311), unsur bentuk dan isi merupakan elemen pembentuk suatu puisi. Unsur bentuk terdiri atas unsur bunyi (fonologis), unsur tata kalimat (sintaksis), dan unsur makna (semantik). Ketiga unsur tersebut akan membantu dalam memahami sebuah puisi.

Unsur fonologis dalam puisi meliputi unsur bunyi yang dihasilkan dari kata-kata yang diucapkan. Analisisnya berpusat pada masalah permainan bunyi, rima,

(5)

4 irama, jumlah suku kata, asonansi, dan aliterasi. Analisis fonologis mengkaji keterkaitan bunyi dengan efek atau sugesti dalam puisi. Analisis unsur sintaksis berpusat pada struktur kalimat yang membentuk larik-larik dalam puisi dan memiliki makna tertentu. Makna merupakan unsur yang paling utama dalam sebuah puisi. Dalam analisis semantik, yang dilakukan adalah pendekatan terhadap makna denotatif dan makna konotatif. Menurut Baylon dan Mignot (1995:36-37), makna denotatif adalah makna sebenarnya dari suatu kata atau kelompok kata untuk menyatakan benda atau peristiwa tanpa melihat konteksnya.

ISI PEMBAHASAN

Charles Pierre Baudelaire lahir April 19, 1821 di Paris, Perancis. Ayahnya meninggal ketika dia berusia enam tahun, pada tahun 1827. Ibunya, Caroline Archimbaut Dufays menikah lagi setahun kemudian dengan Jenderal Jacques Aupick. Dia menolak pernikahan tersebut dan selalu bertentangan dengan ayah tirinya yang terlalu otoriter terhadapnya. Baudelaire dikenal dengan karakter pemberontak dan mistik di antara rekan-rekannya. Dia lebih suka menyendiri dan dia menjadi seorang pemimpi. Dia merasa bahwa kesepian adalah takdirnya. Namun, dia memiliki minat pada puisi, ketika ia belajar di Lycée Louis le Grand di Paris. Dia mulai membaca dan menulis puisi itu.

Setelah lulus sekolah menengah atas pada 1840, Baudelaire dituntut oleh ayah tirinya untuk menjadi diplomat atau berkarir di bidang hukum, tetapi dia menolak dan memilih untuk berkarir di dunia sastra. Sikap ayah tiri yang sangat otoriter terhadap Baudelaire, membuat mereka sering bertikai. Kemudian, Baudelaire keluar dari rumah dan pergi tanpa arah, hingga akhirnya tinggal di Le Quartier Latin. Pada masa tersebut, dia menjadi seorang pemimpi dan sering bepergian dari café ke café. Dengan cara inilah dia berkenalan dengan para seniman dan penulis seperti Balzac, kemudian dia kembali menulis sajak yang disukainya sejak masa sekolah.

(6)

5 Pada 1841, Baudelaire diasingkan oleh ayah tirinya ke Calcuta, India, dengan harapan Baudelaire dapat menghilangkan kebiasaan dan sikap buruknya. Sebelum berangkat, Baudelaire sempat berkenalan dengan Gérard de Nerval serta karya-karyanya yang bertema mysticisme dan illuminisme. Perjalanan panjang dan karya Nerval tersebut memberikan kenangan dan inspirasi dalam menulis sajak-sajaknya yang berjudul L’Albatros, Parfum Exotique, Le Voyage, dan l’Homme et la Mer. Pada 1844 di Paris, Baudelaire meniti karirnya sebagai penulis dan kritikus seni dalam jurnal Le Salon dan sebuah jurnal revolusioner. Baudelaire sangat memperhatikan perkembangan seni pada masanya. Dalam ulasan jurnal, dia pernah memberi pujian dan mengkritik tajam tentang hal romantisme dalam lukisan dari pelukis kontemporer, Eugene Delacroix dan Gustave Coubert. Baudelaire juga menerjemahkan karya Edgar Allan Poe, seorang penulis asal Amerika, yang dikenal sebagai “penulis terkutuk” karena terkenal dengan karya-karya bertema

macabre. Baudelaire dan A.E Poe memiliki kesamaan pemikiran dan konsep bahwa seni (l’art) serta keindahan (la beauté) dapat bersumber dari hal-hal yang bersifat buruk dan penuh kemalangan.

Dalam hal bekerja, Baudelaire merupakan pekerja yang terbilang rumit dan lambat, sering kali kelesuan dan kelemahan jiwa melandanya. Kemudian kejenuhan mendalam (l’ennui) yang dia rasakan, membuatnya kembali menjadi pecandu minuman keras dan pemimpi. Keinginan Baudelaire untuk menyembuhkan jiwanya dari kebosanan dan kekecewaan yang begitu melanda hidupnya, membuat dia mencari penyembuhan melalui puisi, kemudian melalui cinta yang didapat dari ibunya yang bernama Caroline A. Dufays, serta para wanita yang berhubungan dekat dengannya yaitu Jeanne Duval, Marie Daubrun, dan Appolonie Sabatier. Meskipun tidak berhasil mengusir kejemuan dan rasa sedih (spleen), Baudelaire tidak putus asa. Tanpa kenal lelah, dia berpaling pada cara lain untuk melepaskan diri. Namun segala usaha yang dilakukannya gagal dan membuat Baudelaire sempat meragu dengan keberadaan Tuhan. Setelah segala usahanya di dunia ini sia-sia belaka, Baudelaire berpaling pada pengobatan terakhir, yaitu melakukan perjalanan menuju dunia

(7)

6 spiritualnya baik itu berupa mimpi, halusinasi, atau fantasi melalui simbol-simbol yang dia gunakan dalam sajak-sajaknya.

Dalam skripsi ini, sebuah sajak berjudul L’Horloge dianalisis. Sajak ini merupakan bagian dari kategori sajak Spleen et Idéal dalam antologi Les Fleurs du Mal. Dalam sajak ini, kita menemukan simbolisme melalui imajinasi penyair, melalui sebuah jam yang dapat berbicara dan memiliki kekuasaan bagaikan dewa. Sebelum menganalisis sajak tersebut, akan dijelaskan mengenai simbolisme.

Dalam kesusastraan Perancis, simbolisme adalah suatu aliran yang dibentuk oleh para penyair di akhir abad XIX. Mereka menggunakan simbol sebagai alat untuk menyampaikan ide-idenya dalam sajak. Dalam aliran simbolisme, simbol yang digunakan para penyair merupakan suatu penghubung antara dunia materi dengan dunia ide. Para penyair berusaha untuk menemukan dan mencapai makna atau arti terdalam di balik segala sesuatu yang tampak. Oleh sebab itu, kebanyakan sajak simbolisme yang dihasilkan bersinggungan dengan hal yang bersifat spiritual (Enchelard. 1984 :166).

Berikut ini beberapa karakteristik umum simbolisme, menurut Daniela Corona yang terdapat pada http://www.corona2.altervista.org/files/symb_baud.pdf :

1) Penyair simbolis memiliki gagasan yang berlebihan dalam puisi yang dibuat bukan semata-mata untuk kesenangan saja, tetapi ada unsur teka-teki yang harus dipecahkan, untuk menimbulkan kesan misterius pada puisi tersebut. 2) Untuk penyair simbolis, hal yang paling utama adalah ruang kreasi serta

imajinasi, di mana struktur logis dalam penulisan puisi tidak dianggap perlu. Penyair bebas berkreasi di ruang alam bawah sadar atau mimpi mereka, sehingga mereka terkadang menulis puisi dalam bentuk larik bebas (tidak terikat aturan versifikasi sajak).

3) Penyair simbolis cenderung menghindari penjelasan (deskripsi) dalam puisi mereka, untuk menjaga kemisteriusan puisinya. Simbol yang digunakan,

(8)

7 merupakan bentuk penyaranan untuk menimbulkan imajinasi terhadap gambaran-gambaran suasana yang disampaikan dalam puisi.

4) Musikalitas puisi sangat berperan sebagai pendukung suasana dalam pelantunan sajak dan menimbulkan sugesti tertentu melalui bunyi-bunyi yang dihasilkan.

Dalam perkembangan aliran ini, Charles Baudelaire dikenal sebagai pelopor lahirnya simbolisme dalam kesusastraan Perancis pada tahun 1880. Kumpulan sajaknya yang berjudul Les Fleurs du Mal memberi pengaruh simbolisme terhadap karya-karya para penyair seperti Paul Verlaine, Stéphane Malarmé, dan Arthur Rimbaud, sehingga pada masa tersebut berkembang aliran simbolisme. Walaupun berada dalam aliran yang sama, tentunya Charles Baudelaire memiliki kekhasan atau karakter penulisan tersendiri dalam menciptakan dan menyampaikan sajaknya.

Menurut Enchelard (1984 :143-147), simbolisme yang dianut Baudelaire merupakan bentuk rasa kekecewaannya terhadap dunia, sebagai kaum marginal di kalangan teman-teman sesama penulis. Akibat dari ketidaksukaannya terhadap dunia yang dijalaninya, dia hidup di bawah pengaruh obat dan alkohol sebagai sarana pelarian dari kenyataan hidupnya. Bagi Baudelaire, misteri kehidupan dan keberadaannya tidak bisa diungkapkan melalui penjelasan secara langsung, sehingga dia harus mengunakan bahasa baru, yaitu dengan simbol. Simbol bagi Baudelaire merupakan sarana atau alat yang digunakannya untuk memasuki suatu alam lain (le mondesurnaturel), di mana mimpi, imajinasi, serta halusinasi, berpadu dengan realita yang dicapainya melalui media bahasa.

Dalam sajak-sajaknya ditemukan beberapa hal yang menjadi karakter penulisan Baudelaire, di antaranya adalah penulisan puisi dalam bentuk tetap (forme fixes) dan versifikasi sajak yang masih teratur. Unsur musikalitas, baik itu ritme dan sonoritas memberikan sugesti-sugesti tertentu dalam sajak. Kemudian, unsur utama yang menjadi kekhasan sajak simbolis dari Baudelaire, yakni adanya unsur

(9)

8 Analisis dalam skripsi ini dibuat dengan metode analisis struktural puisi, yang terdiri dari analisis unsur fonologi, sintaksis, dan semantik. Analisis dari tiga tingkat ini saling mendukung satu sama lain dan hubungan antara analisis membantu kita mendapatkan pemahaman secara global terhadap sajak tersebut.

Simbolisme dalam sajak ini tampak dalam berbagai tahapan dan tataran dalam setiap analisis, yang telah dilakukan. Dalam analisis unsur fonologis, musikalitas sajak yang diusung Baudelaire, dapat dikatakan sangat kaya akan beraneka unsur bunyi-bunyian yang terkandung dalam sajak tersebut. Melalui unsur-unsur fonologis, ide-ide simbolisme tampak di mana Baudelaire merepresentasikan bunyi-bunyian yang dimiliki dari sebuah jam ke dalam bunyi-bunyi simbolik.

Bunyi-bunyian tersebut dihasilkan dari permainan bunyi (jeux phoniques) dalam sajak, berupa efek-efek pengulangan fonem vokal (asonansi) dan fonem konsonan (aliterasi), yang mendominasi sajak, yakni aliterasi dan asonansi dari fonem oklusif [b ;p ;t ;d ;k], fonem nasal [m ;ɑ̃ ;ɔ̃], dan fonem vokal posterior [u ;o]. Selain itu, kehadiran 24 larik sajak dengan 12 suku kata (alexandrin) di setiap lariknya, turut menekankan dan menyimbolkan bilangan yang terdapat pada sebuah jam, yang menyusun waktu dalam satu hari. Kemudian, rima berpeluk (embrasées), yang terdapat di sepanjang sajak juga turut memberikan peranan dalam pemaknaan sajak, sebagai tanda ‘ikat’ yang menujukkan bahwa waktu merupakan sesuatu yang mengikat diri penyair. Dengan demikian, hal-hal yang telah dikemukakan dalam analisis unsur fonologis tersebut, adalah suatu indikasi awal adanya simbolisme dalam sajak ‘L’Horloge’ ini.

Dalam analisis unsur sintaksis, ide simbolisme pada sajak ini ditunjukkan melalui unsur sintaksis berupa banyaknya kalimat-kalimat menyimpang. Penyair memposisikan subyek kalimat yang berupa nomina konkret-abstrak atau benda mati, untuk diikuti suatu predikat atau kata kerja yang seharusnya mengarah pada aksi makhluk hidup. Selain itu juga terdapat beberapa kata yang merupakan suatu adverba berubah fungsinya menjadi subyek dan obyek dalam kalimat.

(10)

9 Secara aturan sintaksis, kalimat-kalimat dalam sajak ini dapat dinyatakan benar, karena memiliki kelengkapan unsur yang membangun suatu kalimat, yakni adanya subyek dan predikat. Akan tetapi , apabila dilihat dan diamati secara logis dari sisi penalaran, kalimat-kalimat tersebut tidak bisa dibenarkan, karena akan menimbulkan keanehan atau kejanggalan dalam segi makna. Hasil dari penggunaan struktur sintaksis, tersebut memungkinkan terciptanya suatu citraan atau gaya bahasa, yang berperan dalam segi pemaknaan pada sajak. Melalui pengamatan secara sintaksis, dapat diketahui bahwa Baudelaire memiliki cara dan keunikan tersendiri dalam menyampaikan sajak simbolisnya dengan susunan kata-kata atau tata kalimat yang tidak lazim pada umumnya, dan lebih tidak mengutamakan sisi kelogisan dalam penggunaan frasa ataupun kalimat dalam sajaknya.

Tahap analisis terakhir dalam penelitian ini adalah unsur semantik. Dari analisis tersebut, diketahui bahwa sajak ini berkisah tentang waktu yang bergulir diiringi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Obyek yang digunakan penyair sebagai simbol konkret utama dalam sajak ini adalah jam. Benda tersebut sangat erat kaitannya dengan waktu, dan memiliki arti tersendiri bagi penyair, sebagai sesuatu yang mengikat kehidupannya. Melalui pembahasan isi sajak di bab terdahulu, dapat dilihat adanya rasa ketakutan dan ketidak sukaan yang dirasakan penyair terhadap waktu dalam hidupnya. Ketakutan tersebut membawa penyair melihat jam sebagai obyek spiritual, yang dianggapnya seperti dewa, yang menentukan urusan serta menguasai kehidupannya.

Kemudian, penyair banyak menggunakan unsur benda mati bahkan obyek abstrak sekalipun, yang dikisahkan dapat bertindak layaknya makhluk hidup. Hal tersebut tentunya menimbulkan kesan mistik dan aneh bagi pembaca sajak. Nuansa kemistikan dalam sajak ini, diperkuat oleh adanya gaya bahasa berupa citraan dalam bentuk metafora, perbandingan, sinestesia, dan personifikasi, yang memicu kejanggalan atau keanehan dari sisi penalaran secara realistik dan logika. Melalui analisis terhadap unsur citraan, turut memperlihatan adanya unsur correspondance

(11)

10 simbol yang digunakan Baudelaire tersebut mengandung keterhubungan antara le monde réel dan le monde irréel.

SIMPULAN

Baudelaire merupakan seorang penyair modern dan penganut simbolisme dalam berkarya di abad XIX. Meskipun demikian, dia masih mempertahankan aturan tradisional dalam hal keselarasan versifikasi sajak. Hal tersebut terbukti dalam sajak ini, Baudelaire tidak menulis sajaknya dalam bentuk larik bebas, seperti para penyair simbolis pada umumnya. Akan tetapi, dia menulisnya dalam bentuk larik-larik serta bait-bait yang disusun secara apik dan teratur. Hal itu turut terlihat juga dalam penggunaan rima berpeluk (embrassée) dan larik-larik sajak bersuku kata dua belas (alexandrin), yang secara konstan terdapat di sepanjang sajak. Aneka unsur bunyi turut mendukung musikalitas sajak yang diusung Baudelaire.

Dengan demikian, dari perpaduan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap ketiga unsur pembentuk puisi, menunjukkan orisinalitas atau kekhasan ide Baudelaire dalam menyampaikan sajak dengan aliran simbolisme. Melalui analisis simbolisme dalam sajak ini, diketahui pula bahwa penyair simbolis dapat memaknai segala sesuatu yang ada disekitarnya, menurut pandangan simbolisnya secara berbeda. Penyair simbolis memosisikan obyek tertentu sebagai simbol, dengan pandangan secara mendalam dan tidak terbatas hanya pada wujud obyek secara nyata (materialisme). Obyek yang dipakai penyair sebagai simbol dalam sajak ini, dapat dikatakan pula sebagai hasil kebebasan pandangan dan pemikiran subyektif dari diri penyair itu sendiri.

Daftar sumber :

Baudelaire, Charles. 1992. Les Fleurs du Mal. Paris : Hachette Classique. Bénac, Henri. 1988. Guide des Idées Littéraires. Paris : Hachette Éducation.

(12)

11 Enchelard, Michel. 1984. Histoire de La Littérature en France au XIXème siècle.

Paris : Hatier.

Joubert, Jean-Louis. 1988. La Poésie. Paris : Armand Colin. Corona, Daniela. Tanpa Tahun. Le Symbolisme. Melalui

Referensi

Dokumen terkait