• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAGA ASTRONOMI UNTUK DIFABEL NETRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAGA ASTRONOMI UNTUK DIFABEL NETRA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PERAGA ASTRONOMI UNTUK DIFABEL NETRA

Fitri Nur Hikmah; Suryandari UIN Antasari, Banjarmasin

[email protected]; [email protected]

Abstract: Visual impaired students have restrictiveness on their sight. Hence, they get difficulties to understand astronomy concepts which demanded the visual role actively. Based on this reality, the innovation of astronomy teaching media that was designed specifically for visual impaired students was needed. This research was aimed to: 1) investigate the design of astronomy teaching media as a learning media for visual impaired students, 2) investigate the design of the course book of astronomy teaching media as a complementary medium of learning for visual impaired students, 3) investigate visual impaired students’ responses toward astronomy teaching media as a learning media, 4) investigate visual impaired students response toward the course book of astronomy teaching media as a complementary of learning, and 5) improve the understanding of the concept of visual impaired students with the astronomy teaching media. This study was a R and D research based on Borg and Gall’s concept. The subjects were students at class IX of MTs (junior high school) Yaketunis Yogyakarta. The products are 1) The constellations teaching media with the sky ball from the wood and the stars from the screws. 2) The course book is written in to Braille. The instruments of data collection in this study were the instrument validation product assessment sheets, product quality assessment sheets for materials experts, media specialists, and the teacher of MTs Yaketunis Yogyakarta that were adapted from a Likert scale in the form of checklist. Instruments for the students was the students response sheets using Guttman scale in the form of checklist. Technical analysis of the data that used in the study was quantitative descriptive analysis. The results of this study were 1) from the assessment of material, the design of constellations teaching media is Very Good, and the course book is Very Good; 2) from the assessment of media experts, the the design of constellations teaching media is Very Good, and the course book is Very Good; 3) from the assessment of MTs Yaketunis science teacher, the design of constellations teaching media is Very Good, and the course book is Very Good category; 4) the responses of visual impaired students to teaching media Moon topography rated Very Good, constellations teaching media rated Very Good, and course book rated Very Good; 5) evaluation of the test results showed that visual impaired students obtained an average score of 42 in the pretest that was categorized poor, and they obtained an average score of 86 in the posttest that was categorized Very Good. Total average score of the students’ understanding improvement was 44.

(2)

Proceeding Antasari International Conference 479

Abstrak: Siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan sehingga mendapat hambatan dalam memahami konsep astronomi yang menuntut peran aktif visual. Berdasarkan kenyataan ini maka dibutuhkan suatu inovasi alat peraga astronomi yang dirancang khusus untuk siswa tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui desain alat peraga astronomi sebagai media pembelajaran untuk siswa tunanetra, 2) mengetahui desain LKS alat peraga astronomi sebagai pelengkap media pembelajaran untuk siswa tunanetra, 3) mengetahui respon siswa tunanetra terhadap alat peraga astronomi sebagai media pembelajaran, 4) mengetahui respon siswa tunanetra terhadap LKS alat peraga astronomi sebagai pelengkap media pembelajaran, dan 5) meningkatkan pemahaman konsep siswa tunanetra dengan alat peraga astronomi. Penelitian ini merupakan penelitian R dan D yang mengadopsi pengembangan dari Borg dan Gall. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX MTs Yaketunis Yogyakarta yang berjumlah 5 siswa. Produk yang dikembangkan berupa 1) alat peraga rasi bintang dengan bola langit dari kayu dan bintang dari sekrup, dan 2) LKS yang dicetak Braille. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah instrumen dengan lembar validasi produk, lembar penilaian kualitas produk untuk ahli materi, ahli media, dan guru MTs Yaketunis Yogyakarta dengan menggunakan skala Likert dalam bentuk checklist. Instrumen untuk siswa adalah respon siswa dengan menggunakan skala Guttman dalam bentuk checklist dan tes untuk mengukur pemahaman konsep siswa. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah 1) penilaian ahli materi, peraga rasi bintang memiliki kategori Sangat Baik (SB), dan LKS memiliki kategori Sangat Baik (SB); 2) penilaian ahli media, peraga rasi bintang memiliki kategori Sangat Baik (SB) dan LKS memiliki kategori Sangat Baik (SB); 3) penilaian guru IPA MTs Yaketunis, peraga rasi bintang memiliki kategori Sangat Baik (SB), dan LKS memiliki kategori Sangat Baik (SB); 4) tanggapan siswa tunanetra terhadap peraga rasi bintang dinilai Sangat Baik (SB), dan LKS dinilai Sangat Baik (SB); 5) hasil tes evaluasi menunjukkan bahwa siswa tunanetra memperoleh nilai rata-rata pretest sebesar 42 dalam Kategori kurang (K) dan nilai rata-rata posttest sebesar 86 dalam kategori Sangat Baik (SB). Peningkatan pemahaman konsep yang terjadi sebesar 44.

Kata kunci: Alat peraga, LKS, astronomi, siswa tunanetra

Pendahuluan

Bidang pendidikan tidak pernah lepas dari kebutuhan primer bangsa berkembang agar lebih maju. Hal ini merupakan definisi pendidikan sebagaimana sebagai investasi jangka panjang yang menentukan reputasi dan kualitas bangsa tersebut. Roda penggerak pengembangan ilmu pengetahuan dan potensi pola pikir manusia dikendalikan oleh pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat sendiri dapat menjadi indikator kemajuan suatu bangsa. Oleh karenanya manusia lah yang membutuhkan pendidikan,

(3)

480 Proceeding Antasari International Conference sebagai bekal mengembangkan potensi dalam dirinya melalui proses pembelajaran.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangkat mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Ayat (1) menjelaskan bahwa menjadi tugas negara dalam memenuhi hak warga negara memperoleh pendidikan dengan kesempatan yang sama tidak terkecuali bagi penyandang kelainan atau kebutuhan khusus. Adapun Undang-Undang No.20 Tahun 2003 menegaskan dasar hukum bagi penyandang kelainan pada pasal 32 ayat (1) dengan isi “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi dan bakat istimewa.”

Efendi (2006) menerangkan bahwa pelayanan pendidikan harus berbasis pada karakter peserta didik sehingga anak bekelainan dengan keistimewaan baik fisik, mental,dan sosialnya dapat beradaptasi dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Hal ini menjadi penting bagi anak berkelainan atau anak luar biasa yang memilik penyimpangan dari rata-rata anak normal. Pada aspek fisik, kelainan dapat terjadi pada penyimpangan kemampuan panca indra seperti indra pengelihatan (tunanetra), indra pendengaran (pancarungu), indra bicara (tunawicara) dan kelainan anggota tubu (tunadaksa). Aspek mental biasanya terjadi jika anak memiliki kemampuan mental lebih (supernormal) atau sebaliknya (tunagrahita). Sedangkan pada aspek perilaku sosial emosi disebut dengan tuna laras.

Indra pengelihatan merupakan organ tubuh yang menduduki peringkat utama dalam membantu manusia dalam beraktivitas selain indra sensoris lainnya seperti organ telinga, kulit, hitung, lidah dan lain sebagainya. Mata memiliki peran besar dalam proses pembelajaran, oleh karenya menjadi fatal bisal seseorang kehilangan fungsi kemampuan

(4)

Proceeding Antasari International Conference 481 visualnya, sehingga tidak mampu dalam merekam objek dan peristiwa fisik di sekitarnya.

Menindaklanjuti Undang-Undang No.20 pasal 32 tentang penyandang kelainan, komisi VIII DPR RI menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Convention on The Right of Persons with Disabilities (CRPD). Ratifikasi CRPD merubah kedudukan status penyandang disabilitas dari status objek menjadi subjek. Seseorang dengan kebutuha khusus diakui sebagai pribadi penuh yang memiliki potensi berkarya secara mandiri dan mampu turut bermasyarakat secara inklusif berdasarkan kesetaraan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Indonesia landasan hukum yang kuat untuk kesejahteraan masyarakat tunanetra. Maka menjadi penting bagi Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Inklusi memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu bagi siswa tunanetra atau difabel pada proses pembelajaran sebagai institusi pendidikan. Hal ini merupakan kesetaraan hak antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam kesempatan memperoleh pendidikan. Delpie (2006) menganti sebutan ana difabel dari kata “Anak Luar Biasa” (ALB) menjadi “Anak Berkebutuhan Khusus” (ABK). ABK yang memiliki kelainan pengelihatan dalam bahasa keseharian dapat disebut dengan tunanetra atau difabel netra.

Secara harfiah, tunanetra memiliki arti tidak dapat melihat. Dalam istilah kebutaan (blindness), menurut Rudiyati Sari (2013) didefinisikan sebagai kondisi indra pengelihatan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dikarenan adanya kerusakan secara struktural atau fungsional. Dari sisi pendidikan, siswa tunanetra merupakan peserta didik yang pengelihatannya terganggu sehingga cukup sulit melakukan proses rahabilitatif tanpa menggunakan alat, material, latihan atau bantuan lain secara khusus. Oleh karenya menjadi penting difabel netra mendapat fasilitas berupa alat bantu untuk menunjang proses pembelajaran sehingga dapat memahami suatu materi pembelajaran dengan baik.

Terdapat tiga area identifikasi keterbatasan dasar siswa tunanetra yang menggambarkan dampak kebutaan terhadap perkembangan kognitif yaitu tingkat dan keberagaman pengalaman yang dipengaruhi oleh pengalihan fungsi organ tubuh lain yang masih normal sebagai contoh adalah indra peraba dan pendengaran. Walaupun demikian hal ini tidak berhasil dengan maksimal layaknya indra pengelihatan yang dapat menerima informasi cepat seperti ukuran dan warna. Kemudian adalah

(5)

482 Proceeding Antasari International Conference kemampuan untuk berpindah tempat sehinnga siswa difabel netra terhalangi untuk berinteraksi sosial. Siswa tunanetra bergerak dengan bantuan pembelajaran yang mengakomodir indera non visual dalam bergerak secara mandiri. Area terakhir adalah jika seorang yang awas akan cepat mengenal kondisi lingkungan yang ramai, maka berbeda bagi siswa tunanetra yang tidak mampu menguasai keterampilan mobilitas yang sama, sehingga gambar lingkungan disekitar masih tidak utuh.

Salah satu alat bantu yang dapat digunakan adalah Braille. sebuah buku dengan judul “Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua” (Smith, 2019) menerangkan bahwa huruf Braille merupakan sistem kode berupa titik-titik yang dibuat menonjol sebagai pengganti huruf, angkat dan simbol-simbol lainnya. Aturan kode ini merunut pada susunan enam titik (six-dot cell) dengan dua titik horizontal dan tiga titik vertikal yang menyerupai kerangka penulisan seperti kartu domino. Dengan demikian, orang tunanetra dapat menggunakan jari meraka untuk membaca dengan cara meraba huruf Braille dimaksud. Sedangkan untuk menulit, mereka dapat menggunakan alat yang disebut dengan reglet.

Widyastuti pernah meneliti pola interaksi antara guru dan siswa tunanetra dengan hasil penelitian adalah terdapat 192 dan 354 gerak tutur yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu baku tutur yang diawali dengan gerak tutur beri informasi atau disebut dengan Bln, kemudian baku tutur yang diawali dengan gerak tutur tunjuk informasi atau Uln dan baku tutur yang diawali dengan gerak tutur tunda informasi yang disebut dengan tln. Penelitian yang mendukung analisis interaksi guru dan siswa tunanetra beroritensi pada penanggulanan kesulitan belajar bagi siswa difable netra dengan mengembangkan buku pengajaan apresiasi sastra berhuruf Braille Indonesia dengan media reglet (Istanti, 2016), dibidang kimia terdapat pengembangan modul Kimia berbasis EPUB (Satrio, 2016), ilmu fisika materi suhu juga pernah dikembangkan dengan basis yang sama (Masruro & Winarti, 2012) serta pembuatan media pembelajaran berupa kit percobaan penentuan percepatan gravitasi dengan neraca pegas Braille untuk siswa tunanetra kelas VIII, sedagkan pada bidang ilmu matematika dengan mengembangkan pembelajaran berbantuan audio (Khamdum 2015). ,

Salah satu penelitian yang cukup menarik pernah dikembangkan oleh Nila dkk (2016) dengan mengembangkan media pembelajaran

(6)

Proceeding Antasari International Conference 483 matematika pada siswa tunanetra dengan media puzzle segi empat. Pengembangan PUZZEGI merujuk pada pola ADDIE. PUZZEGI sendiri dirancang menggunakan huruf braille dan komponen puzzle. PUZZEGI tertujuan agar siswa tunanetra dapat mendeskripsikan secara langsung bentuk segitiga dengan identifikasi menggunakan huruf Braille yang dibuat di komponen puzzle tersebut.

Sedangkan penelitian dengan karakteristik materi yang sama yakni astronomi pernah dikembangkan dengan pembuatan purwarupa alat peraga astronomi untuk siswa tunanetra. Fitri dkk membuat media pembelajaran dengan bahan dasar kayu guna membentuk miniatur matahari, bulan dan planet lainnya yang dibuat sedemikian rupa sehingga terlihat memiliki ukuran yang proporsional. Selainitu asteroid, umbra dan penumbar dibuat dengan kertas amplas dengan tingkat kekasaran yang berbeda. Penggunaan media didukung dengan panduan penggunaan yang dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) dalam bentuk huruf braille. Hasil penelitian menunjukkan respon siswa difabel netra antusias dalam menggunakan media produk purwarupa alat peraga astronomi serta kelayakan alat masuk dalam kategori baik.

Proses pembelajaran ABK harus dipersiapkan menggunakan strategi yang termodifikasi, sehingga materi pelajaran yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Salah satu usaha untuk menciptakan proses pembelajaran siswa tuna netra adalah dengan memanfaatkan dan mengembangkan media belajar dan metode belajar tertentu. ABK dapat mengenal bentuk, posisi, ukuran dan perbedaan melalui meraba. Oleh karenanya, bunyi yang didengar, bau yang dicium, kualitas yang diraba, dan rasa yang diecap oleh tunanetra memiliki potensi dalam mengembangkan kemampuan pengetahuannya.

Oemar Hamalik (2012) dalam bukunya yang berjudul “Media Pendidikan” menerangkan bahwa media pembelajaran merupakan alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa. Salah satu rumpun ilmu yang sangat membutuhkan media pembelajaran adalah pembelajaran Fisika. Terlebih bagi ABK dalam hal ini khusus tunanetra, peserta didik kehilangan fungsi persepsi visual dalam belajar. Fisika memiliki materi yang mayoritas bersifat abstrak, sehingga menjadi penting penalaran dan pemahaman yang tinggi dalam memahami. Menjadi sangatlah berat bagi seseorang bila kehilangan fungsi pengelihatannya. Karena hasil penelitian

(7)

484 Proceeding Antasari International Conference menyampaikan bahwa seseorang yang tidak dapat melihat akan kehilangan 85% informasi yang ditangkap oleh indra pengelihatan. Oleh karen itu, alat bantu yang dapat mempermudah siswa tunanetra menjadi kebutuhan primer guna membantu siswa memahami konsep yang diajarkan. Alat bantu tersebut dapat berupa alat peraga, dimana alat peraga dapat digunakan untuk menjelaskan konsep dan materi baik yang bersifat konkris maupun semi abstrak sehingga siswa dapat mudah memahami.

Siswa tunanetra memilik halangan dalam menuntut peran aktif visual dalam menerima materi dan keterbatasan media pembelajaran Fisika. Salah satu materi Fisika yang dapat diajarkan adalah materi astronomi. Kerrod (2005) mendefinisikan astronomi adalah bidang ilmu yang mempelajari secara ilmiah mengenai luar angkasa dengan segala isisnya, seperti bintang, komet, planet dan galaksi yang biasa disebut dengan benda-benda langit serta fenomena-fenomena alam yang terjadi diluar afmoster Bumi contohnya radiasi latar belakang kosmik. Secara keseluruhan astronomi adalah ilmu dengan objek pembelajaran adalah benda-benda lain yang mempelajari asal usul, sifat fisika atau kimia, meteorologi dan gerak, pembentukan serta perkembangan alam semesta. Sejatinya menjadi mudah bagi orang awas memahami konsep astronomi karena mampu memaksimalkan indra pengelihatan dalam mempelajari segala sesuai dan mengolah hipotesis terkait konsep astronomi.

Sebagai contoh adalah melihat secara langsung objek langit pada keteraturan sistem tata surya, bulan dan bintang menggunakan teleskop dan sumber informasi berupa buku cetak maupun internet. Bahkan sebuah video dapat menampilkan keindahan objek langin sehingga mendukung pembelajaran untuk memberikan ruang visualisasi, pemahaman dan penggunaan representasi mental (Pena, 2010). Sebaliknya, akan menjadi tidak menarik bagi orang yang tidak dapat melihatnya secara langsung dengan keterbatasnnya, yang padahal disisi lain ABK berhak untuk mengetahui dan mempelajari pula tentang konsep astronomi. Maka sangat diperlukan media khusu bagi penyandang disabilitas pada indra pengelihatan berupa alat peraga yang mampu digunakan menggunakan indra selain indra pengelihatan, yakni indra peraba dan indra pendengaran.

Salah satu observasi pernah dilakukan di MTs Yaketunis Yogyakarta, menemukan kondisi ketersediaan media pembelajaran bagi siswa tunanetra masih minim. Termasuk alat peraga dan praktikum yang

(8)

Proceeding Antasari International Conference 485 dapat mendukung pembelajaran masih sangat terbatas. Bahkan khusus untuk materi Astronomi belum ada alat peraga yang tersedia. Hal ini merupakan kendala bagi pendidikn yang mana adalah guru dalam menyampaikan materi pada siswa tunanera di sekolahnya. Sebelumnya terdapat penelitian pengembangan purwarupa alat peraga Astronomi untuk anak tunanetra SMA yang meliputi sistem tata surya dan gerhana. Hasil dari penelitian ini dinilai baik oleh oara ahli dan pengguna. Oleh karenanya, maka dilakukan sebuat penelitian yang mengembangkan penelitian pada peraga astronomi lain pada tingkat SMP/MTs. Alternatif inovasi yang diberikan adalah pengembangan alat perga astronomi agar siswa tunanetra dapat menggunakan. Orientasi inovasi yang dilakukan adalah pengembangan alat peraga rasi bintang yang didesain sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan ABK difabel netra. Pertimbangan desain alat peraga ini adalah skala replika dan bentuk rasi bintang. Sebagai pendukung, huruf Braille dibuat agar penyandang tunanetra dapat membacanya serta tekstur sehingga memiliki kesan bagi siswa.

Harapan dengan dikembangkannya alat peraga ini adalah siswa dapat memahami persepsi visual konsep astronomi dengan baik. Dalam usaha memaksimalkan penggunaan alat peraga, disediakan lembar kerja siswa (LKS) yang berisi materi singkat mengenai konsep alat peraga serta panduan penggunaanya. Lebih lanjut, dengan alat peraga ini siswa tuna netra dalan lebih termotivasi dalam belajar serta bersemangat dalam mempelajari konsep astronomi. Berdasarkan uraian penjelasan diatas, tujuan daripada penelitian ini adalah; 1) mengetahui desain alat peraga astronomi sebagai maedia pembelajaran untuk siswa tunanetra; 2) Mengetahui desain LKS alat peraga astonomi sebagai pelengkap media pembelajaran untuk siswa tunanetra; 3) mengetahui respon siswa tunanetra terhadap alat peraga astronomi sebagai media pembelajaran; 4) mengetahui respon siswa tunenetra terhadap LKS alat peraga astronomi sebagai pelengkap media pembelajaran; 5) meningkatkan pemahaman konsep siswa tunanetra dengan alat peraga astronomi.

Dengan penelitian diharapkan memberikan manfaat berupa informasi bagi guru, siswa maupun peneliti selanjutnya guna meninjaklanjuti dalam pengembangan penelitian. Adapun bagi guru diharapkan dapat menjadi fasilitas guru melaksanakan proses pembelajaran khususnya astronomi agar lebih kontekstual serta menjadi alternatif media

(9)

486 Proceeding Antasari International Conference dan menambah motivasi guru SLB dan sekolah Inklusi dalam mengembangkan media pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

Metode

Pada dasarnya bagian ini menjelaskan bagaimana penelitian itu dilakukan, yang meliputi (1) masalah yang akan diteliti; (2) sasaran penelitian); (3) teknik pengumpulan data; (4) dan teknik analisis data. ← 12pt Garamond, regular, spasi 1.15, spacing before 0 pt, after 0 pt.

Berdasarkan uraian latar belakang dapat diturunkan pada rumusan masalah yang berorientasi pada keterbatasan siswa tunanetra dalam penglihatan masih menjadi hambatan dalam memahami konsep Fisika khususnya astronomi, siswa tunanetra membutuhkan suatu media pembelajaran yang dapat menunjang pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran fisika yang sifatnya abstrak, bahan ajar penunjang pembelajaran khusus astronomi diperlukan guru guna mengatasi kesulitan belajar pada siswa tunanetra, pemahaman siswa masih minim akibat kurangnya fasilitas dan sarana prasarana pendukung belajar dan tidak ada pengembangan media ajar bagi siswa tunanetra. Oleh karenya penelitian ini berbasis peneitian dan pengembangan.

Penelitian Research and Development (RnD) menghasilkan produk media pembelajaran berupa alat peraga. Media yang dikembangkan berupa alat peraga astonomi rasi bintang khusus siswa tunanetra. Sugiyono (2010) mendefinisikan penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Langkah pengembangan produk berorientasi pada teori Borg dan Gall (1989) yang dikenal dengan 10 langkah pengembangan produk, yaitu (1) pengumpulan data, (2) perencanaan, (3) pengembangan produk awal, (4) uji coba awal, (5) revisi produk, (6) uji coba lapangan, (7) penyempurnaan produk hasil uji coba, (8) uji pelaksanaan lapangan, (9) penyempurnaan produk akhir, (10) diseminasi dan implementasi. Model pengembangan penelitian ini dapat berupa model proseduran, konseptual dan teoritik.

Model proseduran bersifat deskriptif atau gambaran langkah-langkah dalam menghasilkan produk. Model konseptual marupakan model yang bersifat analitis dengan menjabarkan komponen-komponen produk secara rinci dan menunjukkan hubungan antar komponen. Sedangkan

(10)

Proceeding Antasari International Conference 487 model teoritik adalah model yang menggambarkan karangka berpikir yang didasarkan pada teori-teori yang relevan dan didikung data empirik. Pada penelitian ini, model yang digunakan adalah model prosedural. Adapun prosedur pengembangan penelitian dapat digambarkan pada bagan berikut ini:

Gambar 1. Gambar prosedur penelitian

(11)

488 Proceeding Antasari International Conference Penilaian produk berorientasi pada desain produk oleh validator. Kontek dari produk sendiri dilakukan uji coba terlebih di kelas IX di MTs Yaketunis Yogyakarta. Data kualitatif produk akan dinilai oleh ahli materi, media, guru dan siswa dengan kategori kualitas terdiri atas SB (Sangat Baik), B (Baik), C (Cukup), K (Kurang), SK (Sangat Kurang) serta kolom saran atau masukan dari para validator. Sedangkan pada data kuantitatif adalah skor penilaian pada poin kriteria penilaian. Kategori penilaian data kuantitatif berupa skala 5= sangat baik, 4= baik, 3= cukup, 2= kurang, dan 1=sangat kurang. Khusus untk penilaian siswa tunanetra, skor diubah menjadi skala Guttman yakni ya= 1 dan tidak= 0.

Dalam proses pengumpulan data digunakan beberapa instrumen yakni angket guna menguji kualitas alat peraga dan LKS. Penilaian ahli media meliputi dua aspek yakni aspek teknis dan penulisan Braille. ahli media yang dipilih adalah ahli tunanetra sehingga sesuai sasaran penelitian dan spesifik merujuk pada pembelajaran astronomi yang meliputi aspek kualitas isi saja. Sedangkan ahli materi adalah ahli materi fisika khususny astronomi. Pengembangan aspek pada instrumen merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Kustandi (2013), Widoyoko (2012) dan Wahono (2006). Konten LKS dilengkapi dengan evaluasi berupa tes. Sebagaimana dijelaskan oleh Nurgiyantoro, 2010) tes merupakan salah satu bentuk pengukuran, dan tes merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi. Soal tes dibuat dalam pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban. Soal tes bertujuan untuk mengukur sebarapa jauh pemahaman konsep astronomi siswa tunanetra dengan penggunaan alat peraga. ,

Analisis data dilakukan dari data proses pengembanga produk dan data kualitas produk yang dihasilkan. Data proses pengembanga produk di deskripsikan sesuai prosedur pengembangan produk, sedangkan data kualitas menggunakan beberapa teknik analisis data sesuai dengan penelitian kuantitatif. Nilai kelayakan memiliki minimal skor adalah B dengan kategori baik. Bila nilai kurang dari B tersebu, maka produk direbisi sehingga dapat terpenuhi kualitas dan layak digunakan sebagai media pembelajaran. Dalam proses menganalisis tes pemahaman konsep siswa, merujuk pada teori Arikunto (2009) yakni cara menganalisis data dari tes soal-soal pilihan ganda sebaga ranah kognitif menggunakan rumus Mean/rerata.

(12)

Proceeding Antasari International Conference 489 Pembahasan

Pembahasan dalam artikel bertujuan untuk: (1) menjawab rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian; (2) menunjukkan

bagaimana temuan-temuan itu diperoleh; (3

)menginterpretasi/menafsirkan temuan-temuan; (4) mengaitkan hasil temuan penelitian dengan struktur pengetahuan yang telah mapan; dan (5) memunculkan teori-teori baru atau modifikasi teori yang telah ada. Hasil penelitian ini adalah telah berhasil dikembangkannya media pembelajaran berupa alat peraga astronomi yang meliputi alat peraga rasi bintang dan ditunjang dengan ketersediaan LKS sebagai panduan penggunan serta evaluasi pembelajaran. Adapun gambar alat peraga rasi bintang dapat dilihat pada gambar berikut.

(13)

490 Proceeding Antasari International Conference Gambar 2. Alat peraga berupa Rasi Bintang

Rancangan alat rasi bintang memiliki sasaran pada siswa tunanetra. Desain berorientasi pada kemampuan siswa tunanegra dalam memahami dan membantu siswa tunanetra untuk belajar Astronomi, khususnya rasi bintang. Alat peraga ini merupakan inovasi media pembelajaran yang dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman yang baru bagi siswa tunanetra. Pendukung alat peraga ini adalah LKS Braille yang berisi materi singkat tentang rasi bintang, deskripsi alat peraga, panduan penggunaan,dan evaluasi.

a. Validasi dan penilaian alat peraga

Validasi rasi bintang dilakukan dengan validasi ahli, baik ahli media dan ahli meteri dengan validator yang berasal dari LAPAN, BOSCHA dan Science Comuunicator. Validator ahli media dan materi juga didatangkan dari pihak guru. Selanjutnya adalah validasi instrumen penilaian dengan tujuan instrumen penilaian tepat sasaran. Validator yang ditunjuka adalah Dr. Widodo, M.Si dan Ishafit, M.Si. validasi dilakukan dengan menggunakan angket. Hasil penilaian secara keseluruhan memiliki kategori ideal. Penelitian dilanjutkan ke langkah selanjutnya yakni uji coba produk yang diujikan pada 5 siswa tunanetra MTs Yaketunis.

Tujuan pelaksanaan uji coba ini adalah guna mendapatkan gambar awal tanggapan siswa terhadap alat peraga dan LKS. Sebelum menggunakan alat, siswa terlebih dahulu diberikan soal pretes. Kemudian peneliti membagikan LKS kepada sisa agar siswa mempelajari isi dan mengetahui cara penggunaan alat peraga. Kemudian, siswa diajak untuk menggunakan alat peraga sembari diberikan pemahaman berupa materi terkait. Langkah akhir adalah memberikan postes dan angket guna mengetahui tanggapan sisa terhadap penggunaan alat peraga dan LKS tersebut. Lembar angket tanggapan siswa terdiri atas 3 aspek yakni kualitas isi, teknik dan penulisan Braille dari masing-masing alat yang dikembangkan, yaitu alat peraga rasi bintang dan LKS. Hasil uji coba alat peraga astronomi menunjukkan hasil yang baik dimana konsep astronomi dapat tersampaikan dengan maksimal pada materi rasi bintang

(14)

Proceeding Antasari International Conference 491 Gambar 3. Grafik perentase hasil uji coba peraga rasi bintang

Gambar 4. Grafik persentase hasil uji coba LKS

Grafik diatas menunjukkan bahwa siswa memberikan apresiasi yang tinggi terhadap paket pengembangan alat peraga astronomi. Oleh karenanya maka alat peraga tersebut dapat dikategorikan layak digunakan sebagai media pembelajara untuk siswa tunanetra.

b. Alat peraga astronomi sebagai media pembelajaran siswa tuna netra Konsep fisika pada materi astronomi membutuhkan persepsi visual yang jelas guna memahami materi berkenaan dengan proses mempelajari objek langit. Namun, siswa tunanetra memiliki kekurangan fungsi organ pengelihatan yakni mata dalam memperoleh informasi dibandingkan dengan siswa awas. Pada dasarnya difabel netra memahami hal dasar tetang

(15)

492 Proceeding Antasari International Conference tata surya, bintang dan bulan. Tetapi tanpa adanya pengelihatan atau pengalaman visual secara langsung maka gambaran bentuk, tekstur dan kontur permukaan bulan, maka informasi yang didapat sangatlah minim. Sebagaimana pembelajaran pada siswa awas, pembelajaran selalu tersaji dengan media gambar dan alat peraga.

Dengan adanya pengembangan alat peraga astronomi ini, perbedaan dan keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi sehingga siswa difabel netra dapat memiliki pengalaman yang sama dan berkesampatan memahami konsep materi astronomi dengan baik. Adapun kelebihan alat peraga ini adalah alat peraga rasi bintang menggambarkan posisi siswa berada pada sebuah bola langit. Orientasi alat peraga ini adalah pencerminan posisi rasi bintang di jagat raya. Alat peraga menyajikan 20 rasi bintang yang terdiri dari 12 rasi bintang zodiak dan 8 rasi bintang dengan formasi tertentu sehingga mudah dikenali. Diameter bola alat peraga rasi bintang ini adalah 29 cm dan sudah mewakili posisi bintang secara tepat. Dengan bentuk alat peraga ini, fokus pelajaran yang dapat disampaikan adalah susunan rasi bintang dengan sudut pandang ekuatorial yang berlokasi di Yogyakarta dengan koordinat 07º 48’ LS dan 110º 21’ BT dengan gambar alat peraga sesuai pada gambar 3. Penamaan rasi bintang pun disajikan menggunakan huruf Braille dengan penamaan; 1. Aries, 2. Taurus, 3. Gemini, 4. Cancer, 5. Leo, 6. Pisces, 7. Ursa Major, 8. Ursa Minor, 9. Perseus, 10. Pegasus, 11. Cygnus, 12. Libra, 13. Scorpio, 14. Aquarius, 15. Capricon, 16. Sagitarius, 17. Crux, 18. Canis Major, 19. Virgo, 20. Orion. Dengan demikian, kelebihan alat peraga rasi bintang mampu menjelaskan konsep dari nama hingga bentuk rasi bintang tersebut sesuai dengan kebutuhan siswa tunanetra. Penggunaan alat peraga ini cukup efektif karena konsisten, aman dan handal.

Sebagai penunjang alat peraga rasi bintang, lembar kerja siswa (LKS) disajikan agar siswa memiliki panduan penggunaan, mengerti tujuan pembelajaran, memuat isi materi, deskirpsi alat peraga serta evaluasi yang dikonversi ke dalam huruf Braille hingga hasil evaluasi pun menggunakan huruf yang sama, sehingga siswa tunanetra dapat mengetahui nilainya.

c. Pemahaman Konsep

Standar ketuntasan pada MTs Yaketunis di kelas IX adalah 75 untuk nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) pelajaran IPA. Hasil

(16)

Proceeding Antasari International Conference 493 pretes menunjukkan bahwa dari 5 siswa yang mengerjakan tidak ada satu siswa yang mampu mencapai nilai KKM. Hal ini terjadi karena keutuhansiswa dalam pemahaman kognitif harus dilakukan beberapa kali. Dengan penggunaan alat peraga rasi bintang, peningkatan pemahaman kognitif siswa meningkat secara signifikat. Peningkatan ini disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 8. Anitah (2008) menjelaskan bahwa media dalam pembelajaran tidak akan lepas dengan penggunaan alat peraga, sehingga mampu memberikan pengertian yang abstarak menjadi lebih konkret serta dapat memberikan ciri-ciri konsep yang sedang dipelajari.

Gambar 5. Grafik perbandingan rata-rata pretes, postes dan

peningkatan pemahaman konsep siswa tunanetra

Terdapat 3 indikator dari suatu pemahaman konsep yakni, menerjamahkan, menafsirkan dan ekstrapolasi. Gambar 6 merupakan hasil pretes dan postes siswa dari peningkatan rata-rata pemahaman konsep pada pembelajaran astronomi menggunakan peraga rasi bintang yang merangkum 3 indikator tersebut.

(17)

494 Proceeding Antasari International Conference

Gambar 6. Grafik perbandingan rata-rata peningkatan tiap

indikator pemahaman konsep siswa

Peningkatan indikator menerjemahkan atau translasi menunjukkan nilai sebesar 35 yang dapat dikatakan bahwa siswa mampu mengartikan sesuatu yang abstrak menjadi lebih kontrik seperti dalam bentuk simbo, kata maupun bagan dan grafik. Atau dapat pula mengembangkankan kalimat tertentu menjadi kalimat lain. Sebagai contoh adalah alat peraga rasi bintang, dimana siswa mampu menentukan satelit Bumi serta menyebutkan rasi bintang. Sedangkan indikator menafsirkan atau interprestasi terjadi pada nilai signifikat 16,67 yang menunjukkan siswa mampu memahami bacaan dengan jelas sehingga dapat menyusun data, membandingkan suatu data menjadi sebuah konsep. Sebagai contoh adalah siswa memahami posisi bintang Sirius sesuai rasi bintang canis major.

Indikator selanjutnya adalah ektrapolari yang memiliki nilai peningkatan sebesar 10 dengan indikator siswa dapat membuat kesimpulan secara efektif. Sebagai contoh adalah siswa mampu menyimpulkan manfaat fase rasi bintang pada konsep astronomi. Oleh karena itu, ketiga indikator

(18)

Proceeding Antasari International Conference 495 pemahaman konsep yang disebutkan masing-masing memiliki peningkatan atau menjadi lebih baik. Sesuai dengan karakteristik dari siswa difabel netra, menjadi suatu keterbatasan bagi siswa dalam memposisikan dirinya terhadap lingkungan sehingga berhati-hari dalam menyampaikan atau menyimpulkan karena memperkirakan konsekuensi suatu komunikasi yang digambarkan. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa indikator translasi atau menerjemahkan menduduki nilai signifikansi terbesar dibanding 2 indikator yang lain.

Guna meningkatan penggunaan alat peraga rasi bintang, revisi produk dilakukan sesuai dengan saran para penilai yang berkompeten baik pada aspek ahli materi, media maupun guru. Adapun masukan yang diberikan disajikan pada tabel xx sebagai berikut:

No. Penilai Masukan

1. Ahli

Materi 1. a.LKS: kata ‘lihat” harus disesuaikan dengan kondisi tunanetra yang kondisinya tidak dapat melihat.

b. Cerita tentang “wajah seorang wanita dengan

c. wajah Bulan” sebaiknya dtiadakan, dan dicari perbandingan yang lebih baik.

d. Evaluasi LKS belum dapat membuat siswa berpikir kreatif dan mengembangkan logika berpikirnya.

e. Perlu lebih banyak ilustrasi

f. Astronomi dalam islam tidak hanya permasalah ibadah, tetapi juga berkaitan dengan fondasi sains modern.

2. Peraga rasi bintang:

a. Perlu dibuat garis yang menjelaskan lintasan semu Matahari, yang menjadikan posisi zodiak menjadi lebih jelas.

3. Identifikasi bintang-bintang dalam rasi sesuai nama populer (Arab, Yunani atau nama modern)

2. Ahli

Media 1. LKS: perbaiki cetakan “koma” dan “titik”), singkatan “km”, dan ada kelebihan titik diakhir Braillenya yang meliputi tulisan angka (untuk kalimat.

(19)

496 Proceeding Antasari International Conference

a. Untuk tunanetra low vision membutuhkan media dengan warna yang kontras.

b. Akan lebih baik jika alat peraga dapat digunakan oleh semua ABK (anak berkebutuhan khusus)

3. Guru 1. Peraga rasi bintang:

a. Perlu diberi penyangga supaya bola kayu tidak mudah rusak tulisan Braille dan talinya.

b. Perlu diberi poros agar bisa diputar seperti media globe.

c. Tiang dan poros ditujukan untuk meringankan pemakai dalam penggunaannya.

d. Bagi tunanetra total dari sejak lahir, kesulitan dalam mengidentifikasi gambar dalam bentuk garis akan lebih mudah jika dbuat seperti gambar timbul.

Tabel 1. Masukan rasi bintang dan LKS alat peraga

Pemahaman konsep merupakan tingkatan kedua dari ranah kogntif Bloom. Salah satu indikator keberhasilan proses pembelajaran siswa ditinjau dari hasil penilaian kognitif siswa. Penilaian pemahaman konsep ini tersaji dalam bentuk pretes dan postes pada siswa. Jumlah soal yang diberikan pada siswa sebanyak 10 soal. Pemahaman konsep terdiri dari tiga indikator, yaitu menerjemahkan (translasi), menafsirkan (interpretasi), dan ekstrapolasi. Berdasarkan hasil dari pretes dan postes siswa, terdapat peningkatan rata-rata pemahaman konsep pada tiap indikatornya. Data hasil rata-rata untuk setiap indkator pemahaman konsep disajikan pada table 19.

Pemahaman Konsep Pretes Postes Peningkatan Persentase (%)

Menerjemahkan 15 50 35 70

Menafsirkan 20 36,67 16,67 33,33

Mengekstrapolasi 30 40 10 20

∑ Rata-rata 21,67 42,22 20,56 41,11

Tabel 2. Data peningkatan rata-rata tiap pemahaman konsep siswa

(20)

Proceeding Antasari International Conference 497 Penilaian produk media dilakukan untuk memperoleh penilaian dari orang-orang yang berkompeten dalam hal media pembelajaran bagi siswa tunanetra. Selain untuk memperoleh penilaian, tujuan dari penilaian ini adalah untuk memperoleh masukan yang membangun supaya media yang dikembangkan menjadi lebih baik.

Penilaian produk ini terdiri dari tiga aspek penilaian inti. Ketiga aspek tersebut meliputi: aspek kualitas isi, aspek teknis, dan aspek penulisan Braille. Aspek kualitas isi berkaitan dengan kesesuaian dan kebenaran konsep materi dari alat peraga dan isi LKS sebagai media pembelajaran untuk memahami Astronomi. Aspek teknis mencakup tentang keefektifan (tepat guna), reliabilitas (kehandalan/konsisten), maintabilitas (pengelolaan), dan usablitas (kemudahan pemakaian) terhadap penggunaan alat peraga. Aspek penulisan Braille berkaitan dengan teknis dan kelengkapan dari tulisan Braille pada media pembelajaran yang dikembangkan. Ketiga aspek pada penilaian ini terbagi pada masing-masing orang yang berkompeten pada bidangnya.

Penilaian alat peraga rasi bintang oleh ahli materi menunjukkan hasil penilaian terhadap alat peraga rasi bintang, dan LKS difokuskan pada aspek kualitas isi yang mencakup pada kesesuaian media dengan konsepnya. Hasil penilaian oleh ahli materi untuk alat peraga rasi bintang adalah 8,67. Nilai ini menunjukkan bahwa alat peraga rasi bintang dikategorikan Sangat Baik (SB) oleh ahli materi. Hasil penilaian terhadap LKS sebagai pelengkap dari alat peraga. difokuskan pada aspek kualitas isi memiliki skor rata-rata 21,67. Nilai ini menunjukkan bahwa LKS sebagai pelengkap dari alat peraga dikategorikan Sangat Baik (SB) oleh ahli materi. Dari ketiga penilaian oleh ahli media ini, dapat diketahui bahwa penilaian untuk alat peraga rasi bintang dan LKS dikategorikan Sangat Baik (SB), dikarenakan peraga rasi bintang sudah memenuhi konsep dari rasi bintang, dimana skala posisi bintang sebenarnya sudah terwakili dengan tepat. Dan LKS sudah sesuai untuk menjadi pelengkap dari alat peraga, karena konsep materi yang disajikan mampu tersampaikan dengan baik. Penilaian alat peraga rasi bintang, dan LKS dilakukan oleh 2 orang ahli media yang merupakan guru di SLB Negeri 1 Bantul. Penilaian pertama oleh Ibu Ati Hernani yang berkompeten dalam media pembelajaran untuk siswa tunanetra. Dan penilai yang kedua Pak Puji Widodo, merupakan guru yang memiliki keterbatasan penglihatan (tunanetra).

(21)

498 Proceeding Antasari International Conference Hasil penilaian oleh ahli media untuk alat peraga rasi bintang dan LKS adalah 48 dan skor rata-rata untuk LKS adalah 47. Berdasarkan nilai yang diperoleh ini menunjukkan bahwa alat peraga rasi bintang, dan LKS sebagai pelengkap alat peraga dikategorikan Sangat Baik (SB) oleh ahli media. Penilaian alat peraga rasi bintang oleh guru IPA di MTs Yeketunis difokuskan pada aspek teknis dan aspek penulisan Braillenya. Hasil penilaian oleh guru untuk alat peraga rasi bintang adalah 46, dan skor rata-rata untuk LKS adalah 49. Berdasarkan nilai yang diperoleh ini menunjukkan bahwa alat peraga rasi bintang, dan LKS sebagai pelengkap alat peraga dikategorikan Sangat Baik (SB) oleh guru IPA di MTs Yaketunis.

Dengan adanya paket alat peraga astronomi yang dirancang secara khusus untuk anak tunanetra ini, konsep astronomi yang berupa rasi bintang dapat tersampaikan dengan baik. Berikut disajikan grafik perbandingan penilaian ahli materi, ahli media, dan guru MTs Yaketunis

Gambar 7. Grafik perbandingan penilaian persentase keidealan

peraga rasi bintang

(22)

Proceeding Antasari International Conference 499 Gambar 8. Grafik perbandingan penilaian persentase keidealan

LKS peraga astronomi

Tanggapan siswa dilakukan dengan Pemberian tanggapan terhadap pengembangan alat peraga astronomi dilakukan oleh siswa. Angket tanggapan siswa pada uji coba terdiri dari tiga aspek penilaian, yaitu aspek kualitas, aspek teknis, dan aspek penulisan Braille. Ketiga aspek ini dikembangkan secara berbeda pada tiap-tiap pruduk media yang dikembangkan. Selain itu, kriteria penilaian masing-masing aspek ini juga sudah disesuaikan dengan siswa sebagai pengguna dari alat peraga astronomi yang telah dikembangkan.

Pada penilaian LKS, Aspek kualitas isi berkaitan dengan uraian materi dan kesesuaian materi dari LKS dengan alat peraga. Aspek teknis mencakup tentang keefektifan (tepat guna), keterlaksanaan LKS dalam penggunaan alat peraga, evaluasi pembelajaran, dan manfaat LKS sebagai pelengkap alat peraga. Aspek penulisan Braille berkaitan dengan kejelasan kalimat dan kebahasaannya, serta penulisan Braillenya pada media pembelajaran yang dikembangkan.

Hasil dari uji coba siswa MTs Yaketunis ditunjukkan pada tabel 4.7. Penilaian tanggapan terhadap alat peraga rasi bintang dan LKS oleh siswa MTs Yeketunis difokuskan pada aspek kualitas isi, aspek teknis dan aspek

(23)

500 Proceeding Antasari International Conference penulisan Braillenya. Hasil tanggapan oleh siswa untuk alat peraga rasi bintang adalah 10, dan skor rata-rata untuk LKS adalah 10. Berdasarkan nilai yang diperoleh ini menunjukkan bahwa alat peraga alat peraga rasi bintang dan LKS sebagai pelengkap alat peraga dikategorikan Sangat Baik (SB) oleh siswa di MTs Yaketunis. Dengan adanya paket alat peraga astronomi yang dirancang secara khusus untuk anak tunanetra ini, konsep astronomi yang berupa materi rasi bintang dapat tersampaikan dengan baik. Berikut disajikan grafik persentase keidealan hasil uji coba terhadap paket peraga astronomi oleh siswa MTs Yaketunis.

Gambar 9. Grafik persentase hasil uji coba peraga topografi

Bulan

(24)

Proceeding Antasari International Conference 501 Gambar 10. Grafik persentase hasil uji coba peraga rasi bintang

Gambar 11. Grafik persentase hasil uji coba LKS

Berdasarkan grafik persentase yang disajikan pada diagram diperoleh bahwa tanggapan siswa sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memberikan apresiasi yang tinggi terhadap paket pengembangan alat peraga astronomi yang berupa peraga topografi Bulan, rasi bintang, dan LKS. Sehingga paket pengembangan ini layak digunakan sebagai media pembelajaran untuk siswa tunanetra.

Astronomi merupakan salah satu dari konsep Fisika yang mempelajari tentang objek langit, sehingga dibutuhkan persepsi visual yang

(25)

502 Proceeding Antasari International Conference baik untuk lebih memahami secara mendalam dan maksimal. Siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam memperoleh informasi jika dibandingkan dengan siswa awas. Siswa tunanetra tahu tentang apa yang dimaksud dengan tata surya, bintang, dan bulan. Hal ini membuat siswa tunanetra terbatasan dalam memahami konsepnya. Sekarang, dengan adanya paket alat peraga Astronomi yang berupa peraga rasi bintang dan LKS sebagai pelengkapnya, kesenjangan dan keterbatasan tersebut dapat diatasi sehingga siswa tunanetra bisa menerima pengalaman seperti siswa awas dalam memahami persepsi visual konsep Astronomi dengan baik. Berikut disajikan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing produk meda pembelajaran yang telah dikembangkan.

Sapp (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Universal Design: Online Educational Media for Students with Disabilities” menyebutkan bahwa, “student who are blind re also unable to access material that is presented only visually, including in print, imagis, and videos. For matting text to be easily read using screen reading or screen-magnification software, using alt tags (text description) for pictures, and incorporating audio descrisption for pictures, and incorporating audio description for videos provide access to these materials. Reasearch has shown that videos with audio description were more easily comprehended by people who are blind than videos withous description. When reading text on a computer screen, student with low vision often benefit from options to change the background and foreground colors, and font sizes and styles of the display of the electronic learning materials”.

Penelitian tersebut memiliki karakteristik yang sama yakni mengupayakan menyajikan informasi pembelajaran yang lebih mudah digunakan bagi para siswa diffabel netra. Sapp memodifikasi penggunakan mouse pada perangkat komputer atau personal computer dengan tambahan suara yang menggambarkan suatu video yang sedang diputar. Tidak jauh dari penggunakan PC, Kent (2015) dalam penelitian “Dissability eLearning : Opportunities and Barriers menjelaskan bahwa negara Amerika telah berupaya dalam mengembangkan permbelajaran bagi para penyandang cacat salah satunya adalah pembelajaran e-learning khusus siswa disabbilitas. Hal ini merupakan kesetaraan akses dan adalah kewajiban moral bagi suatu universitas dalam mengatasi pendidikan yang masih sulit dalam akses pembelajaran e-learning.

Penelitian serupa pernah dikembangkan oleh Cromby yang menghasilkan teori bahwa “virtual environment have great potential for the

(26)

Proceeding Antasari International Conference 503 education and training of people with learning disabilities. These systems can be applied to a wide range of tasks, can faithfully mirror the critical aspects of real-world situastion, and can be used fixibly to meet many lever of ability or to provide a graded series of virtual experiences as part of a structured educational pragramme”. Pembelajaran virtual dapat disuguhkan dalam berbagai bentuk yang tidak dibatasi harus menggunakan media internet dan atau perangkat elektronik seperti komputer atau ponsel. Sebagaimana telah dilakukan penelitian ini, media virtual disajikan dalam alat peraga rasi bintang dengan pendukung penggunaan LKS sebagai panduan percobaan. Hal ini selaras dengan upaya menghadirkan pembelajaran yang lebih baik bagi para siswa tunanetra sebagai hak keseteraan memperoleh pendidikan.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dirangkum dengan bahwaa; 1) penilaian Penilaian ahli materi untuk kualitas pada masing-masing alat peraga yaitu; peraga rasi bintang memiliki kategori Sangat Baik (SB), dan LKS sebagai pelengkap alat peraga memiliki kategori Sangat Baik (SB), 2) Penilaian ahli media untuk kualitas pada masing-masing alat peraga yaitu; peraga rasi bintang memiliki kategori Sangat Baik (SB), dan LKS sebagai pelengkap alat peraga memiliki kategori Sangat Baik (SB), 3) Penilaian guru IPA MTs Yaketunis untuk kualitas pada masing-masing alat peraga yaitu; peraga rasi bintang memiliki kategori Sangat Baik (SB), dan LKS sebagai pelengkap alat peraga memiliki kategori Sangat Baik (SB), 4) Tanggapan siswa tunanetra terhadap alat peraga pada masing-masing alat peraga yaitu; peraga rasi bintang dinilai Sangat Baik (SB), dan LKS sebagai pelengkap alat peraga dinilai Sangat Baik (SB), 5) Hasil tes evaluasi menunjukkan bahwa siswa tunanetra memperoleh nilai rata-rata pretes sebesar 42 dalam Kategori kurang (K) dan nilai rata-rata postes sebesar 86 dalam kategori Sangat Baik (SB). Peningkatan pemahaman konsep yang terjadi sebesar 44.

Pengembangan penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan Pengembangan peraga rasi bintang bisa dikombinasikan dengan audio untuk menjelaskan keterangan-keterangan pada konturnya serta tiga dimensi sehingga siswa tunanetra dapat lebih antusias dan termotivasi.

(27)

504 Proceeding Antasari International Conference Arikunto;, Suharsini. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi

Aksara, 2007.

//library.fis.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=7687. Bengkel Ilmu: Astronomi. ESENSI, n.d.

Cromby, J J, P J Standen, and D J Brown. “The Potentials of Virtual Environments in the Education and Training of People with Learning Disabilities.” Journal of Intellectual Disability Research, 1996, 13.

Gall, Meredith D. Educational Research: An Introduction. Longman, 1996. Hamalik, Oemar. Media pendidikan. Penerbit Alumni, Bandung, 1977. Hikmah, Fitri Nur, and Yudhiakto Pramudya. “Pembuatan Purwarupa Alat Peraga Astronomi Untuk Siswa Tunanetra,” 2014, 5.

Istanti, Wati. “PENGEMBANGAN BUKU PENGAYAAN

APRESIASI SASTRA BERHURUF BRAILLE INDONESIA DENGAN MEDIA REGLET BAGI SISWA TUNANETRA DI

SEKOLAH INKLUSI KOTA SURAKARTA.” Indonesian Language

Education and Literature 2, no. 1 (December 25, 2016): 76–87. doi:10.24235/ileal.v2i1.1094.

J. David, Smith. Inklusi, Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung: Nuansa, 2009.

Jurnal Pendidikan EMPIRISME: Edisi Desember 2017. Sang Surya Media, 2017.

Kent, Mike. “Disability and ELearning: Opportunities and Barriers.” Disability Studies Quarterly 35, no. 1 (February 12, 2015). doi:10.18061/dsq.v35i1.3815.

Kurniasih, Nila, Erni Puji Astuti, and Heru Kurniawan. “PENGEMBANGAN PUZZEGI (PUZZLE SEGI EMPAT) SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA TUNA NETRA,” 2016, 10.

Kurniawan, Iwan. “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BAGI SISWA

TUNANETRA DI SEKOLAH DASAR INKLUSI.” Edukasi Islami:

Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 08 (October 25, 2017): 16. doi:10.30868/ei.v4i08.77.

Ronda, Daniel. Prosiding Seminar Khotbah Kontemporer. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2015.

Rudiyati, Sari. Ortodidaktik Anak Tunanetra. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2003.

(28)

Proceeding Antasari International Conference 505 Sapp, Wendy. “Universal Design: Online Educational Media for Students with Disabilities.” Journal of Visual Impairment & Blindness 103, no. 8 (August 2009): 495–500. doi:10.1177/0145482X0910300807.

Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama, 2012.

Sri, Anita. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2008. Sugiyono. Metode penelitian pendidikan: (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D). Alfabeta, 2008.

“The Importance of Images in Astronomy Education: International Journal of Science Education: Vol 23, No 11.” Accessed October 14, 2019.

https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09500690110038611. Tim Puslitjaknov. “Metode Penelitian Pengembangan.” Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

“UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA,” 2006, 26.

“UUD_1945.Pdf.” Accessed October 11, 2019.

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/45798240/UUD_ 1945.pdf?response-content-disposition=inline%3B%20filename%3DUndang_Undang_Dasar_1945. pdf&X-Amz-Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz- Credential=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A%2F20191011%2Fus-east- 1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-Date=20191011T011236Z&X- Amz-Expires=3600&X-Amz-SignedHeaders=host&X-Amz-Signature=d82f33c06ab97f8e1dbc0e9c6bfd9cf3248a12405de0abd0f692d 875ffd782cb.

Widoyoko, Eko Putro. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta, 2012.

Widyastuti, Rany. “Pola Interaksi Guru Dan Siswa Tunanetra.” Al-Jabar : Jurnal Pendidikan Matematika 7, no. 2 (December 20, 2016): 257–66. doi:10.24042/ajpm.v7i2.40.

Gambar

Gambar 1. Gambar prosedur penelitian
Gambar 4. Grafik persentase hasil uji coba LKS
Gambar 5. Grafik perbandingan rata-rata pretes, postes dan     peningkatan pemahaman konsep siswa tunanetra
Gambar 7. Grafik perbandingan penilaian persentase keidealan     peraga rasi bintang
+3

Referensi

Dokumen terkait